Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Computer Anxiety pada Sikap Guru Pria dan Wanita dalam Menggunakan Komputer di SMA Swasta Se-Kota Salatiga T1 132007093 BAB II
BAB II
2.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau dalam bahasa inggrisnya “ anxiety” berasal dari bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berati mencekik. Kecemasan pada umumnya berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam atau membahayakan. Dengan berjalannya waktu, keadaan cemas tersebut biasanya akan dapat teratasi sendiri. Namun, ada keadaan cemas yang berkepanjangan, bahkan tidak jelas lagi kaitannya dengan suatu faktor penyebab atau pencetus tertentu. Hal ini merupakan pertanda gangguan kejiwaan yang dapat menyebabkan hambatan dalam berbagai segi kemampuan dan fungsi sosial bagi penderitanya. Tidaklah mudah untuk membedakan cemas yang wajar dan cemas yang sakit. Karena keduanya merupakan respons yang umum dan normal dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan cemas yang wajar merupakan respons terhadap adanya ancaman atau bahaya dari luar yang nyata dan tidak bersumber pada adanya konflik. Sedangkan cemas yang sakit (anxietas) merupakan respons terhadap adanya bahaya yang lebih kompleks, tidak jelas sumber penyebabnya, dan lebih banyak melibatkan konflik jiwa yang ada dalam diri sendiri. Berikut akan dipaparkan macam-macam kecemasan. (Freud, dalam Yustinus Semium 2005)
Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak
(2)
dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan. Apabila timbul kecemasan ia akan memotivasikan individu untuk melakukan sesuatu. Individu bisa lari dari daerah terancam, menghalangi impuls yang membahayakan atau menuruti suara hati.
Oetting (1983) membagi ciri kecemasan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a). Trait anxiety,Trait anxiety adalah ciri atau sifat seseorang yang
cukup stabil dan yang mengarahkan seseorang untuk menginterpretasikan suatu keadaan sebagai ancaman.
b). State anxiety, state anxiety adalah reaksi emosional sementara
yang timbul pada situasi tertentu, yang dirasakan sebagai suatu ancaman.
c). Concept spesific anxiety, concept spesific anxiety adalah sebuah
tipe kecemasan dari gangguan emosi yang tidak kekal. Ini adalah jarak antara trait dan state anxiety yang diasosiasikan dengan situasi yang spesifik. Concept spesific anxiety mengisi jarak yang hebat antara trait anxiety dan state anxiety yang umum dan sebuah kecemasan yang orang-orang asosiasikan dengan situasi yang spesifik.
2.2 Computer Anxiety (CAX)
Oetting (1983) menyatakan bahwa Computer Anxiety (CAX) merupakan salah satu konsep spesifik dari kecemasan. Computer anxiety (CAX) adalah sebuah perasaan yang diasosiasikan dengan situasi yang spesifik, saat menggunakan atau berinteraksi dengan komputer dengan menunjukkan ketakutan yang tidak rasional, kekuatiran, merasa terancam, merasa gugup, meras terintimidasi dan menunjukkan ketidaksukaan mengenai penggunaan komputer.
(3)
Embi (2007) mendefinisikan Computer Anxiety (CAX) sebagai kecemasan yang dirasakan oleh individu saat berinteraksi dengan komputer atau ketika mereka berfikir untuk menggunakan komputer. Hal ini sebagai sebuah bentuk situasi kecemasan dan kecemasan ini sebagai hasil dari ubahan cepat dalam dunia teknologi baru dan tekanan dari perubahan sosial di era modern. Heinssen et al dalam Embi ( 2007) menyatakan bahwa Computer Anxiety (CAX) adalah kesadaran emosi negatif yang ditimbulkan secara nyata saat berimajinasi dan berinteraksi dengan teknologi komputer. Hal ini berakibat pada pemanfaatan dari teknologi komputer dan kinerja pada pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan komputer.
Menurut Igbaria (1998) Computer Anxiety (CAX) menunjukkan kecenderungan seseorang untuk menjadi susah, kuatir, ketakutan yang tidak rasional, rasa gugup, terintimidasi, adanya ketidaksukaan serta merasa terancam dalam mempertimbangkan kemungkinan untuk memanfaatkan komputer dan penggunaan komputer dimasa sekarang dan di masa yang akan datang.
Gardner et al dalam Embi (2007) lebih jauh menjelaskan bahwa ketakutan dihubungkan dengan pekerjaan dalam menggunakan komputer termasuk, a) ketakutan akan hilangnya kontrol ketika menggunakan komputer, b) ketakutan kehilangan salah satu jabatan bagi orang muda jika tidak berhasil dalam ketrammpilan komputer, c) ketakutan akan kehilangan informasi penting dalam sistem informasi, dan d) keadaan yang memalukan atas ketidakmampuan untuk belajar tentang komputer.
(4)
Heinssen et al dalam Embi (2007) menyatakan bahwa Computer Anxiety
(CAX) menunjukkan kecenderungan seseorang untuk menjadi susah,kuatir,
ketakutan yang tidak rasional, rasa gugup, terintimidasi, adanya ketidaksukaan serta merasa terancam dalam mempertimbangkan kemungkinan untuk memanfaatkan komputer dan penggunaan komputer di masa sekarang dan di masa yang akan datang.
Jadi, Computer Anxiety (CAX) adalah kecemasan yang dirasakan oleh seeorang saat memikirkan untuk menggunakan komputer, saat menggunakan atau berinteraksi dengan komputer dengan menunjukkan ketakutan yang tidak rasional, kekuatiran, susah, meras terancam, merasa gugup, merasa terintimidasi dan menunjukkan ketidaksukaan mengenai penggunaan komputer di masa sekarang dan di masa yang akan datang sebagai akibat dari perubahan teknologi di era modern.
2.3 Perilaku-perilaku yang ditunjukan oleh Computer Anxiety (CAX)
Oetting (1983) membagi indikator terjadinya Computer Anxiety (CAX) dibagi dalam 3 komponen :
1. Kecemasan dalam mempelajari komputer
Kecemasan dalam menghadapi komputer ditunjukkan dengan ketidak inginan dalam mempelajari komputer, meras tidak mampu mempelajari program software/hardware yang terdapat dalam komputer, dam mengalami kesulitan dalm mempelajari aspek-aspek teknis dalam komputer.
2. Kecemasan terhadap persepsi-persepsi dalam penggunaan komputer
Kecemasan terhadap persepsi-persepsi dalam penggunaan komputer ditunjukkan melalui persepsi negatif dan cenderung pesimis dengan mengucapkan hal-hal yang negatif tentang komputer (misalnya tantangan
(5)
untuk mempelajari komputer bukanlah hal yang menarik, komputer adalah alat yang lebih canggih dari manusia, harus menjadi orang cerdas untuk belajar komputer.
