KEBIJAKAN BARU ANGKUTAN UDARA NASIONAL

6. Nama Baru Industri Penerbangan Indonesia Selama 24 tahun IPTN relatif berhasil melakukan transformasi teknologi, sekaligus menguasai teknologi kedirgantaraan dalam hal disain, pengembangan, serta pembuatan pesawat komuter regional kelas kecil dan sedang. IPTN meredifinisi diri ke dalam DIRGANTARA 2000 dengan melakukan orientasi bisnis, dan strategi baru menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Untuk itu IPTN melaksanakan program retsrukturisasi meliputi reorientasi bisnis, serta penataan kembali sumber daya manusia yang menfokuskan diri pada pasar dan misi bisnis. Kini dalam masa survive IPTN mencoba menjual segala kemampuannya di area engineering - dengan menawarkan jasa disain sampai pengujian -, manufacturing part, komponen serta tolls pesawat terbang dan non- pesawat terbang, serta jasa pelayanan purna jual. 24 Agustus 2000 : Seiring dengan itu IPTN merubah nama menjadi PT. DIRGANTARA INDONESIA atau Indonesian AerospaceIAe yang diresmikan Presiden Abdurrahman Wahid, 24 Agustus 2000 di Bandung.

B. KEBIJAKAN BARU ANGKUTAN UDARA NASIONAL

BERDASARKAN UU NO. 1 TAHUN 2009 Menurut Prof. Dr. PPC Haanappel, 4 4 Haanappel PPC, Ratemaking in International Air Transport : A legal Analysis of International Air Fares and Rates. The Netherlands: Kluwer, 1978. Mc Gill University,Montreal,Canada, kebijakan angkutan udara tergantung dari ideology politik Negara yang bersangkutan. Di Negara-negara yang ideologinya sosialis semua kegiatan yang merupakan pelayanan umum seperti listrik, air minum, irigasi, komunikasi, telegraf, telepon, televise, radio, bahan bakar minyak BBM, gas bumi, angkutan Universitas Sumatera Utara darat, kereta api, laut, maupun angkutan udara dikuasai oleh Negara. Penguasaan, pengaturan dan penyelenggaraan kegiatan yang menyangkut pelayanan umum biasanya dilakukan oleh Negara dengan monopoli seperti pelayanan telepon, listrik, air minum, irigasi, komunikasi, telegraf, telepon, televise, radio, bahan bakar minyak BBM, gas bumi, angkutan darat, kereta api, laut, maupun angkutan udaradiselenggarakan oleh satu penyelenggara pelayanan dalam satu Negara atau provinsi atau oligopoly yang dilakukan oleh beberapa penyelenggara dalam satu negara atau provinsi untuk menjamin stabilitas tersedianya jasa pelayanan umum tersebut. Angkutan udara yang merupakan salah satu pelayanan umum juga dikuasai, diatur, dan diselenggaoleh Negara. Di bidang angkutan udara seperti di Uni Soviet angkutan udara dilakukan oleh Administrasi Penerbangan Sipil, sedangkan di China angkutan udara diselenggarakan oleh Pejabat Penerbangan Sipil China, Singapura oleh Civil Aviation Authority of Singapore CAAS. Baik di Uni Soviet maupun China merupakan pegawai negeri sipil civil servant. Pelaksanaan angkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangan milik pemerintah state owned enterprise atau oleh badan pemerintah swasta dengan pengaturan yang sangat ketat oleh badan pemerintah atau departemen atau kementerian 5 Berbeda dengan negara-negara yang ideologinya sosialis, di negara-negara yang menganur ideology liberal, penyelenggaraan angkutan udara internasional sepenuhnya dilakukan oleh swasta. Di Amerika Serikat tidak ada perusahaan . Dengan demikian, di negara-negara sosialis regulator maupun operator dilakukan oleh pemerintah. 