Analisis Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Semanggi Air Marsilea crenata Presl.

(1)

Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar misalnya sawah, kolam, danau, dan sungai. Tumbuhan ini biasanya tumbuh liar dengan jenis-jenis tumbuhan air lainnya antara lain eceng kecil, genjer, rumput air, teki alit, dan lain-lain (Sastrapradja dan Afriastini 1985). Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Kristiono (2009) telah diketahui bahwa komposisi kimia daun dan tangkai semanggi air terdiri atas kadar air 89,02%, kadar abu 2,70%, kadar lemak 0,27%, kadar protein 4,35%, dan serat kasar 2,28%.

Manfaat daun semanggi air yang masih muda di Indonesia khususnya pulau Jawa serta Filipina dan Thailand digunakan sebagai sayuran untuk makanan. Di Thailand tanaman ini dimakan segar dengan sambal lokal. Di Filipina daun semanggi air digunakan sebagai bahan obat, sedangkan di India daun semanggi air digunakan untuk mengobati kusta, demam, dan keracunan pada darah. Di Australia tanaman ini banyak digunakan sebagai tepung dan dimakan. Di New Zaeland semanggi air digunakan sebagai tanaman hias pada akuarium (Champion dan Clayton 2001). Semanggi air juga mengandung komponen penting untuk kesehatan yaitu minyak atsiri dan saponin (BALITTRO 2011).

Mikroorganisme yang menimbulkan penyakit pada manusia umumnya berasal dari golongan bakteri. Bakteri yang merugikan dan menimbulkan penyakit disebut sebagai bakteri patogen (Wassenaar 2009). Bakteri patogen dapat merugikan kesehatan manusia sehingga perlu diatasi dengan menggunakan antibakteri yang tepat. Antibakteri merupakan senyawa kimia yang memiliki fungsi menghambat pertumbuhan maupun membunuh sel bakteri (Madigan et al. 2009). Antibakteri dapat berupa senyawa sintetik maupun senyawa yang berasal dari bahan alami (natural product). Senyawa sintetik berpotensi menimbulkan efek negatif yang dapat mengganggu kesehatan, misalnya kanker (Gold dan Slone 1999). Hal ini memicu perlunya pencarian alternatif bahan alami sebagai antibakteri yang aman bagi kesehatan manusia.

Infeksi merupakan penyakit yang sering terjadi di daerah tropis, contoh : Indonesia, karena keadaan udara yang banyak berdebu, temperatur yang hangat


(2)

dan lembab sehingga mikroba dapat tumbuh subur. Bagi negara berkembang timbulnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik pada penyakit infeksi merupakan masalah penting. Kekebalan bakteri terhadap antibiotik menyebabkan angka kematian karena penyakit infeksi semakin meningkat. Penanganan penyakit infeksi tersebut tidak hanya meningkatkan biaya kesehatan karena diperlukan penanganan kombinasi antibiotik, tetapi juga menyebabkan meningkatnya kematian terutama di negara berkembang karena antibiotik yang diperlukan tidak tersedia. Dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengimpor bahan baku antibiotik setiap tahunnya Rp. 18,6 – Rp. 122,4 milyar.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari semanggi air sebagai sumber bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antibakteri. Penelitian yang dilakukan adalah pengujian kemampuan antibakteri ekstrak daun semanggi air terhadap bakteriEscherichia colisebagai bakteri Gram-negatif danBacillus subtilissebagai bakteri Gram-positif.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) menentukan rendemen ekstrak kasar dari semanggi air;

(2) menentukan jenis komponen bioaktif yang terkandung dalam semanggi air;


(3)

Klasifikasi dari semanggi air (M. crenata Presl.) menurut Haenk (1825) diacu dalam Afriastini (2003) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Pteridophyta Kelas : Pteridopsida Ordo : Salviniales Famili : Marsileaceae Genus :Marsilea

Spesies :Marsilea crenataPresl.

Gambar 1 Semanggi air (Marsilea crenataPresl.).

Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar, yaitu sawah, kolam, danau, dan sungai. Semanggi air sering dianggap sebagai gulma pada tanaman padi namun memiliki nilai kegunaan yang beraneka ragam (Afriastini 2003). Tumbuhan ini biasanya hidup dengan jenis-jenis tumbuhan air lain, misalnya eceng kecil, genjer, rumput air, serta teki alit (Sastrapradja dan Afriastini 1985). Semanggi air memiliki beberapa nama lain, yaitu jukut calingcingan (Sunda), tapak itek (Malaysia), upat-upat (Filipina), chutul phnom (Kamboja), pak vaen (Laos), phak waen (Thailand), dan water clover fern(Inggris).


(4)

2.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif

Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan pembanding tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya larut, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003).

Metode ekstraksi yang digunakan tergantung dari beberapa faktor yaitu, tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat komponen-komponen yang akan diekstrak, dan sifat-sifat pelarut yang digunakan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya ekstraksi dengan pelarut, destilasi, supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan, dan sublimasi. Metode yang banyak digunakan adalah destilasi dan ekstraksi menggunakan pelarut (Houghton dan Raman 1998).

Jenis ekstraksi meliputi ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Ekstraksi secara dingin terdiri atas metode maserasi, metode sokhletasi dan metode perkolasi; sedangkan ekstraksi secara panas terdiri atas metode refluks dan metode destilasi uap. Maserasi merupakan ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam suatu pelarut selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi bertujuan untuk mengekstrak sampel yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam pelarut, tidak mengandung benzoin dan lilin (Sudjadi 1986).

Sokhletasi merupakan ekstraksi yang dilakukan secara berkesinambungan. Pelarut dipanaskan sehingga menguap, kemudian uap pelarut terkondensasi menjadi molekul-molekul air. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. Perkolasi merupakan metode ekstraksi dengan mengalirkan pelarut melalui sampel yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks dan pelarut yang digunakan menjadi


(5)

dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien (Suradikusumah 1989).

Metode refluks digunakan untuk mengekstrak sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugian metode ini adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar dari sejumlah manipulasi dari operator. Destilasi uap adalah metode yang populer untuk ekstraksi minyak-minyak esensial dari sampel tanaman. Metode ini diperuntukkan bagi pencarian bahan yang mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal (Sudjadi 1986).

2.3 Senyawa Fitokimia

Fitokimia merupakan bagian ilmu pengetahuan alam yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman (Sirait 2007).

Analisis fitokimia adalah analisis yang mencakup aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh makhluk hidup, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya. Untuk melakukan hal-hal tersebut diperlukan metode pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan yang terdapat dalam tumbuhan. Analisis fitokimia dilakukan untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek bermanfaat yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi (Harborne 1987).

Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran. Alkaloid terbagi menjadi tiga bagian, yaitu elemen yang mengandung N terlibat pada pembentukan alkaloid, elemen tanpa N yang ditemukan dalam molekul alkaloid dan reaksi yang terjadi untuk pengikatan khas elemen-elemen pada alkaloid. Dengan adanya unsur N pada alkaloid, jelas ada hubungan dengan pembentukan asam-asam amino menjadi protein pada tanaman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alkaloid


(6)

terbentuk sebagai hasil sampingan dari pembentukan protein. Keterkaitan antara karbon dengan atom N memegang peranan penting (Sirait 2007):

a) Pembentukan asam amida, R C R C

(misalnya piperin, kapsaisin, galegin, kolkhisin)

b) Transminasi, R C C OH R CH C OH

(misalnya Aminbiogen, Efedrin)

c) Kondensasi menurut cara pembentukan basa Schiff R CH2 C R1 H2N R2

(misalnya Asam-pirolina-5-karbonat, piperidin) d) Kondensasi Mannich

R H + R1 CHO + R2 NH R CH N

Senayawa Aldehida Amina “Alkaloid” C-H-asida.

Pada umumnya alkaloid sebagai garam dapat larut dalam air dan sukar larut dalam pelarut organik. Bentuk bebas/basanya mudah larut dalam pelarut organik dan sukar larut dalam air. Alkaloid-alkaloid terdapat pada tanaman tidak dalam keadaan bebas, tetapi terikat sebagai garam dengan asam-asam organik tanaman, yaitu asam maleat, oralat, suksinat, dan taurat. Pereaksi yang digunakan untuk mengidentifikasi alkaloid-alkaloid, yaitu asam pikrat, Mayer K2 (HgI4),

Dragendorff K Bi I4, asam fosfo wolframat, kalium iodide dan platina klorida,

serta asam fosfomolibdat. Prinsipnya ialah mengendapkan alkaloid dengan logam-logam berat (Sirait 2007).

