Baut sebagai Alat Sambung

44 Sambungan dapat dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu sambungan desak, sambungan tarik dan sambungan momen. Alat-alat sambung apabila dilihat dari cara pembebanannya dibagi menjadi: 1. Alat sambung untuk dibebani geseran contohnya paku, baut, perekat dan pasak kayu. 2. Alat sambung untuk dibebani bengkokan atau lenturan, misalnya paku, baut dan pasak kayu. 3. Alat sambung untuk dibebani jungkitan, misalnya pasak kayu. 4. Alat sambung untuk dibebani desakan, misalnya kokot dan cincin belah. Contoh alat-alat sambung lainnya yaitu skrup kayu, pasak-pasak kayu keras, alat-alat sambung modern dan perekat Wirjomartono, 1977. Sambungan kayu dengan perekat hanya digunakan pada struktur yang relatif kecil seperti tiang dengan ukuran sedang Thelandersson dan Larsen, 2003.

2.2 Baut sebagai Alat Sambung

Baut merupakan suatu benda yang berbentuk batang atau tabung dengan alur heliks pada permukaan atau bidang miring yang membungkusnya. Baut dan jenis dowel lainnya juga merupakan alat sambung dalam struktur kayu yang digunakan untuk memikul beban yang besar Thelandersson dan Larsen 2003, Breyer et al. 2007. Komposisi baut terbuat dari berbagai jenis bahan tetapi kebanyakan dibuat dari baja karbon carbon steel, logam campuran alloy steel, dan baja antikarat stainless steel. Bahan lain adalah baut dari titanium dan alumunium tetapi penggunaannya terbatas hanya dalam industri luar angkasa. Baja karbon merupakan bahan pembuat baut paling murah dan paling banyak digunakan. Baut jenis ini biasanya dilapisi dengan zinc agar tahan terhadap korosi, dan kekuatannya bisa mencapai 55 ksi. Baja logam campuran adalah baja karbon berkekuatan tinggi yang dapat mencapai 300 ksi. Jika akan digunakan untuk keperluan industri luar angkasa, baja jenis ini biasanya dilapisi dengan cadmium untuk melindungi dari korosi. Baja antikarat tersedia dalam beberapa variasi logam campuran dimana memiliki kekuatan berkisar 70-220 ksi. Baja antikarat biasanya tidak membutuhkan pelapisan dan memiliki toleransi yang besar terhadap suhu dibandingkan jenis baja karbon atau baja logam campuran Barret, 1990. 45 Baut memiliki ulir coarse dilengkapi dengan cincin yang memiliki panjang 3D dan tebal 0,3 D, dimana D adalah diameter baut. Lubang baut biasanya dibuat lebih besar 1-2 mm dari diameter baut. Besarnya lubang yang dibolehkan NDS 2005 adalah 132-116 inci dari diameter baut, sedangkan Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia PKKI NI-5 mensyaratkan lubang baut tidak lebih dari 1,5 mm dari diameter baut. Sambungan dengan baut telah banyak digunakan atau diaplikasikan dalam konstruksi-konstruksi kayu yang menerima beban besar. Sambungan dengan baut lebih cocok digunakan untuk sambungan kayu dengan baja dan atau sambungan kayu dengan panel. Bentuk-bentuk dari alat sambung baut yang sering digunakan yaitu bentuk countersunk head, round head, dan coach screw Porteous, 2007. Akan tetapi, baut masih memiliki efisiensi kecil dan deformasi besar Yap, 1964. Dalam PKKI NI-5 rumusan untuk menentukan kekuatan baut dalam sambungan dibagi dalam tiga golongan kelas kuat kayu yaitu golongan I adalah semua kayu dengan kelas kuat I ditambah dengan kayu rasamala, golongan II adalah semua kayu dengan kelas kuat II dan kayu jati, dan golongan III adalah semua kayu kelas kuat III. Golongan lainnya untuk kayu dengan kelas kuat IV dan V tidak diadakan karena dalam praktek kayu-kayu tersebut hampir tidak pernah digunakan untuk konstruksi. Dalam PKKI Pasal 14 ditetapkan peraturan sambungan dengan baut yaitu sebagai berikut: 1. Alat sambung baut harus terbuat dari bahan baja St. 37 atau dari besi yang mempunyai kekuatan paling sedikit seperti St. 37. 