Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun 2011-2013.
Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik
Medan Dari Tahun 2011-2013.
Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
MOGANAPPRIYAA A/P SANTHOSAM 110100417
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(2)
Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik
Medan Dari Tahun 2011-2013.
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
MOGANAPPRIYAA A/P SANTHOSAM 110100417
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(3)
(4)
ii
A
BSTRAK
Ikterus merupakan salah satu masalah yang paling umum pada bayi baru lahir. Ikterus bisa dijumpai pada bayi baru lahir dan bayi prematur. Ikterus adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Di RSUP Haji Adam Malik didapati 78 bayi menderita ikterus dari tahun 2011 hingga 2013.
Untuk identifikasi kejadian ikterus pada bayi baru lahir berdasarkan usia gestasi, kadar bilirubin dan jenis kelamin di RSUP Haji Adam Malik dari tahun 2011 hingga 2013. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan metode total sampling dan dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai Oktober 2014 di RSUP Haji Adam Malik. Data diperoleh melalui data sekunder yaitu melalui rekam medis anak yang menderita ikterus. Data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer.
Didapatkan kelompok bayi lelaki lebih banyak menderita ikterus yaitu berjumlah 48 bayi (61.5%). Dalam penelitian didapati bahwa kelompok bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu yang paling banyak menderita ikterus yaitu sebanyak 43 bayi (55.1%). Berdasarkan penelitian, pasien bayi paling banyak diketemukan dengan kadar bilirubin >12mg/dL yaitu sebanyak 37 bayi (47.4%).
Berdasarkan penelitian, bayi laki-laki lebih berisiko menderita ikterus berbanding bayi perempuan. Selain itu, didapati bayi yang dilahirkan dengan usia gestasi <37minggu lebih berpotensi kearah iketrus neonatarum. Pada bayi ikterus kadar bilirubin bisa mencapai >20mg/dL. Peneliti diharapkan dapat membantu pihak rumah sakit dan masyarakat agar lebih peka terhadap kejadian ikterus pada bayi baru lahir supaya angka kejadian menurun pada masa depan.
(5)
iii
ABSTRACT
Jaundice is one of the most common problems that can be found in newborns. Jaundice is a yellow pigmentation of skin as a result of excessive accumulation of bilirubin in the body. In Haji Adam Malik Hospital found 78 infants suffering from jaundice from 2011 to 2013.
To identify the incidence of jaundice in newborns by gestational age, bilirubin levels and gender in Haji Adam Malik Hospital from 2011 to 2013. This study used a descriptive method with total sampling method and conducted from July 2014 through October 2014 at RSUP Haji Adam Malik. Data obtained through secondary data through medical records of children suffering from jaundice. The data collected will be analyzed using a computer program.
Group obtained more male babies sufferes jaundice which amounted to 48 infants (61.5%). In the study found that the group of newborns with a gestational age less than 37 weeks at most suffer jaundice as many as 43 infants (55.1%). Based on the study, patients most commonly found babies with bilirubin levels> 12 mg / dL as many as 37 infants (47.4%).
Based on the study, boys and newborns with gestational age <37minggu more potential towards neonatarum jaundice. In infants jaundice bilirubin levels can reach> 20 mg / dL. Researcher are expected to help the hospital and the community to be more sensitive to the occurrence of jaundice in newborns in order to decrease the incidence rate in the future.
(6)
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan kasih dan kurnia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Kejadian Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik Medan Dari Tahun 2011-2013”. Dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada:
1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. T. Helvi Mardiani, M.Kes selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih atas segala bimbingan, ilmu, dan waktu yang diluangkan untuk membimbing penulis.
3. Pihak RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberi izin penelitian kepada saya untuk melakukan survei penelitian di rumah sakit tersebut. 4. Orang tua penulis yang membantu memberikan dukungan buat penulis. 5. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas
segala bantuan yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat lebih baik dalam bidang penelitian ke depannya kelak. Semoga ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 16 Januari 2015 Peneliti,
Moganappriyaa a/p Santhosam NIM : 110100417
(7)
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Definisi Ikterus ... 5
2.2. Etiologi ... 6
2.3. Klasifikasi ... 7
2.4. Manifestasi Klinis ... 7
2.5. Patofisiologi ... 9
2.6. Diagnosis ... 10
2.6.1. Anamnesis ... 10
2.6.2. Pemeriksaan Fisik ... 11
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium ... 12
2.7. Penatalaksanaan ... 12
2.8. Komplikasi ... 14
2.9. Pencegahan ... 14
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 16
3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 16
(8)
vi
3.3. Definisi Operasional ... 16
3.3.1. Ikterus ... 16
3.3.2. Usia Gestasi ... 17
3.3.3. Jenis Kelamin... 17
3.3.4. Kadar Bilirubin Total ... 17
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18
4.1. Jenis Penelitian ... 18
4.2. Waktu Dan Tempat Penelitian ... 18
4.3. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 18
4.4. Metode Pengumpulan Data... 20
4.5. Pengolahan dan Analisa Data ... 20
BAB 5 PEMBAHASAN ... 21
5.1. Hasil Penelitian ... 21
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 21
5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 21
5.2. Pembahasan ... 22
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 26
6.1. Kesimpulan ... 26
6.2. Saran ... 26
(9)
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.6 Serum Bilirubin Values ... 11 Tabel 3.1 Variabel, Alat Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Ukur ... 17 Table 5.1.1 Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Usia
Gestasi ... 21 Table 5.1.2 Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Kadar
Bilirubin ... 22 Table 5.1.3 Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Jenis
(10)
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.5. Metabolism Bilirubin ... 9 Gambar 2.6. Correlation Between Icteric Dermal Zones (Kramer) ... 11 Gambar 3.1. Kerangka Konsep Insidensi Pada Kejadian Ikterus
Pada Bayi Baru Lahir Di RSUP H.Adam Malik Medan
Tahun 2011-2013. ... 16 .
(11)
ix
DAFTAR SINGKATAN
G6PD Glucose-6-phosphate dehydrogenase UDPGT Uridine Diphosphate Glucuronyltransferase
(12)
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup
Lampiran 2 Lembar Ethical Clearance Lampiran 3 Surat Izin Penelitian Lampiran 4 Hasil Pengolahan
(13)
ii
A
BSTRAK
Ikterus merupakan salah satu masalah yang paling umum pada bayi baru lahir. Ikterus bisa dijumpai pada bayi baru lahir dan bayi prematur. Ikterus adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Di RSUP Haji Adam Malik didapati 78 bayi menderita ikterus dari tahun 2011 hingga 2013.