Pada proses fotosintesis dapat dihasilkan alkaloid. Selain pada daun, alkaloid juga didapati pada kuncup muda, akar (Conium, Ephedra), dan juga pada

R1

R3

NH–R2

N–R2

O

CO2

NH2 O

O O

O

OH O NH3

NH2

R CH2 NH2


(7)

getah yang diproduksi di tabung-tabung getah dalam epidermis dari daun opium atau tanaman candu Papaver somniferum (Sirait 2007). Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan, misalnya kuinin, morfin dan stiknin adalah alkaloid yang terkenal dan mempunyai efek fisiologis dan psikologis. Menurut Sudirman (2011), daun kangkung air mengandung senyawa alkaloid yang berpotensi sebagai antioksidan. Alkaloid tidak mempunyai tata nama sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan nama trivial yang beakhiran–in atau–ina (Lenny 2006).

Gambar 2 Struktur kimia jenis alkaloid(Sumber: Robinson 1995).

Triterpenoid dan steroid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Triterpenoid merupakan senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Triterpenoid digolongkan menjadi empat golongan, yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne 1987).

Biosintesis triterpen dan steroid berasal dari senyawa farnesil-PP. dua molekul farnesil-PP akan berkondensasi ekor-ekor membentuk senyawa yang masih asiklik, yaitu preskualen dan skualen (C30). Setelah mengalami oksidasi

menjadi 2-3-epoksida dan kemudian pemutusan menjadi 3 hidroksi-skualen kation, maka secara spontan akan membentuk sistem cincin -4 atau cincin-5 dengan gugus-OH pada C3.

Steroid adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung. Steroid yang paling banyak adalah sterol yang

N

N

N CH2CH2CH3

Nikotina Koniina


(8)

merupakan steroid alkohol. Kolesterol merupakan sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa turunan esternya, dengan lemaknya yang berantai panjang merupakan komponen penting dari plasma lipoprotein dan dari membran sel sebelah luar. Membran sel tumbuhan mengandung jenis sterol lain terutama stigmasterol yang berbeda dari kolesterol hanya dalam ikatan ganda di antara karbon 22 dan 23 (Lehninger 1982). Rantai samping delapan-karbon yang terdapat dalam lanosterol juga terdapat dalam steroid terutama dari sumber hewan, namun kebanyakan steroid tumbuhan mempunyai satu atau dua atom karbon tambahan. Menurut Santalova et al. (2004), sterol yang diisolasi dari spons Rhizochalina incrustatamemiliki aktivitas sebagai sitotoksik dan hemolisis.

Gambar 3 Struktur kimia jenis senyawa triterpenoid/steroid (Sumber: Sirait 2007).

Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6. Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Kegunaan flavonoid bagi tumbuhan adalah untuk menarik serangga yang membantu proses penyerbukan dan untuk menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji. Bagi manusia, flavonoid dalam dosis kecil bekerja sebagai stimulan pada jantung dan pembuluh darah kapiler (Sirait 2007). Menurut Gavin dan Durako (2012), biota laut

R

Sitosterol HO

HO


(9)

A

C B

misalnya lamun Halophila johnsonii yang telah diisolasi memiliki senyawa aktif sitosolik flavonoid yang dapat berfungsi sebagai antioksidan.

Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan mula-mula didasarkan pada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna. Terdapat sekitar sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon. Senyawa flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, oleh karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak (Harborne 1987).

Gambar 4 Struktur kimia dasar flavonoid(Sumber: Harborne 1987).

Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon bersifat mudah larut dalam air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan permukaan yang kuat. Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum adalah asam glukuronat. Adanya saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak (Harborne 1987).

Gambar 5 Struktur kimia jenis saponin(Sumber: Sirait 2007). CH3

H O

HO

O


(10)

Saponin dapat menyebabkan hidrolisis pada sel darah. Saponin yang paling penting adalah hesogenin. Hesogenin mempunyai gugus keton pada C12 yang dapat ditransportasikan ke C11 membentuk 11-keto tigogenin yang dapat diubah menjadi kortison. Saponin jauh lebih polar daripada sapogenin karena ikatan glikosidanya dan lebih mudah dipisahkan dengan kromatografi kertas atau kromatografi lapis tipis selulosa (Suradikusumah 1989). Hasil penelitian Anwariyah (2011) menunjukkan bahwa lamun Cymodocea rodundata terdeteksi adanya saponin pada semua jenis pelarut.

Fenol hidrokuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar. Kuinon untuk tujuan identifikasi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon (kuinon yang kromofor terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon), naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapatin vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer. Dengan demikian diperlukan hidrolisis asam untuk melepaskan kuinon bebasnya (Harborne 1987).

Gambar 6 Struktur kimia jenis kuinon(Sumber: Harborne 1987). Kuinon disintesis tumbuhan dari berbagai prekursor dan berbagai jalur, yaitu jalur asetat-polimalonat, jalur asam amino, jalur sikimat, dan melanovat. Jalur asetat-polimalonat merupakan jalur yang paling umum. Suatu senyawa poliketometilen dianggap sebagai intermediet antara ester CoA dengan fenol atau kuinon (Suradikusumah 1989). Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam

O O

O

OMe MeO


(11)

lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat dilakukan menggunakan natrium borohidrida dan oksidasi ulang dapat terjadi hanya dengan mengocok larutan tersebut di udara (Harborne 1987). Hasil penelitian Prajitno (2006) diacu dalam Wiyanto (2010), menunjukkan bahwa rumput laut Halimeda opuntia yang telah diisolasi mempunyai kandungan fenol yang memiliki zat antibakteri.

Tanin

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh dan memiliki batang sejati. Secara kimia terdapat dua jenis tanin, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi hampir terdapat disemua tumbuhan paku-pakuan dan gymnospermae (tumbuhan berbiji tertutup), serta tersebar luas dalam angiospermae terutama pada tumbuhan berkayu. Tanin terhidrolisis, penyebarannya terbatas hanya pada tumbuhan berkeping dua. Tetapi kedua jenis tanin ini banyak dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang sama. Sebagian besar tumbuhan yang banyak mengandung tanin akan dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang pahit. Salah satu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi atau disebut flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan satuan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2 sampai 20 satuan flavon. Nama lain untuk tanin terkondensasi adalah proantosianidin karena bila direaksikan denga asam panas, beberapa ikatan karbon penghubung satuan terputus dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Tanin terhidrolisis dibagi menjadi dua kelas, yang paling sederhana depsida galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat, di sini pun berikatan dengan glukosa (Harborne 1987).


(12)

Tanin terletak terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, tetapi bila jaringan rusak, misalnya bila hewan memakannya, maka reaksi penyamakan dapat terjadi. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dibentuk oleh cairan pencernaan hewan. Pada kenyataannya, sebagian besar tumbuhan yang banyak bertanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Oleh karena itu fungsi tanin pada tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (Harborne 1987). Salah satu tanaman air yang mengandung tanin adalah enceng gondok (Eichhornia crassipes) (Rorong et al. 2010). Tanaman bakau juga diketahui mengandung senyawa tanin, misalnya Bruguiera sexangula(Sudrajatet al.2008) danRhizopora mucronata(Danartoet al.(2011).

Karbohidrat

Karbohidrat merupakan konstituen yang paling banyak jumlahnya dibandingkan dengan kandungan kimia lainnya yang terdapat dalam tanaman atau hewan. Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesis pada tanaman. Zat tersebut dapat diubah menjadi senyawa kimia organik lain yang diperlukan tanaman. Karbohidrat atau gula berguna sebagai storing energy misalnya pati, dapat pula sebagai transport of energy misalnya sukrosa, dan sebagai penyusun dinding sel misalnya selulosa. Kegunaan gula pada tanaman antara lain untuk membantu penyerbukan, melindungi luka, dan mencegah terjadinya infeksi serta detoksifikasi dari bahan lain (Sirait 2007). Fungsi karbohidrat sebagai zat bioaktif yang baik untuk kesehatan, misalnya karbohidrat jenis fruktosa yang baik untuk penderita diabetes, besi (II) glukonat digunakan untuk mengobati anemia, dan kalsium levulinat untuk penderita kekurangan kalsium.