5 Lihat PPC Haanappel, Rate-making in International Air Transport: A Legal Analysus of International Fares and Rates. The Netherlands : Kluwer, 1978, hlm. 76 Universitas Sumatera Utara penerbangan yang dimiliki penerbangan milik swasta privately-owned, tetapi dalam waktu yang bersamaan diawasi oleh Civil Aeronautic Board CAB 6 Di Indonesia pada saat orde lama, ideology politiknya cenderung sosialis, karena itu penyelenggaraan angkutan udara dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan milik negara state owned enterprise masing-masing Garuda Indonesian Airways sebagai regulator, sebuah badan independen yang dibentuk berdasarkan undang- undang. Di negara-negara yang menganut ideology gabungan antara sosialisasi dengan liberal neo-liberal seperti Canada, Inggris, dan Singapura, penyelenggaraan angkutan udara dilakukan oleh perusahaan penerbangaan milik pemerintah state owned enterprise berdampingan dengan perusahaan penerbangan milik swasta privately owned enterprise. Angkutan udara di Canada dilakukan oleh Air Canada milik pemerintah di samping Vanadian Pacific Airlines milik swasta privately owned enterprise, sedangkan di Inggris angkutan udara internasional dengan British Caledonia Airways milik swasta privately owned enterprise dan di Singapura dilakukan oleh Singapore Airline milik pemerintah dan Silk Air milik swasta. Baik di Canada, Inggris maupun di Singapura terdapat semi-pejabat penerbangan sipil, masing-masing Canadian Transport Commission CTC, sedangkan di Inggris terdapat Civil Aviation Authority CAA, di Singapura oleh Civil Aviation Authority of Singapore CAAS yang mempunyai wewenang mengatur masalah ekonomi angkutan udara dalam kapasitasnya sebagai regulator. 7 6 Dalam rangka deregulasi, CAB di Amerika Serikat dihapuskan. yang didirikan berdasarkan akte notaries Raden Kadiman 7 Garuda Indonesia Airways yang semula Perusahaan Negara PN diubah menjadi “Perseroan Terbatas PT berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1971 Universitas Sumatera Utara Nomor 137 tanggal 31 Maret 1950 dan Merpati Nusantara Airlines 8 yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1962 sebagai supplementer 9 Berdasarkan ketetapan MPRS No. XXIII Tahun 1966 . Merpati Nusantara Airlines ditugaskan untuk melakukan penerbangan daerah dan penerbangan serba guna Garuda Indonesia Airways ditugaskan melayani rute nusantara trunk line, sedangkan regulasi dilakukan oleh pejabat Departemen Perhubungan Udara. Semua tariff, penggunaan jenis pesawat udara jet atau propeller, rute dan jejaring penerbangan diatur dan diawasi dengan ketat oleh Menteri Perhubungan Udara. Pada saat orde lama tidak ada perusahaan penerbangan milik swasta privately owned anterprise, perusahaan penerbangan hanya dilakukan oleh perusahaan penerbangan milik pemerintah state owned enterprise karena itu tidak ada persaingan antarperusahaan penerbangan, tetapi pada saat orde baru, mulai meninggalkan ideology sosialis dan menuju ideology neo-liberal yang merupakan gabungan antara sosialis dengan liberal. 10 , lahirlah Undan- Undang Nomor 1 Tahun 1967 11 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara PN Perhubungan Udara “Garuda Indonesian Airways” menjadi Perusahaan Perseroan Persero 8 Merpati Nusantara Airlines yang semula Perusahaan Negara PN diubah menjadi “Perseroan Terbatas PT berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1971 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara PN Perhubungan Udara Daerah dan Penerbangan Serba Guna” Merpati Nusantara” menjadi Perusahaan Perseroan Persero. 9 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1962 tentang Pendirian Perusahaan Negara Perhubungan Udara Daerah dan Penerbangan Serba Guna “Merpati Nusantara” 10 Ketetapan MPRS No. XXIII Tahun 1966 tentang Pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing , ideology politik Negara Republik Indonesia semakin jelas kecenderungannya kea rah neo-liberal yang merupakan gabungan antara ideology politik sosialis seperti dianut oleh Amerika Serikat dengan ideology politik sosialis yang merupakan gabungan antara liberal dengan sosialis Universitas Sumatera Utara tersebut pemerintah mengeluarkan surat keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK13S1971 