2.4 Jenis Computer Anxiety
Konsep Computer Anxiety dibedakan dalam tiga jenis, yakni: trait anxiety,
states anxiety dan concepts specific anxiety. Kedua jenis pertama, mengacu pada konsep psikologi dan jenis ketiga perluasan dari konsep psikologi yang
dikembangkan oleh Oetting 1983. Trait Anxiety merupakan anxiety yang dirasakan secara umum oleh tiap
orang dalam pengalaman hidupnya. Orang- orang yang trait anxiety cenderung mempunyai anxiety secara kronis dan senantiasa merasa cemas dalam suatu
situasi dan kondisi yang membuat dia tertekan. Variabel trait anxiety dipakai untuk penelitian yang ada hubungannya dengan konstrak personaliti, psycho-
pathologym dan teori pembelajaran. Ini merupakan karakteristik personal yang mempengaruhi perilaku secara luas.
Sedangkan state anxiety adalah orang yang mengalami anxiety pada suatu
saat tertentu. Tipe ini biasanya merupakan suatu produk sejarah pembelajaran orang. Sebagai contoh, misalnya orang yang berpengalaman mengalami problem
dalam situasi yang serupa dalam masa lalunya dan dapat menjadi cemas jika situasi itu terjadi lagi Mc.Pherson, 1998.
Jenis ketiga merupakan perluasan anxiety dari konsep psikologi ke konsep yang lebih spesifik yang diterapkan dalam situasi tertentu, khususnya bidang
komputer. Konsep ini lahir setelah Oetting mengembangkan mengenai Computer Anxiety CAX oleh para peneliti untuk mengukur level anxiety seseorang terhadap
komputer.
2.5 Pengertian Guru
Pengertian Guru menurut Peraturan Pemerintah Guru adalah jabatan
fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan
tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Sedangkan pengertian Guru menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Merujuk pada takrif yang telah dirumuskan oleh Konferensi Antar Pemerintah yang diselenggarakan oleh UNESCO ILO di Paris tahun 1966,
yang merupakan suatu takrif yang internasional sifatnya dalam sejarah kependidikan. Perkataan “guru” meliputi “semua orang di sekolah – sekolah yang
bertanggung jawab dalam pendidikan para murid”. Jika ditelaah khususnya pada situasi pendidikan di Tanah Air, takrif tersebut mengandung beberapa kelemahan:
1. Bahwa tidak semua orang di sekolah-sekolah walaupun bertanggung
jawab dalam pendidikan para murid, dapat disebut sebagai “guru”, misalnya para pesuruhpenjaga sekolah.
2. Bahwa tanggungjawab terhadap pendidikan para murid tidak semata-mata
berlangsung di sekolah, bahkan di luar sekolahpun oleh orang-orang yang juga berwenang dalam hal itu.
3. Bahwa tanggungjawab dalam pendidikan para murid mengexplisistkan
sistem pengajaran klasikal daripada murid-murid yang dihadapi guru. Bagaimana dengan sistem pengajaran individual?
Dalam pendidikan modern yang juga mulai dikembangkan di Indonesia, justru ditekankan pada “self study” murid-murid secara lebih efektif
melalui pelajaran-pelajaran yang disusun secara berprograma Programed Instruction dibawah supervisi guru.
4. Suatu kriteria yang terpenting dan sangat menentukan dalam setiap takrif
tentang guru, ialah “kewenangan” nya sebagai guru. Sebab tidak semua orang yang merasakan bertanggung jawab dalam pendidikan para murid
memiliki wewenang kependidikan, wewenang mana justru hanya diperoleh melalui pendidikan atau latihan kependidikan.
Setelah mengemukakan beberapa kelemahan dari takrif hasil Konferensi Internasional tentang guru itu, maka dapat dirumuskan : guru, ialah semua orang
yang berwewenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dapat ditambahkan,
bahwa guru yang dimaksudkan disini mencakup semua guru dari tingkat pra sekolah Taman kanak-kanak sampai kepada guru besar Profesor di Perguruan
Tinggi, baik yang berstatus Negeri maupun Swasta.
Jabatan guru sebagai suatu “profession” merupakan jabatan atau pekerjaan yang membutuhkan keahlian pendidikan atau latihan khusus dibidang
kependidikan, perlu memiliki syarat-syarat tertentu. Hal ini justru untuk menjunjung martabat guru dan menjamin mutu pendidikan dan pengajaran yang
diberikan oleh guru. Jika kita hendak meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran dan martabat guru, maka profesi guru perlu dijaga agar tidak
“diperkosa” oleh orang-orang yang tidak berwewenang dibidang kependidikan. Oleh karena itu maka seorang guru perlu memenuhi syarat-syarat yang mutlak
perlu, adalah: 1.
Syarat “profesional” Bahwa seorang guru perlu memiliki keahlian dibidang kependidikan. Ia
perlu memiliki : a.. Pengetahuan knowledge dibidang kependidikan dan pendidikan,
baik yang bersifat umum general education maupun yang bersifat khusus special education. Sekurang-kurangnya seorang guru perlu
mempunyai pengetahuan tentang Ilmu Mendidik Pedagogik, Ilmu Jiwa Psikologi, Ilmu Mengajar dan cara-cara mengajar Didaktik dan
Metodik serta tentang Kepemimpinan yang menyangkut segi-segi Administrasi dan Supervisi dibidang pendidikan atau persekolahan.
