TPD adalah total penerimaan daerah yang diperoleh dari penjumlahan PAD, BHPBP dan SB.
Dengan TPD = PAD + BPHPB + SB jika hasil perhitungan meningkat maka derajat desentralisasi fiskalnya tingkat kemandirian suatu daerah
semakin menguat. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan tingkat kemandirian daerah
yaitu: 0 – 25 = Rendah sekali
Instruktif 25 – 50 = Rendah
Konsultatif 50 – 75 = Sedang
Partisipatif 75 – 100 = Tinggi
Delegatif
4.3.1.1 Uji Analisis Indeks Desentralisasi Fiskal
Komponen dimana Indeks Desentralisasi dikatakan tinggi maka suatu daerah menunjukkan bahwa daerah tersebut semakin mampu
membiayai pengeluarannya sendiri tanpa bantuan dari pemerintah pusat. Apabila dipadukan dengan derajat desentralisasi fiskal yang digunakan
untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan maka akan terlihat kinerja keuangan daerah
secara utuh.
Tabel 4.9 Rasio PAD terhadap TPD, Rasio BHPBP terhadap TPD,Rasio SB
terhadap TPD pada Satuan Wilayah Pembangunan I di Jawa Timur Tahun 2007
i Ii iii No Kabupaten
Kota
TPD PAD
TPD BHPBD
TPD SB
Rasio Derajat Desentralisasi
Fiskal 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
Kabupaten Gresik Kab. Bangkalan
Kab. Mojokerto Kota Mojokerto
Kota Surabaya Kabupaten Sidoarjo
Kab. Lamongan 14,3
4,8 5,40
4,41 23,10
15 5,6
11,13 11,22
4,1 5,7
15,3 13,4
5,2 59
70,5 85,2
75,6 28
46 89,5
84,45 86,52
94,7 85,71
66,4 74,4
89,3 jlmh Rata-rata DDF
10.3 9.4
64.8 83
Sumber: Lampiran 4 - 7 Berdasarkan perhitungan diatas bahwa diketahui rasio DDF dari
analisis Indeks Desentralisasi bahwa bisa dikatakan tinggi dimana secara umum, semakin tinggi kontribusi Pendapatan Asli Daerah dan semakin
tinggi kemampuan daerah untuk membiayai kemampuannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif dapat diartikan sebagai
kemandirian keuangan dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah tersebut.
Sehingga dilihat pada tahun 2007 persentase terendah terhadap Pendapatan Asli Daerah di satuan wilayah Pembangunan I Jawa Timur
adalah Kota Mojokerto yaitu sebesar 4,41. Sedangkan persentase tertinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya sebesar 23,10.
Akan tetapi diketahui dengan totoal Indeks Desentralisasi fiskalnya yang terendah terdapat di Kota Surabaya sebesar 66,4. Hal ini disebabkan
karena Total Pendapatan Daerah tinggi. Sehingga kontribusi yang diberikan tidak terlalu besar. Sedangkan nilai dengan total Analisis Indeks
Desentralisasi yang tertinggi di tahun 2007 terdapat di Kabupaten Mojokerto sebesar 94,7 hal ini merupakan perkembangan paling
tinggi.Akan tetapi dengan jumlah persentase tinggi di suatu kabupaten kota masih belum bisa di katakan mandiri.
Tabel 4.10 Rasio PAD terhadap TPD , Rasio BHPBP terhadap TPD,Rasio SB
terhadap TPD pada Satuan Wilayah Pembangunan I di Jawa Timur Tahun 2008
i ii iii No Kabupaten
Kota
TPD PAD
TPD BHPBD
TPD SB
Rasio Derajat Desentralisasi
Fiskal 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7.
Kabupaten Gresik Kab. Bangkalan
Kab. Mojokerto Kota Mojokerto
Kota Surabaya Kabupaten Sidoarjo
Kab. Lamongan 13,10
4,32 21,2
5,7 32
14,8 7,6
9,67 7,33
4,6 7,1
24,7 12,7
7,7 59,9
76,4
77 30,5
49,5 77,6
82,67 88,65
25,8 89,8
87,2 77
92,3 Jmlh Rata – rata DDF
14.1 10.5 52.9
83.66 Sumber: Lampiran 8 - 11
Sedangkan dilihat di tahun 2008 banyak perubahan dimana persentase pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah yang
terendah kini di daerah Kabupaten Bangkalan sebesar 4,32 yang kemampuan daerahnya sangat kurang. Sedangkan persentase tertinggi
yaitu Kota Surabaya yang persentasenya meningkat menjadi 32 sehingga menjadi kemampuan daerahnya cukup. Akan tetapi diketahui dengan total
Indeks desentralisasi fiskalnya yang terendah di tahun 2008 adalah Kabupaten Mojokerto yang mengalami fluktuasi. Sedangkan dengan
persentase tertinggi di tahun 2008 yaitu di Kabupaten Lamongan yang mengalami peningkatan dengan persentase 92,3.
Tabel : 4.11 Data Analisis Indeks Desentralisasi sebelum dan sesudah terkena
dampak LAPINDO Kabupaten Sidoarjo i ii Iii
NO Tahun
TPD PAD
TPD BHPBP
TPD SB
Derajat Desentralisasi Fiskal
1 2003 17 19.5
50.25 86.7
2 2004 16 11.4
53.9 81.3 3
2005 16.1 15.2 43.7
75 4 2006 14.4
10.9 51
76.3 5
2007 15 13.4 46
74.4 6
2008 14.8 12.7 49.5
77 Sumber : Lampiran 13-15
Berdasarkan perhitungan dari tabel di atas diketahui bahwa data Kabupaten Sidoarjo mengalami penurunan dari sebelum dan sesudah
dampak lumpur LAPINDO dari tahun kejadian di tahun 2006 tidak terlalu drastis penurunannya dari 25.45 ke 24.8 .Sehingga dilihat bahwa
Kejadian bencana Lapindo tidak terrlalu berpenggaruh terhadap keuangan daerah Kabupaten Sidoarjo.Hal ini menunjukan bahwa bencana ini tidak
berpengaruh besar terhadap keuangan daerah Kabupaten Sidoarjo.Dimana di ketahui bahwa dengan bencana ini Kabupaten Sidoarjo dapat bangkit
dan menata keuangan mdaerahnya dengan baik dan dapat di lihat bahwah dari tahun kejadian bencana di tahun ,sesudahnya sudah mau
meningkatkan keuangan daerahnya.
4.3.1.2 Uji Analisis Derajat Desentralisasi Fiskal