12 sehingga lahirlah perusahaan-perusahaan penerbangan pemerintah state owned enterprise di samping perusahaan milik pemerintah state owned enterprise. Perusahaan penerbangan milik pemerintah masing-masing Garuda Indonesia Airways 13 sebagaimana disebutkan di atas, yang melayani rute nusantara trunk lines dan Merpati Nusantara Airlines 14 yang melayani rute pengumpan feeder lines berdampingan perusahaan penerbangan milik swasta masing-masing AOA Zamrud Aviation yang berpangkalan induk di Denpasar, Bouraq Airlines yang berpangkalan induk di Balikpapan, Mandala Airlines yang berpangkalan induk di Surabaya dan Seulawah Air Service berpangkalan induk di Palembang 15 , sebagai pelengkap supplementer penerbangan nasional. Indonesian Air Transport dan Sempati Airlines. Pada saat itu penerbangan komersial terdiri dari penerbangan teratur scheduled airlines, penerbangan tidak teratur non-sheduled airlines 16 Semula Garuda Indonesian Airways berfungsi sebagai perusahaan penerbangan utama main carrier, sedangkan perusahaan penerbangan swasta sebagai pelengkap, disamping itu Garuda Indonesian Airways juga berfungsi sebagai price leadership atau menjadi pedoman dalam penarigan angkutan udara , penerbangan suplementer dan penerbangan untuk kegiatan keudaraan aerial work. 12 Surat Keputusan Nomor SK 13S1971 tanggal 18 Januari 1971 tentang Syarat-syarat dan Ketentuan Mengenai Penggunaan Pesawat Terbang Secara Komersial di Indonesia. 13 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor T1444-U tanggal 11 Juli1961 tentang Izin Konsesi PN Garuda Indonesia Airways. 14 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor S.825-Mphb tanggal 13 Januari 1969 tentang Route Structure PN Merpati Nusantara Airlines. 15 Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 402S70 tanggal 30 Desember 1970 tentang Pangkalan Induk Home Base Perusahaan Penerbangan. 16 Istilah lain “penerbangan tidak berjadwal non-scheduled air service adalah penerbangan “carter” lihat E.Suherman, Masalah Tanggung Jawab pada Charter Pesawat Udara dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan. Bandung : Alumni, 1979. Universitas Sumatera Utara sehingga dapat mencegah terjadinya perang tariff yang tidak sehat. Penarifan yang ditetapkan oleh pemerintah bersifat fleksibel dengan mempertimbangkan kekuatan pasar market forces di masyarakat, selain itu juga dimungkinkannya kerja sama dengan perusahaan swasta sebagai komplementer, namun demikian dalam perkembangannya berdasarkan usul Wakil Ketua MPRS, Subchan, kedudukan perusahaan penerbangan milik pemerintah, dalam hal ini Garuda Indonesian Airways dan Merpati Nusantara Airlines, mempunyai kedudukan sama dan sejajar dengan perusahaan penerbangan swasta 17 Berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31U1970 . 18 17 Fachri Mahmud, Perkembangan Kebijakan Angkutan Udara Indonesia, hlm. 66 18 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31Up1970 tanggal 2 Februari 1970 tentang Syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan Mengenai Penerbangan Umum yang bersifat Non-Komersial dalam Wilayah Republik Indonesia. lahirlah perusahaan-perusahaan penerbangan umum general aviation untuk melayani perusahaan yang usaha pokoknya bukan di bidang jasa angkutan udara seperti perusahaan minyak, perkebunan, perkayuan, Bank Indonesia, misi keagamaan, perkumpulan-perkumpulan penerbangan aeroclub. Perusahaan penerbangan umum general aviation bersifat non-komersial yang hanya untuk melayani kebutuhan sendiri yang dilakukan antara kantor pusat dan tempat-tempat di mana kegiatan usaha berada, hanya boleh mengangkut komisaris, pimpinan, karyawan, pegawai, petugas dan barang-barang peralatan milik badan usaha atau perusahaan yang memiliki pesawat udara tersebut, tidak boleh