19 karena walaupun stasiun ini terletak pada
daerah pemukiman padat penduduk yang kemungkinan sumber utama SO
2
berasal dari kegiatan rumah tangga dan pembakaran
sampah, namun stasiun ini berada pada kecamatan Rancasari yang merupakan daerah
kawasan industri. Kemungkinan besar hal ini disebabkan data yang terukur kurang valid.
Persentase perolehan data pada kelima stasiun pemantauan kualitas udara ditunjukkan
oleh Tabel 5.
Tabel 5. Persentase Perolehan Data Jumlah
Hari Pengamatan di Stasiun Pemantauan Otomatis Bandung
Stasiun BAF1 BAF2 BAF3 BAF4 BAF5 SO2
2003 14 34 20 60 39
0.00 50.00
100.00 150.00
200.00 250.00
1 4
7 10
13 16
19 22
25 28
Day SO
2
Dago Ariagraha
Tirtalega Batununggal
Cisaranten
Gambar 22. Grafik Konsentrasi SO
2
Musim Kering
0.00 50.00
100.00 150.00
200.00
D ay
Dago A riagraha
Tirt alega B at ununggal
Cisarant en
Gambar 23.
Grafik Konsentrasi SO
2
Musim Hujan
Gambar 24. Peta Distribusi SO
2
Bulan
Kering
Gambar 25. Peta Distribusi SO
2
Musim Hujan.
4.6 Pendugaan pH Air Hujan.
Hasil pengukuran BMG menunjukkan bahwa pH pada musim hujan lebih rendah
daripada pH pada musim kering Tabel 6. Hal ini kemungkinan disebabkan pada musim
hujan polutan di udara akan tercuci dan jatuh sebagai asam, namun frekuensi hujan yang
besar akan menyebabkan polutan tercuci secara terus menerus dan konsentrasinya akan
menurun sehingga lama kelamaan pH air hujan akan mendekati pH normal. Pada musim
kering frekuensi kejadian hujan sangat sedikit atau bahkan tidak terjadi hujan sama sekali
sehingga sampel air hujan yang terukur sangat sedikit. Frekuensi hujan yang sedikit pada
musim kering menyebabkan elektrokonduktivitas menjadi tinggi. Pada
bulan kering konsentrasi ion basa seperti natrium, kalsium dan amonium menjadi tinggi
sehingga dapat menetralkan ion sulfat yang konsentrasinya melonjak pada musim kering.
Penetralan ini menyebabkan pH air hujan terukur pada musim kering menjadi normal
bahkan cenderung tinggi.
20
Tabel 6. pH Terukur Tahun 2003
BULAN PHrata
1 4.8782 2 4.586
3 5.83 4 5.1087
5 3.6551 6 6.03
8 6.4433 9 4.4035
10 5.1165 11 4.5955
12 3.6429
Sumber : BMG, 2003 Hasil pendugaan pH dengan menggunakan
pendekatan Hukum Henry untuk kelima stasiun pengamatan menunjukkan bahwa pH
air hujan di Kota Bandung masih normal bahkan sebagian stasiun Ariagraha dan
Tirtalega mengarah ke basa Tabel 7 dan 8. Selain itu pH pada musim kering cenderung
lebih rendah daripada pH pada musim hujan, kecuali stasiun Tirtalega dan Batununggal. Hal
ini disebabkan konsentrasi SO
2
pada musim kering cenderung lebih tinggi bila
dibandingkan dengan konsentrasi SO
2
pada musim hujan. Hal ini bertentangan dengan
hasil penelitian Budiwati et al 2005 yang menyatakan bahwa kisaran air hujan Bandung
pada tahun 2003 adalah 4,5 - 5,0 dengan persentase frekuensi kejadian sebanyak 24
dan 27 dengan kejadian hujan asam dengan pH 5,6 cukup tinggi yaitu 74 dari total
kejadian hujan sejak tahun 1989-2004. Perbandingan nilai pH antara musim hujan dan
musim kering di setiap stasiun tidak terlalu besar, kecuali untuk stasiun Cisaranten karena
konsentrasi SO
2
pada musim kering di stasiun ini melonjak dengan sangat tajam Gambar 26
dan 27. Hal ini disebabkan gas SO
2
lebih mudah larut dalam air sehingga Bandung yang
musim basahnya lebih banyak daripada musim kering mempunyai frekuensi pencucian SO
2
di udara yang tidak begitu berbeda.
