Kayu Bintangur Kayu Kapur

52 2.5 Gambaran Umum Jenis-Jenis Kayu yang Diuji 2.5.1 Kayu Sengon Sengon yang dalam bahasa latin bernama Paraserianthes falcataria L. Nielsen termasuk famili Mimosaceae yaitu keluarga petai-petaian. Di Indonesia, sengon memiliki beberapa nama daerah seperti jeunjing, sengon laut dan kalbi Jawa, serta seja, sikat dan tawa Maluku. Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomi dari tanaman sengon adalah kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30-45 meter dengan diameter batang sekitar 70-80 cm. Bentuk batang bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Bagian kayu terasnya berwarna hampir putih atau cokelat muda, sedangkan gubalnya tidak berbeda dengan kayu teras. Kayu ini memiliki tekstur agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu. Dengan nilai BJ kayu rata-rata 0,33 0,24-0,49 dan termasuk kelas awet IV-V serta kelas kuat IV-V, kayu digunakan untuk papan peti kemas, peti kas, perabotan rumah tangga, pagar, tangkai dan kotak korek api, pulp, kertas dan lain-lainnya. Tajuk tanaman sengon menyerupai payung rimbun dengan daun yang tidak terlalu lebat. Daunnya tersusun majemuk menyirip ganda dengan anak daun kecil-kecil dan mudah rontok. Warna daun hijau pupus, berfungsi untuk memasak makanan dan sekaligus sebagai penyerap nitrogen dan karbon dioksida dari udara bebas. Sengon memiliki akar tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar rambutnya berfungsi untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu tanah disekitar pohon sengon menjadi subur. Dengan sifat-sifat kelebihan yang dimiliki sengon, maka banyak pohon sengon ditanam ditepi kawasan yang mudah terkena erosi.

2.5.2 Kayu Bintangur

Bintangur dalam bahasa latin memiliki nama Calophyllum inophyllum L. termasuk ke dalam famili Clusiaceae dengan memiliki BJ 0,78 0,60-0,78. BJ minimum kondisi kering udara adalah 0,37 sedangkan maksimumnya 1,07 dengan rata-rata 0,78. Bintangur memiliki nama lain di daerah-daerah Indonesia seperti bintangur dan bintol di Sumatera; bunut, nyamplung dan sulatri di Jawa; 53 bataoh dan bentangur di Kalimantan; betau, bintula dan pude di Sulawesi; gentangir dan mantau di Nusa Tenggara Timur. Kayu termasuk kelas awet II-IV dan kelas kuat I-III, dengan sifat pengerjaan yang tergolong mudah sampai dengan berat, sedangkan kembang susutnya besar. Daya retak dan kekerasan kayu tergolong sedang. Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata, sedangkan arah seratnya berpadu. Kayu bintangur digunakan untuk kayu bangunan, kayu perkakas, plywood, lantai, papan, bantalan, kayu perkapalan tiang, peti, chipboard dan papan loncat.

2.5.3 Kayu Kapur

Kapur yang dalam bahasa latinnya Dryobalanops camphora termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae. Nama lainnya di daerah Kalimantan adalah ampadu, ampalang, awang tanet, bayau, belakan, mohoi, sintok, tulai dan wahai, sedangkan di Sumatera adalah haburuan, kaberun, kamfer dan kuras. Penyebaran tumbuhan ini meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan seluruh Kalimantan. Karakteristik kayu kapur adalah bagian kayu terasnya merah, merah- cokelat atau merah kelabu, sedangkan kayu gubal hampir putih sampai cokelat kekuningan muda. Tekstur kayu agak kasar dan merata dengan arah serat lurus atau berpadu. BJ kayu 0,81 0,63-0,94 dan masuk pada kelas kuat I-II dengan kelas awet II-III. Tinggi pohon berkisar antara 35-45 m dan dapat mencapai 60 m, panjang batang bebas cabang 30 m atau lebih, diameter 80-100 cm. Bentuk batang sangat baik, lurus dan silindris dengan tajuk kecil, kadang-kadang berbanir sampai 2 meter. Dalam pengerjaannya, dalam kondisi kering dapat membuat mesin gergaji cepat aus karena kayu banyak mengandung silika. Apabila dikerjakan dalam keadaan basah, kayu lebih mudah. Kayu banyak digunakan untuk balok, tiang, rusuk dan papan pada bangunan perumahan dan jembatan, serta dapat juga dipakai untuk kayu perkapalan. 54

BAB III BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan yaitu mulai April hingga Juni 2010. Persiapan bahan baku dan pembuatan contoh uji yang membutuhkan waktu selama dua bulan dilakukan di Unit Pengeringan Kayu dan Workshop Penggergajian Kayu Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu TPMK, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pengujian dilakukan di tiga tempat yang berbeda, yaitu di Laboratorium Sifat Dasar Bagian TPMK, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB untuk sifat fisis, di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu RDBK, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB untuk kekuatan tekan maksimum sejajar serat dan di Laboratorium Sifat Fisis dan Mekanis, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Gunung Batu Bogor untuk kekuatan sambungan baut double shear. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Alat yang digunakan untuk persiapan bahan baku dan pembuatan contoh uji adalah kiln dry untuk mengeringkan kayu, mesin gergaji table circular saw untuk memotong kayu menjadi balok kayu yang lebih kecil, penggaris untuk mengukur balok kayu, mesin serut double planner untuk meratakan kedua permukaan balok kayu, kaliper untuk mengukur ketebalan kayu dan mesin bor untuk melubangi balok kayu agar kayu dapat disatukan dengan plat baja menggunakan baut yang diperkuat dengan mur. Alat yang digunakan untuk penyatuan contoh uji kayu dengan pelat baja pada kedua permukaan kayu pembuatan sambungan adalah palu untuk memasukan penetrasi baut sampai tembus ke permukaan pelat baja di sisi yang berlawanan, kunci mur untuk melepaskan dan mengencangkan baut yang telah terpasang, dan gergaji besi untuk memotong baut setelah pengujian agar pelat baja terlepas dari balok kayu.