Pendahuluan Dari Mekah, Yerusalem sampai Cordova: dinamika kebudayaan Islam di Timur Tengah dan Spanyol.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DARI MEKAH, YERUSALEM SAMPAI CORDOVA 16 kalangan kaum Muslim, karena semua agama samawi hanifiyyah, Yahudi, Nasrani dan Islam secara teologis menurut keyakinan kaum Muslim adalah sama. Perbedaan di antara agama-agama samawi tersebut hanya terletak pada bidang syariat fikih. Syariat yang mengatur tata cara riil dan praktis dalam berhubungan antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, manusia dengan makhluk yang bernyawa dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya, tidaklah sama antara agama yang satu dengan yang lain. Ketidaksamaan tersebut terkait dengan rasul atau nabi yang diutus, serta masa dan tempat mereka masing-masing. Ketidaksamaan syariat itu tak ubahnya seperti berlakunya suatu hukum pada masa pemerintahan tertentu, dengan berlakunya hukum baru pada masa pemerintahan berikutnya. Jadi, syariat Nabi Ibrahim misalnya, bisa berlanjut atau berubah pada masa Nabi Musa 1527-1407 SM, dan syariat Nabi Musa bisa berlanjut atau berubah pada masa Nabi Isa 1 SM-32 M, demikian juga syariat-syariat tersebut bisa berlanjut atau berubah pada masa Nabi Muhammad saw 570-632 M. Pemahaman seperti ini mendapatkan legitimasi dari firman Allah: “…bagi setiap umat di antara Anda, Kami ciptakan cara beribadah dan teknis bermuamalah yang berbeda-beda. Andaikan Allah menghendaki, niscaya Ia jadikan Anda menjadi satu umat bangsa…” Qs. al-Maidah [5]: 48, dan dalam firman-Nya yang lain: “Setiap umat bangsa Kami ciptakan cara beribadah tertentu agar mereka menyebut asma Allah terhadap rizki berupa binatang ternak yang Allah berikan kepada mereka. Maka Tuhan Anda itu Esa” Qs. al-Hajj [22]: 34. Cara berpikir seperti inilah yang membuat mayoritas kaum Muslim menganggap bahwa semua tempat ibadah agama-agama samawi identik dengan masjid, walaupun masing-masing agama tersebut mempunyai istilah sendiri- sendiri, seperti informasi dari ayat Alquran surat al-Hajj [22]: 40 di atas. Klaim semua tempat ibadah agama samawi sebagai masjid itu baru terjadi ketika kebangkitan Muhammad saw sebagai nabi yang diperkuat dengan kitab suci Alquran dalam rentang waktu antara 611-632 M. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dinamika Kebudayaan Islam di Timur Tengah dan Spanyol 17