Untuk identifikasi kejadian ikterus pada bayi baru lahir berdasarkan usia gestasi, kadar bilirubin dan jenis kelamin di RSUP Haji Adam Malik dari tahun 2011 hingga 2013. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan metode total sampling dan dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai Oktober 2014 di RSUP Haji Adam Malik. Data diperoleh melalui data sekunder yaitu melalui rekam medis anak yang menderita ikterus. Data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer.
Didapatkan kelompok bayi lelaki lebih banyak menderita ikterus yaitu berjumlah 48 bayi (61.5%). Dalam penelitian didapati bahwa kelompok bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu yang paling banyak menderita ikterus yaitu sebanyak 43 bayi (55.1%). Berdasarkan penelitian, pasien bayi paling banyak diketemukan dengan kadar bilirubin >12mg/dL yaitu sebanyak 37 bayi (47.4%).
Berdasarkan penelitian, bayi laki-laki lebih berisiko menderita ikterus berbanding bayi perempuan. Selain itu, didapati bayi yang dilahirkan dengan usia gestasi <37minggu lebih berpotensi kearah iketrus neonatarum. Pada bayi ikterus kadar bilirubin bisa mencapai >20mg/dL. Peneliti diharapkan dapat membantu pihak rumah sakit dan masyarakat agar lebih peka terhadap kejadian ikterus pada bayi baru lahir supaya angka kejadian menurun pada masa depan.
(14)
iii
ABSTRACT
Jaundice is one of the most common problems that can be found in newborns. Jaundice is a yellow pigmentation of skin as a result of excessive accumulation of bilirubin in the body. In Haji Adam Malik Hospital found 78 infants suffering from jaundice from 2011 to 2013.
To identify the incidence of jaundice in newborns by gestational age, bilirubin levels and gender in Haji Adam Malik Hospital from 2011 to 2013. This study used a descriptive method with total sampling method and conducted from July 2014 through October 2014 at RSUP Haji Adam Malik. Data obtained through secondary data through medical records of children suffering from jaundice. The data collected will be analyzed using a computer program.
Group obtained more male babies sufferes jaundice which amounted to 48 infants (61.5%). In the study found that the group of newborns with a gestational age less than 37 weeks at most suffer jaundice as many as 43 infants (55.1%). Based on the study, patients most commonly found babies with bilirubin levels> 12 mg / dL as many as 37 infants (47.4%).
Based on the study, boys and newborns with gestational age <37minggu more potential towards neonatarum jaundice. In infants jaundice bilirubin levels can reach> 20 mg / dL. Researcher are expected to help the hospital and the community to be more sensitive to the occurrence of jaundice in newborns in order to decrease the incidence rate in the future.
(15)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Menurut Nelson (2007), ikterus pada bayi baru lahir dikenali sebagai ikterus neonatarum. Ikterus neonatarum sering bersifat fisiologis dan diidentifikasi sebagai salah satu masalah yang paling umum pada bayi baru lahir di seluruh dunia. Biasanya itu bukan kondisi yang mengancam jiwa, tetapi harus diberikan perhatian khusus untuk menghindari komplikasi selanjutnya. Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sklera mata dari putih menjadi kuning akibat peningkatan penumpukan bilirubin (hiperbilirubinemia) dalam sirkulasi darah dan ini terjadi pada minggu pertama kehidupan bayi. Hampir 60% bayi yang baru lahir dan 80% bayi preterm didapati ikterus pada minggu pertama setelah mereka lahir. Menurut The American Academy of Pediatrics (AAP), dikatakan bayi prematur laki-laki yang berusia gestasi <35 minggu berisiko lebih tinggi mengalami ikterus dan hiperbilirubinemia berbanding dengan bayi prematur perempuan.
Pada kebanyakan kasus, kadar bilirubin yang menyebabkan ikterus tidak berbahaya dan tidak memerlukan pengobatan, namun demikian pada beberapa kasus hiperbilirubinemia tersebut dapat berhubungan dengan beberapa penyakit, seperti: penyakit hemolitik, kelainan metabolik dan endokrin, kelainan hati, dan infeksi (Satrio, 2007).
Dalam suatu meta - analisis didapati bahwa ketidakcocokan golongan darah yang merupakan faktor yang mendasari tingkat bilirubin tinggi (> 400 mikromol / liter) pada bayi ikterus di Eropa dan Amerika Utara, sedangkan Defisiensi G6PD adalah kondisi paling umum yang terkait dalam kasus penyakit ikterus pada setiap bayi di Afrika , sementara ketidakcocokan golongan darah adalah faktor kedua yang paling umum pada grup ini . Defisiensi G6PD adalah kondisi yang paling sering dikaitkan pada bayi dengan hiperbilirubinemia > 255 mikromol/liter. Di Asia terdapat ketidakcocokan golongan darah dan defisiensi
(16)
2
G6PD adalah dua penyebab paling umum dan mereka diidentifikasi lebih sering pada bayi yang baru lahir atau premature dengan hiperbilirubinemia yang lebih parah (PubMed, 2010).
Di Amerika Serikat, sekitar 65% dari 4 juta bayi baru lahir mengalami ikterus. Pada tahun 1998 dalam servei yang dilakukan pemerintah Malaysia ditemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama. Ditemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan dalam sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003 ( HTA, 2004).
