Pengujian Dependability Pengujian Confirmability
38
Universitas Gadjah Mada, dengan hal tersebut pula kemungkinan alasan nama “Gadjah Mada” digunakan sebagai nama sekolah.
Ir. Cokro Kusumo Purwanto dan Drs. Wilther Tamara merupakan beberapa pendiri SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang
berasal dari Universitas Gadjah Mada. Drs. Wilther Tamara menjabat sebagai kepala sekolah pada tahun ajaran 19821983. Lalu pada tahun
ajaran 19831984 digantikan oleh Ahmadi Supomo, S.Ag yang hingga saat ini masih mengabdi di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai guru
agama. Drs. Suwantono menggantikan posisi beliau sejak tahun ajaran 1984 hingga 1986, lalu berganti di bawah kepemimpinan Drs. Edi
Suhartoyo pada tahun ajaran 19861989. Kemudian Ir. Petrus L. Rigo, MM. mengabdikan dirinya sebagai kepala sekolah pada tahun ajaran
1989 hingga saat ini yang berarti beliau telah memimpin SMA Gadjah Mada selama 26 tahun. Sumber: Wawancara dengan mantan kepala
sekolah Bapak AS. Jum’at, 27 Maret 2015 Sekolah Menengah Atas ini dibangun atas dasar kekhawatiran
para perintis SMA Gadjah Mada Yogyakarta terhadap anak-anak yang kurang beruntung terutama dalam hal perekonomian, untuk itu sebagian
besar siswa merupakan anak-anak jalanan karena hal tersebut SMA ini menerapkan sistem subsidi silang bagi siswa yang kurang mampu.
Namun, seiring berkembangnya jaman dimana kenakalan remaja sudah semakin meningkat SMA Gadjah Mada Yogyakarta juga menerapkan
untuk menerima siswa yang bermasalah dengan berbagai macam latar
39
belakang. Kebijakan sekolah tersebut semakin dikembangkan sejak kepemimpinan kepala sekolah yang hingga saat ini masih menduduki
jabatannya. Beliau meyakini pendidikan merupakan hak setiap peserta didik tanpa memandang status dan latar belakang siswa tersebut.
Lembaga formal pada umumnya hanya menerima siswa yang dapat mematuhi tata tertib dan sesuai dengan kriteria peserta didik yang
dibutuhkan oleh sekolah sedangkan anak-anak yang kurang beruntung hingga mengalami permasalahan sosial yang dapat dipicu dari berbagai
aspek baik lingkungan keluarga maupun sosial kurang memiliki haknya sebagai peserta didik. Beberapa hal tersebut merupakan alasan serta
acuan bagi seluruh warga sekolah untuk menyediakan wadah bagi peserta didik yang kurang beruntung tanpa memandang status dan latar belakang
siswa tersebut.