menyewakan dengan penggantian uang untuk pemakaiannya dengan cara apa pun, kecuali memperoleh izin dari Menteri perhubungan. Kebijakan angkutan udara pada masa orde baru adalah banyak perusahaan penerbangan milik pemerintah berdampingan dengan perusahaan penerbangan milik pemerintah berdampingan dengan perusahaan Universitas Sumatera Utara penerbangan milik swasta yang dapat dikatakan bersifat limited multiairlines system, semua rute penerbangan, 19 frekuensi penerbangan, jenis pesawat udara yang digunakan, kapasitas yang disediakan dan tarif yang harus dikenakan kepada penumpang diatur dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Perhubungan 20 Dalam kebijakan angkutan udara orde lama yang bersifat sosialis dan orde baru yang bersifat neo-liberal tersebut semua rute penerbangan, maupun jasa kebandarudaraan, kapasitas tempat duduk yang harus disediakan oleh perusahaan penerbangan diatur dengan ketat oleh Departemen Perhubungan Udara dan Departemen Perhubungan. Pada orde lama rute penerbangan diatur dalam keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor T.1444-U tanggal 11 Juli 1961 . 21 , keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor S 825-Phb 22 yang baik rute-rute yang harus dilayani oleh Merpati Nusantara Airlines, baik rute nusantara trunk line maupun rute daerah regional route keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 294S1970 23 19 Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor T 1112-U tentang Tindakan Lanjutan Pengaturan Kembali Rute Penerbangan Perusahaan Penerbangan Swasta ke dan dari Jakarta. 20 Keputusan Menteri Perhubungan No.KM96PR.303Phb-84 tentang Penyesuaian Taris Udara Dalam Negeri. Garuda Indonesia Airways berhak mengenakan tariff 15 lebih tinggi dibandingkan dengan tariff yang dikenakan pleh perusahaan penerbangan milik swasta. 21 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor T 1444-U tentang Izin Konsesi PN Garuda Indonesia Airways untuk melakukan Operasi Penerbangan yang mengatur rute Garuda Indonesia Airways yang mengatur rute Garuda Indonesia Airways dari Jakarta ke Medan, Padang, Palembang, Belitung, Teluk Betung, Kotaradja dan Bengkulu. 22 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor S 825-Phd tentang Route Structure PN Merpati Nusantara Airlines. 23 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 293S1970 tentang Rute-rute Penerbangan yang Ditetapkan sebagai Rute Lalu Lintas Udara Perbatasan. . Jenis pesawat udara yang digunakan juga diatur oleh Menteri Perhubungan, hanya perusahaan penerbangan Garuda Indonesian Airways yang diizinkan menggunakan pesawat udara bermesin jet, sedangkan perusahaan penerbangan swasta dan Merpati Nusantara Airlines hanya Universitas Sumatera Utara diperkenankan menggunakan pesawat udara baling-baling atau turbo propeller. Demikian pula tariff angkutan udara sepenuhnya diatur oleh pemerintah, karena itu dalam masa orde baru tidak ada persaingan yang ketat seperti era reformasi. Tarif penumpang Garuda Indonesian Airways kelas utama yang menggunakan airbus diizinkan 15 lebih tinggi dari tarif normal 24 , sedangkan tarif penumpang Garuda Indonesian Airways lebih tinggi dibandingkan dengan tarif perusahaan penerbangan swasta 25 Pada era reformasi sekarang ini, kebijakan angkutan udara cenderung liberal. Perusahaan penerbangan tumbuh dengan pesat, jumlah perusahaan penerbangan milik pemerintah bersama milik swasta meningkat menjadi 103 dalam tahun 2004. Dengan keluarnya keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 11 Tahun 2001 yang disempurnakan dengan keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 . 