2. Lubang baut harus dibuat secukupnya dan kelonggaran tidak boleh melebihi 1,5 mm. 3. Diameter baut yang digunakan minimal 10 mm 38“, sedangkan untuk sambungan baik itu single shear maupun double shear dengan ketebalan kayu lebih dari 8 cm harus menggunakan alat sambung baut dengan diameter minimal 12,7 mm 12“. 4. Baut harus disertai dengan pelat sambung yang tebalnya minimal 0,3 d atau maksimal 5 mm dengan diameter 3 d, atau jika bentuknya persegi maka lebarnya sebesar 3 d, dimana d merupakan diameter baut. Jika bautnya hanya sebagai pelekat maka tebal pelat sambung minimal 0,2 d dan maksimal 4 mm. 46 5. Sambungan dengan baut dibagi dalam 3 golongan menurut kekuatan kayu, yaitu golongan I, II, dan III. Yang termasuk dalam golongan I adalah semua kayu dengan kelas kuat I ditambah dengan kayu rasamala. Golongan II adalah semua kayu dengan kelas kuat II, dan golongan III adalah semua kayu dengan kelas kuat III. 6. Jika pada sambungan single shear salah satu pelatnya terbuat dari besi baja, atau pada sambungan double shear pelat-pelat penyambungnya terbuat dari besi baja, maka nilai dari kekuatan sambungan dapat dinaikkan sebesar 25. 7. Apabila sambungan baut digunakan pada konstruksi dalam keadaan selalu terendam dalam air atau untuk bagian konstruksi yang tidak terlindung dan memungkinkan kadar air kayu akan selalu tinggi, maka dalam pehitungan kekuatan sambungan harus dikalikan dengan angka 23. Apabila sambungan baut digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindung tetapi kayu tersebut dapat cepat mengering, maka dalam perhitungan kekuatan sambungan harus dikalikan dengan angka 56. 8. Untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan muatan angin atau untuk bagian konstruksi yang tegangannya diakibatkan oleh muatan tetap dan muatan tidak tetap, maka kekuatan sambungan dapat dinaikkan dengan 25. 9. Penempatan baut harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Arah gaya searah serat kayu Gambar 1. Jarak minimum: Antara sumbu baut dan ujung kayu: Kayu muka yg dibebani = 7 d dan 10 cm Kayu muka yg tidak dibebani = 3,5 d Antara sumbu baut dalam arah gaya = 5 d Antara sumbu baut tegak lurus arah gaya = 3 d Antara sumbu baut dengan tepi kayu = 2 d Gambar 1. Sambungan baut yang menerima beban searah beban. 47 b. Arah gaya tegak lurus arah serat Gambar 2. Jarak minimum: Antara sumbu baut dan tepi kayu sejajar terhadap gayanya: Kayu muka yang dibebani = 5 d Kayu muka yang tidak dibebani = 2 d Antara baut dengan baut searah gaya = 5 d Antara baut dengan baut tegak lurus gaya = 3 d Gambar 2. Sambungan baut yang menerima beban tegak lurus arah serat. c. Arah gaya membentuk sudut a antara 0 - 90 dengan arah serat kayu. Jarak minimum: Antara sumbu baut dan tepi kayu: Yang dibebani searah gaya = 5 d sd 6 d Yang tidak dibebani = 2 d Antara baut dengan sumbu baut = 5 d sd 6 d Antara baut dengan baut searah gaya = 3 d Gambar 3. Sambungan baut yang menerima beban membentuk sudut α. 48 10. Perlemahan luas tampang batang konstruksi rangka kayu dengan sambungan baut sebesar 20 – 25 . Kekuatan sambungan baut dapat dipengaruhi oleh daya dukung baut itu sendiri terhadap lenturan, geseran pada titik hubung dan sesaran keduanya tergantung dari gaya tarik gaya normal yang timbul dalam baut itu, dan kekuatan kayu Wirjomartono, 1977. Dalam penggunaannya pada konstruksi- konstruksi kayu, prinsip dasar baut adalah untuk menahan beban tegak lurus terhadap sumbu baut pada beban yang bersudut 0 o hingga 90 o terhadap arah serat kayu Hoyle, 1973. Jarak antar baut dan lubang baut pada konstruksi sambungan kayu juga dapat mempengaruhi kekuatan dari konstruksi sambungan kayu.

2.3 Sifat Fisis