3. Kecemasan dalam menggunakan dan berinteraksi dengan komputer
Kecemasan dalam menggunakan dan berinteraksi dengan komputer ditunjukan dengan merasa tidak nyaman dalam menggunakan komputer, tidak memiliki keinginan untuk menggunakan komputer dan adanya ketidaksukaan dalam menggunakan komputer.
Menurut Lewin (1995 dalam Wijaya, 2003) gejala yang menimbulkan gejala Computer Anxiety pada indu\ividu disebabkan individu tidak dapat mengenal dan menerima tingkatan perubahan dalam menanggapi perubahan teknologi komputer. Tingkatan perubahan yang dimaksud adalah: 1) identifikasi untuk berubah; 2) tidak membakukan pesan lama; 3) belajar pesan yang baru, 3) belajar pesan yang baru, dan 4) mengulang pesan yang baru. Apabila individu tidak dapat melewati beberapa tahap tersebut maka akan timbul sifat kecemasan dan penolakan terhadap teknologi komputer.
Menurut Bralove ( dalam Wijaya, 2003) gejala yang muncul pada
Computer Anxiety yang disebabkan oleh persepsi individu yang kurang baik.
Dasar dari oersepsi individu terganggu karena: a) perubahan status, b)berkeras tidak ingin belajar yang baru, c) ada paksaan untuk berubah, d) kerja yang berlebihan dan ketidak nyamanan. Persepsi individu terganggu yang akan membentuk pertahanan yang berlebihan sehingga termanifestasi dalam perilaku Computer Anxiety.
(6)
2.4 Jenis Computer Anxiety
Konsep Computer Anxiety dibedakan dalam tiga jenis, yakni: trait anxiety,
states anxiety dan concepts specific anxiety. Kedua jenis pertama, mengacu pada
konsep psikologi dan jenis ketiga perluasan dari konsep psikologi yang dikembangkan oleh Oetting (1983).
Trait Anxiety merupakan anxiety yang dirasakan secara umum oleh tiap
orang dalam pengalaman hidupnya. Orang- orang yang trait anxiety cenderung mempunyai anxiety secara kronis dan senantiasa merasa cemas dalam suatu situasi dan kondisi yang membuat dia tertekan. Variabel trait anxiety dipakai untuk penelitian yang ada hubungannya dengan konstrak personaliti,
psycho-pathologym dan teori pembelajaran. Ini merupakan karakteristik personal yang
mempengaruhi perilaku secara luas.
Sedangkan state anxiety adalah orang yang mengalami anxiety pada suatu saat tertentu. Tipe ini biasanya merupakan suatu produk sejarah pembelajaran orang. Sebagai contoh, misalnya orang yang berpengalaman mengalami problem dalam situasi yang serupa dalam masa lalunya dan dapat menjadi cemas jika situasi itu terjadi lagi (Mc.Pherson, 1998).
Jenis ketiga merupakan perluasan anxiety dari konsep psikologi ke konsep yang lebih spesifik yang diterapkan dalam situasi tertentu, khususnya bidang komputer. Konsep ini lahir setelah Oetting mengembangkan mengenai Computer
Anxiety (CAX) oleh para peneliti untuk mengukur level anxiety seseorang terhadap
(7)
2.5Pengertian Guru
Pengertian Guru menurut Peraturan Pemerintah Guru adalah jabatan fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri. Sedangkan pengertian Guru menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Merujuk pada takrif yang telah dirumuskan oleh Konferensi Antar Pemerintah yang diselenggarakan oleh UNESCO & ILO di Paris tahun 1966, yang merupakan suatu takrif yang internasional sifatnya dalam sejarah kependidikan. Perkataan “guru” meliputi “semua orang di sekolah – sekolah yang bertanggung jawab dalam pendidikan para murid”. Jika ditelaah khususnya pada situasi pendidikan di Tanah Air, takrif tersebut mengandung beberapa kelemahan:
1. Bahwa tidak semua orang di sekolah-sekolah walaupun bertanggung jawab dalam pendidikan para murid, dapat disebut sebagai “guru”, misalnya para pesuruh/penjaga sekolah.
2. Bahwa tanggungjawab terhadap pendidikan para murid tidak semata-mata berlangsung di sekolah, bahkan di luar sekolahpun oleh orang-orang yang juga berwenang dalam hal itu.
(8)
3. Bahwa tanggungjawab dalam pendidikan para murid mengexplisistkan sistem pengajaran klasikal daripada murid-murid yang dihadapi guru. Bagaimana dengan sistem pengajaran individual?
Dalam pendidikan modern yang juga mulai dikembangkan di Indonesia, justru ditekankan pada “self study” murid-murid secara lebih efektif melalui pelajaran-pelajaran yang disusun secara berprograma (Programed
Instruction) dibawah supervisi guru.
4. Suatu kriteria yang terpenting dan sangat menentukan dalam setiap takrif tentang guru, ialah “kewenangan” nya sebagai guru. Sebab tidak semua orang yang merasakan bertanggung jawab dalam pendidikan para murid memiliki wewenang kependidikan, wewenang mana justru hanya diperoleh melalui pendidikan atau latihan kependidikan.
Setelah mengemukakan beberapa kelemahan dari takrif hasil Konferensi Internasional tentang guru itu, maka dapat dirumuskan : guru, ialah semua orang yang berwewenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Dapat ditambahkan, bahwa guru yang dimaksudkan disini mencakup semua guru dari tingkat pra sekolah (Taman kanak-kanak) sampai kepada guru besar (Profesor) di Perguruan Tinggi, baik yang berstatus Negeri maupun Swasta.
