Karakteristik Kultur Sekolah Deskripsi Teori

19 dampak terhadap perilaku warga sekolah. Lapisan – lapisan kultur tersebut dapat digambarkan pada gambar 1. Gambar 2. Lapisan –lapisan kultur sekolah Mendukung pendapat yang dikemukakan oleh Stolp dan Smith, Depdiknas 2004 juga mengemukakan budaya sekolah memiliki tiga lapisan, yaitu: 1 Lapisan yang berintikan pada norma dan dapat diamati, seperti: arsitektur, tata ruang, eksterior dan interior, kebiasaan dan rutinitas, peraturan-peraturan, cerita-cerita, ritus-ritus, simbol-simbol, logo-logo, slogan, bendera, gambar-gambar, tanda-tanda, sopan-santun, dan cara berpakaian. Lapisan pertama ini berintikan norma kelompok atau perilaku yang telah lama dimiliki kelompok yang pada umumnya sukar untuk diubah dan biasa disebut artifak. 2 Lapisan yang berintikan pada nilai-nilai dan keyakinan yang sifatnya tidak dapat diamati, berupa nilai-nilai yang dianut kelompok, berhubungan dengan yang penting, yang baik, dan yang benar. Lapisan kedua ini tidak dapat diamati karena terletak dalam kehidupan kelompok. Jika lapisan pertama yang berintikan norma perilaku yang sukar diubah, lapisan kedua yang berintikan nilai-nilai dan keyakinan sangat sukar diubah serta memerlukan waktu untuk berubah. 3 Lapisan ketiga adalah asumsi yang bersifat abstrak dan tersembunyi, tidak dapat diamati tetapi melekat dan berdampak pada perilaku kelompok. Sebagai contoh adalah asumsi bahwa anak dengan NEM rendah akan sulit untuk diajak maju. ARTIFAK NILAI KEYAKINAN ASUMSI 20

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: a. Studi tentang Kultur Sekolah pada Sekolah Berstandar Internasional dan Sekolah Bermutu kurang di Kota Yogyakarta. Farida Hanum tahun 2008 Dalam sekolah yang bermutu kurang terlihat nilai-nilai kultur sekolah belum banyak nilai positif yang membudaya dan lingkungan sekolah yang kurang kondusif. Dilihat secara fisik sekolah yang bermutu kurang fasilitas kurang memadai, luas sekolah yang relatif sempit dan letak sekolah yang berada di kawasan pada penduduk dimana membuat kondisi lingkungan sekolah menjadi tidak nyaman dalam proses belajar mengajar. Kemampuan sekolah dalam memelihara kebersihan juga minim, demikian dengan hal penting yaitu tingkat kedisiplinan. Yang menonjol dari sekolah yang bermutu kurang adalah pertemanan dan kebersamaan. Dengan demikian dapat digambarkan jika sekolah yang bermutu kurang belum banyak nilai positif yang membudaya di sekolah tersebut. Mengenai hasil penelitian diatas terdapat beberapa kesamaan dengan kondisi sekolah yang ajan diteliti, seperti lahan sekolah yang sempit serta sarana dan prasarana yang kurang memadai. namun dalam penelitian diatas memaparkan tentang sekolah yang berstandar internasional dengan sekolah bermutu kurang. Alasan untuk menjadikan penelitian sebagai penelitian yang relevan terletak dalam paparan kultur 21 sekolah yang bermutu kurang, karena penelitian yang akan lakukan adalah mendiskripsikan kultur sekolah di sekolah yang bermutu kurang.

C. Kerangka Berpikir

Gambar 3. Kerangka berpikir

D. Pertanyaan Penelitian Research Question

1. Bagaimakah kultur di sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta jika dilihat dari segi artifak? 2. Bagaimanakah nilai-nilai yang diyakini dan di implementasikan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta? 3. Bagaimakah asumsi warga sekolah mengenai kultur yang berkembang di sekolah SMA Gadjah Mada? KULTUR SEKOLAH ‐ ARTIFAK ‐ NILAI KEYAKINAN ‐ ASUMSI SELURUH WARGA SEKOLAH ‐ KEPALA SEKOLAH ‐ GURU ‐ SISWA KULTUR POSITIF KULTUR NEGATIF 22

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut Nana Syaodih S. 2013: 116 penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian untuk memahami fenomena sosial dari sudut pandang pasrtisipan. Metode pendekatan ini digunakan untuk memahami makna di balik data yang tampak. Dalam penelitian ini peneliti ingin memahami gejala sosial yang cenderung sulit untuk diamati untuk itu memerlukan telaah data yang mendalam dan untuk mengamati interaksi sosial Sugiyono, 2012: 35. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif karena peneliti ingin mendeskripsikan atau menggambarkan kutur sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta secara terperinci dan sesuai dengan apa adanya Sukardi, 2003: 157. Selain itu peneliti ingin memahami fenomena sosial yang terjadi di SMA Gadjah Mada Yogyakarta dengan memahami kultur sekolah yang berkembang, untuk itu dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena untuk memahami gejala sosial yang cenderung untuk diamati dan membutuhkan telaah yang mendalam terhadap sumber data penelitian.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015. Dalam penelitian ini lokasi yang telah dijadikan sebagai sumber data penelitian adalah Sekolah Menengah Atas SMA Gadjah Mada Yogyakarta.