Masjid dalam Alquran dan Hadîs

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DARI MEKAH, YERUSALEM SAMPAI CORDOVA 22 ketika dispesifikasi dengan sifat adjective, seperti kata bunyân yang dilanjutkan dengan kata lain yang menunjuk tujuan bangunan tersebut, dalam hal ini untuk melaksanakan ibadah secara ikhlas, seperti terungkap dalam Alquran terdapat pada Qs. al-Taubah [9]: 109 dan Qs. al-Taubah [9]: 110. Dengan demikian, kata bunyân secara fungsional tidaklah berbeda dengan kata masjid, tetapi bangunan yang hanya berfungsi atau bertujuan sebagai tempat tinggal, tidak bisa dinamakan masjid. Dalam literatur standar Hadîs kutub al-sittah yang diakui kalangan Suni, kata masjid bentuk tunggal dan umum disebutkan 212 kali, kata al-masjid bentuk tunggal dan khusus disebutkan 1094 kali, kata masâjidullâh 8 kali dan kata masâjid bentuk jamak disebutkan 48 kali. Namun, semua Hadîs-Hadîs tersebut tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, melainkan hanya beberapa di antaranya sebagai penguat penelitian ini. Pertama, Hadîs riwayat Abu Dawud: Dilaporkan dari Abi Said bahwa Nabi saw bersabda: “Seluruh bumi ini adalah masjid kecuali kamar mandi dan kuburan”. Kata masjid pada Hadîs ini merujuk pada definisi atau arti masjid secara umum yaitu semua tempat di muka bumi dapat dijadikan tempat ibadah kecuali tempat-tempat tertentu. Hal ini merujuk pada Hadîs lain laporan Jabir bin Abdullah: “Bumi ini bagiku dijadikan sebagai masjid dan tempat suci” Bukhari: 427. 40 Selanjutnya, Hadîs laporan Ibn Umar; bahwa Rasulullah saw pernah datang ke Masjid Quba dengan berkendaraan dan berjalan kaki, kemudian beliau salat di dalamnya dua rakaat” Muslim: 1339, dan Hadîs laporan Sahl bin Hunaif ia berkata Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa bersuci di rumahnya kemudian ia mendatangi Masjid Quba, lantas ia salat di dalamnya satu kali, maka ia mendapatkan pahala setara dengan satu kali umrah” Ibn Majah: 1412. Kata masjid pada dua Hadîs terakhir mempunyai arti tempat yang digunakan untuk melaksanakan ibadah yang diberi nama Masjid Quba. Konteksnya adalah ketika Rasulullah saw tinggal di kota Madinah masih menyempatkan diri untuk ziarah sekaligus melaksanakan salat di Masjid Quba. 40 Bukhari, al-Jâmi’…, 168. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dinamika Kebudayaan Islam di Timur Tengah dan Spanyol 23 Rasul juga memberi motivasi dengan menyatakan bahwa salat di Masjid Quba mempunyai keutamaan yang berbeda dengan salat di masjid-masjid lain. Dengan demikian, Masjid Quba masuk dalam kategori masjid yang dianjurkan untuk diziarahi selain Masjidilharam, Masjid Nabawi dan Masjidilaksa. Masjid Quba dibangun oleh rasul pada tahun 622 M dalam perjalanan hijrah sebelum beliau tiba di kota Madinah. Substansi beberapa Hadîs di atas menunjukkan bahwa masjid itu berfungsi khusus sebagai tempat ibadah. Kemudian Hadîs yang “Dilaporkan dari Anas dan Qatadah: “Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Kiamat tidak akan terjadi, sehingga manusia saling berbangga diri dengan memberi hiasan dalam membangun masjid” Abu Dawud:449. 41 Maksud masjid dalam Hadîs ini adalah tanah dan bangunan yang digunakan sebagai tempat ibadah. Konteksnya yaitu Rasul menjelaskan bahwa di antara tanda-tanda makin dekatnya hari kiamat adalah ketika muncul tradisi membanggakan diri yang terjadi di kalangan kaum Muslim ketika mereka mampu membangun masjid dengan segala ornamen, hiasan dan dekorasinya, sebab masjid dibangun bukan untuk menarik jamaah agar berkenan membuat hiasan yang membanggakan, tetapi harus mengacu pada tujuan utamanya sebagai tempat ibadah. 42 Dari beberapa Hadîs yang penulis paparkan terdapat kata dasar masjid yang menunjukkan bahwa istilah masjid itu digunakan sebagai tempat ibadah pada masa syariat Nabi Muhammad saw. Tidak ditemukan satu Hadîs pun mempunyai indikasi yang mengarah pada penggunaan kata masjid bagi syariat umat-umat terdahulu sebagai tempat ibadah mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Ibn Ashur yang menyatakan bahwa masjid adalah tempat ibadah khusus bagi kaum Muslim terutama berfungsi sebagai tempat untuk melaksanakan salat. 41 Shihab al-Din Ibn Rajab, Fath al-Bârî, Jilid II Saudi: Dar Ibnu al-Jauzi, Cet II, 1422 H, 171. 42 Ibid., 473. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id DARI MEKAH, YERUSALEM SAMPAI CORDOVA 24