(9)
Jabatan guru sebagai suatu “profession” merupakan jabatan atau pekerjaan yang membutuhkan keahlian (pendidikan atau latihan) khusus dibidang kependidikan, perlu memiliki syarat-syarat tertentu. Hal ini justru untuk menjunjung martabat guru dan menjamin mutu pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru. Jika kita hendak meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran dan martabat guru, maka profesi guru perlu dijaga agar tidak “diperkosa” oleh orang-orang yang tidak berwewenang dibidang kependidikan. Oleh karena itu maka seorang guru perlu memenuhi syarat-syarat yang mutlak perlu, adalah:
1. Syarat “profesional”
Bahwa seorang guru perlu memiliki keahlian dibidang kependidikan. Ia perlu memiliki :
a.. Pengetahuan (knowledge) dibidang kependidikan dan pendidikan, baik yang bersifat umum (general education) maupun yang bersifat khusus (special education). Sekurang-kurangnya seorang guru perlu mempunyai pengetahuan tentang Ilmu Mendidik (Pedagogik), Ilmu Jiwa (Psikologi), Ilmu Mengajar dan cara-cara mengajar (Didaktik dan Metodik) serta tentang Kepemimpinan yang menyangkut segi-segi Administrasi dan Supervisi dibidang pendidikan atau persekolahan. Selain daripada itu ia pun perlu memiliki pengetahuan khusus yang dipilihnya sebagai spesialisasi, yang menyangkut mata-mata pelajaran
(10)
tertentu (subject matter) yang akan diajarkan dan cara mengajarkannya (metodik khusus pelajaran).
b. Keterampilan (skill) dibidang kependidikan
Seorang guru yang profesional perlu memiliki keterampilan dalam mengajar pada khususnya, dan kemampuan dalam mendidik pada umumnya, yang pada hakekatnya adalah memiliki kesanggupan dalam memimpin kelasnya.
Keterampilan dalam mengajar, mengandung penguasaan akan metode-metode khusus tentang mata-mata pelajaran spesialisasi yang diajarkannya. Ia pun perlu memiliki kemampuan dalam mendidik atau membimbing murid-muridnya, dalam arti bahwa ia perlu menguasai teknik-teknik bimbingan dan penyuluhan
(guidance & konseling) serta perlu menguasai teknik-teknik kepemimpinan,
terutama dalam manajemen kelasnya.
Darimana seorang guru memperoleh pengetahuan (knowledge) dan melatih keterampilan (skills) yang dibutuhkan itu? Hanyalah Sekolah-Sekolah atau Lembaga Pendidikan Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang berkompeten dalam hal ini, seperti FKIP, IKIP, STKIP Mereka yang mempunyai latarbelakang pendidikan bukan guru dan ingin menjadi guru terlebih dahulu harus mengikuti “course” (kursus) untuk memperoleh “Sertificate” (Ijazah) guru pada Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan sebelum diangkat menjadi guru.
(11)
2.Syarat “Personal”
Yang dimaksudkan dengan syarat-syarat “personal” disini, adalah syarat-syarat yang menyangkut diri pribadi orang yang menjadi guru.
a. Kesehatan Physik
Bahwa seorang guru harus sehat fisik atau jasmaninya, tidak sakit-sakitan, apalagi mengidap penyakit-penyakit menular, seperti TBC, HIV dan sebagainya. Mengenai jasmani yang “cacad” (tuna netra), seperi buta, dan sebagainya. Dewasa ini bukanlah merupakan hambatan utama (handicap) bagi seseorang yang merasa “dipanggil” menjadi guru. Indonesia dewasa ini telah mempunyai beberapa Sarjana Muda, Sarjana ,Magister bahkan Doktor Pendidikan lulusan FKIP/IKIP/STKIP yang tuna netra.
b. Kesehatan Psykis
Bahwa seseorang guru hendaklah sehat jiwanya, sehat mental atau rohaninya. Orang yang menderita penyakit jiwa atau gangguan syaraf, janganlah diangkat menjadi guru.
c. Kesehatan Psycho-somatis
Seorang guru secara ideal, haruslah sehat jasmani dan rohaninya. Pribadi seseorang memang tak dapat dibagi-bagi, ia merupakan suatu individualitas, suatu kesatuan “psycho-somatis” (psyche = jiwa, soma =
(12)
badan). Kedua aspek dari satu kesatuan itu saling mempengaruhi. Bahwa gangguan pada badan dapat mempengaruhi fungsi–fungsi tertentu, dan sebaliknya. Maka sangatlah ideal, bila seorang guru bukan hanya sehat jasmani dan rohaninya, tetapi haruslah sehat “jasmani-rohani”nya. Ia harus memiliki kesehatan “psycho-physis” atau “
psycho-somatis” yang baik.
d. Intregitas pribadi
Syarat “personal” ini sesungguhnya menyangkut kepribadian
(personality) seorang guru sebagai suatu totalitas. Kita membutuhkan
guru-guru yang telah terintegrasi kepribadiannya yang telah “dewasa” dalam arti pedagogis, yang sudah sanggup “mengambil keputusan sendiri atas tanggung jawab sendiri.
3.Syarat Morality
Dalam usaha meningkatkan martabat guru dewasa ini, moralitas (kesusilaan) merupakan suatu faktor yang terpenting. Faktor ini lebih menyangkut watak pribadi seseorang, suatu pertanda kemampuan seseorang bertindak susila. Kita membutuhkan guru-guru yang bukan hanya dapat mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, akan tetapi yang sanggup berbuat menurut norma-norma kesusilaan. Oleh karena itu janganlah diangkat menjadi guru orang-orang tak bermoral atau tak berkesusilaan (tuna susila) baik wanita maupun pria. Akan tetapi bila
(13)
ternyata “salah angkat”, supaya segera pengangkatannya ditinjau kembali dari pada menodai profesi kependidikan.
4,Syarat Religiousity
Syarat berkeagamaan (religiousity) ini haruslah menjadi syarat mutlak bagi orang-orang yang hendak menjadi guru di bumi Indonesia ini sebagai perwujudan falsafah Pancasila secara konsekuen. Bila dianalisis, perbuatan orang-orang yang tak bermoral atau tak berkesusilaan itu adalah perbuatan orang-orang yang bukan hanya tidak mengindahkan norma-norma kesusilaan, akan tetapi pada hakekatnya adalah tidak mengindahkan norma-norma keagamaan atau ke Tuhanan, sebagaimana difirmankan oleh YME dalam setiap agama. Oleh karena itu janganlah diangkat menjadi guru orang-orang yang tak beragama yang tidak mengakui adanya Tuhan Y.M.E, sumber segala norma hidup.
5.Syarat Formality
Ke-4 syarat di atas (professional, personal, morality, dan religiosity) merupakan prasyarat-prasyarat yang bersifat sine qua non (mutlak perlu dipenuhi), sebelum seseorang secara formal (resmi) diangkat menjadi guru (dengan Surat Keputusan) dari instansi yang berwewenang. Sebab Surat Keputusan (SK) pengangkatan ini hanyalah merupakan syarat formal yang memperkuat wewenang seseorang
(14)
menjadi guru. Bahkan SK ini segera ditinjau kembali bila kemudian ternyata ada kekeliruan dalam penetapannya.