Di Nigeria telah dilakukan penelitian untuk menentukan kejadian ikterus klinis dan faktor predisposisi hiperbilirubinemia (serum bilirubin lebih besar dari atau sama dengan 10mg/dL ) bayi prematur. Dari 74 bayi dengan bilirubin serum 10mg/dL atau lebih, prematuritas saja sudah menjadi penyebab utama yang diidentifikasi pada 44 (59,5 %) bayi premature, yang terdapat defisiensi Glokosa - 6 - Fosfat Dehidrogenase (G6PD) dan septikemia merupakan faktor tambahan pada 13 (17,6 %) dan 7 (9,5 %) bayi prematur yang diuji. Beberapa faktor etiologi (prematuritas, septikemia dan defisiensi G6PD) telah diidentifikasi dalam enam (8,1 %) dari 74 bayi. Septikemia dikaitkan dengan tingkat bilirubin yang lebih tinggi dan peningkatan pada kadar kematian. Dua bayi yang mengalami kernikterus dalam penelitian itu memiliki septikemia. Dengan demikian, penyebab paling penting dari ikterus adalah prematur. Defisiensi G6PD sendiri tampaknya tidak meningkatkan keparahan hiperbilirubinemia dalam penelitian ini . Septikemia harus dicurigai dan segera diobati untuk mengurangi angka kematian dan risiko kernikterus pada bayi prematur dengan hiperbilirubinemia (Owa, 1990)
Di Indonesia diperoleh data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit. Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) ditemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir pada tahun 2003 sebesar 58% untuk kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin ≥12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi sehat
(17)
3
cukup bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5 mg/dL dan 23,8% mempunyai kadar bilitubin ≥13 mg/dL. Prevalensi ikterus neonatorum sebesar 13,7% di RS Dr. Kariadi Semarang sementara di RS Dr.Soetomo Surabaya didapati sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Dalam suatu survery yang dilakukan di RSUD Raden Mattaher, ditemukan kejadian ikterus neonatorum di bagian perinatologi sejak Agustus 2012 sampai Januari 2013 sebanyak 100 kasus. Faktor resiko seperti inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD, BBLR, sepsis neonatorum,dan prematuritas merupakan penyebab tersering ikterus neonatorum di wilayah Asia dan Asia Tenggara (Reisa, 2013)
Pada survey awal yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan, didapati terdapat sejumlah besar kasus ikterus yang dilaporkan di Departemen Perinatologi. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan menjadi tumpuan utama masyarakat medan bagi mendapatkan rawatan kesehatan karena kualitasnya yang bagus. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan karena faktor-faktor yang dinyatakan di atas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dapat merumuskan masalah yaitu Bagaimanakah gambaran kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H. Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H.Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Untuk identifikasi kejadian ikterus pada bayi baru lahir berdasarkan usia gestasi.
(18)
4
b) Untuk identifikasi kadar bilirubin total pada kejadian ikterus pada bayi baru lahir.
c) Untuk identifikasi kejadian ikterus pada bayi baru lahir berdasarkan jenis kelamin.
1.4 Manfaat Penelitian
a) Hasil penelitian ini dapat membantu untuk mengetahui tentang kejadian ikterus pada bayi baru lahir di Medan agar dapat melakukan penatalaksanaan dan pencegahan yang lebih baik.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah studi kepustakaan dan diharapkan menjadi suatu masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
(19)
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ikterus
Menurut Kristeen Moore (2013), Ikterus merupakan perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih ke kuning. Hal ini berlaku apabila berlakunya akumulasi bilirubin yang berlebihan dalam sistem tubuh karena terjadi kerusakan hati yang mencegah pembuangan bilirubin dari dalam darah. Ikterus juga bisa disebabkan oleh tersumbatnya saluran empedu yang menurunkan aliran empedu dan bilirubin dari hati kedalam usus.
Istilah jaundice berasal dari bahasa Perancis “jaune”, yang berarti “kuning” atau ikterus (berasal dari bahasa Yunani, icteros) menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan.
Menurut definisi WHO, bayi yang baru lahir, atau neonatus, adalah anak di bawah umur 28 hari. Selama 28 hari pertama kehidupan, bayi berada pada risiko tertinggi mati. Bayi aterm adalah bayi yang dilahirkan dengan umur kehamilan ibu antara 37-42 minggu (259 sampai 293 hari), manakala bayi post-term adalah umur kehamilan ibu > 42 minggu atau 294 hari. Bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari hari pertama haid terakhir).
Akumulasi bilirubin dalam darah berlaku pada bayi baru lahir adalah akibat proses ekskresi bilirubin terganggu karena pada bayi baru lahir hatinya masih dalam perkembangan sehingga tidak bisa mengeluarkan bilirubin dari dalam darah secara adekuat (Kristeen, 2013). The American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasi supaya setiap bayi baru lahir dilakukan pemeriksaan untuk ikterus sebelum meninggalkan rumah sakit dan pada hari ketiga hingga kelima setelah kelahiran.
(20)
6
2.2Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dan bayi preterm dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, etiologi ikterus neonatorum misalnya: a) Hemolitik
Hemolitik adalah keadaan dimana pemecahan eritrosit berlaku lebih cepat dan ini menyebabkan peningkatan pada penghasilan bilirubin. Keadaan ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya. Hal ini berbahaya karena bilirubin yang dominan adalah yang tidak terkonjungasi dan berpotensi menjadi neurotoksik. Hemolisis meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, defisiensi G6PD, piruvat kinase, sepsis, perdarahan tertutup dan internal b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Keadaan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah tidak terkonjungasi dengan albumin kemudian diangkut ke hepar. Obat seperti salisilat, sulfarazole dapat mempengaruhi ikatan bilirubin dengan albumin. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d) Gangguan dalam eksresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kebiasaanya infeksi yang menyebabkan obstruksi dalam hepar manakala kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan (Hassan, 1985).
(21)
7
2.3 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
2.3.1 Ikterus Fisiologi
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi kernikterus. Ikterus ini memiliki tanda-tanda berikut :
1. Timbul pada hari ke dua dan ketiga setelah bayi lahir
2. Dijumpai pada sekitar 60% pada bayi aterm dan 80% pada bayi prematur. 3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Pada bayi aterm bilirubin serum dapat mencapai kadar maksimum sebesar 6mg/dL antara hari ke-2 dan 4 manakala pada bayi prematur pula kadar bilirubin serum dapat memuncak setinggi 10-12mg/dL pada hari ke-5 dan 7. 5. Konsentrasi pigmen menurun secara bertahap, mencapai kadar normal
dalam 2minggu pada bayi preterm dan 2 bulan pada bayi preterm (Rudolph, 1995).
2.3.2 Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah Ikterus yang mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis memiliki tanda-tanda berikut:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg% pada bayi preterm.
3. Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg per hari. 4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
2.4Manifestasi klinis
Ikterus dimulai diwajah kemudian menyebar ke abdomen dan ekstrimitas. Secara klinis, ikterus dapat terdeteksi melalui warna kulit dengan cara menekan kulit dengan jari. Tekanan kulit menampakkan kemajuan ikterus ketika bilirubin
(22)
8
melebihi 5 mg/dL. Penekanan pada kulit dapat menampakan kemajuan anatomi ikterus pada muka (5 mg/dL), tengah abdomen (15 mg/dL), telapak kaki (20 mg/dL) tetapi pemeriksaan klinis tidak dapat diandalkan untuk memperkirakan tingkat bilirubin serum. Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis.
Ikterus akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit lebih cenderung untuk tampak kuning terang atau orange, manakala ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak berwarna kuning kehijauan.
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
1. Timbul pada hari ke dua dan ketiga setelah bayi lahir dan bilirubin serum akan kembali ke nilai normal pada minggu kedua.
2. Bilirubin serum > 6mg/dL pada bayi aterm dan 10-12 mg/dL pada bayi preterm.
Gambaran klinis ikterus patologis: 1. Terjadi pada 24 jam pertama
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg/dL pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5 mg/dL pada bayi preterm.
(23)
9
2.5.Patofisiologi
Gambar 2.5: Metabolism Bilirubin
Sumber: http://www.medscape.com/viewarticle/497028_2
Bilirubin indirek (tak terkonjugasi) merupakan produk penguraian haemoglobin dalam sistem retikuloendotelial. Hemoglobin terdapat dalam eritrosit (sel darah merah) yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Proses pemecahan tersebut menghasilkan haemglobin yang akan menjadi zat heme dan globin. Dalam proses berikutnya, zat-zat ini akan berubah menjadi bilirubin bebas atau bilirubin indirect. Terlebih, bayi baru lahir memiliki sel darah merah yang lebih banyak dibandingkan orang dewasa, dan dengan demikian lebih banyak yang dipecahkan dalam satu waktu. Hal ini berarti lebih banyak bilirubin yang dihasilkan tubuh bayi baru lahir. Jika bayi lahir premature maka jumlah bilirubin dalam darah dapat meningkat lebih dari level yang seharusnya.
(24)
10
Biliverdin dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yang kemudian lebih lanjut dimetabolisme menjadi bilirubin indirek tak terkonjugasi oleh enzim bilirubin reductase. Satu gram haemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek bersifat tidak larut dalam air tetapi larut lemak. Bilirubin akan terikat dengan albumin dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang sudah berikatan dengan albumin akan ke sel hepatosit, Enzim uridildiphosphoglukoronil transferase (UDPGT) dan mengkatalisa reaksi konjugasi dengan dua molekul glukoronide. Bilirubin terkonjugasi ini akan disekresikan ke dalam saluran empedu dan melewati usus. Setelah bilirubin direk terkonjungasi ini sampai di usus besar / kolon,dengan bantuan bakteri-bakteri usus bilirubin terkojungasi ini akan dimetabolism menjadi stercobilins dan kemudian diekskresi melalui feces (Hay,dll, 2001).
Akan tetapi proses ini terganggu pada bayi preterm karena pada bayi preterm hatinya masih dalam perkembangan sehingga tidak bisa mengeluarkan bilirubin dari dalam darah secara adekuat karena kurangnya kemampuan dari kerja uridil diphosphate glukoronil transferase (UDPGT). Ini mengakibatkan terjadinya akumulasi bilirubin dalam darah yang menyebabkan kulit dan sclera bayi preterm kekuningan. Kondisi ini dikatakan ikterus fisiologis (Nelson, 2007).
2.6Diagnosis 2.6.1 Anamnesis
Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis ikterus pada bayi baru lahir dan bayi preterm. Misalnya menanyakan tentang:
a) Riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
b) malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
c) Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya d) Riwayat inkompatibilitas darah
(25)
11
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari tergantung pada etiologic (Nelson, hlmn 757). Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit hitam/gelap dan bayi preterm (Lissauer, 2009).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer. Menurut Kramer, tubuh bayi telah dibagi kepada 5 bagian untuk dilakukan penilaian terhadap derajat ikterus. Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan jari telunjuk di tempat yng tulangnya menojol seperti tulang hidung, tulang dada dan lutut.
Tabel 2.6: Serum Bilirubin Values
Gambar 2.6: Correlation Between Icteric Dermal Zones (Kramer) Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Szabo,dll, 2004) .
Sumber :
http://www.neonatologie.usz.ch/Documents/Research/Publications/for_pub_szabo _2004_detection_hyperbilirubinaemia.pdf
Dermal Zone Serum Bilirubin (µmol/L)
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan +
Tungkai
250
(26)
12
2.6.3 Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek) harus dilakukan pada bayi yang mengalami ikterus. Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain adalah bilirubin direk,hitung darah lengkap, hitung retikulosit dan apusan morfologi darah tepi, golongan darah dan ‘Coombs test’, skrining G6PD, albumin serum dan urinalisis bagi mengetahui zat pereduksi (galaktosemia) (Lissauer, 2009).
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Mempercepat proses kojungasi
Ini dapat dilakukan dengan pemberian fenobarbital. Obat ini bekerja sebagai ‘enzyme inducer’ sehingga konjugasi dipercepat. Cara pengobatan ini tidak begitu efektif dan memerlukan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Pemberian fenobarbital lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi bawaan (Hassan, 1985).
2.7.2 Pemberian substrat yang kurang seperti albumin dan glukosa untuk transportasi atau konjugasi
Contohnya pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Kebiasaanya, albumin diberikan sebelum transfusi tukar dilakukan. Hal ini karena, albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energy.
2.7.3 Fototerapi
Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau. Fototerapi adalah aplikasi lampu neon untuk mengubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi pigmen yang larut dalam air untuk memfasilitasi ekskresi bilirubin. Efektivitasnya tergantung pada tingkat luas permukaan bayi terkena lampu fototerapi. Telah ditemukan bahwa sumber cahaya yang paling efektif
(27)
13
disediakan adalah tabung khusus fluorescent biru. Efektivitas fototerapi dapat ditingkatkan dengan menempatkan pad serat optik di bawah bayi di atau lampu fototerapi di atas kepala bagi mempermudahkan paparan ganda( double exposure) (Truman, 2006).