B. Teori Continuity and Change

Kerangka teoritik penulisan ini menggunakan teori continuity and change sebagai bagian dari studi sejarah budaya history of culture. 32 Teori ini sering digunakan untuk menjelaskan dan menganalisis perkembangan masyarakat dan peradabannya dalam konteks sejarah. Continuity berarti kesinambungan, sedangkan change berarti perubahan. Teori ini menegaskan bahwa dalam kontinuitas continuity sejarah suatu masyarakat atau peradaban akan dapat ditemukan unsur-unsur dari suatu peradaban atau budaya yang terus dipertahankan oleh masyarakat pendukungnya. Unsur-unsur tersebut dapat berupa nilai-nilai yang dianut, tradisi-tradisi yang dijalankan atau institusi-institusi sosial dan budaya yang berfungsi sebagai media untuk mengekspresikan nilai dan tradisi tersebut. Namun demikian, masyarakat bukanlah suatu entitas yang statis, sehingga adanya interaksi di antara individu-individu yang ada di dalamnya, ditambah dengan interaksi dengan kelompok sosial di luarnya, perubahan change menjadi sesuatu yang sulit dihindari. Masyarakat, dengan demikian, mengalami perkembangan karena adanya dinamika internal dan munculnya tantangan- tantangan yang berasal dari luar dirinya. Dalam hal ini, masyarakat dituntut untuk menyesuaikan diri agar tidak tertinggal atau terpinggirkan oleh kemajuan yang terjadi di sekitarnya. Akibatnya, mereka memodifikasi atau memperbaharui nilai, tradisi dan lembaga yang mereka miliki. Pada dasarnya, dalam suatu komunitas selalu muncul kecenderungan untuk mempertahankan beberapa segi yang lain. Suatu komunitas keagamaan cenderung mempertahankan nilai fundamental yang diyakini sebagai landasan kehidupannya. Namun, ketika nilai-nilai tersebut dihadapkan pada dinamika atau perubahan sosial, niscaya timbul upaya-upaya untuk memberikan pemaknaan yang lebih sesuai dengan tuntutan perkembangan yang terjadi. Nilai dasarnya bisa saja tetap dipertahankan, tetapi pemaknaannya mengalami perubahan dan 32 Beberapa pemikir menerapkan teori Continuity and Change dalam buku-buku mereka, misalnya, John Obert Voll, Islam Continuity and Change In The Modern World Colorado :Westview, cet. I, 1982. Dalam studi ilmu sosial budaya, Cristine Preston menulis “Culturescope Resources: Sosial and Cultural Continuity and Change, Sosial Continuity and Change, and Social Theory” http:www.slansw.com.av. Dalam konteks sejarah dan dinamika Pondok Pesantren, teori ini digunakan oleh Zamakhsyari Dhofier, Tradisi pesantren, Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai Jakarta: LP3ES, Cet. VI, 1992, 176-177. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DARI MEKAH, YERUSALEM SAMPAI CORDOVA 18 modifikasi. Pada titik ini, kontinuitas dan perubahan dapat mencakup aspek-aspek nilai, atau bentuk tradisi ritual maupun aspek kelembagaan dalam masyarakat. Dalam agama Islam, beberapa ritual keagamaannya merupakan kelanjutan dari ritual yang pernah diajarkan oleh nabi-nabi terdahulu sebelum nabi Muhammad saw, seperti ajaran puasa yang telah pernah diwajibkan kepada umat sebelum Muhammad datang. Ajaran puasa tetap diwajibkan kepada umat Muslim, namun dengan perubahan pola dan ritual-ritual yang menyertainya selama bulan puasa. Dengan kata lain, ajaran puasanya tetap dipertahankan, namun bagaimana puasa itu dilakukan dan bentuk-bentuk ibadah yang menyertainya mengalami perubahan. Demikian pula dalam pembangunan fisik Masjidilaksa Arab: Masjid al- Aqsâ . Semula adalah berupa batu besar al-sakhrah yang digunakan oleh Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya sebagai kurban pada Allah Swt. Kemudian dimodifikasi menjadi tempat tabot peti perjanjian oleh Nabi Daud sebagai tempat bersemayamnya Yahweh yang diyakini sebagai nama Allah dalam teologi kaum Yahudi. Nabi Sulaiman membangun sakhrah dan sekitarnya menjadi sinagog megah yang populer dengan Bukit Haikal Temple Mount. Selanjutnya setelah rumah suci ini dihancurkan, dan dibangun kembali, kemudian dihancurkan lagi selama lebih dari enam abad, kaum Muslim membangun kembali dengan nama Qubbat al-sakhrah dan Masjidilaksa, yang populer dengan nama al-harâm al- Sharîf atau Baitul Makdis. Teori ini digunakan untuk meneropong perkembangan teologi, syariat dan tahapan historis fisik bangunan yang terjadi baik yang menimpa kota Yerusalem secara umum, maupun yang terjadi pada “tanah suci” al-harâm al- sharîf , khususnya menara batu besar qubbat al-sakhrah dan Masjidilaksa.

C. Definisi Masjid

Masjid berasal dari kata sajada-yasjudu, yang dalam Bahasa Arab mempunyai dua makna: pertama, meletakkan dahi di atas tanah sebagai bentuk ketundukan pada yang diagungkan. Kedua, mengagungkan dan menghormati pihak lain yang diajak berinteraksi. Sedangkan masjid secara harfiah berarti