Demikianlah syarat-syarat vital yang mutlak perlu dipenuhi seseorang bila menjadi guru. Jika kita hendak menjunjung tinggi profesi guru yang akan meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran di Sekolah
2.6 Profesi Kependidikan
Pada hakekatnya jabatan guru merupakan profesi tenaga pendidikan pada lembaga pendidikan. Guru merupakan salah satu sumberdaya yang sangat penting dalam pengelolaan organisasi pendidikan. Pencapaian hasil pendidikan sebagaimana yang diharapkan, diperlukan kegiatan pengembangan manajemen sumberdaya guru.
Masih ada anggapan bahwa jabatan tenaga kependidikan belum sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang berpendapat bahwa guru merupakan sebuah jabatan semiprofesional atau profesi yang baru muncul emerging profession karena belum semua ciri profesi dapat dipenuhi (Amitai Etzioni, 1969).
Namun apa yang dinyatakan oleh Amitai berbeda dengan jabatan guru di negara lain, termasuk profesi guru di Indonesia. Bahkan dijaman penjajahan pun status guru sudah mendapat tempat terhormat di masyarakat. Untuk memperkuat jabatan guru sebagai sebuah profesi, secara dejure profesi ini sudah diakui sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2004 tentang Guru
(15)
dan Dosen. Hal ini bermakna bahwa jabatan ini menuntut pendidikan yang khusus, dalam jangka waktu yang lama, dan memiliki kualifikasi dan keahlian khusus.
Khusus untuk jabatan profesi kependidikan, Conny Semiawan (1991) membagi hierarki profesi tersebut dalam tiga kelompok, yaitu : (1) tenaga profesional, (2) tenaga semiprofesional, dan (3) tenaga paraprofesional.
Lebih lanjut Semiawan (1991) menjelaskan bahwa, tenaga profesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya sarjana atau setara dengan S1, dan memiliki wewenang penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengendalian pendidikan/ pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk dalam kategori ini juga berwenang membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionalnya, misalnya guru
senior membina guru yang lebih junior. Namun dengan berjalannya waktu yang
menuntut adanya standarisasi tenaga kependidikan, maka Tenaga kependidikan untuk jenjang SD diasuh oleh guru yang minimal berpendidikan DII (sekarang S1), tenaga kependidikan untuk jenjang SMP/SMA/SMK diasuh oleh guru yang berijasah S1, tenaga kependidikan jenjang pendidikan S1 harus diasuh oleh guru yang sudah berpendidikan S2, tenaga kependidikan S2 harus diasuh oleh guru yang berpendapat S3, dan tenaga kependidikan S3 harus diasuh oleh guru yang berpendidikan S3 dan memiliki jenjang akademik guru besar (profesor).
Tenaga semiprofesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma tiga (D III) atau setara yang berwenang
(16)
mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi tingkat profesionalnya, baik dalam hal merencanakan, melaksanakan, menilai maupun mengendalikan pengajaran.
Tenaga paraprofesional merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan diploma II (DII) ke bawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan/ pengajaran. Dengan demikian, tenaga kependidikan yang masih berpendidikan belum mencapai S1 termasuk dalam kategori sebagai guru atau guru yang belum profesional. Oleh sebab itu, bagi setiap guru dituntut memiliki sifat profesionalisme yang tinggi, sebagaimana telah diatur dalam undang-undang bahwa pekerjaan di bidang kependidikan merupakan profesi yang menuntut profesionalisme penuh dalam bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Sanusi Uwes (2003) mengemukakan tiga bidang yang harus dikuasai oleh seorang guru yang profesional dalam menjalani profesinya, yaitu : (1) ahli dalam bidang pengajaran, (2) terampil dalam bidang penelitian, dan (3) memiliki kompetensi dalam pengabdian kepada masyarakat. Selain dari tiga bidang tersebut, seorang guru juga harus memiliki kemampuan memberi bimbingan kepada siswa, dan melaksanakan tugas administrasi lainnya. Timbulnya maksud tersebut antara lain terungkap dari harapan masyarakat agar semua tenaga kependidikan meningkatkan kemampuannya dalam pemberian pelayanan tugas pengajaran dan tugas-tugs lainnya secara lebih profesional.
(17)
2.7 Profesionalisme Guru
Sebagaimana dinyatakan oleh Oemar Hamalik (2006) bahwa profesionalisme guru mengandung unsur kepribadian, keilmuan, dan keterampilan. Dengan demikian kemampuan profesional tentu saja meliputi ketiga unsur tersebut walaupun tekanan yang lebih besar terletak pada unsur keterampilan sesuai dengan peranan yang dikerjakan. Sehingga Danim (2002) menyatakan bahwa “manusia profesional memiliki beberapa sifat yang berbeda dengan manusia yang tidak profesional meskipun berada pada pekerjaan dan dalam ruangan kerja yang sama.”
Guru memiliki peran multidimensional karena bermanfaat sebagai penentuan strategi yang tepat untuk membina hubungan baik dan sesuai dengan keinginan peserta didik. Mengkaji peran multidimensional sumberdaya manusia pada organisasi pendidikan, maka diperlukan upaya pengembangan sumberdaya terutama bagi guru agar pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang dimilikinya selalu berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi begitu cepat. Pengembangan sumberdaya guru perlu direncanakan dengan seksama, karena pengembangan ini akan berdampak pada peningkatan kinerja guru yang akan meningkatkan mutu pendidikan.
Menurut Hoyle dalam Siti Sofiah (2004) pengembangan guru mencakup pengembangan mengajar sebagai suatu profesi (the development of teaching as a
profession) dan pengembangan profesional pengajar sebagai individu (the
(18)
pengembangan ini menurut Dyah Kusumastuti (2001) diarahkan pada pemenuhan tiga tuntutan kebutuhan yaitu :
1. Kebutuhan sosial akan sistem pendidikan yang dapat mengadaptasi perkembangan kebutuhan lingkungan, maka pengembangan guru ditujukan agar yang bersangkutan mampu mengadaptasikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
2. Kebutuhan untuk mencari bentuk atau cara yang dapat membantu guru memperbaiki serta menyempurnakan potensi akademik, personal dan sosial. Pengembangan guru diarahkan pada kriteria kinerja yang diharapkan.
3. Kebutuhan untuk mengembangkan serta mendorong semangat hidup guru.
Selanjutnya Robert B. Howsam, et al (1976) menyatakan bahwa :
Profesi tertua adalah hukum, kesehatan, teologi, dan guru. Profesi terbaru adalah arsitektur, insinyur (engineering) dan optometri. Pekerjaan yang segera diakui sebagai profesi (emergent professions) adalah pekerja sosial (social
worker) yang masih semi profesional akan segera diakui sebagai profesi yang
profesional.
