Prosedur analisis hasil Kadar Air AOAC 1995

3.4.4 Prosedur analisis hasil Kadar Air AOAC 1995

Prinsip analisis kadar air adalah sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 C sampai diperoleh bobot konstan. Sampel sebanyak 2 gram dimasukan dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya kemudian dipanaskan dalam oven dengan suhu 102-105 C sampai terjadi pengeringan. Selanjutnya, cawan dipindahkan ke dalam desikator untuk didinginkan, setelah dingin cawan ditimbang, kadar air diperoleh dengan perhitungan sebagi berikut : Kadar Abu AOAC 1995 Prinsip analisis kadar abu adalah menghitung berat mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar 550 C, sebelum pengabuan dalam furnace. Sampel sudah dipanaskan dahulu sampai terjadi pengabuan dengan kadar airnya paling minimum. Pemanasan sampel dalam tungku pengabuan bersuhu 550 C dilangsungkan selama 1 - 2 jam sampai dengan diperoleh abu yang berwarna putih, kemudian cawan dikeluarkan dari furnace dan dimasukan kedalam desikator, setelah dingin ditimbang, perlakuan di ulang sampai diperoleh bobot konstan, kadar abu dihitung melalui rumus berikut : Kadar NitrogenAOAC 1995 Prinsip : Nitrogen Ammonia ditentukan berdasarkan metode Nessler. Reagen Nessler : K 2 HgI 4 bereaksi dengan ammonia dalam larutan yang bersifat basa, reaksi menghasilkan larutan berwarna kuning, coklat, intensitas warna yang terjadi berbanding lurus dengan konsentrasi ammonia yang ada dalam contoh. Intensitas dapat dibaca dengan spektofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Sampel diproses dengan metode Kjeldahl diawali dengan tahap destruksi dilanjutkan tahap destilasi : 30 ml air + larutan Na 2 S 2 O 4 , NaOH 6 N, didestilasi, distilat ditampung dalam erlenmeyer 50 ml yang berisi 30 ml larutan asam borat uji dengan kertas lakmus sd negatif, selanjutnya ditambah akuades sampai volume 500ml. Sebanyak 50 ml sampel ditambahkan 2-3 tetes larutan Nessler, dikocok dan dibiarkan ± 10 menit. Uji Spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm dengan blanko larutan Nessler dan akuades. Kurva baku dibuat dengan standar asam ammonia, dibuat 5 perlakuan konsentrasi seperti pada sampel, lalu ditentukan kurva baku dan dihitung nilai slope. Perhitungan kadar Nitrogen sebagai berikut : Kadar sulfat AOAC1995 Agarkaragenan sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 50 ml HCl 0,20 N dan direfluks sampai mendidih selama 1 jam. Ditambahkan 25 ml larutan H 2 O 2 1:10 dan direfluks selama 5 jam sampai larutan menjadi jernih. Larutan ini dipindahkan ke dalam gelas piala dan dipanaskan sampai mendidih. Selanjutnya ditambahkan 10 ml larutan BaCl 2 tetes demi tetes sambil diaduk diatas penangas air selama 2 jam. Endapan yang terbentuk disaring dengan kertas saring tak berbau dan dicuci dengan aquades mendidih hingga bebas klorida. Kertas saring dikeringkan ke dalam oven pengering, kemudian diabukan pada suhu 1000 ºC sampai didapat abu berwarna putih. Abu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Perhitungan kadar sulfat adalah sebagai berikut : Keterangan : P = Berat endapan BaSO4 gram Viskositas AOAC 1995 Larutan karagenanagar dengan konsentrasi 1,50 dipanaskan dalam bak air mendidih sambil diaduk secara teratur sampai suhu mencapai 76-77 ºC. vikositas diukur dengan menggunakan Viscosimeter Brookfield. Spindel terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 ºC kemudian dipasangkan ke alat ukur Viscosimeter Brookfield. Posisi spindel dalam larutan panas diatur sampai tepat, viscometer dihidupkan dan suhu larutan diukur. Ketika suhu larutan mencapai 75 ºC, termometer dikeluarkan dan nilai viskositas diketahui dengan pembacaan viskosimeter pada skala 1 sampai 100. Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh. Hasil bacaan digandakan 5 kali untuk spindel no.1 dengan kecepatan 12 rpm, dan digandakan 2 untuk spindel yang sama dengan kecepatan 30 rpm. Hal ini berfungsi untuk menyatakan viskositas mutlak dalam satuan centipoises cPs. Kekuatan Gel Marine Colloids 1977 Berdasarkan acuan Marine Colloids, untuk pengukuran kekuatan gel perlu ditambahkan garam potassium KCl yang disebut juga dengan potassium kekuatan gel. Larutan karagenan 1,60 dan KCl 0,16 dipanaskan dalam bak air mendidih water bath dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 ºC. Volume larutan dibuat sekitar 50 ml. Pengukuran kekuatan gel dapat juga dilakukan tanpa penambahan KCI yang disebut juga dengan kekuatan gel dalam air . Larutan karagenan 1,60 dipanaskan dalam bak air mendidih dengan pengadukan secara teratur sampai suhu 80 ºC. Larutan panas dimasukan ke dalam cetakan berdiameter kira-kira 4 cm dan dibiarkan pada suhu 10 ºC selama 2 jam. Gel dalam cetakan berdiameter ditempatkan alat ukur kekuatan gel curd tension meter, kemudian alat diaktifkan sampai dengan batang penekan plunger menembus permukaan gel. Pembacaan dilakukan melalui grafik rekorder dapat dilihat pada Gambar 14 Gambar 14 Grafik pembacaan sifat gel pada Recorder Curd Tension Mete Derajat invasi garis normal Grafik F Waktu detik Pada penelitian ini kekuatan gel diukur dengan menggunakan Steven-LFRA Texture Analyzer dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Keterangan : Berat beban = 98 gr Diameter Pluger = 0,1923 cm Logam Berat Pb AOAC 1984 dimodifikasi Kitosan dikeringkan dalam oven pada suhu 102-105 ºC selama 6-16 jam untuk menghilangkan kadar airnya. Sampel kering ditumbuk sampai halus, kemudian sampel kering ditimbang 1-3 gram dan dimasukan dalam labu dekstruktif. Setelah itu dilakukan penambahan H 2 SO 4 95-97 sebanyak 10 ml dan asam klorida 65 sebanyak 5 ml. Sampel didekstruksi menggunakan Digestions System DS sampai asap kuning dari sampel habis dan diganti asap putih. Sampel diangkat dari digestions system, dan dibiarkan beberapa menit hingga agak dingin, lalu ditambahkan perklorat 70-72 sebanyak 5 ml. Sampel kembali diletakan pada digestions system. Sampel diangkat jika telah berwarna jernih. Sampel dimasukan kedalam labu Erlenmeyer 50 ml dan volume dijadikan 50 ml dengan penambahan HCl 1N. Sampel siap dianalisis dengan menggunakan AAS Lampiran 4. Untuk penetuan konsentrasi Pb, AAS di siapkan pada kondisi sebagai berikut : Gas inert : Asetilen C 2 H 2 Slit celah : 1,3 nm Sumber cahaya : Lampu Pb katoda hampa Aliran lampu : 7.5 mA Panjang gelombang : 283,3 nm Tekanan gas oksidan : 1,6 kgcm² Tekanan bahan bakar gas : 0,3 kgcm² Limit deteksi bawah dan atas : 0,1 ppm dan 200 ppm Perhitungan Logam Berat : Dari absorban yang terbaca, ditentukan konsentrasi dengan cara memasukan nilai absorban kedalam persamaan yang diperoleh dari standar. Keterangan : Lbs = Konsentrasi logam berat pada sampel Lbp = Logam berat pada persamaan Bs = Berat sampel Derajat Deasetilasi Domsay 1985 Kitosan sebanyak 0,2 gram digerus dengan KBr dalam mortar agate sampai homogen, kemudian dimasukkan dalam cetakan pelet, dicetak dengan dipadatkan dan divakum sampai optimum, selanjutnya pelet ditempatkan dalam sel dan dimasukkan ke dalam tempat sel pada spektrofotometer inframerah IR- 408 yang sudah dinyalakan dan stabil. Pendeteksian akan menghasilkan histogram FTIR pada rekorder yang memunculkan puncak-puncak