Selain daripada itu ia pun perlu memiliki pengetahuan khusus yang dipilihnya sebagai spesialisasi, yang menyangkut mata-mata pelajaran
tertentu subject matter yang akan diajarkan dan cara mengajarkannya metodik khusus pelajaran.
b. Keterampilan skill dibidang kependidikan Seorang guru yang profesional perlu memiliki keterampilan dalam
mengajar pada khususnya, dan kemampuan dalam mendidik pada umumnya, yang pada hakekatnya adalah memiliki kesanggupan dalam
memimpin kelasnya. Keterampilan dalam mengajar, mengandung penguasaan akan metode-
metode khusus tentang mata-mata pelajaran spesialisasi yang diajarkannya. Ia pun perlu memiliki kemampuan dalam mendidik atau membimbing murid-muridnya,
dalam arti bahwa ia perlu menguasai teknik-teknik bimbingan dan penyuluhan guidance konseling serta perlu menguasai teknik-teknik kepemimpinan,
terutama dalam manajemen kelasnya. Darimana seorang guru memperoleh pengetahuan knowledge dan melatih
keterampilan skills yang dibutuhkan itu? Hanyalah Sekolah-Sekolah atau Lembaga Pendidikan Pendidikan Tenaga Kependidikan LPTK yang
berkompeten dalam hal ini, seperti FKIP, IKIP, STKIP Mereka yang mempunyai latarbelakang pendidikan bukan guru dan ingin menjadi guru terlebih dahulu
harus mengikuti “course” kursus untuk memperoleh “Sertificate” Ijazah guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan sebelum diangkat menjadi guru.
2.Syarat “Personal” Yang dimaksudkan dengan syarat-syarat “personal” disini, adalah
syarat-syarat yang menyangkut diri pribadi orang yang menjadi guru. a. Kesehatan Physik
Bahwa seorang guru harus sehat fisik atau jasmaninya, tidak sakit- sakitan, apalagi mengidap penyakit-penyakit menular, seperti TBC,
HIV dan sebagainya. Mengenai jasmani yang “cacad” tuna netra, seperi buta, dan sebagainya. Dewasa ini bukanlah merupakan hambatan
utama handicap bagi seseorang yang merasa “dipanggil” menjadi guru. Indonesia dewasa ini telah mempunyai beberapa Sarjana Muda,
Sarjana ,Magister bahkan Doktor Pendidikan lulusan FKIPIKIPSTKIP yang tuna netra.
b. Kesehatan Psykis Bahwa seseorang guru hendaklah sehat jiwanya, sehat mental atau
rohaninya. Orang yang menderita penyakit jiwa atau gangguan syaraf, janganlah diangkat menjadi guru.
c. Kesehatan Psycho-somatis Seorang guru secara ideal, haruslah sehat jasmani dan rohaninya.
Pribadi seseorang memang tak dapat dibagi-bagi, ia merupakan suatu individualitas, suatu kesatuan “psycho-somatis” psyche = jiwa, soma =
badan. Kedua aspek dari satu kesatuan itu saling mempengaruhi. Bahwa gangguan pada badan dapat mempengaruhi fungsi–fungsi
tertentu, dan sebaliknya. Maka sangatlah ideal, bila seorang guru bukan hanya sehat jasmani dan rohaninya, tetapi haruslah sehat “jasmani-
rohani”nya. Ia harus memiliki kesehatan “psycho-physis” atau “psycho- somatis” yang baik.
d. Intregitas pribadi Syarat “personal” ini sesungguhnya menyangkut kepribadian
personality seorang guru sebagai suatu totalitas. Kita membutuhkan guru-guru yang telah terintegrasi kepribadiannya yang telah “dewasa”
dalam arti pedagogis, yang sudah sanggup “mengambil keputusan sendiri atas tanggung jawab sendiri.
3.Syarat Morality Dalam usaha meningkatkan martabat guru dewasa ini, moralitas
kesusilaan merupakan suatu faktor yang terpenting. Faktor ini lebih menyangkut watak pribadi seseorang, suatu pertanda kemampuan
seseorang bertindak susila. Kita membutuhkan guru-guru yang bukan hanya dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, akan tetapi
yang sanggup berbuat menurut norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu janganlah diangkat menjadi guru orang-orang tak bermoral atau tak
berkesusilaan tuna susila baik wanita maupun pria. Akan tetapi bila
ternyata “salah angkat”, supaya segera pengangkatannya ditinjau kembali dari pada menodai profesi kependidikan.
4,Syarat Religiousity Syarat berkeagamaan religiousity ini haruslah menjadi syarat
mutlak bagi orang-orang yang hendak menjadi guru di bumi Indonesia ini sebagai perwujudan falsafah Pancasila secara konsekuen. Bila
dianalisis, perbuatan orang-orang yang tak bermoral atau tak berkesusilaan itu adalah perbuatan orang-orang yang bukan hanya
tidak mengindahkan norma-norma kesusilaan, akan tetapi pada hakekatnya adalah tidak mengindahkan norma-norma keagamaan atau
ke Tuhanan, sebagaimana difirmankan oleh YME dalam setiap agama. Oleh karena itu janganlah diangkat menjadi guru orang-orang yang tak
beragama yang tidak mengakui adanya Tuhan Y.M.E, sumber segala norma hidup.
5.Syarat Formality Ke-4 syarat di atas professional, personal, morality, dan
religiosity merupakan prasyarat-prasyarat yang bersifat sine qua non mutlak perlu dipenuhi, sebelum seseorang secara formal resmi
diangkat menjadi guru dengan Surat Keputusan dari instansi yang berwewenang. Sebab Surat Keputusan SK pengangkatan ini hanyalah
merupakan syarat formal yang memperkuat wewenang seseorang
menjadi guru. Bahkan SK ini segera ditinjau kembali bila kemudian ternyata ada kekeliruan dalam penetapannya.
Demikianlah syarat-syarat vital yang mutlak perlu dipenuhi seseorang bila menjadi guru. Jika kita hendak menjunjung tinggi profesi guru yang akan
meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran di Sekolah
2.6 Profesi Kependidikan