Bila dibandingkan dengan pH air hujan terukur, nilai pH dugaan jauh lebih besar
daripada pH terukur, hal ini disebabkan pH dugaan diduga langsung dari data konsentrasi
SO
2
tanpa mempertimbangkan kontribusi dari gas lainnya sementara pH terukur didapatkan
dengan analisa ion dari polutan-polutan yang terkandung dalam sampel air hujan terukur
secara keseluruhan, namun karena kelarutannya dalam air cukup besar maka
pengaruh SO
2
dalam pengasaman air hujan juga cukup besar. Hal ini terbukti dari hasil
perhitungan yang menunjukkan konsentrasi SO
2
yang rendah sekalipun menyebabkan penurunan pH yang cukup signifikan.
Tabel 7.
pH Dugaan Mingguan Musim Hujan 2003
pH Musim Hujan Minggu BAF1 BAF2 BAF3 BAF4 BAF5
1 5.53 5.90 5.35 5.52 5.65
2 5.52 5.82 5.72 5.53 5.62
3 5.52 5.94 5.75 5.46 5.54
4 − 5.89 5.78 5.50 5.48
Tabel 8. pH Dugaan Mingguan Musim
Kering 2003
pH Musim Kering Minggu BAF1 BAF2 BAF3 BAF4 BAF5
1 5.49 5.87 5.76 5.79 5.43
2 5.51 5.88 5.75 5.57 5.52
3 5.49 5.95 5.76 5.82 5.21
4 5.48 5.86 5.69 5.76 5.33
4.60 4.80
5.00 5.20
5.40 5.60
5.80 6.00
6.20
D ay
Dago Ariagraha
Tirt alega Bat ununggal
Cisarant en pH normal
Gambar 26. Grafik pH Dugaan Musim Hujan
4.60 4.80
5.00 5.20
5.40 5.60
5.80 6.00
6.20
D a y
Dago Ar iagr aha
Tir t alega Bat ununggal
Cisar ant en pH nor mal
Gambar 27. Grafik pH Dugaan Musim Kering
21
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
1 7
12 16
20 24
28 32
36 40
Minggu k e - pH
pH Bandung pH_Normal
Gambar 28. Grafik pH Terukur Stasiun Cuaca
BMG Bandung Pendugaan pH dengan menggunakan
pendekatan hukum Henry telah lama digunakan di banyak negara karena hukum
Henry membantu dalam memperkirakan jumlah tiap-tiap gas yang terlarut baik dalam
air hujan, air tanah, sungai atau pelarut lainnya, seperti alkohol.
Penggunaan hukum Henry untuk melihat kelarutan gas dalam cairan telah
dilakukan oleh Ross dan Elaine 1989, Krishna 1994, Davidovits et al 1997, dan
yang terbaru adalah Jaffe et al 2007.
Penelitian yang menggunakan metode dan parameter seperti dalam penelitian ini
adalah yang dilakukan Krishna 1994 yang melakukan penelitian tentang pengaruh kuat
penipisan konsentrasi asam sulfat terhadap kelarutan SO
2
. Analisis yang dilakukan oleh Krishna menggunakan metode dan parameter
yang sama seperti dalam penelitian ini , yaitu mempertimbangkan pengaruh tekanan parsial
gas, penentuan nilai hukum Henry dan konstanta kesetimbangan hidrolisis SO
2
, serta pengaruh suhu terhadap nilai hukum Henry,
namun tidak menghitung nilai pH melainkan menggunakan pH sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhi total SO
2
terlarut yang berada dalam bentuk oksidasi tingkat 4 SIV.
Hukum Henry digunakan untuk melihat jumlah konsentrasi gas SO
2
dalam larutan dalam hal ini air. Hasil penelitian Krishna menunjukkan
bahwa data hasil eksperimen hampir sama dengan data literatur.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian ini, penelitian Krishna lebih
menekankan berapa jumlah konsentrasi gas SO
2
yang terlarut apabila konsentrasi asam sulfur dalam larutan juga tinggi, sedangkan
pada penelitian ini lebih menekankan pengaruh SO
2
terhadap pH namun kedua penelitian menggunakan metode yang sama dan terlihat
bahwa penelitian yang dilakukan Krishna memberikan hasil yang hampir sama dengan
data literatur sedangkan pada penelitian ini hasilnya lebih besar dan berlawanan daripada
data terukur. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi data yang kurang memadai dan
tidak mengelompokkan data konsentrasi gas SO
2
dengan kejadian hujan sehingga sumber ion Hidrogen dalam sistem ini hanya berasal
dari [HSO
3 -
] tanpa menghitung ion Hidrogen dari air. Selain itu gas yang menyebabkan
penurunan pH air hujan bukan hanya SO
2
tetapi gas NOx NO
2
, NH
3
dan CO
2
juga ikut mempengaruhi penurunan pH air hujan,
sehingga gas-gas ini harus dimasukkan ke dalam perhitungan. Penggunaan satu parameter
gas akan menyebabkan hasil dugaan menjadi kurang akurat.
4.7 Distribusi pH Air Hujan