Gula pereduksi

Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Monosakarida akan segera mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi antara lain ferisianida, hidrogen peroksida atau ion kupri (Cu2+). Gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi pada reaksi ini. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron dan senyawa pengoksidasi adalah penerima elektron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisis gula, dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang


(13)

tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Prinsip tersebut berguna dalam menganalisa kandungan gula dalam darah dan air seni untuk diagnosa diabetes mellitus (Lehninger 1988).

Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya. Akibatnya, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat non pereduksi (Winarno 2008).

Peptida

Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan peptida dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino

dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat disatukan oleh dua ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu tripeptida, tetrapeptida dan pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang bergabung dengan cara demikian, struktur yang dihasilkan dinamakan polipeptida. Peptida dengan panjang yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisis sebagian dari rantai polipeptida yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan asam amino (Lehninger 1988).

Pengikatan asam amino dengan ikatan peptida berlangsung dalam bermacam-macam urutan dengan perbandingan molekul dan struktur ruang yang berbeda-beda (lipatan dari rantai, cincin makro, dan lain-lain) (Sirait 2007). Pembentukan ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis (Winarno 2008). Menurut Qasim (1991), rumput laut Sargassum boveanum, Padina pavonica, Lyengada stellellata, Stockeyia indica, dan Spathoglassum variable mengandung asam amino dengan komposisi yang berbeda-beda.


(14)

2.4 Bakteri Patogen

Bakteri patogen merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit pada manusia, hewan, dan juga pada tanaman (Wassenaar 2009). Beberapa jenis bakteri patogen yang umum menjadi penyebab masalah kesehatan manusia, yaitu B. subtilis yang merupakan bakteri Gram-positif dan E. coli yang merupakan bakteri Gram-negatif.

Bacillus subtilis

Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram-positif, uniseluler yang berbentuk batang dan hidup secara aerob. Bakteri ini membentuk tipe khusus saat dorman yang disebut endospora. Endospora terbentuk dari sel vegetatif sebagai respon terhadap lingkungan yang ekstrim. Bacillus subtilistumbuh pada makanan dengan pH lebih dari 4 dengan kondisi aerob. Hal yang sering terjadi yaitu terbentuknya lendir pada makanan (Todar 2011). Bacillus subtilis merupakan salah satu spesies dari genusBacillusyang biasanya menyebabkan penyakit akibat kontaminasi pada udara dan makanan. Selain itu beberapa B. subtilis dilaporkan dapat menyebabkan infeksi pada mata dan meningitis (Moffet 1980).

Gambar 7Bacillus subtilis(Sumber :Todar 2011).

Escherichia coli

Escherichia coli termasuk ke dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini merupakan bakteri Gram-negatif, motil, tidak berspora, berbentuk batang, dan anaerob fakultatif. E. coli tumbuh pada temperatur 30-42 °C dan dapat tumbuh pada temperatur antara 44 - 45 °C, namun tidak dapat tumbuh pada suhu dibawah 10 °C (Ray dan Bhunia 2008).


(15)

Escherichia coli merupakan penghuni normal saluran pencernaan (coliform fecal) manusia dan hewan, maka digunakan secara luas sebagai indikator pencemaran. Bakteri ini juga mengakibatkan banyak infeksi pada saluran pencernaaan (enterik) manusia dan hewan (Uyttendaele dan Debevere 2003). Bentuk sel bakteriE.colidapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8Esherichia coli(Sumber: Kunkel 2002). 2.5 Antibakteri

Senyawa antimikroba merupakan senyawa alami maupun kimia sintetik yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Antimikroba dapat diklasifikasikan menjadi bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolisis. Bakteriostatik dapat digunakan untuk menghambat protein dan berfungsi juga sebagai pengikat ribosom. Bakteriosidal terikat pada sel target dan tidak hilang melalui pengenceran yang tetap akan membunuh sel. Beberapa bakteriosidal merupakan bakteriolisis yakni membunuh sel dengan terjadi lisis pada sel dan mengeluarkan komponen sitoplasmanya. Lisis dapat menurunkan jumlah sel dan juga kepadatan kultur. Senyawa bakteriolitik termasuk dalam senyawa antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel misalnya penicillin, dan senyawa kimia seperti detergen yang dapat menghancurkan membran sitoplasma Respon tiap mikroorganisme terhadap antimikroba berbeda-beda. Bakteri memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda, umumnya bakteri Gram-positif lebih rentan dibandingkan dengan bakteri Gram-negatif yang secara alami lebih resisten. Target penting antibiotik terhadap bakteri yaitu ribosom, dinding sel, membran sitoplasma, enzim biosintesis lemak, serta replikasi, dan transkripsi DNA (Madiganet al. 2009).


(16)

Suatu zat aktif digolongkan memiliki potensi yang tinggi sebagai antibakteri jika pada konsentrasi rendah mempunyai daya hambat yang besar. Kriteria kekuatan antibakteri menurut Nazri et al. (2011) adalah sebagai berikut, untuk diameter zona hambat 15-20 mm memiliki daya hambat kuat, diameter zona hambat 10-14 mm memiliki daya hambat sedang, dan untuk diameter zona hambat 0-9 mm memiliki daya hambat lemah.

Cara kerja zat antimikroba secara umum yaitu (Pelczar dan Chan 2008): 1) Kerusakan dinding sel

Struktur di dinding sel dapat rusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk.

2) Perubahan permeabilitas sel

Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen komponen selular. Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel.

3) Perubahan molekul protein dan asam nukleat

Kelangsungan hidup suatu sel tergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia mengakibatkan kaogulasi (denaturasi) ireversibel (tidak dapat balik) komponen-komponen selular yang vital ini.

4) Penghambatan kerja enzim

Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda yang ada di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimiawi. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.

5) Penghambatan sintesis asam nukleat protein

DNA, RNA dan protein memegang peranan amat penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal itu berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel.


(17)

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Juli 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel yang dilakukan di persawahan daerah Cilegon, Banten. Tahap berikutnya yaitu preparasi sampel yang dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan IPB. Analisis sampel yang meliputi berbagai uji dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan dan Mikrobiologi Hasil Perairan Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan semanggi air (M. crenata). Pelarut yang digunakan adalah pelarut pro analisis berupa heksana (nonpolar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Bahan lain yang digunakan antara lain alumunium foil, kertas saring Whatman 42, alkohol, akuades, kertas cakram (paper disc) Whatman, media Nutrient agar (NA), Nutrient Broth (NB), Mueller Hinton Agar (MHA), serta antibiotik kloramfenikol, biakan bakteriBacillus subtilisdanEscherichia coli.

Alat yang digunakan seperti timbangandigital(AND HF-400), gelas piala, gelas ukur, botol vial, labu ukur, corong, labu Erlenmeyer, automatic shaker, mikropipet, tip mikro, cawan petri, tabung reaksi, pipet volumetrik, vortex (Velp Scientifica), kompor listrik,water shaker bath, pinset, laminar (Thermo 1300 seri A2), pipet tetes,incubator(Thermolyne type 42000), dan jangka sorong.

3.3 Metode penelitian

Penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu tahap pengambilan dan preparasi sampel, ekstraksi komponen bioaktif, uji fitokimia, dan analisis aktivitas antibakteri. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 9.


(18)

Gambar 9 Diagram alir penelitian. Sampel daun

semanggi air

Pengeringan udarakan sampel daun selama 17 jam

Sampel daun kering udara Pencacahan

Penambahan heksana (1:5) (b/v)

Penambahan metanol (1:5)

(b/v)

Maserasi selama 24 jam hingga bening

Penyaringan dengan kertas Whatman 42

Filtrat Residu

Penyaringan dengan kertas Whatman 42 Penambahan

etil asetat (1:5) (b/v)

Residu

Filtrat Residu

Penyaringan dengan kertas Whatman 42 Maserasi selama 24

jam hingga bening

Maserasi selama 24 jam hingga bening

Evaporasi Filtrat


(19)

Gambar 9 Diagram alir penelitian (lanjutan).