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup supaya cahaya yang dipantulakan tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis ( HTA, 2004).
2.7.4 Transfusi tukar
Transfusi tukar dilakukan pada tingkat bilirubin yang lebih tinggi dari 380 umol/l pada bayi baru lahir, 350 umol/1 pada bayi dengan usia gestasi 35-38minggu, 280 umol/l pada bayi dengan usia gestasi 31-34 minggu dan 240 umol/l pada bayi di bawah 30 minggu kehamilan. Transfusi tukar memberikan hasil yang lebih cepat daripada fototerapi tetapi dapat memiliki komplikasi signifikan (Truman, 2006).
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sepanjang proses transfuse tukar, misalnya;
1. Neonatus harus dilengkapi dengan alat monitor kardio-respirasi. 2. Tekanan darah harus sering dipantau.
(28)
14
3. Neonatus harus dalam keadaan puasa bila perlu dipasang selang nasogastric.
4. Neonatus dipasang infus.
5. Suhu tubuh dipantau dan dijaga dalam batas normal. 6. Disediakan peralatan resusitasi bawaan (Hassan, 1985).
2.8 Komplikasi
Hal yang dikhawatikan pada setiap pasien yang ikterus dan hiperbilirubinemia adalah peningkatan bilirubin indirek sampai ke kadar yang dapat merusak otak. Keadaan ini disebut kernicterus. Secara patologis, kernikterus atau ensefalopsti menyebabkan nekrosis neuron di ganglia basal, korteks hipokampus, dan nucleus subtalamikus otak. Ada hasil penelitian yang menunjukkan adanya konsentrasi bilirubin serum “kritis” tertentu, yang apabila dilampaui akan menyebabkan kernicterus pada sejumlah signifikan bayi. Konsentrasi bilirubin serum “kritis” sebesar 20mg/dL atau lebih selama seminggu setelah lahir umumnya diterima sebagai indikasi untuk transfusi darah karena berisiko tinggi untuk mendapat kernicterus. Konsentrasi bilirubin serum kritis belum ditentukan untuk bayi aterm tanpa penyakit hemolitik atau untuk bayi prematur. Persoalan yang masih belum terjawab adalah, apakah kadar bilirubin serum tertentu dapat digunakan untuk memperkirakan terjadinya kerusakan otak terkait bilirubin dalam kaitannya usia gestasi atau berat lahir. Hal ini karena ,kernicterus pernah dilaporkan terjadi pada kadar bilirubin serendah 9mg/dL pada bayi premature dengan asidosi, asfiksia, sindrom distress pernafasan, hipoglikemia, sepsis, atau hipotermia(Rudolph, 1995).
2.9. Pencegahan
Kejadian ikterus dapat dicegah melalui pengawasan antenatal yang baik. Selain itu, harus dilakukan penghindaran terhadap obat-obatan yang meningkatkan iketerus pada bayi masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain. Ikterus dapat dihentikan peningkatannya dengan melakukan pencegahan dan mengobati hipoksia pada
(29)
15
janin dan neonatus. Kejadian ikterus dapat dikurangkan dengan penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus, iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir dan mencegah infeksi.
(30)
16
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian ini adalah untuk mengetahui usia gestasi, jenis kelamin, berat badan dan kadar bilirubin total pada kejadian ikterus pada bayi preterm di RSUP H. Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013.
Berdasarkan tujuan dari penelitian, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
\
Gambar 3.1. Kerangka konsep insidensi pada kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H.Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013
3.2. Variabel yang diteliti :
Variabel dalam penelitian ini adalah ikterus dan usia gestasi, jenis kelamin, dan kadar bilirubin total.
3.3. Definisi Operasional :
Definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.3.1 Ikterus
Ikterus merupakan kondisi pewarnaan kuning pada kulit bayi akibat peningkatan kadar bilirubin yang dapat diketahui melalui observasi dan
Ikterus - Usia Gestasi
- Jenis kelamin - Kadar Bilirubin total
(31)
17
pemeriksaan fisik pada kulit bayi dan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan catatan rekam medik.
3.3.2 Usia Gestasi
Usia gestasi ditentukan pada bulan keberapa bayi dilahirkan berdasarkan usia kehamilan ibu sesuai dengan catatan rekam medik.
3.3.3 Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh setiap individu berdasarkan penampilan fisik yang diidentifikasi melalui pemeriksaan pada alat kelamin bayi sesuai dengan catatan rekam medik.
3.3.4 Kadar Bilirubin Total
Nilai total serum bilirubin yang diukur pada bayi melalui pemeriksaan laboratorium sesuai dengan catatan rekam medik.
Faktor yang mempengaruhi ikterus adalah faktor dapat berpengaruh dalam terjadinya ikterus:
Tabel 3.1. Variabel, Alat Ukur, Cara Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Ukur Variable Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Usia Gestasi
Data sekunder dari rekam medis Analisis data rekam medis >37 minggu <37 minggu Ordinal Jenis kelamin Data sekunder dari rekam medis Analisis data rekam medis Laki-laki atau perempuan Nominal Kadar bilirubin total Data sekunder dari rekam medis Analisis data rekam medis <10 mg/dL >10mg/dL Ordinal
(32)
18
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1.Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat cross-sectional yang bertujuan untuk melihat kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H.Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013.
4.2.Waktu Dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini mulai dirancang pada bulan Februari 2014 dari menentukan judul, menyusun proposal di mana pembentangan proposal dilaksanakan kemudiannya dilanjutkan dengan melakukan penelitian pada bulan September 2014. Setelah itu, akan diteruskan dengan seminar hasil pada bulan Desember 2014.
4.2.2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan, dengan pertimbangan yaitu tersedianya data pasien bayi baru lahir dengan ikterus dari tahun 2011-2013 dan belum pernah dilakukan penelitian tentang kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H.Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013.
4.3. Populasi Dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien bayi baru lahir di RSUP H.Adam Malik Medan dari Januari 2011 - Desember 2013.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah pasien bayi baru lahir ikterus yang menjalani pemeriksaan laboratorium di RSUP H. Adam Malik Medan periode bulan Januari
(33)
19
2011 hingga Desember 2013 . Jumlah sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah 100 orang, dihitung dengan menggunakan rumus estimasi data proporsi populasi infinit. Teknik penarikan sampel adalah consecutive sampling tetapi memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan.