Berdasarkan komentar dari Robert B. Howsam, jelas guru merupakan profesi tertua. Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu
(19)
Muhammad Ali (2002) menyatakan untuk memasuki profesi guru memerlukan persyaratan khusus, antara lain :
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan kependidikan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
2.8 Penguasaan ICT (Information and Communication Technology)
1. Definisi ICT
Komunikasi dan teknologi informasi (ICT) merupakan singkatan dari istilah
information and communication technology, sehingga dalam singkatan tersebut
ada tiga komponen besar yang tergabung dalam satu kesatuan yang bulat dan utuh yang saling melengkapi satu sama lainnya.
Lebih jauh dijelaskan bahwa pada intinya ICT memiliki tiga fenomena pemikiran yaitu: (1) increasing numbers of bright, component, techno-expectant student, (2) an ethernet connection in every clasroom, (3) developments in the direction of what is now called "opacity" in ICT.
(20)
Informasi merupakan bentuk masukan (data) yang telah diproses sehingga mempunyai arti tertentu bagi pemakaiannya (user). Karenanya para manajer (eksekutif) banyak sekali menggunakannya atau mengandalkan berbagai informasi yang ada, karena mereka menganggap informasi sebagai sumberdaya yang paling berharga (Nining Ariati, 2002)
Menurut Nining Arianti (2002) terdapat empat dimensi dasar dari informasi yang harus disediakan pada saat manajer menentukan output dari pengolahan informasi, yaitu: (1) relevansi, (2) akurasi, (3) ketepatan waktu, dan (4) kelengkapan. Setiap informasi memiliki relevansi dengan masalah yang ada. Manajer harus mampu memilih informasi yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan. Semua informasi digunakan atau dihasilkan harus akurat sesuai dengan kebenaran informasi sesungguhnya. Menurut Teguh Wahyono (2006) informasi harus tersedia untuk memecahkan masalah sebelum situasi menjadi tidak terkendali. Manajer harus mampu memperoleh informasi yang menggambarkan kejadian pada informasi yang menyajikan gambaran lengkap dari suatu permasalahan dan cara penyelesaiannya.
Sedangkan komunikasi berasal dari kata latin 'communication' yang berarti pemberitahuan atau "bertukaran pikiran." Istilah communication ini bersumber pada kata 'communis' yang artinya 'sama', maksudnya adalah 'kesamaan makna'. Jadi mkomunikasi akan dapat terjadi bila adanya kesamaan makna, dan sebaliknya bila tidak ada kesamaan makna maka komunikasi itu tidak akan berlangsung. Forsdale dalam Arni Muhammad (1995) mengartikan "komunikasi sebagai suatu
(21)
proses memberi signal menurut aturan tertentu, sehingga dengan cara ini sistem dapat didirikan, dipelihara atau diubah. :Merrihne's dalam Hoy dan Miskel (1986) mengartikan komunikasi sebagai si pengirim pesan menyampaikan pesan yang diinginkan kepada si penerima dan menyebabkan terjadinya respons penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain melalui proses tertentu sehingga tercapai apa yang dimaksud atau diinginkan.
Komunikasi oleh sebagian orang dianggap sebagai proses pemberitahuan dari satu pihak ke pihak lain, dapat berupa rencana, instruksi, petunjuk, sarana, dan sebagainya. Oleh karena itu, apabila mengirimkan surat, menempelkan pengumuman pada papan pengumuman, menelepon dan sebagianya maka orang tersebut telah menganggap bahwa dirinya telah melaksanakan komunikasi.
Komunikasi dapat terjadi secara antarpersonal dan interpersonal. Komunikasi antarpersonal melibatkan banyak pihak, karena dalam prosesnya terjadi antara seseorang dengan beberapa orang atau pihak lain. Sedangkan komunikasi interpersonal terjadi antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya, yang biasanya diantara dua orang tersebut dapat langsung diketahui balikannya (Arni Muhammad, 1995).
Pengertian 'teknologi' telah diberikan antara lain oleh David L. Goetch: people tools, resources, to solve problems or to exited their capabilities. Teknologi dapat dipahami sebagai upaya untuk mendapatkan suatu 'produk' yang dilakukan oleh manusia dengan memanfaatkan peralatan (tools), proses, dan sumberdaya (resoursces). Teknologi bisa mencakup segala hal yang tidak terbatas
(22)
hanya pada computer, televisi, VCR, dan DVD, alat presentasi audio/visual,
system satellite broadcast, alat adaptive, infrastruktur networking, operasional,
dan program manajemen.
Dari definisi tersebut di atas, menurut Janner Simarmata (2006) ada beberapa esensi yang terkandung, yaitu:
Pertama, teknologi terkait dengan ide atau pikiran yang tidak akan pernah
berakhir, keberadaan teknologi bersama dengan keberadaan budaya umat manusia; Kedua, teknologi merupakan kreasi manusia sehingga tidak akan alami dan bersifat buatan (artificial); Ketiga, teknologi merupakan himpunan dan pikiran (set of means) sehingga teknologi dapat dibatasi atau bersifat universal, tergantung dari sudut pandang analisis; Keempat, teknologi bertujuan memfasilitasi ikhtiar manusia (human endeavor) sehingga harus mampu meningkatkan performa kemampuan manusia.
Jadi ada tiga entitas yang terkandung dalam teknologi yaitu keterampilan
(skill), logika berpikir algorithma), dan perangkat keras (hardware). Dalam
pandangan management of technology dapat digambarkan beragam cara, yaitu: (1) teknologi sebagai makna untuk memenuhi maksud di dalamnya terkandung apa saja yang dibutuhkan untuk mengubah sumberdaya (resources) ke suatu produk jasa; (2) teknologi tidak ubahnya sebagai pengetahuan, sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau jasa; dan (3) teknologi adalah tubuh dari ilmu pengetahuan dan rekayasa (enginerring) yang dapat diaplikasikan pada perancangan produk dan atau proses penelitian mendapatkan pengetahuan baru.
(23)
Berkat adanya kemajuan teknologi yang demikian cepat, maka teknologi peralatan komunikasi pun bertambah maju sehingga interlokal antara kota dengan desa bahkan antarnegara, dapat dilakukan dalam waktu relative singkat. Kemajuan peralatan komunikasi demikian hebatnya sehingga tidak dapat disebut satu persatu-satu di sini (Pandji Anoraga dan Suyati, 1995).
2. Karakteristik Penguasaan ICT
Senn mengatakan istilah 'technology information (TI) digunakan dengan mengacu pada item yang beraneka macam dan kemampuan yang digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, serta penyebaran data serta informasi. Komponen utamanya ada tiga, yaitu komputer (computer), isi komunikasi (communication), dan keterampilan (knowhow).