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel

Marsilea crenata merupakan tanaman air yang tumbuh liar di daerah sekitar persawahan. Semanggi air ini diambil bagian daunnya. Preparasi M. crenata ini pertama dicuci dengan air mengalir, kemudian daunnya dihaluskan dengan cara pencacahan. Daun yang telah dihaluskan kemudian dikering-udarakan selama 17 jam. Daun yang sudah kering ditimbang sebanyak 20 gram. 3.3.2 Ekstraksi komponen bioaktif (Andayani 2008)

Ekstraksi bahan aktif dilakukan dengan mengacu pada penelitian Andayani (2008) yang dimodifikasi. Proses ini menggunakan tiga jenis pelarut (ekstraksi bertingkat) yaitu heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan metanol (polar). Semanggi air yang telah dikeringkan dan dihaluskan kemudian ditimbang sebanyak 20 gram lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditambahkan 100 mL pelarut (1:5). Sampel dimaserasi selama 24 jam menggunakan automatic shaker pada suhu kamar. Sampel disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman 42 sehingga diperoleh filtrat dan residu. Residu sampel dimaserasi kembali dengan pelarut yang sama hingga bening atau sama dengan warna pelarut awal, kemudian diganti dengan pelarut lain secara bertingkat (nonpolar, semipolar dan polar). Proses maserasi yang dilakukan diawali dari pelarut heksana, etil asetat, dan metanol. Filtrat yang diperoleh kemudian dikeringkan denganvacuum rotary evaporator pada suhu 40 °C hingga diperoleh ekstrak kasar berupa pasta.

Ekstrak kasar heksana

Ekstrak kasar etil asetat

Ekstrak kasar metanol

Analisis:

• Rendemen

• Uji fitokimia (Harborne 1987)


(20)

3.3.3 Uji fitokimia (Harborne 1987)

Uji fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, dan fenol hidrokuinon. Uji ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan komponen bioaktif yang terdapat padaM. crenata.

1) Alkaloid

Uji alkaloid dilakukan dengan melarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji positif diperoleh bila terbentuk endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer, endapan coklat dengan pereaksi Wagner atau endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff sehingga jika pengujian terhadap salah satu pereaksi positif, maka dalam tumbuhan uji tersebut terdeteksi alkaloid.

Pereaksi Meyer dibuat dengan menambahkan 1,36 HgCl2dengan 0,5 g KI

lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 mL dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner berwarna coklat dibuat dengan cara 10 mL akuades dipipet kemudian ditambahkan 2,5 gram iodin dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 mL dalam labu takar. Pereaksi Dragendorff berwarna jingga dibuat dengan cara 0,8 g bismut subnitrat ditambahkan dengan 10 mL asam asetat dan 40 mL air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram KI dalam 20 mL air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air.

2) Triterpenoid/steroid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 mL kloroform dalam tabung reaksi yang kering lalu ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau.

3) Saponin (uji busa)

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.


(21)

4) Fenol Hidrokuinon

Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl35%. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau

biru.

5) Flavonoid

Sebanyak 0,5 mg sampel ditambahkan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 mL amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.

6) Tanin

Sebanyak 0,5 mg sampel ditambahkan FeCl3 kemudian campuran

dihomogenkan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada campuran.

7) Uji Molisch

Larutan sampel sebanyak 1 ml diberi 2 tetes pereaksi Molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai dengan terbentuknya kompleks warna ungu diantara 2 lapisan cairan.

8) Benedict

Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 mL pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Hasil uji positif sampel mengandung gula pereduksi yaitu terbentuknya larutan berwarna hijau kuning atau endapan merah bata.

9) Biuret

Larutan sampel sebanyak 1 mL ditambahkan pereaksi biuret sebanyak 4 mL. Campuran kemudian dikocok dengan seksama. Hasil uji senyawa peptida dengan terbentuknya larutan berwarna ungu.

3.3.4 Analisis aktivitas antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar daun semanggi air melalui beberapa tahap, yaitu persiapan bakteri melalui peremajaan bakteri dan


(22)

kultivasi bakteri uji. Kondisi kultur bakteri yang telah disiapkan sebagai bakteri uji kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi kertas cakram (paper disc).

Peremajaan bakteri uji

Media yang digunakan adalah NA dengan komposisi: ekstrak daging 1%, pepton 1%, dan agar 1,5%. Media dilarutkan dalam akuades dan dipanaskan hingga larut sempurna, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 4 mL dan disterilkan dalam otoklaf pada suhu 121 °C, tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah steril, tabung dimiringkan dan didiamkan hingga memadat. Sebanyak 1 ose stok bakteri (B. subtilis dan E. coli) diinokulasi ke dalam media regenerasi kemudian diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 24 jam.

Kultivasi bakteri uji

Bakteri (Bacillus subtilisdanE. coli) yang segar diinokulasikan sebanyak 1 ose ke dalam media NB, diinkubasi semalam pada suhu 37 °C dengan kecepatan putaran 150 rpm selama 18-24 jam. Kultur bakteri diukur kekeruhannya secara turbidimetri menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 600 nm hingga mencapai OD sebesar 0,6.

Pengujian aktivitas senyawa antibakteri ekstrak kasar semanggi air terhadap bakteri uji (Modifikasi Murrayet al.1995)

Pengujian dilakukan dengan metode cakram kertas (paper disc). Sampel antibakteri merupakan senyawa aktif hasil proses ekstraksi semanggi air. Proses pengujiannya adalah sebagai berikut: bakteri (B. subtillis dan E. coli) yang telah diinokulasi ke dalam media pertumbuhan NB, masing-masing dimasukkan ke dalam media MHA steril.

Media MHA yang mengandung bakteri uji dihomogenisasi menggunakan vortex kemudian dituang pada cawan petri steril secara aseptis. Konsentrasi ekstrak kasar yang dimasukkan ke dalam cakram kertas (paper disc), yaitu 2 mg, 1 mg, dan 0,5 mg, serta kontrol positif dan negatif. Perlakuan kontrol positif yaitu menggunakan antibiotik kloramfenikol dengan konsentrasi 10 mg/mL. Kontrol negatif menggunakan pelarut dalam proses ekstraksi yaitu heksana, etil asetat, dan metanol. Kertas cakram kemudian diletakkan diatas lapisan MHA di dalam cawan petri yang telah mengeras. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam dan dilakukan pengukuran aktivitas antibakteri yang ditentukan dengan mengukur


(23)

zona hambatan (dalam milimeter) yang terbentuk di sekeliling kertas cakram dikurangi dengan diameter kertas cakram (6 mm).


(24)

4.1 Pemanenan dan Preparasi Semanggi Air (M. crenata)

Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar seperti, sawah, kolam, danau, dan sungai. Semanggi air sering dianggap sebagai gulma pada tanaman padi namun memiliki nilai kegunaan yang beraneka ragam (Afriastini 2003). Pengambilan sampel dilakukan di persawahan daerah Cilegon, Banten. Semanggi air yang diperoleh kemudian diperbanyak kembali menggunakan media pot yang dibuat menggunakan papan triplexdan kayu dengan ukuran 1,8 m2.

Gambar 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata).

Penanaman semanggi air ini dilaksanakan selama ±3 minggu kemudian diambil bagian daunnya dan dikering udarakan selama 17 jam. Bobot sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 40 gram untuk dua kali ulangan. Sampel ini akan digunakan dalam ekstraksi komponen bioaktif menggunakan metode maserasi.

4.2 Rendemen Ekstrak Semanggi Air (M. crenata)

Ekstraksi semanggi air dilakukan dengan metode maserasi. Semanggi air yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah persawahan di Cilegon, Banten. Ekstraksi komponen bioaktif pada semanggi air menggunakan metode maserasi dengan tiga pelarut yang berbeda kepolarannya (ekstraksi bertingkat), yaitu heksana p.a (non polar), etil asetat p.a (semi polar), dan metanol p.a (polar). Maserasi merupakan ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam suatu pelarut selama beberapa hari pada temperatur kamar dan


(25)

terlindung dari cahaya (Sudjadi 1986). Andayani (2008) menyatakan bahwa metode maserasi memiliki beberapa keunggulan, yaitu mudah dilakukan dan bisa menggunakan alat-alat yang sederhana.

