2. Pemasaran
Pemasaran memegang peranan penting dalam pasca produksi. Kegiatan pemasaran akan menimbulkan suatu persaingan dalam memperebutkan pasar
yang ada. Dalam menganalisis aspek pemasaran pada industri kecil kerajinan genteng di Kabupaten Kebumen, yaitu:
1 Analisis pelanggan
Analisis pelanggan untuk mengetahui keinginan konsumen terhadap produk genteng di Kabupaten Kebumen. berdasarkan hasil penelitian
menurut responden sejumlah 88,76 mengatakan bahwa produk gentengnya sudah sesuai selera pelanggan, hal ini terlihat dari permintaan
genteng yang meningkat, sedangkan 11,24 responden mengatakan bahwa permintaannya stabil lihat lampiran 4. Genteng Sokka Kebumen
merupakan genteng yang sudah terkenal dengan kualitasnya. Menurut Bapak Satimin:
Kualitas genteng Sokka Kebumen sudah terkenal kualitasnya sejak dulu mba, jadi menurut saya sudah sesuai selera konsumen, apalagi
saat ini permintaannya cukup meningkat. Kemudian pelanggan industri tidak tetap yaitu masyarakat dan pemborong, sedangkan
pelanggan tetap biasanya dari agen atau toko bangunan yang membeli dalam jumlah besar dan untuk dijual lagi”ww. Tgl 08-03-
2013 di rumah.
Begitu juga yang dikemukakan oleh Ibu Marwiyah, dan Bapak Turino. Kualitas produk sudah sesuai dengan konsumen menjadikan
kekuatan bagi industri kecil kerajinan genteng di Kabupaten Kebumen.
2 Penjualan
Penjualan mencakup banyak aktivitas pemasaran seperti iklan dan promosi penjulan. Pada industri kecil kerajinan genteng berdasarkan
penelitian sejumlah 100 responden tidak melakukan kegiatan promosi lihat lampiran 4. Pengusaha tidak melakukan teknik pemasaran karena
usaha sebagian besar turun temurun sehingga pelanggan sudah ada. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Bapak Irun, beliau mengatakan
Dalam hal pemasaran promosi dirasa sudah tidak perlu karena semua orang sudah kenal Genteng Sokka Kebumen, kalaupun promosi hanya
lewat orang atau teman yang kerja di bangunan, kalau promosi lewat internet atau lainnya saya rasa belum perlu karena hal itu memerlukan
dana besar dan keahlian khusus” ww. Tgl 15-03-2013 di rumah.
Begitu juga menurut Bapak Satimin dan Bu Marwiyah. Promosi masih kurang aktif, sehingga faktor ini menjadi kelemahan industri kecil
kerajinan genteng di Kabupaten Kebumen. Iklan atau promosi apabila dilakukan dengan baik mampu meningkatkan penjualan, produk genteng
Sokka menjadi lebih dikenal oleh masyarakat luar Kebumen. 3
Penetapan harga Pengusaha industri kecil kerajinan genteng di Kabupaten Kebumen
menetapkan harga jual produknya berdasarkan biaya bahan baku, upah tenaga kerja, dan musiman. Penetapan harga tersebut dilakukan oleh
seluruh responden sejumlah 89 responden dengan persentase 100 lihat lampiran 4. Musiman berdasarkan permintaan, pada saat permintaan
banyak, banyak proyek harga genteng naik, dan pada saat musim sepi harga genteng turun. Hal tersebut juga dikemukakan Bapak Irun:
Harga yang saya tetapkan tidak stabil tergantung musim, biaya produksi dan kebutuhan keuangan, biaya yang dikeluarkan sampe
genteng matang biasanya adalah Rp.1000buah, kemudian di jual dengan harga berkisar Rp 1.300 buah untuk jenis plenthong.
Sebagian besar pengusaha kecil begitu, beda dengan yang sudah skala besar yang bisa menstabilkan harga”ww. Tgl 15-03-2013 di
rumah.
Terkait penetepan harga, hal yang sama juga dilakukan oleh Bu Marwiyah, dan Bapak Satimin. Berikut rincian harga masing – masing
jenis genteng.
Tabel. 4.6 Daftar Harga Genteng Plenthong
Jenis HargaRp
Frekuensi Persentase
Plenthong 1250
4 4,50 1300
5 5,61 1350
14 15,73 1400
66 74,16 Jumlah
89 100
Sumber: Data primer diolah Seluruh usaha pada industri genteng memproduksi jenis genteng
plenthong, namun selain plenthong ada jenis Morando harga mulai Rp 2.100,00 – Rp. 2. 300,00, Magas harga mulai Rp 1.600,00- 1.700,00,
Kodok harga mulai Rp 1600 ,00- 1800,00, dan Kerpus harga mulai Rp 4500,00 – 5500,00.
4 Distribusi
Saluran distribusi dapat menunjang sebuah perusahaan dalam proses pendistribusian produk kepada konsumen. Secara umum industri kecil
kerajinan genteng di Kabupaten Kebumen mendistribusikan produknya melalui empat pola saluran distribusi, yaitu:
a Perusahaan- agen distributor atau toko bangunan - konsumen Pada saluran distribusi ini berdasarkan penelitian sejumlah 87
responden dengan persentase 97,75 menggunakan dalam proses pemasaran, sedangkan 2,25 tidak memakai cara ini lihat lampiran 4.
b Perusahaan – juragan - konsumen Pada pola saluran kedua ini sejumlah 13 responden dengan persentase
14,61 menggunakan pola distribusi ini, sedangkan 85,39 tidak memakai cara distribusi ini lihat lampiran 4. Juragan umumnya
merupakan pembeli tetap sebagai altenatif pengusaha kecil menjual produk yang belum laku tapi sudah membutuhkan uang, atau kadang
orang yang memberikan pinjaman dulu nanti dengan kesepakatan setelah genteng matang, dijual pada juragan.
c Perusahaan–makelar-konsumen Pada pola saluran ketiga berdasarkan penelitian bahwa sejumlah 71
responden dengan persentase 79,78 memakai pola distribusi ini, sedangkan 20,22 tidak memakai cara ini lihat lampiran 4. Makelar
dalam saluran distribusi ini mereka hanya sebagai calo atau tenaga penjual bukan dari industri tetapi karena merupakan sebuah pekerjaan.
Makelar bisa saja merugikan atau menguntungkan pengusaha ataupun pembeli.
d Perusahaan – konsumen Pada pola distribusi ini berdasarkan hasil penelitian sejumlah 89
responden dengan persentase 100, memakai pola distribusi ini. Pola ini
biasanya pembeli berasal dari sekitar daerah kebumen atau warga Kabupaten Kebumen yang sudah tahu lokasinya, sehingga tidak
diperlukan jasa lainnya. Pola distribusi yang paling banyak dilakukan oleh pengusaha yaitu
Pola keempat pengusaha–konsumen. Keempat pola distribusi tersebut memang sudah cukup baik untuk memasarkan produk genteng. Disisi lain
ada kendala bahwa lokasi akses industri kecil kerajinan genteng di Kabupaten Kebumen sebagian besar jauh dari pasar atau letak yang
kurang strategis. Lokasi cukup jauh dari pinggir jalan raya menjadikan kondisi yang kurang menguntungkan untuk pemasaran. Akses ke lokasi
industri yang cukup sulit menjadikan kelemahan bagi industri kecil kerajinan genteng di Kabupaten Kebumen.
3. Permodalan