Simarmata (2006) mengatakan ada lima fungsi teknologi informasi, yaitu:
(1) capture, (2) prcessing, (3) generation, (4) storage and retrieval, dan (5)
transmission. Secara lebih luas lagi, Simarmata menerangkan bahwa yang
dimaksud dengan capture adalah proses penyusunan record aktivitas yang terperinci. Processing adalah proses merubah, menganalisis, menghitung, dan mengumpulkan semua bentuk data atau informasi yang meliputi pengolahan data, pengplahan informasi, pengolahan kata, pengolahan gambar, dan pengolahan suara. Generation adalah proses yang mengorganisir informasi ke dalam bentuk yang bermanfaat, apakah sebagai angka, taks, bunyi, atau gambar visual. Storage
and retrieval adalah proses komputer penguat informasi untuk masa depan dan
(24)
informasi untuk pengolahan lebih lanjut atau untuk ditransmisikan ke pengguna lain. Transmission adalah proses komputer mendistribusikan informasi melalui jaringan komunikasi, meliputi electronic mail (e-mail), voice messanging atau voice mail.
Salah satu keuntungan atau manfaat utama dari penggunaan teknologi informasi adalah "... kemampuan untuk berkomunikasi dengan cepat untuk semua organisasi, nasional, dan internasional (James Taylor, 2004). Kemampuan penemuan baru ini, tiap organisasi mempunyai kesempatan membuat proses manajemen mereka lebih efisien dan efektif. Namun, sangat disayangkan banyak organisasi bisnis tidak mempunyai keahlian atau kecenderungan budaya membuat perubahan yang diperlukan. Hal ini merupakan tantangan utama menyesuaikan manajemen dan proses pendukung untuk bisa menerima seiring terjadinya arus perubahan teknologi informasi.
Keuntungan lain dari penguasaan ICT sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran menurut Oliver (2001) adalah:
1. Acces to a variety of information sources;
2. Acces to a variety of information forms and types;
3. Student centred learning settings based on information acces and inquiry;
4. Learning enironments centred on problem centred and inwuiry based
activities;
5. Authentic setting and examples and
(25)
Selanjutnya menurut Thomas N. Janicki dan Keans O. Liegle (2004) penguasaan ICT memiliki tiga keuntungan yaitu: (1) preparation for the real word; (2) fostering of learning from others and; (3) learning by observing.
Keberhasilan sistem informasi tidak seharusnya diukur hanya melalui efisiensi dalam hal meminimalkan biaya, waktu, dan penggunaan sumberdaya informasi. Keberhasilan harus diukur dengan efektiitas teknologi informasi dalam mendukung strategi bisnis organisasi, memungkinkan proses bisnisnya, meningkatkan struktur organisasi dan budaya, serta meningkatkan nilai pelanggan dan bisnis perubahan.
Perkembangan teknologi informasi sedemikian cepat telah membawa dunia memasuki era baru yang lebih cepat dari dugaan semua pihak, karena perkembangan pesat dari teknologi informasi. Implementasi internet, e-commerce,
EDI, dan sebagainya telah menerobos batas fisik antar Negara. Penggabungan
antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi telah menghasilkan revolusi di bidang sistem informasi (Simarmata, 2006).
3. ICT dalam Dunia Pendidikan
Penggunaan teknologi informasi tidak hanya bisnis, tetapi juga sangat penting untuk keperluan pendidikan/ Fakta menunjukkan bahwa dengan media ini memungkinkan diselenggarakannya proses belajar-mengajar yang lebih efektif. Hal itu terjadi karena sifat dan karakteristik teknologi informasi yang cukup khas, sehingga diharapkan bisa digunakan sebagai media pembelajaran sebagaimana
(26)
media lain yang telah digunakan sebelumnya, seperti radio, televisi, CD-ROM interaktif, dan lain sebagainya.
Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari proses belajar-mengajar di sekolah, teknologi informasi harus mampu memberikan dukungan bagi terselenggarakannya proses komunikasi interaktif antara guru dengan siswa sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi harus didukung oleh teknologi informasi tersebut berkaitan dengan strategi pembelajaran yang akan dikembangakan, kalau dijabarkan secara sederhana bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk mengajar siswa mengerjakan tugas dan membantu siswa dalam memperolah pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka mengerjakan tugas tersebut (Boettcher, 1999).
Strategi pembelajaran meliputi pengajaran, diskusi, membaca, penugasan, presentasi, dan evaluasi secara umum keterlaksanaannya tergantung dari satu atau lebih dari tiga model dasar dialog atau kemunikasi, yaitu: (1) komunikasi antara guru dengan siswa; (2) komunikasi antara siswa dengan sumber belajar; dan (3) komunikasi di antara siswa (Boettcher, 1999).
Apabila ketiga aspek tersebut dapat diselenggarakan dengan komposisi yang serasi, maka diharapkan akan terjadi proses pembelajaran optimal. Para pakar di bidang pendidikan menyatakan bahwa "Keberhasilan pencapaian tujuan dari pembelajaran dengan mengutamakan keseimbangan antara ketiga aspek tersebut. Kemudian dinyatakan pula bahwa perancangan proses pembelajaran
(27)
dengan mengutamakan keseimbangan antara ketiga komunikasi tersebut sangat penting pada lingkungan pembelajaran berbasis web (boettcher, 1999).
Sebagai dasar dalam memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pembelajaran dalam setting, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan penanganan serius agar penyelenggaraan pemenfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran dapat berhasil, yaitu: (a) faktor lingkungan yang meliputi institusi penyelenggaraan pendidikan dan masyarakat; (b) siswa atau peserta didik meliputi usia, latar belakang, budaya, penggunaan bahasa, dan berbagai gaya belajarnya ; (c) guru atau tenaga pengajar meliputi latar belakang pendidikannya, usia, gaya mengajar, pengalaman, dan personalitinya; dan (d) faktor teknologi informasi yang meliputi computer, perangkat lunak (software), jaringan, koneksi ke teknologi informasi, dan berbagai kemampuan yang dibutuhkan berkaitan dengan penerapan teknologi informasi di lingkungan sekolah tinggi.
Sudarawan Danim (2002) menyatakan keterampilan computer, keterampilan khusus, kemampuan berbahasa, seringkali diperoleh guru mulai kursus pada lembaga pendidikan lainnya di luar kampus. Guru sangat mungkin termasuk orang yang sering membaca koran, majalah atau buku. Juga mendengarkan radio, televisi, ujaran sejawat, dan sebagainya. Dari sinilah tuntutan akan perlunya profesionalisme dalam bekerja.
Pengembangan sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi, terlebih dulu perlu dilakukan pengkajian atas seluruh unsur dan aspek sebagaimana telah diuraikan di atas, sehingga didapatkan pengangan sebagai bahan pengambilan
(28)
keputusan dalam mengembangkan sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi.