E. Masjidilharam dalam Alquran

Masjidilharam dipahami mayoritas kaum Muslim sebagai tempat yang identik dengan Kakbah, Baitullah dan al-bayt merupakan istilah yang menurut Ibn Ashur 1296-1394 H1879-1973 M adalah “inovasi” alquran untuk mengkhususkan masjid ini sebagai tempat ibadah kaum Muslim, dan tidak boleh digunakan sebelum masa Alquran turun oleh pemeluk agama non Muslim. Istilah Masjidilharam dalam arti di atas belum populer dalam perbincangan dan khazanah sastra Arab. Untuk menelusuri kebenaran pendapat di atas, kita dapat menemukan kata Masjidilharam sebanyak lima belas kali di dalam Alquran. 43 Dari kelimabelas itu, berdasarkan arti kata dan konteks ayat-ayat terkait, dapat ditarik beberapa arti: Pertama, berarti Kakbah sebagai Kiblat, yaitu bangunan dalam bentuk kubus segi empat yang terdapat di jantung lembah kota Mekah, seperti yang disebutkan dalam Qs. Al-Baqarah [2]: 144 dan 149. Dua ayat tersebut adalah bentuk legalitas shar’î bahwa kiblat ibadah umat Rasulullah saw adalah Kakbah, yang diungkapkan oleh Alquran dengan kata Masjidilharam. 44 Al-Mawardi menegaskan pendapatnya bahwa maksud masjidilharâm pada ayat ini adalah al- ka’bah yang berbentuk kubus itu, bukan masjid yang luas secara keseluruhan. Pandangan ini diperkuat oleh pendapat Ibn Hajar yang menyatakan bahwa maksud masjidilharâm dalam ayat ini adalah Kakbah. 45 Kata al-ka’bah pada masa sebelum Alquran turun diungkapkan dengan kata al-bayt, namun dengan ayat ini Allah memberikan nama baru bagi kaum Muslim yaitu Masjidilharam. Dengan demikian, kiblat kaum Muslim secara spesifik mengarah ke Kakbah yang secara historis dibangun kembali oleh nabi Ibrahim yang diungkapkan dengan sebutan Masjidilharam, bukan bentuk bangunan masjid yang luas seperti sekarang ini. 43 Lihat Qs. Al-Baqarah [2]: 144; Qs. Al-Baqarah [2]: 149; Qs. al-Baqarah [2]: 150; Qs. Al-Baqarah [2]: 191; Qs. Al- Baqarah [2]: 196; Qs. al-Baqarah [2]: 217; Qs. al-Maidah [5]: 02; Qs. al-Anfal [8]: 34; Qs. al-Taubah [9]: 7; Qs. al-Taubah [9]: 19; Qs. At-Taubah [9]: 28; Qs. al-Isra’ [17]: 1; Qs.al-Hajj [22]: 25; Qs. al-Fath [48]: 25; Qs. al-Fath [48]: 27. 44 Husain bin Masud al-Baghawi, Ma’âlim al-Tanzîl fî Tafsîr al-Qur’ân, Jilid I Beirut: Dar Ihya’ at-Turath al-Arabi, Cet I, 1420 H, 177. 45 Muhammad Alawi al-Maliki, Wahua bi al-Ufuq al-A’lâ Kairo: Dar Jawamik Kalimah, tt., 119. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dinamika Kebudayaan Islam di Timur Tengah dan Spanyol 25 Gambar: Ilustrasi Kakbah pada zaman nabi Ibrahim. Gambar : Ilustrasi Kakbah pada masa Quraish