Proses evaporasi dari filtrat semanggi air dengan ketiga jenis pelarut menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda. Ekstrak heksana berwarna kuning dan kering, ekstrak etil asetat berwarna hijau tua dan masih berbentuk pasta, sedangkan ekstrak metanol memiliki warna hijau lebih muda daripada ekstrak etil asetat dan berbentuk pasta namun lebih kering dari ekstrak etil asetat. Hasil ekstrak kasar semanggi air dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Ekstrak kasar semanggi air. a) ekstrak metanol, b) ekstrak heksana, c) ekstrak etil asetat.

Menurut Parhusip (2006), rendemen ekstrak merupakan faktor yang sangat penting karena menunjukkan banyaknya senyawa organik yang larut dalam pelarut tersebut sesuai dengan polaritasnya. Ekstraksi dengan tiga pelarut yang berbeda-beda akan memperoleh rendemen ekstrak kasar yang berbeda-beda pula. Rendemen ekstrak merupakan perbandingan antar bobot ekstrak yang dihasilkan dengan bobot sampel awal yang diekstrak. Rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen (%). Ekstraksi daun semanggi air dilakukan dengan dua ulangan dan nilai rata-rata rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada diagram batang Gambar 12. Proses perhitungan rendemen ekstrak disajikan dalam Lampiran 1.

Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa rendemen ekstrak kasar terbesar sampai terkecil berturut-turut, yaitu rendemen ekstrak kasar semanggi air


(26)

dari pelarut metanol sebesar 1,39±0,08%, dari pelarut etil asetat sebesar 1,03±0,5%, dan rendemen ekstrak kasar semanggi air dari pelarut heksana sebesar 0,27±0,3%. Nilai rata – rata rendemen ekstrak kasar memiliki standard deviasi yang kecil. Nilai standard deviasi yang didapatkan menunjukan keragaman data yang diperoleh. Nilai standard deviasi rendemen ekstrak kasar metanol lebih kecil dibandingkan etil asetat dan heksana. Data rendemen ekstrak kasar metanol tidak berbeda jauh tiap ulangannya, sedangkan rendemen ekstrak kasar etil asetat dan heksana memiliki perbedaan data yang lebuh banyak pada tiap ulangannya. Perbedaan rendemen ekstrak kasar tiap ulangannya disebabkan oleh perbedaan perlakuan antara ulangan pertama dan ulangan kedua.

Gambar 12 Rendemen ekstrak kasar semanggi air (Marsilea crenata).

Rendemen terbesar diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut metanol. Menurut Kasih (2007), rendemen ekstrak etanol (polar) pada biji lotus lebih besar karena ekstrak mengandung gula, asam amino dan glikosida dalam jumlah yang cukup besar, hal ini didukung dengan hasil penelitan Kristiono (2009) bahwa semanggi air mengandung protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,35%. Menurut Nurhayati (2009), pelarut metanol diketahui dapat menarik semua komponen baik yang bersifat polar, semipolar maupun nonpolar. Metanol sebagai

1,6

0,6 1,2 1,4

0,4 1,0

0,2 0,8

0

metanol etil asetat


(27)

pelarut yang digunakan paling akhir pada proses ekstraksi diduga menarik semua komponen aktif yang tertinggal pada ekstraksi sebelumnya sehingga rendemen ekstrak metanol cukup besar.

Rendemen terkecil diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut nonpolar heksana yaitu sebesar 0,27%. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemak dalam semanggi air yang sangat kecil, seperti pada penelitian Kristiono (2009) yang menyatakan bahwa kadar lemak dalam semanggi air segar sebesar 0,27% yang lebih kecil dari kandungan lemak tumbuhan kangkung sebesar 0,3%. Menurut Parhusip (2006), tingginya rendemen ekstrak nonpolar menunjukkan bahwa komponen yang dapat larut dalam heksana sangat banyak, begitupun sebaliknya. Rendemen ekstrak etil asetat daun semanggi air sebanyak 1,03%. Etil asetat merupakan senyawa semi polar yang dapat melarutkan senyawa organik yang bersifat polar maupun non polar sehingga memiliki rendemen yang cukup tinggi dibandingkan ekstrak non polar semanggi air.

Hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Harborne 1987; Darusman et al. 1995). Hasil penelitian Salamah (2008) menunjukkan bahwa maserasi dengan jenis pelarut yang berbeda akan menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda pula. Pernyataan tersebut mendukung penelitian ini,bahwa kadar komponen bioaktif yang bersifat polar, semipolar, dan nonpolar terdapat dalam jumlah yang berbeda-beda. Pelarut yang berbeda akan melarutkan senyawa-senyawa yang berbeda bergantung tingkat kepolarannya dan tingkat ketersediaannya dalam bahan yang diekstrak.

4.3 Senyawa Fitokimia Semanggi Air (M. crenata)

Tumbuhan memiliki senyawa kimia bermolekul kecil yang penyebarannya terbatas dan sering disebut sebagai metabolit sekunder (Sirait 2007). Metabolit sekunder ini merupakan senyawa bioaktif yang dapat memberikan pengaruh bagi kesehatan tubuh manusia (Hasler 1998). Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terdapat dalam setiap ekstrak kasar semanggi air. Fitokimia mempunyai peranan penting dalam penelitian obat yang dihasilkan dari


(28)

tumbuh-tumbuhan. Kandungan fitokimia pada tumbuhan semanggi air dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada pengujian fitokimia, ekstrak metanol mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak heksana dan etil asetat. Komponen bioaktif pada ekstrak metanol (polar) meliputi komponen steroid, saponin, flavonoid, karbohidrat, gula pereduksi, dan asam amino. Komponen bioaktif pada ekstrak heksana (non polar) dan etil asetat (semi polar) meliputi steroid dan karbohidrat.

Tabel 1 Kandungan fitokimia ekstrak kasar dari semanggi air

Uji Ekstrak Kasar

Heksana Etil Asetat Metanol

Alkaloid - -

-Steroid + + +

Fenol Hidrokuinon - -

-Saponin - - +

Tanin - -

-Flavonoid - - +

Molisch + + +

Benedict - - +

Biuret - -

-Keterangan : (-) = Tidak terdeteksi (+)= Terdeteksi

Proses ekstraksi yang menggunakan pelarut dengan kepolaran yang berbeda akan mengekstrak senyawa yang berbeda pula. Kelarutan komponen bioaktif dalam bahan/sampel akan menentukan komposisi ekstrak yang diperoleh. Menurut Hougton dan Raman (1998), ekstrak heksana (nonpolar) mengandung komponen yang bersifat nonpolar, yaitu lilin, lemak, dan minyak atsiri, sedangkan ekstrak etil asetat (semipolar) sebagian besar mengandung senyawa-senyawa alkaloid, aglikon-aglikon, dan glikosida.

Hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa komponen alkaloid tidak terdeteksi pada ekstrak kasar semanggi air ketiga pelarut. Hal ini berbeda dengan Salamah et al. (2011), yaitu tumbuhan selada air mengandung alkaloid. Lenny (2006) menyatakan bahwa alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan. Tidak terdeteksinya alkaloid pada pengujian ekstrak kasar semanggi air diduga karena alkaloid dalam tumbuhan tidak dalam bentuk bebas,


(29)

melainkan terikat dan tidak dapat dipisahkan dengan cara ekstraksi biasa, sehingga cara pemisahan yang mungkin adalah dengan kromatografi kolom (Robinson 1995).

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik kompleks, sebagian besar berupa alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Triterpenoid tidak berwarna, berbentuk kristal, serin kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik (Harborne 1987).

Hasil uji triterpenoid/steroid menunjukkan hasil positif (+) pada ketiga ekstrak yang ditandai adanya warna hijau kebiruan. Adanya kandungan steroid ini menarik dan penting dalam bidang farmasi. Steroid merupakan salah satu senyawa kimia yang banyak digunakan dalam bidang pengobatan. Steroid dapat dimanfaatkan sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan obat pereda rasa sakit (Kumaret al.2009).

Prekursor dari pembentukan triterpenoid/steroid adalah kolesterol yang bersifat nonpolar (Harborne 1987), sehingga diduga triterpenoid/steroid dapat larut pada pelarut organik (nonpolar). Hal ini sangat menekankan bahwa sangat wajar jika steroid terdeteksi pada ekstrak daun semanggi air dengan pelarut heksana dan etil asetat. Penelitian Elya (2003) menyatakan bahwa ekstrak heksana (nonpolar) dariGarcinia rigidamengandung senyawa stigmasterol yang diperoleh dengan pemisahan menggunakan kromatografi kolom dan karakterisasi dengan spekroskopi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa steroid terdeteksi pada ekstrak daun semanggi air dengan pelarut metanol (polar). Hal ini dapat terjadi mengingat metanol merupakan pelarut polar yang juga dapat mengekstrak komponen lainnya yang bersifat nonpolar atau semipolar.