26 yang mengatur angkutan udara niaga commercial airlines dan bukan niaga general aviation, jumlah perusahaan penerbangan meningkat lagi dari 103 dalam tahun 2004 menjadi 157 perusahaan penerbangan yang terdiri atas perusahaan penerbangan milik pemerintah, swasta dan penerbangan umum. Mereka bersaing sangat ketat satu terhadap yang lain kurang memerhatikan kepentingan penumpang 27 24 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 157PR.303Phb-83 tentang Tarif Angkutan Udara Dalam Negeri untuk Kelas Utama Airbus. 25 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 96PR.303Phb-84 tentang Penyesuaian Taris Udara Dalam Negeri 26 Selama ini banyak sekali keluhan yang dialami oleh penumpang pesawat udara karena keterlambatan, pembatalan, kecelakaan dan lain-lain yang tiba gilirannya penumpang menjadi korban persaingan yang sangat ketat. 27 Selama ini banyak sekali keluhan yang dialami oleh penumpang pesawat udara karena keterlambatan, pembatalan, kecelakaan dan lain-lain yang tiba gilirannya penumpang menjadi korban persaingan yang sangat ketat. . Kebijakan relaksasi demikian memang menguntungkan bagi penumpang, karena masyarakat dapat menikmati jasa angkutan udara, tetapi juga tidak luput dari dampak negatif. Universitas Sumatera Utara Dampak negative kebijakan relaksasi angkutan udara yang cenderung kea rah liberal tersebut, perusahaan penerbangan terpaksa bersaing secara keras, mereka saling menurunkan tarif batas bawah, saling memakan antarkawan. Dengan adanya perang tarif tanpa batas bawah tersebut secara tidak langsung mereka saling mematikan perusahaan penerbangan yang lain, di samping terdapat moda angkutan darat, kereta api dan angkutan laut. Akibat kebijakan relaksasi tersebut angkutan darat dari Jakarta ke Medan gulung tikar, lebih jelas lagi kapal laut PELNI yang merupakan angkutan laut milik Bdan Usaha Milik Negara BUMN terpaksa diserahkan kepada TNI-Angkatan Laut karenatidak mampu mengoperasikan. Bilamana angkutan dara, kereta api dan laut sudah luluh lantak dan punah, bukan suatu hal yang mustahil akan memakan tetangganya sesama perusahaan penerbangan terutama sekali yang mempunyai modal pas-pasan akan dimakan opleh pemilik modal yang lebih besar yang tiba gilirannya masyarakat akan menjadi korban. Tampaknya pemerintah menyadari kebijakan relaksasi tersebut kurang menguntungkan, karena itu KM 81 Tahun 2004 disempurnakan dengan peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 28 28 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara. . Dalam penyempurnaan Menteri Perhubungan Nomor KM 81 Tahun 2004 tersebut antara lain disyaratkan untuk memperoleh izin usaha angkutan udara niaga harus mempunyai minimal 2 unit pesawat udara yang dapat mendukung rute yang dilayani berdasarkan KM 81 Tahun 2004, setelah disempurnakan dengan keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 25 Tahun 2008 yang mensyaratkan untuk, memperoleh izin usaha angkutan udara niaga harus mempunyai 5 unit pesawat udara, 2 unit pesawat Universitas Sumatera Utara udara dimiliki, dan 3 unit pesawat udara dapat dikuasai dengan jenis yang dapat mendukung usdhanya untuk angkutan udara niaga berjadwal, sedangkan untuk angkutan udara tidak berjadwal non-scheduled minimal mempunyai 3 unit pesawat udara, masing-masing 1 unit pesawat udara dimiliki dan 2 unit pesawat udara dikuasai yang dapat mendukung usahanya. Persyaratan jumlah pesawat udara, khususnya untuk angkutan udara niaga berjadwal scheduled airlines sangat diperlukan karena kenyataannya sering terjadi keterlambatan yang disebabkan oleh kekurangan pesawat udara, apalagi pada saat lebaran dengan hari raya natal. Sebagai akibat peraturan Menteri Perhubungan tersebut di atas, Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Departemen Perhubungan telah mencabut izin dua puluh tujuh perusahaan penerbangan yang tidak, memenuhi persyaratan beroperasi. Korban kebijakan relaksisasi tidak hanya dialami oleh angkutan