dari gugus fungsi yang terdapat pada sampel kitosan. Histogram yang diperoleh dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif misalnya analisis kuantitatif derajat deasetilasi dari kitosan. Pengukuran derajat deasetilasi berdasarkan kurva yang tergambar oleh spektrofotometer FTIR. Puncak tertinggi P dan puncak terendah P dicatat dan diukur dengan garis dasar yang dipilih. Nisbah absorbansi dihitung dengan rumus: A = Absorbansi pada bilangan gelombang tertentu. P = Jarak antara garis dasar dengan garis singgung antara dua puncak tertinggi dengan panjang gelombang 1.655cm -1 atau 3.450 cm -1 . P = Jarak antara garis dasar dengan lembah terendah dengan panjang gelombang 1.655cm -1 atau 3.450 cm -1 . Perbandingan absorbansi pada 1.655cm -1 dengan absorbansi 3.450 cm -1 digandakan satu per standar N-deasetilasi kitosan 1,33. Dengan mengukuran absorbansi pada puncak yang berhubungan, nilai persen N-deasetilasi dapat dihitung dengan rumus: Keterangan: A 1.655 = Absorbansi pada panjang gelombang 1.655 cm -1 . A 3.450 = Absorbansi pada panjang gelombang 3.450 cm -1 . 1,33 = konstanta untuk derajat deasetilasi yang sempurna. Analisis HPLC Holme and Peck 1993 Analisis komponen kimiawi dari karagenan Galaktosa, anhidro-galaktosa, galaktosa sulfata setelah mengalami perlakuan absorbsi kitosan dilakukan dengan HPLC. Melalui tahapan derivatisasi, metilasi dan deteksi dengan HPLC. Sampel karagenan diderivatisasi dengan asam klorida 6 N pada suhu 60 C selama 12 jam. Selanjutnya dimetilasi dengan metanol. Hasil hidrolisis disaring dengan kertas saring whatman 40, dan dikeringkan dibawah vakum. Sampel kering dilarutkan dalam larutan pengencer Na asetat, siap diinjek. Kondisi HPLC. Temperatur Kolom : 38 C Jenis Kolom : Pico tag coulomb Tekanan : 3000 Psi Fase Gerak : Aseto nitril 60 Buffer asam borat pH 6,7 Detektor : UV. λ 254 nm Analisis SEM Fujitaet al. 1971 Mikroskop pendeteksi elektron menggunakan kemampuan elektron dalam mendeteksi preparatspesimen, menimbulkan gambar permukaan spisemen dalam tiga dimensi, dengan daya fokus yang sangat tajam akibat ketajaman pancaran elektron yang tinggi yang dihasilkan oleh electrongun. Elektron dengan muatannya yang negatif, dapat berinteraksi dengan komponen bermuatan positif A 1.655 1 N-deasetilasi = 1- X A 3.450 1,33 konduktor dari spisemen. Perbesaran pada SEM dapat mencapai 50.000 kali. Gambar alat SEM dapat dilihat pada Lampiran 4. Preparasi sampel untuk pendeteksian SEM: preparat harus dalam keadaan kering, kitosan serpihan diletakkan diatas sel objek dalam ketebalan 0,2 mm, kemudian dibombardir dengan emas sampai membentuk lapisan emas yang homogen pada permukaan kitosan, kemudian dimasukan ke dalam alat SEM untuk dilakukan pendeteksian pada perbesaran yang bervariasi sampai diperoleh gambar yang baik. Hasil deteksi dapat tergambar dalam layar, berupa gambar permukaan atau morfologi kitosan sesuai dengan perbesaran yang dipilih. Analisis FTIR Fourier Transformation Infra Red Holme and Peck 1993 Preparasi sampel: Kitosan sebanyak 0,02 gr di homogenkan dengan 1gr KBr dalam mortar agate, selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan sel dan di padatkan dengan press vakum sampai berbentuk chip, kemudian chip diletakan dalam ruang sel FTIR, kitosan sudah terpasang dalam sel siap dideteksi FTIR. Alat dinyalakan dan di stabilkan selama 15 menit. Selanjutnya kitosan yang sudah dalam sel dimasukkan ke dalam ruang sampel FTIR. Kemudian tekan tombol start, selama pendeteksian berlangsung hasil deteksi akan muncul terekor sebagai kromatogram FTIR. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Kitosan sebagai Absorben

Kitosan sebagai bahan absorben berasal dari bahan baku berupa limbah pengolahan udang beku, yang diperoleh dari perusahaan pembekuan udang di Muara Baru, dalam bentuk kering utuh. Dengan kadar air sekitar 10. Persyaratan utama bahan baku adalah kesegaran yang prima. Dari hasil uji proksimat bahan baku diperoleh kadar abu 32, kadar nitrogen 30, lemak 1,8, dan lainnya sekitar 26,2, termasuk di dalamnya kitin, dari batasan-batasan mutu bahan baku inilah dimodifikasi proses produksi kitosan untuk memperoleh produk kitosan yang berfungsi baik sebagai absorben. Proses produksi dimodifikasi untuk memperoleh kondisi yang paling efisien agar dihasilkan mutu kitosan yang baik sebagai absorben, melalui uji secara visual dan fisiko-kimiawi yang meliputi penampakan yang putih mengkilat, ringan dengan ukuran yang cukup homogen sekitar 10 mesh. Mutu fisik adalah viskositas dengan kategori nilai sedang viskositas medium 200-500 cPs yang menunjukkan besarnya polimer dalam keadaan terlarut Navaro 2003. Viskositas sangat dipengaruhi oleh suhu proses pembuatan. Melalui suhu proses yang tinggi sekitar 140 C dapat diperoleh kitosan yang mempunyai viskositas rendah, berarti polimer yang terbentuk adalah pendek-pendek, sedangkan kitosan yang diproduksi dengan suhu dibawah 140 C biasanya waktu proses lebih lama akan diperoleh nilai viskositas yang lebih besar lebih besar dari 200 cPs bahkan bisa sampai ribuan. Proses produksi didasari oleh eliminasi komponen-komponen yang terkandung dalam bahan baku sebagai pengotor selain protein dan mineral juga yang lainnya seperti pigmen dan logam berat. Semakin besar jumlah komponen- komponen tersebut semakin sulit proses yang harus dilakukan, misalnya pada tahapan-tahapan prosesnya diperlukan konsentrasi reagen, suhu dan waktu yang lebih besar. Tahap deproteinasi yaitu tahap penghilangan protein, melalui ekstraksi protein dengan NaOH, karena protein dapat larut dengan baik dalam larutan NaOH 3N membentuk larutan Na-proteinat. Proses tersebut terjadi akibat kerja larutan NaOH dalam memecah ikatan-ikatan antara protein dengan N-asetil pada struktur kitosan, dimana protein hasil pecahannya berikatan dengan Na membentuk Na-proteinat dan air, sehingga terbentuklah kitin yang masih mengandung mineral yang berikatan pada gugus asetil atau pada gugus aldehid pada atom C ke 6, yang selanjutnya dapat dihilangkan melalui proses demineralisasi Muzarelli 2000. Reaksi yang terjadi pada proses deproteinasi dapat dilihat pada Gambar 15. Kulit udang + NaOH Na-proteinatlarut +Kulit+ H 2 O + NaOH Na-Proteinat + Gambar 15 Gambaran reaksi deproteinisasi. Proses demineralisasi ditujukan untuk mengeliminir mineral, khususnya yang dominan yaitu kalsium dan sebagian kecil Mg posphat serta logam berat sebagai kontaminan. Komponen mineral larut baik dalam asam kuat. Dalam hal ini digunakan asam klorida 1 N dengan pH yang cukup rendah 1, asam ini terpilih karena lebih murah dan lebih aman untuk proses selanjutnya. Kandungan mineral dalam bahan baku kulit udang mencapai 32, maka untuk mempercepat proses demineralisasi digunakan asam klorida yang disertai suhu tinggi tetapi waktu lebih pendek. Dalam penelitian ini dipilih konsentrasi HCl 1N pada suhu 90 C selama waktu proses 1 jam agar dapat menurunkan kadar mineral dibawah 1. Mekanisme reaksi demineralisasi dapat dilihat pada Gambar 16. + HCl + CaCl 2 larut + H 2 O Gambar 16 Gambaran reaksi demineralisasi. CH 2 OH N - C - C - protein Ca-Mg- Ca-Mg- CH 2 OH N - C - C - CH 2 OH N - C - CH kitin CH 2 OH N – C - Ca-Mg-