Uraian konsep di atas, ada beberapa karakteristik dari variable kemampuan guru menguasai comunication and technology information (ICT). Dari uraian di atas paling sedikit ada tiga indikator yang memberikan gambaran seorang guru profesional yaitu kemampuannya mengadopsi berbagai informasi, melakukan komunikasi, dan menguasai teknologi pendidikan.
2.9 Hubungan antara Computer Anxiety dengan Perilaku guru pria dan wanita dalam menggunakan komputer
Oetting (1983) menyatakan bahwa Computer Anxiety (CAX) merupakan salah satu konsep spesifik dari kecemasan. Computer anxiety (CAX) adalah sebuah perasaan yang diasosiasikan dengan situasi yang spesifik, saat menggunakan atau berinteraksi dengan komputer dengan menunjukkan ketakutan yang tidak rasional, kekuatiran, merasa terancam, merasa gugup, meras terintimidasi dan menunjukkan ketidaksukaan mengenai penggunaan komputer.
Embi (2007) mendefinisikan Computer Anxiety (CAX) sebagai kecemasan yang dirasakan oleh individu saat berinteraksi dengan komputer atau ketika mereka berfikir untuk menggunakan komputer. Hal ini sebagai sebuah bentuk situasi kecemasan dan kecemasan ini sebagai hasil dari ubahan cepat dalam dunia teknologi baru dan tekanan dari perubahan sosial di era modern. Heinssen et al dalam Embi ( 2007) menyatakan bahwa Computer Anxiety (CAX) adalah
(29)
kesadaran emosi negatif yang ditimbulkan secara nyata saat berimajinasi dan berinteraksi dengan teknologi komputer. Hal ini berakibat pada pemanfaatan dari teknologi komputer dan kinerja pada pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan komputer.
Penggunaan teknologi informasi tidak hanya bisnis, tetapi juga sangat penting untuk keperluan pendidikan/ Fakta menunjukkan bahwa dengan media ini memungkinkan diselenggarakannya proses belajar-mengajar yang lebih efektif. Hal itu terjadi karena sifat dan karakteristik teknologi informasi yang cukup khas, sehingga diharapkan bisa digunakan sebagai media pembelajaran sebagaimana media lain yang telah digunakan sebelumnya, seperti radio, televisi, CD-ROM interaktif, dan lain sebagainya.
Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari proses belajar-mengajar di sekolah, teknologi informasi harus mampu memberikan dukungan bagi terselenggarakannya proses komunikasi interaktif antara guru dengan siswa sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi harus didukung oleh teknologi informasi tersebut berkaitan dengan strategi pembelajaran yang akan dikembangkan, kalau dijabarkan secara sederhana bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk mengajar siswa mengerjakan tugas dan membantu siswa dalam memperolah pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka mengerjakan tugas tersebut (Boettcher, 1999).
Media pembelajaran memiliki posisi yang sangat penting dalam proses pembelajaran di kelas. Setiap orang sependapat bahwa dasar semua proses
(30)
pembelajaran adalah pengalaman/experience, dan proses belajar yang paling efektif dan permanen diperoleh dari pengalaman yang bersifat konkret dan langsung. Dan pengalaman semacam itu tidak selalu dapat diperoleh oleh siswa. Maka guru kemudian memilih dan merancang sistem pembelajaran pengganti pengalaman tersebut dengan simbolisasi baik dalam bentuk kata-kata maupun tulisan. Hanya saja bentuk-bentuk simbol tersebut belum dapat memberikan pengalaman yang realistik dan hidup. Oleh karena itu guru sangat memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran. Akan tetapi terkadang guru masih merasa kurang yakin dengan kemampuannya menggunakan komputer sehingga muncul kecemasan dalam menggunakan komputer baik guru pria maupun wanita.
2.10 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan tentang sesuatu yang diamati atau diteliti dalam upaya memahami sebuah masalah penelitian (Sugiyono, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Tidak ada perbedaan signifikan computer anxiety pada sikap guru pria dan wanita dalam menggunakan komputer di SMA swasta se-kota Salatiga.
(1)
Selanjutnya menurut Thomas N. Janicki dan Keans O. Liegle (2004) penguasaan ICT memiliki tiga keuntungan yaitu: (1) preparation for the real word; (2) fostering of learning from others and; (3) learning by observing.
Keberhasilan sistem informasi tidak seharusnya diukur hanya melalui efisiensi dalam hal meminimalkan biaya, waktu, dan penggunaan sumberdaya informasi. Keberhasilan harus diukur dengan efektiitas teknologi informasi dalam mendukung strategi bisnis organisasi, memungkinkan proses bisnisnya, meningkatkan struktur organisasi dan budaya, serta meningkatkan nilai pelanggan dan bisnis perubahan.
Perkembangan teknologi informasi sedemikian cepat telah membawa dunia memasuki era baru yang lebih cepat dari dugaan semua pihak, karena perkembangan pesat dari teknologi informasi. Implementasi internet, e-commerce, EDI, dan sebagainya telah menerobos batas fisik antar Negara. Penggabungan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi telah menghasilkan revolusi di bidang sistem informasi (Simarmata, 2006).
3. ICT dalam Dunia Pendidikan
Penggunaan teknologi informasi tidak hanya bisnis, tetapi juga sangat penting untuk keperluan pendidikan/ Fakta menunjukkan bahwa dengan media ini memungkinkan diselenggarakannya proses belajar-mengajar yang lebih efektif. Hal itu terjadi karena sifat dan karakteristik teknologi informasi yang cukup khas, sehingga diharapkan bisa digunakan sebagai media pembelajaran sebagaimana
(2)
media lain yang telah digunakan sebelumnya, seperti radio, televisi, CD-ROM interaktif, dan lain sebagainya.
Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari proses belajar-mengajar di sekolah, teknologi informasi harus mampu memberikan dukungan bagi terselenggarakannya proses komunikasi interaktif antara guru dengan siswa sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi harus didukung oleh teknologi informasi tersebut berkaitan dengan strategi pembelajaran yang akan dikembangakan, kalau dijabarkan secara sederhana bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk mengajar siswa mengerjakan tugas dan membantu siswa dalam memperolah pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka mengerjakan tugas tersebut (Boettcher, 1999).
Strategi pembelajaran meliputi pengajaran, diskusi, membaca, penugasan, presentasi, dan evaluasi secara umum keterlaksanaannya tergantung dari satu atau lebih dari tiga model dasar dialog atau kemunikasi, yaitu: (1) komunikasi antara guru dengan siswa; (2) komunikasi antara siswa dengan sumber belajar; dan (3) komunikasi di antara siswa (Boettcher, 1999).