darat, kereta api, dan laut, tetapi juga dialami oleh perusahaan penerbangan. Para pemain lama seperti Seulawah Airways, Bouraq Indonesia Airlines, Sempati Air, Indonesian Air Transport pada masa orde baru juga berguguran karena tidak mampu bersaing dan terpaksa gulung tikar. Dalam perkembangannya, perusahaan penerbangan yang lahir pada era reformasi juga tidak dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan, mereka lahir membawa modal yang tidak memadai, personel kurang profesional, terjadi banyak kecelakaan pesawat udara mereka jatuh bangun yang pada akhirnya masyarakat menjadi korban. Mereka kurang menyadari bahwa bisnis angkutan udara merupakan bisnis yang sangat Universitas Sumatera Utara riskan terhadap risiko, sekali kecelakaan yang fatal, perusahaan tersebut langsung bubar 29 UURI No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan tidak menginginkan kondisi angkutan udara nasional yang alakadarnya, jangan sampai perusahaan penerbangan tidak mempunyai kantor, hal ini pernah penulis teliti, yang akhirnya timbul dan tenggelam yang pada gilirannya masyarakat menjadi korban. Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa jiwa UURI No.l Tahun 2009 . Seperti negara-negara lain, menurut jiwa yang terkandung dalam UURI No.l Tahun 2009, jumlah perusahaan penerbangan tidak perlu banyak, tetapi sangat lemah, lebih baik jumlah perusahaan penerbangan sedikit, tetapi mampu memenuhi kebutuhan angkutan udara untuk mendukung pembangunan nasional, tangguh dapat bersaing pada tataran, nasional, regional maupun global, karena itu UURI No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan meletakkan dasar hukum agar perusahaan penerbangan nasional dapat bertahan dan bersaing pada tataran nasional, regional maupun internasional, untuk maksud tersebut UURI No. 1 Tahun 2009 mensyaratkan kepemilikan pesawat udara yang mencukupi, kepemilikan modal yang kuat capital intensive, adanya bank guarantee, single majority shares, personel yang profesional kompeten baik kualitas maupun kuantitas yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi, pengaturan, dan penegakan hukum yang ketat law enforcement and fully regulated, kepatuhan yang tinggi highly compliance,penguasaan teknologi tinggi high technology meningkatkan budaya keselamatan penerbangan aviation safety culture, kejujuran dalam pelaksanaan operasional just culture dan lain-lain. 29 Perusahaan penerbangan Adam Air, sekali kecelakaan pesawat udara langsung bubar, tidak beroperasi lagi. Universitas Sumatera Utara menghendaki, tidak perlu banyak perusahaan penerbangan, yang tidak mempunyai kemampuan bersaing di dalam negeri apalagi secara regional maupun global, karena itu UURI No. 1 Tahun 2009 mensyaratkan izin usaha angkutan udara yang berat. Perusahaan penerbangan yang baru disyaratkan untuk menyerahkan bank garanti, memiliki dan menguasai pesawat udara yang memadai sesuai dengan izin usaha angkutan udara berjadwal scheduled airline, izin usaha angkutan udara tidak berjadwal non-scheduled airline, borongan khusus semua dimaksudkan untuk meletakkan dasar hukum angkutan udara nasional yang tangguh mampu bersaing secara nasional, regional maupun global. UURI No.l Tahun 2009 ini juga membuka adanya kerja sama antara perusahaan penerbangan nasional satu terhadap yang lain, kerja sama antara badan hukum atau warga negara Indonesia dengan badan hukum asing atau warga negera asing, namun demikian kepemilikan modal harus tunggal single majority tetap berada pada badan hukum atau warga negara Indonesia. Persyaratan-persyaratan yang berat tersebut juga dibarengi dengan usaha untuk mempermudah pengadaan pesawat udara sebagaimana diatur di dalam Cape Town Convention of 2001, yang dijelaskan lebih lanjut.

C. PELAYANAN JASA PENUNJANG KEGIATAN PENERBANGAN