Flavonoid merupakan golongan senyawa fenolik alami terbesar selain fenol sederhana. Flavonoid terdapat alam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Penggologan jenis flavonoid dalam jaringan didasarkan oleh sifat kelarutan dan reaksi warna. Menurut Harborne (1984) terdapat sepuluh kelas flavonoid yaitu antosianin, proantosianin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khalkon, auron, flavanon, dan isoflavon.


(30)

Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman termasuk pada buah, tepung sari, dan akar. Flavonoid berperan terhadap warna dalam organ tumbuhan seperti bunga, buah, daun, atau warna pada pigmen. Pada tumbuhan flavonoid berguna untuk menarik serangga dan binatang lain untuk membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji (Sirait 2007).

Ekstrak kasar semanggi air menggunakan metanol menunjukkan hasil positif (+) pada pengujian flavonoid yang ditandai dengan warna kuning pada lapisan amil alkohol. Pada tumbuhan, flavonoid berbentuk glikosida dan dapat berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari sinar UV, sedangkan pada manusia berfungsi sebagai stimulan pada jantung, diuretik, menurunkan kadar gula darah, dan sebagai anti jamur (Zabriet al.2008).

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat dibentuk melalui proses fotosintesis pada tanaman. Karbohidrat berguna sebagaistoring energy,yaitu pati, transport of energy, yaitu sukrosa, dan sebagai penyusun dinding sel yaitu selulosa (Sirait 2007).

Pengujian Molisch pada ketiga ekstrak kasar semanggi air memberikan hasil positif (+), hal ini menunjukkan bahwa ketiga ekstrak memiliki kandungan karbohidrat. Reaksi positif ini ditandai dengan adanya warna ungu antara dua lapisan. Karbohidrat yang terdapat pada ekstrak daun semanggi air diduga berupa pati dan selulosa, seperti Wirakusumah (2009) yang menyatakan bahwa buah dan sayur banyak mengandung pati dan selulosa. Karbohidrat berperan untuk mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan yang berakibat pada penurunan fungsi protein sebagai enzim dan fungsi antibodi, timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk membantu metabolisme lemak serta protein (Budiyanto 2002). Penelitian Permatasari (2011) menunjukkan hasil positif pada pengujian terhadap selada air.

Gula pereduksi merupakan kelompok gula yang dapat mereduksi senyawa pengoksidasi. Monosakarida akan segera mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi, yaitu ferisianida, hidrogen peroksida, atau ion kupri (Cu2+) (Lehninger 1982). Hasil pengujian gula pereduksi menggunakan pereaksi Benedict menunjukkan bahwa hanya ekstrak kasar metanol daun semanggi air


(31)

yang positif (+) mengandung gula pereduksi. Hal ini sama dengan penelitian Permatasari (2011), yang menyatakan bahwa ekstrak daun selada air positif mengandung gula pereduksi. Gula pereduksi yang diduga lebih dominan adalah jenis aldosa, bukan ketosa karena komponen aldosa dapat terdeteksi pada pereaksi benedict yang tidak alkali dan ketosa hanya terdeteksi pada suasana alkali saja, yaitu pada pereaksi fehling (Fennema 1996).

Asam amino merupakan komponen penyusun protein yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Asam amino memiliki atom C pusat yang mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam amino memiliki dua konfigurasi yaitu konfigurasi D dan konfigurasi L. Molekul asam amino mempunyai konfigusai L apabila gugus–NH2terdapat disebelahkiri atom karbon α dan bila posisi gugus –

NH2disebelah kanan, maka molekul asam amino disebut asam amino konfigurasi

D (Lehningher 1982).

4.4 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Semanggi Air

Aktivitas antibakteri pada ekstrak semanggi air diuji menggunakan metode difusi cakram kertas (paper disc). Pengujian ini dilakukan terhadap dua bakteri uji yang terdiri dari B. subtilis (bakteri gram positif) dan E. coli (bakteri gram negatif). Metode difusi agar dengan cakram kertas (paper disc) ini dilakukan dengan cara memasukkan senyawa antibakteri dalam hal ini ekstrak semanggi air ke dalam cakram kertas menggunakan pipet mikro.

Tabel 2 Diameter zona bening dari aktivitas antibakteri semanggi air menggunakan metode difusi cakram kertas (paper disc)

Bakteri uji Pelarut Ulangan Diameter zona bening (mm)

2 1 0,5 kontrol (-) kontrol (+)

Bacillus subtilis Heksana 1 2 0,5 - - 22

2 0,5 - - - 22

Etil asetat 1 2 1 1 - 22

2 2 1 1 - 22

Metanol 1 - - - - 21

2 - - - - 21

Escherichia coli Heksana 1 0,5 - - - 24

2 0,5 - - - 24

Etil asetat 1 1,5 0,5 - - 28

2 2 0,3 - - 26

Metanol 1 0,5 0,1 - - 24


(32)

Bakteri Gram-positif cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh struktur dinding sel bakteri Gram-positif berlapis tunggal yang relatif lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antibakteri untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Bakteri Gram-negatif lebih resisten terhadap senyawa antibakteri karena struktur dinding sel Gram-negatif terdiri dari tiga lapis dan lebih kompleks, yaitu terdiri dari lapisan luar yang berupa lipoprotein, lapisan tengah yang berupa lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa peptidoglikan (Pelczar dan Chan 2010). Aktivitas antibakteri semanggi air dapat dilihat pada Tabel 2. Penampakan hasil analisis aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar daun semanggi air pada bakteri uji Gram-positif B. subtilis dan bakteri Gram-negatif E. coli dapat dilihat padaGambar 13 dan Gambar 14.

Gambar 13 Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadapB. subtilis(H : ekstrak heksana semanggi air, E : ekstrak etil asetat semanggi air, M : ekstrak metanol semanggi air; 1: ulangan 1, 2 : ulangan 2).

H1

M2 H2

E2 E1


(33)

Kode pada Gambar 13 dan 14, yaitu H menunjukkan hasil uji aktivitas dari ekstrak kasar heksana, kode E menunjukkan hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar etil asetat, dan M menunjukkan hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kasar metanol, serta angka 1 untuk ulangan pertama dan angka 2 untuk ulangan kedua.

Gambar 14 Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadapE. coli(H : ekstrak heksana semanggi air, E : ekstrak etil asetat semanggi air, M : ekstrak metanol semanggi air; 1: ulangan 1, 2 : ulangan 2).

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana semanggi air dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa ekstrak kasar semanggi air dari pelarut murni heksana sebagai kontrol negatif memiliki aktivitas antibakteri sangat lemah yang ditunjukkan dengan zona hambat yang dihasilkan sangat kecil. Bakteri uji B. subtilis dapat dihambat dengan ekstrak heksana

H1 H2

E1 E2


(34)

dengan konsentrasi 1 mg/disc sebesar 0,25 mm dan 2 mg/disc sebesar 1,25 mm. Baketri uji E. coli hanya dapat dihambat dengan ekstrak heksana dengan konsentrasi 2 mg/discsebesar 0,5 mm.

Gambar 15 Aktivitas antibakteri ekstrak heksana semanggi air ( kloramfenikol, 2 mg/disc, 1mg/disc, 0,5 mg/disc,dan pelarut heksana) terhadap bakteri uji.

Ekstrak heksana biasanya digunakan untuk menghilangkan senyawa-senyawa nonpolar alami, terutama senyawa-senyawa lilin tanaman, lemak-minyak nabati dan/atau sebagian minyak atsiri (Houghton dan Raman 1998). Adanya aktivitas antibakteri yang lemah pada ekstrak kasar semanggi air diduga karena adanya senyawa steroid yang umumnya memiliki aktivitas antibakateri. Menurut Kustiariyah (2007), senyawa steroid dari teripang memiliki aktivitas biologis seperti antibakteri. Hasil uji aktivitas antibakteri pada ekstrak heksana semanggi air tidak sama dengan hasil penelitian Fitrial et al.(2008) yang memperoleh hasil negatif atau tidak memiliki aktivitas antibakteri pada ekstrak heksana biji dan umbi teratai.

