21
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
1 7
12 16
20 24
28 32
36 40
Minggu k e - pH
pH Bandung pH_Normal
Gambar 28. Grafik pH Terukur Stasiun Cuaca
BMG Bandung Pendugaan pH dengan menggunakan
pendekatan hukum Henry telah lama digunakan di banyak negara karena hukum
Henry membantu dalam memperkirakan jumlah tiap-tiap gas yang terlarut baik dalam
air hujan, air tanah, sungai atau pelarut lainnya, seperti alkohol.
Penggunaan hukum Henry untuk melihat kelarutan gas dalam cairan telah
dilakukan oleh Ross dan Elaine 1989, Krishna 1994, Davidovits et al 1997, dan
yang terbaru adalah Jaffe et al 2007.
Penelitian yang menggunakan metode dan parameter seperti dalam penelitian ini
adalah yang dilakukan Krishna 1994 yang melakukan penelitian tentang pengaruh kuat
penipisan konsentrasi asam sulfat terhadap kelarutan SO
2
. Analisis yang dilakukan oleh Krishna menggunakan metode dan parameter
yang sama seperti dalam penelitian ini , yaitu mempertimbangkan pengaruh tekanan parsial
gas, penentuan nilai hukum Henry dan konstanta kesetimbangan hidrolisis SO
2
, serta pengaruh suhu terhadap nilai hukum Henry,
namun tidak menghitung nilai pH melainkan menggunakan pH sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhi total SO
2
terlarut yang berada dalam bentuk oksidasi tingkat 4 SIV.
Hukum Henry digunakan untuk melihat jumlah konsentrasi gas SO
2
dalam larutan dalam hal ini air. Hasil penelitian Krishna menunjukkan
bahwa data hasil eksperimen hampir sama dengan data literatur.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini, penelitian Krishna lebih
menekankan berapa jumlah konsentrasi gas SO
2
yang terlarut apabila konsentrasi asam sulfur dalam larutan juga tinggi, sedangkan
pada penelitian ini lebih menekankan pengaruh SO
2
terhadap pH namun kedua penelitian menggunakan metode yang sama dan terlihat
bahwa penelitian yang dilakukan Krishna memberikan hasil yang hampir sama dengan
data literatur sedangkan pada penelitian ini hasilnya lebih besar dan berlawanan daripada
data terukur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi data yang kurang memadai dan
tidak mengelompokkan data konsentrasi gas SO
2
dengan kejadian hujan sehingga sumber ion Hidrogen dalam sistem ini hanya berasal
dari [HSO
3 -
] tanpa menghitung ion Hidrogen dari air. Selain itu gas yang menyebabkan
penurunan pH air hujan bukan hanya SO
2
tetapi gas NOx NO
2
, NH
3
dan CO
2
juga ikut mempengaruhi penurunan pH air hujan,
sehingga gas-gas ini harus dimasukkan ke dalam perhitungan. Penggunaan satu parameter
gas akan menyebabkan hasil dugaan menjadi kurang akurat.
4.7 Distribusi pH Air Hujan
Distribusi pH di setiap stasiun dengan periode mingguan pada musim hujan dan
musim kering terlihat dari Gambar 29 – 36. Gambar lingkaran yang memusat disuatu
daerah stasiun menunjukkan tinggirendahnya konsentrasi gas SO
2
di stasiun tersebut sehingga diperkirakan di
stasiun tersebut pH akan meningkat atau menurun.
Distribusi pH pada musim hujan minggu pertama menunjukkan stasiun yang
memiliki pH paling rendah adalah BAF3 yaitu Tirtalega dan berturut-turut diikuti oleh
Batununggal BAF4 dan Dago BAF1. Nilai pH di stasiun Cisaranten BAF5 adalah
normal sementara pH paling tinggi terjadi pada stasiun Ariagraha.
Distribusi pH pada musim hujan minggu kedua menunjukkan bahwa pH terendah telah
bergesar ke stasiun Dago BAF1 diikuti oleh stasiun Batununggal BAF4. Stasiun
Cisaranten BAF5 masih menunjukkan pH yang normal sementara pH stasiun Tirtalega
melonjak tinggi dan mendekati basa karena konsentrasi gas SO
2
di stasiun ini hanya tinggi pada minggu pertama musim hujan dan
berangsur-angsur menurun seiring dengan penambahan hari. Hal ini kemungkinan
disebabkan tingginya intensitas dan kejadian hujan pada minggu pertama di stasiun ini
sehingga pencucian gas SO
2
menjadi tinggi. Stasiun Ariagraha BAF2 masih merupakan
satasiun dengan pH tertinggi. Pada minggu ketiga musim hujan pH
terendah masih terjadi di BAF1 diikuti oleh BAF4 dan BAF5. Nilai pH di BAF5 menurun
dibandingkan pada minggu pertama dan kedua. Hal ini disebabkan tingginya aktivitas industri
yang terjadi di sekitar stasiun ini. BAF2 dan BAF3 tetap menunjukkan pH tertinggi.
22 Pada minggu keempat musim hujan pH
terendah bergeser ke BAF5 diikuti oleh BAF4 sementara BAF1 tidak ada data gas SO
2
yang terukur sehingga tidak ada pendugaan pH.
BAF3 menunjukkan pH yang normal sementara BAF2 tetap menunjukkan pH yang
tinggi.
Peta Distribusi pH Mingguan Musim Hujan
Gambar 29. Minggu I
Gambar 30.
Minggu II
Gambar 31. Minggu III
Gambar 32. Minggu IV
Distribusi pH minggu pertama pada musim kering menunjukkan konsentrasi pH
terendah terjadi di BAF5 diikuti oleh BAF1 sementara BAF3 dan BAF4 memiliki pH yang
normal. BAF2 tetap merupakan stasiun dengan pH tertinggi.
Pada minggu kedua musim kering pH di BAF1 dan BAF5 hampir sama namun
sedikit meningkat bila dibandingkan dengan minggu pertama. BAF4 mengalami penurunan
pH namun tidak signifikan sehingga masih menunjukkan pH yang normal begitu juga
dengan BAF3. BAF2 masih memiliki pola kontur yang sama yang menunjukkan pH di
stasiun ini adalah yang paling tinggi.
Pada minggu ketiga terjadi penurunan pH secara drastis di BAF5 diikuti oleh BAF1,
sebaliknya BAF2 dan BAF4 menunjukkan peningkatan pH yang sangat drastis dimana
pola kontur memusat terlihat hanya berada di BAF2. BAF3 masih menunjukkan pH yang
normal.
Pada minggu keempat musim kering pola kontur masih sama seperti minggu ketiga
dimana pH terendah masih terjadi di BAF5 diikuti oleh BAF1. BAF3 mengalami
penurunan pH tetapi masih dalam kisaran normal, sementara BAF4 dan BAF2 tetap
menunjukkan pH yang tinggi dimana terlihat bahwa kontur memusat hanya terjadi pada
BAF2.
23
Peta Distribusi pH Mingguan Musim Kering
Gambar 33. Minggu I
Gambar 34. Minggu II
Gambar 35. Minggu III
Gambar 36. Minggu IV
4.8 Distribusi Gas SO