dalam penelitian Nye dalam Strong De Vault, 1989 penelitian Supriyantini, 2002.
g. The recreational role
The recreational role, mengorganisir kegiatan rekreasi keluarga. Dalam keluarga perlu diciptakan suasana rekreasi situasi yang menyegarkan pemikiran
dan perasaan sehingga anak dapat bergembira dan bersantai dengan saudara dan orang tua mereka, dan dapat menambah keakraban anggota keluarga.
Rekreasi tidak identik dengan wisata yang mengeluarkan biaya mahal, tetapi cukup dengan berkumpul di tempat yang santai, bersenda gurau bersama
dan melepaskan segala rutinitas yang melelahkan. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di rumah, misal dengan berkebun, olahraga, menonton tayangan,
bermain air, bahkan sambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci atau mengepel. Intinya kegiatan ini dilakukan oleh seluruh anggota keluarga
dalam suasana yang santai dan menyenangkan. Kesegaran yang didapatkan, sangat membantu semuanya untuk kembali beraktivitas rutin di hari berikutnya
penelitian Supriyantini, 2002.
h. The therapeutic role
The therapeutic role yakni mendengarkan, mau mengerti, bersimpati, membantu dan merawat anggota lain dalam keluarga.
2.4.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peran Keluarga
Merawat anak sangat bergantung pada nilai-nilai yang dimiliki keluarga. Pada budaya timur seperti indonesia, peran pengasuhan atau merawat anak lebih
Universitas Sumatera Utara
dipegang oleh istri atau ibu meskipun mendidik anak merupakan tanggung jawab bersama.
Pada dasarnya
tujuan utama
pengasuhan orang
tua adalah
mempertahankan kehidupan fisik anak dan meningkatkan kesehatannya, memfasilitasi anak untuk mengembangkan kemampuaan berperilaku sesuai
dengan nilai agama dan budaya yang diyakini. Untuk dapat menjalankan peran pengasuhan, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi Wong 2001 dalam
Supartini 2004 adalah sebagai berikut: a. Usia orang tua
Tujuan undang-undang perkawinan salah satunya adalah memungkinkan pasangan untuk siap secara fisik maupun psikososial dalam membentuk rumah
tangga dan menjadi orang tua usia antara 17 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki mempunyai alasan yang kuat dalam kaitannya dengan kesiapan
menjadi orang tua. b. Keterlibatan ayah
Pendekatan mutakhir yang digunakan dalam hubungan ayah dan bayi baru lahir, sama pentingnya dengan hubungan antara ibu dan bayi sehingga dalam
proses persalinan ibu dianjurkan ditemani suami dan begitu bayi lahir, suami diperbolehkan langsung untuk mengendong langsung setelah ibunya mendekap
dan menyusukan bonding and ettachment. c. Pendidikan orang tua
Shifrin 1997 dalam Wong 2001 mengemukakan beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjdi lebih siap dalam menjalankan peran pengasuhan adalah
dengan terlibat aktif dalam setiap upaya pendidikan anak, mengamati segala
Universitas Sumatera Utara
sesuatu dengan beroroentasi pada masalah anak, menjaga kesehatan anak dan mencari pelayanan imunisasi, memberikan nutrisi yang ade kuat, memperhatikan
keamanan, selalu berupaya menyediakan waktu untuk anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dalam perawatan anak.
d. Pengalaman sebelumnya Hasil riset menunjukkan bahwa orang tua yang telah mempunyai pengalaman
sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan lebih rileks.
e. Stres orang tua Stres yang dialami ayah atau ibu atau keduannya akan mempengaruhi
kemampuan orang tua dalam menjalankan peran pengasuhan, terutama dalam kaitannya dengan strategi koping yang dimiliki dan menghadapi permasalahan
anak. Walaupun demikian, kondisi anak juga dapat menyebabkan stres pada orang tua.
f. Hubungan suami istri Hubungan yang harmonis antara suami dan istri akan berdampak pada
kemampuan mereka dalam menjalankan perannya sebagai orang tua, merawat serta mengasuh anak dengan penuh rasa bahagia.
Pendapat lain yang menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan dan berakibat pada peran keluarga setelah kelahiran antara
lain: kehadiran anak, tingkat pendidikan, latar belakang ekonomi, usia ketika menikah, dan lama pernikahan penelitian Supriyantini, 2002.
a. Kehadiran anak
Universitas Sumatera Utara
Duvall dalam Domikus, 1999 menyatakan bahwa hadirnya anak di kemudian hari terbukti potensial dalam mengurangi kepuasan pernikahan, mengingat
keakraban dan perhatian suami istri terbagi dengan anak. Selain itu, anak menuntut banyak energi dan juga uang yang dalam banyak hal akan menambah
kompleks beban keluarga. Ditambahkan oleh Kurdek dalam Bhrem, 2002 bahwa anak adalah pekerjaan yang tidak ada akhirnya, dan sebagian besar orangtua
mengalami penurunan yang drastis dan tidak diharapkan dalam menikmati waktu berdua.
b. Tingkat pendidikan Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Kurdek dalam Lefrancois, 1993,
ditemuka n bahwa bagi pria dan wanita, rendahnya tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya persengketaan dalam
pernikahan. Hal ini terjadi karena kurangnya pendidikan akan mengurangi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan verbal dan sosial dalam
menyelesaikan konflik, dan persiapan yang kurang baik yang terjadi pada awal- awal pernikahan. Ditambahkan oleh Hendrick Hendrick 1992 bahwa
pasangan yang memiliki tingkat pendidikan rendah akan merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih benyak menghadapi stressor seperti pengangguran
dan tingkat penghasilan yang rendah. c. Latar belakang ekonomi
Status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan pernikahan Hendrick Hendrick, 1992.
Umumnya, individu dengan status pekerjaan rendah, kurang pendidikan, dan
Universitas Sumatera Utara
pendapatan yang rendah memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk bercerai Kitson et al; Karney Brabur y, dalam Bhrem, 2002.
d. Usia ketika menikah. Pada wanita, usia ketika pertama kali menikah merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Pada umumnya, semakin dewasa wanita ketika menikah, maka akan semakin bahagia ia dalam pernikahannya.
Selain itu, ditemukan juga bahwa remaja yang menikah memiliki frekuensi dua kali lebih besar untuk bercerai dibandingkan dengan wanita yang lebih dewasa
Lefrancois, 1993. e. Lama Pernikahan
Sebagaimana dikemukakan oleh Duvall dalam Lefrancois, 1993 bahwa tingkat kepuasan tertinggi terjadi pada awal pernikahan, menurun setelah
kelahiran anak pertama, dan meningkat kembali setelah anak terakhir meninggalkan rumah.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP
3.1.Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep ini bertujuan untuk menggambarkan persepsi pasangan terhadap peran keluarga setelah kelahiran anak pertama di wilayah kerja
Puskesmas Kec. Simpang Kanan Kab. Rokan Hilir - Riau., akan digambarkan sebagai berikut :
- The houskeeper role
Persepsi Pasangan Ayah dan Ibu
- The provider role
- The child-care role
- The child socialization role
Kategori persepsi Bagus
Cukup Kurang
- The sexual role
- The kinship role
- The recreational role
- The therapeutic role
Faktor-faktor yang mempengaruhi peran keluarga:
- Tingkat pendidikan
- Latar belakang ekonomi
- Usia ketika menikah
- Lama pernikahan
Gambar I Bagan Kerangka Konsep Penelitian
28
Universitas Sumatera Utara