Apabila ketiga aspek tersebut dapat diselenggarakan dengan komposisi yang serasi, maka diharapkan akan terjadi proses pembelajaran optimal. Para pakar di bidang pendidikan menyatakan bahwa "Keberhasilan pencapaian tujuan dari pembelajaran dengan mengutamakan keseimbangan antara ketiga aspek tersebut. Kemudian dinyatakan pula bahwa perancangan proses pembelajaran
(3)
dengan mengutamakan keseimbangan antara ketiga komunikasi tersebut sangat penting pada lingkungan pembelajaran berbasis web (boettcher, 1999).
Sebagai dasar dalam memanfaatkan teknologi informasi sebagai media pembelajaran dalam setting, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dan penanganan serius agar penyelenggaraan pemenfaatan teknologi informasi untuk pembelajaran dapat berhasil, yaitu: (a) faktor lingkungan yang meliputi institusi penyelenggaraan pendidikan dan masyarakat; (b) siswa atau peserta didik meliputi usia, latar belakang, budaya, penggunaan bahasa, dan berbagai gaya belajarnya ; (c) guru atau tenaga pengajar meliputi latar belakang pendidikannya, usia, gaya mengajar, pengalaman, dan personalitinya; dan (d) faktor teknologi informasi yang meliputi computer, perangkat lunak (software), jaringan, koneksi ke teknologi informasi, dan berbagai kemampuan yang dibutuhkan berkaitan dengan penerapan teknologi informasi di lingkungan sekolah tinggi.
Sudarawan Danim (2002) menyatakan keterampilan computer, keterampilan khusus, kemampuan berbahasa, seringkali diperoleh guru mulai kursus pada lembaga pendidikan lainnya di luar kampus. Guru sangat mungkin termasuk orang yang sering membaca koran, majalah atau buku. Juga mendengarkan radio, televisi, ujaran sejawat, dan sebagainya. Dari sinilah tuntutan akan perlunya profesionalisme dalam bekerja.
Pengembangan sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi, terlebih dulu perlu dilakukan pengkajian atas seluruh unsur dan aspek sebagaimana telah diuraikan di atas, sehingga didapatkan pengangan sebagai bahan pengambilan
(4)
keputusan dalam mengembangkan sistem pembelajaran berbasis teknologi informasi.
Uraian konsep di atas, ada beberapa karakteristik dari variable kemampuan guru menguasai comunication and technology information (ICT). Dari uraian di atas paling sedikit ada tiga indikator yang memberikan gambaran seorang guru profesional yaitu kemampuannya mengadopsi berbagai informasi, melakukan komunikasi, dan menguasai teknologi pendidikan.
2.9 Hubungan antara Computer Anxiety dengan Perilaku guru pria dan wanita dalam menggunakan komputer
Oetting (1983) menyatakan bahwa Computer Anxiety (CAX) merupakan salah satu konsep spesifik dari kecemasan. Computer anxiety (CAX) adalah sebuah perasaan yang diasosiasikan dengan situasi yang spesifik, saat menggunakan atau berinteraksi dengan komputer dengan menunjukkan ketakutan yang tidak rasional, kekuatiran, merasa terancam, merasa gugup, meras terintimidasi dan menunjukkan ketidaksukaan mengenai penggunaan komputer.
Embi (2007) mendefinisikan Computer Anxiety (CAX) sebagai kecemasan yang dirasakan oleh individu saat berinteraksi dengan komputer atau ketika mereka berfikir untuk menggunakan komputer. Hal ini sebagai sebuah bentuk situasi kecemasan dan kecemasan ini sebagai hasil dari ubahan cepat dalam dunia teknologi baru dan tekanan dari perubahan sosial di era modern. Heinssen et al dalam Embi ( 2007) menyatakan bahwa Computer Anxiety (CAX) adalah
(5)
kesadaran emosi negatif yang ditimbulkan secara nyata saat berimajinasi dan berinteraksi dengan teknologi komputer. Hal ini berakibat pada pemanfaatan dari teknologi komputer dan kinerja pada pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan komputer.
Penggunaan teknologi informasi tidak hanya bisnis, tetapi juga sangat penting untuk keperluan pendidikan/ Fakta menunjukkan bahwa dengan media ini memungkinkan diselenggarakannya proses belajar-mengajar yang lebih efektif. Hal itu terjadi karena sifat dan karakteristik teknologi informasi yang cukup khas, sehingga diharapkan bisa digunakan sebagai media pembelajaran sebagaimana media lain yang telah digunakan sebelumnya, seperti radio, televisi, CD-ROM interaktif, dan lain sebagainya.
Sebagai media yang diharapkan akan menjadi bagian dari proses belajar-mengajar di sekolah, teknologi informasi harus mampu memberikan dukungan bagi terselenggarakannya proses komunikasi interaktif antara guru dengan siswa sebagaimana yang dipersyaratkan dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi harus didukung oleh teknologi informasi tersebut berkaitan dengan strategi pembelajaran yang akan dikembangkan, kalau dijabarkan secara sederhana bisa diartikan sebagai kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk mengajar siswa mengerjakan tugas dan membantu siswa dalam memperolah pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka mengerjakan tugas tersebut (Boettcher, 1999).
Media pembelajaran memiliki posisi yang sangat penting dalam proses pembelajaran di kelas. Setiap orang sependapat bahwa dasar semua proses
(6)
pembelajaran adalah pengalaman/experience, dan proses belajar yang paling efektif dan permanen diperoleh dari pengalaman yang bersifat konkret dan langsung. Dan pengalaman semacam itu tidak selalu dapat diperoleh oleh siswa. Maka guru kemudian memilih dan merancang sistem pembelajaran pengganti pengalaman tersebut dengan simbolisasi baik dalam bentuk kata-kata maupun tulisan. Hanya saja bentuk-bentuk simbol tersebut belum dapat memberikan pengalaman yang realistik dan hidup. Oleh karena itu guru sangat memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran. Akan tetapi terkadang guru masih merasa kurang yakin dengan kemampuannya menggunakan komputer sehingga muncul kecemasan dalam menggunakan komputer baik guru pria maupun wanita.
2.10 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan tentatif yang merupakan dugaan tentang sesuatu yang diamati atau diteliti dalam upaya memahami sebuah masalah penelitian (Sugiyono, 2007). Hipotesis dalam penelitian ini yaitu “Tidak ada perbedaan signifikan computer anxiety pada sikap guru pria dan wanita dalam menggunakan komputer di SMA swasta se-kota Salatiga.