Hasil pengujian aktivitas antibaketri ekstrak pelarut semi polar etil asetat disajikan pada Gambar 16. Gambar 16 menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri yang dihasilkan oleh ekstrak etil asetat semanggi air lebih baik dibandingkan dengan ekstrak yang dihasilkan oleh pelarut lain. Zona hambat yang terbentuk dari ekstrak etil asetat dengan konsentrasi 0,5 mg/disc pada cawan petri dengan


(35)

bakteri uji B. subtilis sebesar 1 mm sedangkan pada bakteri uji E. coli tidak terbentuk zona hambat. Konsentarsi ekstrak etil asetat 1 mg/discmembentuk zona hambat pada kedua bakteri uji, yaitu sebesar 1 mm pada B. subtilis dan 0,4 mm pada E. coli. Ekstrak etil asetat pada konsentrasi 2 mg/disc memiliki aktivitas antibakteri pada kedua bakteri uji, yaitu membentuk zona hambat sebesar 2 mm padaB.subtilisdan 1,75 mm padaE. coli.

Gambar 16 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat semanggi air( kloramfenikol, 2 mg/disc, 1mg/disc, 0,5 mg/disc, dan pelarut heksana) terhadap bakteri uji.

Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak heksana dan metanol semanggi air. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa aktif yang berperan sebagai antibakteri adalah senyawa semi polar. Kanazawa et al. (1995) diacu dalam Fitrial et al. (2008) menyatakan bahwa suatu senyawa yang mempunyai polaritas optimum akan mempunyai aktivitas antimikroba yang maksimum, karena untuk interaksi suatu senyawa antimikroba dengan bakteri diperlukan imbangan hidrofilik-hidrofobik. Diduga senyawa semi polar mempunyai afinitas lebih tinggi untuk berinteraksi dengan dinding sel, sehingga ekstrak semi polar lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan B .subtilis daripada ekstrak heksana (non polar) dan metanol (polar).

Uji aktivitas antibakteri juga dilakukan pada ekstrak kasar semanggi air dengan pelarut metanol. Diameter zona hambat ekstrak metanol semanggi air


(36)

yang diekstraksi secara bertingkat terhadap bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 17.

Aktivitas antibakteri pada Gambar 17 menunjukkan bahwa tidak adanya zona hambat pada bakteri E. coli dan B. subtilis pada jumlah ekstrak metanol semanggi air yang diekstraksi secara bertingkat sebesar 0,5 mg/disc. Ekstrak metanol antibakteri yang diekstraksi secara bertingkat mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli yaitu pada jumlah ekstrak 1 mg/disc dengan zona hambat 0,2 mm, dan pada jumlah ekstrak 2 mg/disc dengan zona hambat sebesar 0,5 mm. Pada kontrol negatif tidak menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat di sekitar bakteri uji. Beberapa peneliti melaporkan bahwa keberadaan minyak dalam ekstrak non polar dan protein pada ekstrak polar merupakan faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba dari senyawa fenolik. Tidak adanya zoana bening yang terbentuk pada bakteri B. subtilis bukan berarti ekstrak kasar semanggi air tidak memiliki aktivitas antibakteri, kemungkinan ekstrak ini dapat aktif pada bakteri Gram-positif lain.

Gambar 17 Aktivitas antibakteri ekstrak metanol semanggi air ( kloramfenikol, 2 mg/disc, 1mg/disc, 0,5 mg/disc,dan pelarut heksana) terhadap bakteri uji.

Pada bakteri Gram-negatif, struktur dinding selnya berlapis tiga dengan ketebalan yang tipis (10-15 nm). Komposisi dinding sel terdiri dari lipid dan


(37)

peptidoglikan yang berada di dalam lapisan kaku sebelah dalam dengan jumlah sekitar 10% dari berat kering. Kandungan lipid dari bakteri Gram-negatif cukup tinggi yaitu 11-22 %. Bakteri Gram-negatif ini umumnya rentan terhadap penisilin dan kurang rentan terhadap gangguan fisik (Pelczar dan Chan 2010). Menurut Jawel et al.(1996) diacu dalam Fitrial et al. (2008) umumnya dinding sel bakteri gram negatif mengandung membran luar yang dapat menghalangi lewatnya molekul-molekul besar termasuk molekul antibakteri.


(38)

Semanggi air yang diekstrak secara bertingkat dengan pelarut murni heksana, etil asetat, dan metanol menghasilkan ekstrak kasar yang berbeda karakterisik fisik dan kimianya. Ekstrak heksana semanggi air memiliki ekstrak yang berwarna kuning dan kering, ekstrak etil asetat berwarna hijau tua dan masih berbentuk pasta, sedangkan ekstrak metanol memiliki warna hijau lebih muda daripada ekstrak etil asetat dan berbentuk pasta namun lebih kering dari ekstrak etil asetat. Rendemen ekstrak kasar terbesar sampai terkecil berturut-turut yaitu dari pelarut metanol sebesar 1,40%, pelarut etil asetat sebesar 1,03%, dan rendemen ekstrak kasar dari pelarut heksana sebesar 0,27%. Komponen fitokimia yang terdeteksi pada ekstrak semanggi air dari ketiga pelarut yaitu steroid dan kandungan karbohidrat dengan pelarut Molisch, sedangkan komponen yang hanya terdapat di ekstrak metanol semanggi air, yaitu flavonoid dan gula pereduksi dengan uji Benedict. Aktivitas antibakteri tertinggi yang diperoleh dari ekstrak semanggi air terdeteksi pada ekstrak etil asetat konsentrasi 2 mg/discdengan zona hambat 2 mm pada bakteri ujiB. subtilis.

5.2 Saran

Penelitian ini menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik adalah ekstrak etil asetat yang diduga dari komponen steroid/ terpenoid sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dari jenis steroid yang terkandung dalam semanggi air dari setiap pelarut. Daun semanggi air memiliki kemampuan sebagai antibakteri, namun masih perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut, uji aktivitas antibakteri dengan konsentrasi diatas 2 mg/disc, dan penentuan Minimum Inhibitory Concentration (MIC). Selain itu perlu dilakukan juga uji aktivitas antibakteri terhadap tangkai dan batang semanggi air.


(39)

FITRI ASTUTI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(40)

Semanggi Air Marsilea crenata Presl. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI

dan AGOES MARDIONO JACOEB.

Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar misalnya sawah, kolam, danau, dan sungai. Daun semanggi air banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan di berbagai Negara, khususnya Indonesia. Selain itu banyak informasi yang menyatakan bahwa semanggi air memiliki kandungan bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari semanggi air sebagai sumber bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antibakteri. Penelitian yang dilakukan adalah pengujian kemampuan antibakteri ekstrak daun semanggi air terhadap bakteriEscherichia coli sebagai bakteri Gram-negatif danBacillus subtilissebagai bakteri Gram-positif.

Penelitian ini terdiri dari empat tahap, 1) pengambilan dan preparasi sampel, 2) ekstraksi komponen bioaktif, 3) uji fitokimia berupa uji alkaloid, saponin, steroid, flavonoid, tanin, fenol hidrokuinon, uji molisch, uji benedict, dan uji biuret, 4) analisis aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram kertas (paper disc)pada bakteri ujiE. colidanB. subtilis.

Semanggi air yang diekstrak secara bertingkat dengan pelarut murni heksana, etil asetat, dan metanol menghasilkan ekstrak kasar yang berbeda karakterisik fisik dan kimianya. Ekstrak heksana semanggi air memiliki ekstrak yang berwarna kuning dan kering, ekstrak etil asetat berwarna hijau tua dan masih berbentuk pasta, sedangkan ekstrak metanol memiliki warna hijau lebih muda daripada ekstrak etil asetat dan berbentuk pasta namun lebih kering dari ekstrak etil asetat. Rendemen ekstrak kasar terbesar sampai terkecil berturut-turut yaitu dari pelarut metanol sebesar 1,40%, pelarut etil asetat sebesar 1,03%, dan rendemen ekstrak kasar dari pelarut heksana sebesar 0,27%. Komponen fitokimia yang terdeteksi pada ekstrak semanggi air dari ketiga pelarut yaitu steroid dan kandungan karbohidrat dengan pelarut Molisch, sedangkan komponen yang hanya terdapat di ekstrak metanol semanggi air, yaitu flavonoid dan gula pereduksi dengan uji Benedict. Aktivitas antibakteri tertinggi yang diperoleh dari ekstrak semanggi air terdeteksi pada ekstrak etil asetat konsentrasi 2 mg/diskdengan zona hambat 2 mm pada bakteri ujiB. subtilis.


