BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan
cross sectional
.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan karena rumah sakit ini mempunyai angka bayi baru lahir yang
menderita hiperbilirubinemia lebih banyak berbanding rumah sakit lain. Selain itu, lokasi ini juga telah dipilih karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum
yang biasanya menjadi rujukan para peneliti di kota Medan ini.
4.2.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah dari bulan September hingga
November 2012. 4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah seluruh bayi baru lahir yang dari Januari 2011 sehingga Desember 2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.
Sampel penelitian adalah bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia. Jenis sampel yang digunakan adalah
total sampling
.
Total sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai
respondensampel. Data-data dikumpul diambil dari rekam medis.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapat rekomendasi izin pelaksanaan penelitian dari Institusi Pendidikan dan Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Setelah itu data pasien diambil dari rekam medis dimana data yang digunakan adalah bayi baru lahir yang menderita
hiperbilirubinemia dari Januari 2011 sehingga Desember 2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dilakukan dengan menganalisa data pasien yang diambil dari rekam medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Analisis data ini akan
dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan program komputer
Windows SPSS.
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama
Pemerintah Daerah Prov. Sumatera Utara. Rumah Sakit ini terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan Indonesia. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
merupakan Rumah
Sakit tipe
A sesuai
dengan SK
Menkes no.
547MenkesSKVII1998 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502MenkesSKIX1991.
RSUP H. Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari pelayanan medis instalasi rawat jalan, rawat inap, perawatan intensif, gawat darurat,
bedah pusat, hemodialisa, pelayanan penunjang medis instalasi diagnostik terpadu, patologi klinik, patologi anatomi, radiologi, rehabilitasi medis, kardiovaskular,
mikrobiologi, pelayanan penunjang non-medis instalasi gizi, farmasi,
Central Sterilization Supply Depart
CSSD, bioelektrik medik, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit PKMRS, dan pelayanan non-medis instalasi tata usaha
pasien, teknik sipil pemulasaraan jenazah. Bagian rekam medis terletak di lantai dasar tepat dibelakang poliklinik
Obstetri Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan.
5.1.2. Deskripsi Karekteristik Responden
Responden pada penelitian ini sebanyak 43 orang bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia di RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011.
Karakteristik responden pada penelitian in dapat dijabarkan sebagai berikut:
5.1.2.1. Jenis kelamin bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia
Dari tabel 5.1, didapati jumlah responden laki-laki lebih banyak daripada responden perempuan dengan perbedaan yang sangat tipis, dimana terdapat 22 orang
51,2 responden bayi laki-laki dan 21 orang 48,8 responden bayi perempuan yang menderita hiperbilirubinemia.
No. Jenis Kelamin
Jumlah Persentasi
1. Laki-laki
22 51,2
2. Perempuan
21 48,8
Jumlah 43
100 Tabel 5.1. Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin pada Tahun 2011
5.1.2.2. Usia gestasi bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia
Dari tabel 5.2, didapati lebih banyak responden dari kelompok prematur bila dibandingkan dengan responden yang term. Jumlah responden prematur adalah 30
orang 69,8.
No. Usia gestasi
Jumlah Persentasi
1. Prematur
30 69,8
2. Term
13 30,2
Jumlah 43
100 Tabel 5.2. Distribusi Responden Menurut Usia Gestasi pada Tahun 2011
5.1.2.3. Berat badan lahir bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia
Dari tabel 5.3, responden yang paling banyak menderita hiperbilirubinemia adalah dari kelompok ‘berat badan lahir rendah’ sebanyak 21 orang48,8.
Tabel 5.3. Distribusi Responden Menurut Berat badan Lahir pada Tahun 2011 No.
Berat Badan Lahir Jumlah
Persentasi 1.
Sangat rendah 8
18,6 2.
Rendah 21
48,8 3.
Normal 14
32,6 Jumlah
43 100
5.1.2.4. Cara partus pada ibu yang melahirkan bayi yang menderita hiperbilirubinemia
Dari tabel 5.4, didapati lebih banyak responden yang melahirkan secara spontan bila dibandingkan dengan responden yang melahirkan secara seksio sesarea.
Jumlah responden yang melahirkan spontan adalah 27 orang 62,8. No.
Cara partus Jumlah
Persentasi 1.
Spontan 27
62,8 2.
Seksio sesarea 16
37,2 Jumlah
43 100
Tabel 5.4. Distribusi Responden Menurut Cara Partus pada Tahun 2011
5.2. Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis di RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011, diperoleh
data mengenai karakteristik atau gambaran yang dimiliki oleh bayi yang menderita hiperbilirubinemia yang menjadi responden dalam penelitian ini. Data-data
tersebutlah yang akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini, yang dapat dijabarkan sebagai berikut.