Rumus penghitungan sampel: n= Z21- α/2 p. (1-p) d2
Keterangan :
n = besar sample minimum
Z21- α/2 p. (1-p) = nilai distrubusi normal buku (table Z) pada α tertentu P = harga proporsi di populasi
d =kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
Berdasarkan rumus di atas, tingkat kemaknaan yang dikehendaki adalah sebesar 95% sehingga nilai Z21- α/2 diperoleh 1,96. Dengan proporsinya belum diketahui maka nilai p yang dipergunakan adalah 0,5 sehingga nilai (1-p) menjadi 0,5. Kesalahan absolut yang diinginkan dalam penelitian ini adalah sebesar 10%
n = 1,962. 0,5 (1-0,5) 0,102
n = 96.04
Maka, besar sample yang diperlukan adalah 96,04 respondan dan dibulatkan menjadi 100 responden.
Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah total sampling tetapi memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan karena tidak cukup respondan sekiranya penelitian diteruskan dengan consecutive sampling. Sampel yang diperolehi adalah sebanyak 78 pasien.
(34)
20
4.3.3. Kriteria inklusi :
Semua data rekam medis yang dilakukan pemeriksaan laboratorium termasuk pemeriksaan kadar bilirubin di RSUP. H Adam Malik Medan dari Januari 2011 Desember 2013.
4.3.4. Kriteria eksklusi :
Data rekam medis yang tidak lengkap dan bayi ikterus dengan infeksi dan ABO incompatibility.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui data sekunder yaitu melalui rekam medis pasien bayi baru lahir dengan ikterus. Data ini diperoleh dari unit rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan .
4.5. Pengolahan Dan Analisis Data
Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat, dikelompokkan kemudian diolah sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu untuk melihat gambaran kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP H.Adam Malik Medan dari Tahun 2011-2013.
(35)
21
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
RSUP Haji Adam Malik, Medan terletak di kecamatan Medan Sunggal di Jalan Bunga Lau Nomor 17, Medan. Rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan pusat untuk kota Medan. Berdasarkan hasil observasi awal sebelum dilakukan penelitian, RSUP H. Adam Malik, Medan merupakan rumah sakit Tipe A karena mempunyai fasilitas yang lengkap serta memiliki ahli-ahli kebidanan dan data rekam medis yang lengkap. Pasien juga relatif banyak pada tahun yang diteliti dan ini memudahkan analisa data karena lebih signifikan. Data rekam medis di rumah sakit ini juga masih dalam keadaan baik dan teratur.
5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah data semua kejadian ikterus pada bayi baru lahir di RSUP Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2011-2013. Semua data sampel yang diambil adalah data sekunder yang diambil dari Instalasi Rekam Medis, dan Instalasi Rindu B RSUP Haji Adam Malik. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik total sampling. Jumlah data rekam medis yang diteliti adalah 78. Pada penelitian ini, karakteristik sampel dapat dibedakan berdasarkan jenis kelamin, usia gestasi, ikterik dan kadar bilirubin.
Tabel 5.1.1 Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Usia Gestasi
Usia Gestasi Frekuensi Persentase (%)
<37 minggu 43 55.1
>37minggu 35 44.9
(36)
22
Berdasarkan tabel 1, didapati bahwa kelompok bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu yang paling banyak menderita ikterus yaitu sebanyak 43 bayi (55.1%) berbanding dengan kelompok bayi yang dilahirkan dengan usia gestasi lebih 37 minggu yaitu 35 bayi (44.9%).
Tabel 5.1.2 Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Kadar Bilirubin
Kadar bilirubin (mg/dL) Frekuensi Persentase (%)
<10 24 30.8
>10 54 69.2
Total 78 100
Berdasarkan tabel 2, pasien bayi paling banyak diketemukan adalah dengan kadar bilirubin >10mg/dL yaitu sebanyak 54 bayi (69.2%) dan diikuti dengan bayi dengan kadar bilirubin <10 mg/dL yaitu sebanyak 24 bayi (30.8%).
Tabel 5.1.3 Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-laki Perempuan 48 30 61.5 38.5
Total 78 100
Berdasarkan tabel 3, didapati bahwa pasien bayi yang menderita ikterus yang berjenis kelamin lelaki berjumlah 48 bayi (61.5%) dan berjenis perempuan berjumlah 30 bayi (38.5 %). Dari hasil tabel tersebut dapat dilihat bahwa bayi lelaki lebih banyak dibanding bayi perempuan.
5.2. Pembahasan
Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Usia Gestasi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada status rekam medis pasien di RSUP Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2011-2013, didapatkan sebanyak 78 sampel pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
(37)
23
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok bayi yang lahir dengan usia gestasi kurang dari 37 minggu yang paling banyak menderita ikterus yaitu sebanyak 43 bayi (55.1%) berbanding dengan kelompok bayi yang dilahirkan dengan usia gestasi lebih 37 minggu yaitu sebanyak 35 bayi (44.9%).
Hal ini sesuai dengan penelititian yang dilakukan oleh Iranian Red Crescent Medical Journal. Jurnal tersebut mengatakan ikterus adalah masalah umum yang sering terlihat pada 60% bayi aterm & 80% pada bayi prematur.
Menurut Novie, mengatakan dalam penelitiannya ikterus terjadi pada 59 (83,1%) dari 71 bayi cukup bulan yang dilahirkan dan 20 dari 21 (95,2%) bayi prematur yang dilahirkan. Hal ini sesuai dengan hasil peneliti. (Novie,2010).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Reisa. Penelitiannya menunjukkan 22 (51,2%) bayi preterm, 2 (4,7%) bayi posterm dan 19 (44,1%) bayi didapati ikterus. Dikatakan bayi prematur lebih berisiko terhadap terhadap ikterus neonatarum karena pada bayi prematur aktifitas uridine difosfat glukoronil transferase hepatic jelas menurun. Selain itu, bias juga karena pemecahan eritrosit lebih cepat yang menyebabkan terjadinya peningkatan hemolisis pada bayi prematur.
Dalam suatu penelitian yang dilakukan di Nigeria diidentifikasi ikterus pada 44 (59,5%) bayi premature dan 30 (40.545%) bayi cukup bulan. (Owa,1990).
Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Kadar Bilirubin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar bilirubin total >10mg/dL didapati pada 54 bayi (69.2%) dan diikuti bayi dengan kadar bilirubin <10mg/dL sebanyak 24 bayi (21.8%). Dengan kata lain, ikterus pada bayi baru lahir dapat melebihi 10mg/dL sampai 20mg/dL dan menyebabkan komplikasi seperti kernikterus. Pada penelitian terdapat dua sampel pasien yang ditemui dengan kadar bilirubin kritis di mana kadar bilirubinnya melebihi 20mg/dL.
Suatu studi telah dilakukan pada 125 bayi baru lahir di Pakistan. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kadar bilirubin 0-5mg/dL didapati pada 3 bayi (2.4%), diikuti dengan kadar bilirubin 5.1-9.9mg/dL pada 38 bayi
(38)
24
(30.4%). Kadar bilirubin 10-14.9 dijumpai pada 56 bayi (44.8%) dan kadar bilirubin 15-20 didapati pada 23 bayi (18.4%) serta kadar bilirubin >20 didapati pada 5 bayi (4.0%). Hasil penelitian ini cocok dengan hasil peneliti (Shiyam, 2010).
Karakteristik Dasar Sampel Ikterus Berdasarkan Jenis Kelamin
Dalam penelitian didapati bayi laki-laki lebih banyak menderita ikterus berbanding dengan bayi perempuan. Didapati bahwa pasien bayi yang menderita ikterus yang berjenis kelamin lelaki berjumlah 48 bayi (61.5%) dan berjenis perempuan berjumlah 30 bayi (38.5 %).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Reisa Maulidya Tazami. Jurnal mengatakan bayi laki-laki memiliki risiko ikterus lebih tinggi dibandingkan dengan bayi perempuan karena Sindrom Gilbert didapati dua kali lipat pada laki-laki (12.4%) berbanding perempuan (4.8%). Selain itu, hal ini berlaku karena kelainan Defisiensi G6PD yang sering pada bayi laki-laki karena terkait dengan kromosom sex (x-linked).
Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh DR. D.V. Krishna Veni. Penelitiannya menunjukkan 50 (63%) adalah bayi perempuan , 29 (37%) adalah laki-laki bayi .
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Hospital Namazi dari Februari 2009 – Februari 2010 terhadap 170 bayi baru lahir. Hasil penelitian menunjukkan 99 (58,2%) bayi laki-laki dan 71 (41.8%) bayi perempuan yang menderita ikterus (Khadije,2013).
Suatu studi telah dilakukan di University Hospital of West Indie (UHWI). Hasil penelitian menujukkan sebanyak 103 (61%) bayi laki-laki dan 67 (39%) bayi perempuan yang didapati ikterus. Hal ini sesuai dengan hasil peneliti.
Dalam suatu studi yang dilakukan terhadap 371 bayi baru lahir,didapati ratio bayi laki-laki banding bayi perempuan adalah 1.3:1. Hal ini sesuai dengan hasil peneliti.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Karachi, Pakistan dari September 2004 sehingga July 2006 terhadap 466 bayi baru lahir. Penelitian
(39)
25
menunjukkan 52.1% bayi laki-laki dan 47.9% bayi perempuan yang didapati ikterus (Shiyam, 2010).
(40)
26
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Dalam penelitian yang dilakukan didapati ikterus lebih banyak didapati pada bayi preterm yang dilahirkan pada usia gestasi <37 minggu sebanyak 43 bayi (55.1%) berbanding dengan bayi aterm yang dilahirkan pada usia gestasi >37 minggu sebanyak 35 bayi (44.9%).
2. Dari 78 bayi ikterus didapati yang berjenis kelamin lelaki berjumlah 48 bayi (61.5%) dan berjenis perempuan berjumlah 30 bayi (38.5 %).
3. Dalam penelitian ini, pasien bayi paling banyak diketemukan adalah dengan kadar bilirubin >12mg/dL yaitu sebanyak 37 bayi (47.4%), diikuti bayi dengan kadar bilirubin <10 mg/dL yaitu sebanyak 24 bayi (30.8%) dan bayi dengan kadar bilirubin 10-12mg/dL yaitu sebanyak 17 bayi (21.8%).
6.2. Saran
1) Bagi Peneliti
Perlu adanya penelitian yang lebih dalam lagi tentang kejadian ikterus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir berdasarkan usia gestasi, jenis kelamin, ikterik dan kadar bilirubin. Hal ini adalah supaya menambah wawasan tentang kejadian ikterus pada bayi.
2) Bagi Masyarakat
Penelitian ini bertujuan agar masyarakat dapat lebih mengetahui kejadian ikterus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. Diharapkan bahwa masyarakat akan lebih peka terhadap kejadian ikterus yang dijumpai pada bayi baru lahir
(41)
27
3) Bagi tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan harus lebih memerhatikan kejadian ikterus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. Bagi ibu bapa penderita harus diberi suluhan, agar mengkonsumsi gizi yang baik bagi anak dan ibu.
(42)
28
DAFTAR PUSTAKA
American Academy Of Pediatrics, 2004. Management of Hyperbilirubinemia in the Newborn Infant 35 or More Weeks of Gestation. Available from: http://pediatrics.aappublications.org/content/114/1/297.full.html. [Accesed 15 May 2014].
Hassan, R., Alatas, H., 1985. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. In:Ikterus Pada Bayi Baru Lahir . Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta :1101-1108.
Hay, W.W., Hayward, A.R., Levin, M.J., Sondheimer, J.M., 2001. Current Pediatric Diagnosis and Treatment. In: Thilo, E.H., Rosenberg, A.A, ed. The Newborn Infant : 11-13.
Kliegman et al. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th edition Vol 1. In:Philadelphia: Jaundice And Hyperbilirubinemia In The Newborn. WB Saunders :756-58; 768.
Lissauer, T., Fanaroff, A., 2009. At a Glance Neonatologi. In:Ikterus. Blackwell Publishing LTD:96-99.
Moore, K., 2013. What is Jaundice,Healthline. Available from: http://www.healthline.com/health/jaundice-yellow
skin#Diagnosis.[Accesed 17 April 2014].
Owa, J.A, Dawodu, A.H, 1990. Neonatal jaundice among Nigerian preterm infants. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2083201. [Accesed 18 April 2014].
(43)
29
PubMed Health. 2010. A service of the National Library of Medicine, National Institutes of Health.National Collaborating Centre for Women's and Children's Health (UK). Neonatal Jaundice : 4-5.
Rudolph, A.M., Hoffman, J.I.E., Rudolph, C.D., 1995. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 2. In: Bucuvalas, J.C., Balistreri, W.F., ed. Hepar dan Saluran Empedu :1249-1250;1252.
Szabo, P.,Wolf , M., Bucher, H.U., Fauche`re , J.C., Haensse, D., Arlettaz, R., 2001. Detection Of Hyperbilirubinaemia In Jaundiced Full-Term Neonates By Eye Or By Bilirubinometer?. Available from: http://www.neonatologie.usz.ch/Documents/Research/Publications/for_pu b_szabo_204_detection_hyperbilirubinaemia.pdf. [Accesed 18 April 2014].
Tazami, R.M., 2013. Gambaran Faktor Risiko Ikterus Neonatorum Pada Neonatus Di Ruang Perinatologi Rsud Raden Mattaher Jambi Tahun
2013. Available from:
http://online-journal.unja.ac.id/index.php/kedokteran/article/view/981. [Accesed 20April 2014].
Trumen, Pamela., 2006. Jaundice in the preterm infant. Available from: http://search.proquest.com/docview/218891847/F2E17C14E394B9DPQ/1 ?accounti=50257. [Accesed 18 April 2014].
Tylera, W., McKiernanb, P.J., 2006. Prolonged Jaundice In The Preterm Infant—
What To Do, When And Why. Available from:
http://www.neonatos.org/documentos/Ictericia%20prolongada.pdf. [Accesed 02 May 2014].
Wibowo, S., 2007. Perbandingan Kadar Bilirubin Neonatus Dengan Dan Tanpa Defisiensi Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase, Infeksi Dan Tidak Infeksi. Available from:
(44)
30
http://eprints.undip.ac.id/18714/1/Satrio_Wibowo2.pdf. [Accesed 20 April 2014].
Najib, K.S., Saki, F., Hemmati, F., Inaloo, S., 2013. Incidence, Risk Factors And Cause Of Severe Neonatal Hyperbilirubinemia In The South Of Iran (Fars Province). Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3745759/. [Accesed
9Desember 2014].
Mauliku, N.E., Nurjanah, A., 2010. Factor-Faktor Pada Ibu Bersalin Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hiperbilirubinemia Pada Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit Dustira Cimahi Tahun 2009. Available from: http://stikesayani.ac.id/publikasi/ejournal/files/2010/201012/201012-003.pdf. [Accesed 8 Desember 2014].
Tikmani, S.S., Warraich, H.J., Abassi, F.., Rizvi, A., Darmstadt, G.L., Zaidi, A.K.M., 2010 Incidence Of Neonatal Hyperbilirubinemia : A Population-Based Prospective Study In Pakistan. Available from: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.13653156.2010.02496.x/full. [Accesed 8 Desember 2014].
Veni, D.V.K., 2013. The Study On The Effect Of Gender On Serum Bilirubin Concentration In Infants With Neonatal Hyperbilirubinemia. Available from: http://www.ijpbs.net/cms/php/upload/2290_pdf.pdf. [Accesed 11 Desember 2014].
NewRx,2012. Infant, Newborn Diseases And Conditions New Finding From University Of The West Indies Describe Advances In Neonatal Jaundice. Available from:
http://search.proquest.com/docview/1030402007/fulltext/9795D3BB73D5 4FBCPQ/2?accountid=50257. [Accesed 11 Desember 2014].
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
LAMPIRAN 5
usgestasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <37 43 55.1 55.1 55.1
>37 35 44.9 44.9 100.0
Total 78 100.0 100.0
Jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 48 61.5 61.5 61.5
perempuan 30 38.5 38.5 100.0
Total 78 100.0 100.0
Kdr bilirubin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <10 24 30.8 30.8 30.8
>10 54 69.2 69.2 100.0
(1)
30
http://eprints.undip.ac.id/18714/1/Satrio_Wibowo2.pdf. [Accesed 20 April 2014].
Najib, K.S., Saki, F., Hemmati, F., Inaloo, S., 2013. Incidence, Risk Factors And Cause Of Severe Neonatal Hyperbilirubinemia In The South Of Iran (Fars Province). Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3745759/. [Accesed 9Desember 2014].
Mauliku, N.E., Nurjanah, A., 2010. Factor-Faktor Pada Ibu Bersalin Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hiperbilirubinemia Pada Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit Dustira Cimahi Tahun 2009. Available from:
http://stikesayani.ac.id/publikasi/ejournal/files/2010/201012/201012-003.pdf. [Accesed 8 Desember 2014].
Tikmani, S.S., Warraich, H.J., Abassi, F.., Rizvi, A., Darmstadt, G.L., Zaidi, A.K.M., 2010 Incidence Of Neonatal Hyperbilirubinemia : A Population-Based Prospective Study In Pakistan. Available from:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.13653156.2010.02496.x/full. [Accesed 8 Desember 2014].
Veni, D.V.K., 2013. The Study On The Effect Of Gender On Serum Bilirubin Concentration In Infants With Neonatal Hyperbilirubinemia. Available from: http://www.ijpbs.net/cms/php/upload/2290_pdf.pdf. [Accesed 11 Desember 2014].
NewRx,2012. Infant, Newborn Diseases And Conditions New Finding From University Of The West Indies Describe Advances In Neonatal Jaundice. Available from:
http://search.proquest.com/docview/1030402007/fulltext/9795D3BB73D5 4FBCPQ/2?accountid=50257. [Accesed 11 Desember 2014].
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
LAMPIRAN 5
usgestasi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <37 43 55.1 55.1 55.1
>37 35 44.9 44.9 100.0
Total 78 100.0 100.0
Jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid laki-laki 48 61.5 61.5 61.5
perempuan 30 38.5 38.5 100.0
Total 78 100.0 100.0
Kdr bilirubin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid <10 24 30.8 30.8 30.8
>10 54 69.2 69.2 100.0