Hasil analisis FTIR karagenan

Hasil analisis FTIR pada ekstrak karagenan yang mengalami perlakuan penambahan kitosan menunjukkan gugus fungsi yang terdeteksi mempunyai bilangan gelombang yang sama dengan pembanding Falshave et al. 2003 dengan tinggi puncak yang bervariasi Lampiran 12. Terdapat tujuh 7 gugus fungsi yang terdiri dari: gugus O–H pada 3450 cm -1 , gugus CH pada 2920 cm -1 , gugus amida pada 1650 cm -1 , gugus sulfat ester pada 1350 cm -1 , sedangkan pada pembanding gugus sulfat ester ini terdeteksi pada bilangan gelombang 1200 cm -1 . Ikatan glikosidik C-C, C-C-O, C-OH dan C=O terdeteksi pada bilangan gel 1150 cm -1 , gugus 3–6 anhidro galaktan pada 930 cm -1 , sedangkan gugus ester sulfat posisi C2 terdeteksi pada bilangan gelombang 830 cm -1 , dengan demikian perlakuan kitosan mampu mengeliminir komponen-komponen lain sebagai pengotor, sehingga gugus fungsi yang terdeteksi merupakan gugus galaktosa sulfat. Spektrum FTIR ekstrak karagenan hasil absorbsi kitosan disajikan pada Gambar 34. Tabel 16 Karakteristik gugus fungsi ekstrak karagenan hasil deteksi FTIR No Gugus Fungsi Karagenan hasil cm -1 Karagenan standar cm -1 Fernandez cm -1 1 OH stretching 3450 – 3000 - 3420,1 2 CH stretching 2920 - - 3 Amide 1650 - 1640,7 4 Sulfat ester 1350 – 1355 1200 1226,7 5 ikatan Glikosidik 1150 1080 1158,9 6 3.6 anhidro galaktan 930 930 929,2 7 C4-O-S dalam galaktan - 840 845,7 8 C2 – O – S dalam galaktan 830 830 - 9 3.6 anhidro D gal 2sulfat - 740 702,3 10 O-S-O - - 576,5 Gugus sulfat seharusnya terdeteksi pada bilangan gelombang 1200 cm -1 Fernandez et al. 2007. Sedangkan pada hasil perlakuan terdeteksi pada bilangan gelombang 1350 cm -1 perubahan ini disebabkan ester sulfat pada karagenan hasil Gambar 34 Spektrum FTIR ekstrak karagenan hasil absorbsi kitosan Keterangan: Histogram berwarna merah adalah perlakuan terbaik 0,1 ditunjukkan oleh puncak d-Galaktosa tertinggi. penelitian sudah berkurang tinggal sedikit, dan ester sulfat tersebut hanya ada pada galaktan dengan posisi C nomer 2, tidak ada pada galaktan dengan posisi C nomer 4. Hal tersebut ditunjang dengan rendahnya kadar sulfat karagenan hasil perlakuan absorbsi oleh kitosan.

4.4.3 Hasil analisis HPLC karagenan

HPLC dapat mendeteksi komponen dalam ekstrak rumput laut diantaranya ialah komponen primer d-galaktosa sulfat dan an-hidrogalaktosa serta komponen sekundernya yaitu gugus sakarida rantai pendek glukosa, fruktosa, silosa, arabinosa, dan manitol Lampiran 13. Kromatogram HPLC karagenan hasil absorbsi kitosan disajikan pada Gambar 35. Hasil deteksi HPLC pada ekstrak karagenan dengan perlakuan kitosan sebagai absorben pengotor Gambar 35 menunjukkan sejumlah puncak yang beragam tingginya pada rentang waktu antara 24-28 menit yang menunjukkan keragaman komponen sekunder dari ekstrak sakarida pendek, dan antara 32-36 menit yang menunjukkan puncak dari komponen primer yaitu galaktosa khususnya d-Galaktosa Navarro 2003. Gambar 35 Kromatogram HPLC karagenan hasil absorbsi kitosan Keterangan: Puncak-puncak berwarna merah menunjukkan komponen sakarida glukosa, manosa, silosa, arabinosa, inositol, dan lain-lain yang masih tinggi. Perlakuan kitosan 0,1 menunjukkan d-Galaktosa yang lebih bersih dari koponen sakarida maka kitosan 0,1 terpilih sebagai perlakuan terbaik. Pengaruh penggunaan kitosan sebagai absorben menunjukkan, bahwa perlakuan kitosan 0,1 menghasilkan puncak yang paling bersih dibandingkan dengan yang lain, hal ini memberikan gambaran bahwa perlakuan kitosan 0,1 dapat diaplikasikan dalam ekstraksi karagenan karena menghasilkan lebih dominan komponen galaktosa sulfat. Dengan demikian pemanfaatan kitosan sebagai absorben dapat dikembangkan lebih luas baik pada suhu kamar, ataupun pada suhu tinggi, termasuk metode produksinya yang lebih ramah lingkungan, misalnya berkurangnya penggunaan bahan kimia dalam proses, dan dapat memanfaatkan limbah proses untuk pupuk, serat atau bahan bioetanol, bahkan dapat mengembangkan proses dengan sistem Zero Waste Lampiran 14.

4.4.4 Hasil analisis SEM pada kitosan setelah ekstraksi.

Kitosan sebagai absorben yang ditambahkan saat ekstraksi akan mengalami absorbsi komponen sampai ke dalam ataupun hanya pada permukaan saja. Terbukti dari hasil SEM pada kitosan sesudah ekstraksi Gambar 36 B dibandingkan dengan sebelum ekstraksi Gambar 36 A, terjadi perbedaan morfologi permukaan yang berpori sebelum ekstraksi dan pori pori jadi tertutup setelah ekstraksi, yang artinya terjadi adsorbsi karagenan secara merata pada permukaan kitosan. Hal tersebut menunjukkan adanya efek fouling, yang akan segera terjadi apabila terjadi penurunan temperatur ekstraksi, oleh karena itu