Secara keseluruhannya, sejumlah 43 orang bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia dari jumlah 401 bayi yang lahir dari Januari 2011- Desember
2011. Penelitian ini menunjukkan responden bayi laki-laki lebih banyak berbanding bayi perempuan dengan perbedaan yang sangat tipis. Sebanyak 22 orang bayi adalah
laki-laki51,2 dan 21 orang bayi adalah perempuan48,85. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit DR Sardjito Yogyakarta pada
tahun 2006 yang menyatakan bahwa bayi perempuan59,4 lebih banyak menderita hiperbilirubinemia dibanding bayi laki-laki40,6.
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah bayi perempuan yang lahir lebih banyak di Rumah Sakit DR Sardjito Yogyakarta. Jumlah bayi laki-laki
lebih banyak ini sesuai dengan pendapat Tioesco dkk bahawa mekanisme pengaruh jenis kelamin terhadap peningkatan kadar bilirubin belum jelas. Faktor yang diduga
mempengaruhi metabolisme bilirubin pada neonatus laki-laki adalah kromosom Y yang menyebabkan peningkatan metabolisme dan terjadinya defisiensi maturasi
sistem enzim pada pembentukan, metabolisme, dan eliminasi serum bilirubin, tetapi hal ini menjadi perdebatan para ahli. Penelitian oleh Newman dkk, mengemukakan
bahawa jenis kelamin merupakan salah satu prediktor hiperbilirubinemia pada neonatusTiesco,2005.
Apabila dilihat dari segi usia gestasi, kelompok neonatus yang lebih banyak menderita hiperbilirubinemia adalah bayi prematur sebanyak 30 orang69,8. Bayi
matur yang menderita hiperbilirubinemia adalah sebanyak 13 orang30,2. Hasil ini sesuai dengan penelitian dari RS Dr.Sarditjo menunjukkan pada bayi yang cukup
bulan, kejadian ikterus dan hiperbilirubinemia adalah sebanyak 82 dan 16,6. Padahal pada bayi prematur, kejadian ikterus dan hiperbilirubinemia adalah sebanyak
95 dan 56. Penelitian Maisels dkk mendapatkan bahawa hiperbilirubinemia terjadi terbanyak pada bayi prematur, rata-rata 37-38 minggu. Penelitian yang
dilakukan oleh Sarici dkk menemukan bahawa neonatus dengan usia gestasi 36-37 minggu memiliki faktor risiko 5,7 kali terjadinya hiperbilirubinemia dibanding
dengan neonatus dengan usia gestasi 39-40 minggu. Berdasarkan semua data ini, hiperbilirubinemia lebih cenderung terjadi pada
neonatus dari kelompok prematur. Risiko hiperbilirubinemia meningkat sesuai dengan kelahiran yang lebih dini. Ini adalah karena pada bayi prematur, peningkatan
kadar bilirubin serum hampir sama atau lebih kurang dari bayi matur, tetapi bilirubin menetap untuk waktu yang lebih lama. Ini yang menyebabkan kadar bilirubin lebih
tinggi pada bayi prematur dibanding maturNelson, 2007. Jika dilihat dari segi berat badan lahir, kelompok ‘berat badan sangat rendah’
adalah sebanyak 8 orang18,6, kelompok ‘berat badan rendah’ adalah 21 orang48,8 dan kelompok ‘berat badan normal’ adalah sebanyak 14 orang32,6.
Kelompok yang paling banyak menderita hipebilirubinemia adalah neonatus dari kelompok ‘berat badan lahir rendah’ yaitu dari 1500- 2500 gram. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit DR Sardjito Yogyakarta pada tahun 2006 yang menyatakan bahawa neonatus dengan berat badan lahir rendah
mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi. Bayi yang berat badannya lebih rendah dikategorikan kurang sehat. Maka
bayi tersebut akan mengalami kesulitan dalam konjugasi bilirubin dan eksresi
bilirubin keluar dari tubuh jika dibandingkan dengan bayi yang mempunyai berat badan lahir normal. Selain itu,
uptake
bilirubin oleh hati juga akan terganggu yang menyebabkan kadar bilirubin meningkatGotoff, 1999.
Dari segi cara partus, neonatus dari ibu yang melahirkan secara spontan lebih tinggi dari yang melahirkan secara seksio sesarea. Neonatus lahir spontan adalah
sebanyak 27 orang neonatus62,8 dan seksio sesarea sebanyak 16 orang neonatus37,2. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RS. Dr.
Kariadi Semarang pada 2007 yang menyatakan bahwa bayi baru lahir yang menderita hiperbilirubinemia dengan cara lahir spontan adalah 54 orang60 dan dengan cara
lahir dengan tindakan adalah 36 orang40. Cara partus seksio sesarea atau dengan tindakan yang seharusnya mempunyai
angka kejadian hiperbilirubinemia yang lebih tinggi. Ini karena pada persalinan sesarea atau dengan tindakan, risiko terjadi infeksi lebih besar dibanding persalinan
spontan. Tetapi penelitian ini menujukkan sebaliknya. Hal tersebut mungkin terjadi karena jumlah subjek penelitian terlalu sedikit.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan