Metode Penelitian Penggunaan Instrumen Anti Pencucian Uang Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana Korupsi saat ini tidak saja digolongkan sebagai extraordinary crime tetapi juga sudah merupakan kejahatan transnasional, karena itu berbagai metode baru telah diterapkan dalam upaya penanggulangan seperti perubahan pada rumusan delik, sanksi pidana, kewenangan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi, pengaturan tentang gratifikasi, pengembalian uang negara tidak menghapus sifat melawan hukum tindak pidana korupsi serta perubahan pengertian keuangan negara dan perluasan pengertian alat bukti petunjuk, pegawai negeri dan ajaran sifat melawan hukum.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan Bambang Sunggono menyatakan bahwa dalam penulisan sebuah karya ilmiah ada terdapat 2 dua jenis metode penelitian, yaitu : 1. Penelitian yuridis normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya kepada peraturan-peraturan yang tertulis dan bahan hokum yang lain. Penelitian hukum ini juga disebut sebagai penelitian kepustakaan ataupun studi dokumen disebabkan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Penelitian kepustakaan demikian dapat pula dikatakan sebagai lawan dari penelitian empiris penelitian lapangan. 52 2. Penelitian yuridis empiris disebut juga dengan penelitian hukum non doktrinal karena penelitian ini berupa studi-studi empiris untuk 52 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007, hlm. 81. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum di dalam masyarakat. Atau yang disebut juga sebagai Socio Legal Research. 53 Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif atau penelitian yuridis normatif yaitu dengan pengumpulan data secara studi pustaka library research. 2. Sumber data Penelitian hukum yang bersifat normatif selalu menitikberatkan pada data sekunder. Data sekunder pada penelitian dapat dibedakan menjadi : a. Bahan hukum primer, yaitu norma atau kaedah dasar, bahan hukum yang mengikat seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana maupun peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan kebijakan hukum pidana dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia tentang tindak pidana pencucian uang dalam hal ini termasuk Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang , Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan lain-lain. 53 Ibid, hlm. 43. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang meberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus Inggris- Indonesia, kamus hukum, ensiklopedia dan lain-lain. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data yaitu melalui Penelitian Kepustakaan atau Library Research yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dan meneliti melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi. Penelitian yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan Perundang-undangan maupun dokumentasi lainnya seperti karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet, maupun sumber teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi yang penulis ajukan. 4. Analisis Data Data yang diperoleh melalui studi pustaka dikumpulkan, diurutkan, dan kemudian diorganisir dalam suatu pola kategori dan uraian dasar. 54 54 Burhan Bungin, Analisis Data dan Penelitian Kualitatif : Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Model Aplikasi, Grafindo Persada, Jakarta, 2003, halaman 68-69. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu lebih fokus kepada analisis hukumnya dan menelaah bahan-bahan hukum baik yang berasal dari peraturan Perundang-undangan, dan buku-buku yang berhubungan dengan skripsi ini. Penelitian dilakukan dengan mengikhtisarkan hasil pengumpulan data selengkap mungkin serta memilahnya menjadi suatu konsep, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kategori, atau tema tertentu sehingga dapat menjawab permasalhan-permasalahan dalam skripsi ini. H. SISTEMATIKA PENELITIAN Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah skripsi ini, maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam 4 empat BAB, yang gambarannya adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini secara umum digambarkan garis besar tentang Latar Belakang Pemilihan Judul yang dipilih oleh penulis serta hal-hal yang mendorong penulis dalam mengangkat judul Penggunaan Instrumen Anti Pencucian Uang dalam penanggulangan Tindak Pidana Korupsi dan Bab ini juga mencakup Permasalahan pokok skripsi ini, Tujuan penulis melakukan penelitian, Manfaat dari Penelitian, Metodologi Penelitian serta Sistematika Penulisan. BAB II: HUBUNGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Bagian ini membahas tentang bagaimana keterkaitan antara Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak pidana Pencucian Uang, proses pencucian uang dari hasil Tindak Pidana Korupsi dan bagaimana pola kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang. BAB III: SINERGITAS INSTRUMEN ANTI PENCUCIAN UANG DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bagian ini merupakan Pembahasan dari judul yang diambil oleh penulis sehingga dalam Bab ini dijelaskan bagaimana sinergitas Instrumen Anti Pencucian Uang dalam penanggulangan Tindak Pidana Korupsi. BAB IV: PENUTUP Bagian akhir skripsi ini berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran dari penulis yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II HUBUNGAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG A. Keterkaitan Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Tindak Pidana Korupsi dengan Tindak Pidana Pencucian Uang memiliki hubungan atau keterkaitan yang sangat fundamental. Hal tersebut secara jelas dapat dilihat dalam pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam Undang- Undang itu sendiri dikenal satu istilah yang disebut dengan “tindak pidana asal” predicate crime. Tindak pidana asal predicate crime didefenisikan sebagai tindak pidana yang memicu sumber terjadinya tindak pidana pencucian uang. Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika: d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migrant; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan; UNIVERSITAS SUMATERA UTARA t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Kesatuaan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. 55 Praktik-praktik money laundering dewasa ini sangat sering dilakukan terhadap uang yang diperoleh dari kejahatan korupsi. Praktik pencucian uang money laundering mungkin hanyalah sebuah cara untuk melakukan penyamaran atau penyembunyian atas hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Pencucian uang kemudian dipakai sebagai tameng atas uang hasil kejahatan korupsi tersebut. Oleh karena itu, adanya ketentuan-ketentuan atau regulasi tentang tindak pidana pencucian uang sangat besar manfaatnya untuk menggagalkan tindak pidana korupsi. Di Indonesia, dengan semakin maraknya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat negara memberikan dampak yang sangat Dari ketentuan pasal tersebut di atas, disebutkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan salah satu dari jenis tindak pidana asal yang berkaitan dengan terjadinya tindak pidana pencucian uang. Penempatan tindak pidana korupsi sebagai predicate crime nomor satu huruf a dalam UU TPPU, merupakan manifestasi dari pembentuk undang-undang yang memandang bahwa korupsi merupakan persoalan bangsa yang paling mendesak dan mendapat prioritas dalam penangananya. 55 Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA signifikan juga terhadap meningkatnya tindak pidana pencucian uang. Salah satu upaya pelaku tindak pidana korupsi menghindari dirinya dari jeratan hukum atau menghindari pembayaran uang pengganti adalah dengan menyembunyikan atau mengaburkan hasil kejahatannya melalui pencucian uang Money Laundering. Pencucian uang merupakan sarana bagi para pelaku kejahatan korupsi untuk melegalkan uang hasil kejahatannya dengan cara menyembunyikan ataupun menghilangkan asal-usul uang yang diperoleh dari hasil kejahatan melalui mekanisme lalu lintas keuangan 56 Korupsi telah menyentuh hampir seluruh lapisan masyarakat, tidak saja terkait dengan Penyelenggara Negara, kekuasaan dan kebijakan, tetapi juga terkait dengan pihak swasta. . Praktik pencucian uang ini dipilih dengan tujuan agar asal-usul uang tersebut tersembunyi dan tidak dapat diketahui dan dilacak oleh penegak hukum. Setelah proses pencucian uang selesai dilakukan, maka uang tersebut secara formil yuridis merupakan uang dari sumber yang sah atau kegiatan-kegiatan yang tidak melanggar hukum. 57 Salah satu tujuan dari penindakan secara refresif adalah mengembalikan kerugian Negara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian besar terhadap keuangan Negara dan merusak stabilitas perekonomian nasional. Berbagai cara ditempuh untuk memberantasnya, baik preventif maupun refresif termasuk juga melakukan perubahan terhadap metode pemberantasannya. 58 56 Marwan Efendi, op. cit, hal 44. 57 Ibid, hal 71. 58 Ibid. Kerugian Negara berupa aset hasil korupsi dalam mengembalikannya tidak segampang membalik telapak tangan, kompleksitas penyelesaian perkara tindak pidana pencucian uang UNIVERSITAS SUMATERA UTARA merupakan salah satu penyebab yang cukup dominan, belum lagi penyelesaian perkara tindak pidana korupsinya sendiri khususnya yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap, terkait dengan barang rampasan dan pembayaran uang pengganti, belum lagi dihadapkan dengan tersangka, terdakwa atau terpidana yang raib pada saat proses perkaranya sedang berjalan. Penanganan perkara tindak pidana pencucian uang mempunyai arti penting bagi pengembalian aset Negara terkait dengan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Money laundering hanya diperlukan dalam hal uang yang tersangkut jumlahnya besar, karena bila jumlahnya kecil, uang itu dapat terserap ke dalam peredaran secara tidak kentara. Uang kotor itu harus dikonversikan menjadi uang sah sebelum uang itu dapat diinvestasikan atau dibelanjakan, yaitu dengan cara yang disebut “ pencucian uang” money laundering sebagaimana telah dikemukakan di atas. 59 Para kriminal pelaku korupsi apabila berhasil melakukan pencucian uang atau money laundering, maka hal itu akan memungkinkan bagi para kriminal untuk 60 1. Menjauh dari kegiatan kriminal yang menghasilkan uang haram itu, sehingga dengan demikian akan lebih menyulitkan bagi otoritas untuk dapat menuntut mereka. : 2. Menjauhkan uang haram itu dari aktivitas kriminal yang menghasilkan uang itu sehingga dengan demikian menghindarkan dapat disitanya dan 59 Sarah N. Welling, Smurfs, Money Laundering, and the United States Criminal Federal Law, yang dimuat dalam Brent Fisse, David Fraser Graeme Coss, hal. 201. 60 APG, History and Background, http:www.apgml.orgcontenthistory and background.jsp. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dirampasnya hasil kejahatan itu apabila kriminal yang bersangkutan ditangkap. 3. Menikmati manfaat yang diperoleh dari uang haram itu tanpa menimbulkan perhatian otoritas terhadap mereka. 4. Menginvestasikan kembali uang haram itu pada kegiatan-kegiatan kriminal di masa yang akan datang atau kedalam kegiatan-kegiatan usaha yang sah. Harta kekayaan menjadi objek yang sangat fundamental dalam kaitannya terhadap tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang. Money laundering selalu berkaitan dengan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana. Harta kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung. 61 Penanganan perkara tindak pidana pencucian uang mempunyai arti penting bagi pengembalian aset negara terkait dengan pemberantasan tindak pidana korupsi. Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan pemberantasan Korupsi yang dikeluarkan presiden pada tanggal 9 Desember 2004 bertepatan dengan Hari Anti korupsi Sedunia menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang hasil korupsi tersebut sekaligus Korupsi tentu terkait dengan aset atau harta kekayaan yang diperoleh dengan cara yang tidak sah dan kotor dirty money. Penindakan terhadap pelaku korupsi bukan saja terkait masalah perbuatannya melainkan juga penindakan terhadap hasil perbuatannya itu yakni penyitaan aset atau harta kekayaan dari pelaku 61 Pasal 1 ayat 13 Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menjadi suatu instrumen hukum yang memerintahkan aparat penegak hukum untuk secepatnya memulihkan kerugian negara asset recovery. 62 Korupsi tidak hanya bersangkut-paut dengan perbuatan yang merugikan keuangan atau perekonomian negara saja, tetapi juga menyangkut pengertian lain, seperti penyuapan, perbuatan curang, penggelapan dalam jabatan, pemalsuan, merusak barang bukti, pemerasan dalam jabatan serta gratifikasi.

B. Korupsi sebagai Tindak Pidana Asal dalam Kejahatan Pencucian