(41)

FITRI ASTUTI C34080082

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(42)

Nama : Fitri Astuti

NRP : C34080082

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb Dipl.-Biol NIP. 19700807 199603 2 002 NIP. 19591127 198601 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., M. Phil. NIP. 19580511 1985031 002


(43)

Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Semanggi Air Marsilea crenata Presl.” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi negeri manapun. Sumber informasi yang digunakan atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Fitri Astuti C34080082


(44)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Semanggi Air Marsilea crenata Presl., sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini, terutama kepada:

1. Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing pertama, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis .

2. Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol selaku dosen pembimbing kedua dan Ketua Ketua Program Studi S1 Departemen Teknologi Hasil Perairan, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

3. Dr.rer.nat Kustiariyah Tarman selaku dosen penguji yang telah memberi pengarahan juga masukan serta membimbing penulis dengan baik.

4. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil. selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5. Orang tua saya tercinta bapak Yuliswar dan ibu Ratna serta adik saya Rika yang telah memberi kasih sayang dan dukungan untuk menyelesaikan Skripsi.

6. Arvani Arlan atas semua doa, motivasi dan dukungan yang diberikan. 7. Teman seperjuangan THP 45, Rivi, Ipi, Hilma, Fitriany, Hana, Ningrum,

Iis, Helmy, Rico, Apip, Icha, Ukon yang telah menjadi sahabat serta rekan kerja yang sangat baik selama menjalankan perkuliahan.

8. Ibu Ema Masruroh, S.Si, Sulastri A,Md, Dini Indriani A.Md, Saeful Bahri A, Md, dan Pak Eman yang telah membantu penulis selama penelitian di Laboratorium.

9. Teman satu bimbingan Lidia, Hani, dan Hamdan yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.


(45)

persahabatannya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif dalam penyempurnaan penyusunan skripsi ini agar dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Januari 2013


(46)

Penulis bernama Fitri Astuti dilahirkan di Bogor, 13 September 1990 sebagai anak ke-3 dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak Yuliswar dan Ibu Ratna. Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Fattahillah, Kebagusan Jakarta Selatan (1995-1996), Sekolah Dasar Negeri 07 Pagi Jakarta Timur (1996-2002), SLTP Negeri 179 Jakarta Timur (2002-2005), SMA Negeri 39 Jakarta Timur (2005-2008).

Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor pada Tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dengan Mayor Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengikuti unit kegiatan mahasiswa Agria Swara sebagai anggota. Kepanitiaan yang pernah diikuti penulis adalah menjadi Komisi Disiplin pada Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) angkatan 46 dan menjadi anggota Divisi Keamanan pada Masa Perkenalan Departemen Teknologi Hasil Perairan Angkatan 46.

Penulis akan menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Analisis Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antibakteri Semanggi Air Marsilea crenata Presl.” di bawah bimbingan Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si dan Dr. Agoes M Jacoeb, Dipl.-Biol sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.


(47)

Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Marsilea crenataPresl. ... 3 2.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif ... 4 2.3 Senyawa Fitokimia ... 5 2.4 Bakteri Patogen ... 13 2.5 Antibakteri... 15 3 METODE PENELITIAN... 17 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17 3.2 Bahan dan Alat. ... 17 3.3 Metode Penelitian... 17 3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel ... 19 3.3.2 Ekstraksi komponen bioaktif... 19 3.3.3 Uji fitokimia ... 20 3.3.4 Analisis aktivitas antibakteri ... 21 4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

4.1 Pemanenan dan Preparasi Semanggi Air (M. crenata) ... 24 4.2 Rendemen Ekstrak Semanggi Air (M. crenata). ... 24 4.3 Senyawa Fitokimia Semanggi Air (M. crenata) ... 27 4.4 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Semanggi Air . ... 31 5 KESIMPULAN DAN SARAN... 38 5.1 Kesimpulan... 38 5.2 Saran... 38 DAFTAR PUSTAKA... 39 LAMPIRAN... 43


(48)

No Teks Halaman 1 Kandungan fitokimia ekstrak kasar dari semanggi air……….. 28 2 Diameter zona bening dari aktivitas antibakteri semanggi air


(49)

No Teks Halaman 1 Semanggi air (Marsilea crenata Presl) ... 3 2 Struktur kimia jenis alkaloid ... 7 3 Struktur kimia jenis senyawa triterpenoid/steroid... 8 4 Struktur kimia dasar flavonoid... 9 5 Struktur kimia jenis saponin... 9 6 Struktur kimia jenis kuinon... 10 7 Bacillus subtilis... 14 8 Escherichia coli... 15 9 Diagram alir penelitian... 18 10 Media pertumbuhan semanggi air (Marsilea crenata) ... 24 11 Ekstrak kasar semanggi air ... 25 12 Rendemen ekstrak kasar semanggi air (Marsilea crenata) ... 26 13 Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadapB. subtilis... 32 14 Hasil pengujian aktivitas antibakteri terhadapE. coli... 33 15 Aktivitas antibakteri ekstrak heksana semanggi air terhadap bakteri uji 34 16 Aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat

semanggi air terhadap bakteriuji ……… 35 17 Aktivitas antibakteri ekstrak metanol semanggi air terhadap bakteri uji.. 36


(50)

No Halaman 1 Perhitungan rendemen ekstrak kasar dari daun semanggi air


(51)

Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar misalnya sawah, kolam, danau, dan sungai. Tumbuhan ini biasanya tumbuh liar dengan jenis-jenis tumbuhan air lainnya antara lain eceng kecil, genjer, rumput air, teki alit, dan lain-lain (Sastrapradja dan Afriastini 1985). Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Kristiono (2009) telah diketahui bahwa komposisi kimia daun dan tangkai semanggi air terdiri atas kadar air 89,02%, kadar abu 2,70%, kadar lemak 0,27%, kadar protein 4,35%, dan serat kasar 2,28%.

Manfaat daun semanggi air yang masih muda di Indonesia khususnya pulau Jawa serta Filipina dan Thailand digunakan sebagai sayuran untuk makanan. Di Thailand tanaman ini dimakan segar dengan sambal lokal. Di Filipina daun semanggi air digunakan sebagai bahan obat, sedangkan di India daun semanggi air digunakan untuk mengobati kusta, demam, dan keracunan pada darah. Di Australia tanaman ini banyak digunakan sebagai tepung dan dimakan. Di New Zaeland semanggi air digunakan sebagai tanaman hias pada akuarium (Champion dan Clayton 2001). Semanggi air juga mengandung komponen penting untuk kesehatan yaitu minyak atsiri dan saponin (BALITTRO 2011).

Mikroorganisme yang menimbulkan penyakit pada manusia umumnya berasal dari golongan bakteri. Bakteri yang merugikan dan menimbulkan penyakit disebut sebagai bakteri patogen (Wassenaar 2009). Bakteri patogen dapat merugikan kesehatan manusia sehingga perlu diatasi dengan menggunakan antibakteri yang tepat. Antibakteri merupakan senyawa kimia yang memiliki fungsi menghambat pertumbuhan maupun membunuh sel bakteri (Madigan et al. 2009). Antibakteri dapat berupa senyawa sintetik maupun senyawa yang berasal dari bahan alami (natural product). Senyawa sintetik berpotensi menimbulkan efek negatif yang dapat mengganggu kesehatan, misalnya kanker (Gold dan Slone 1999). Hal ini memicu perlunya pencarian alternatif bahan alami sebagai antibakteri yang aman bagi kesehatan manusia.

Infeksi merupakan penyakit yang sering terjadi di daerah tropis, contoh : Indonesia, karena keadaan udara yang banyak berdebu, temperatur yang hangat


(52)

dan lembab sehingga mikroba dapat tumbuh subur. Bagi negara berkembang timbulnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik pada penyakit infeksi merupakan masalah penting. Kekebalan bakteri terhadap antibiotik menyebabkan angka kematian karena penyakit infeksi semakin meningkat. Penanganan penyakit infeksi tersebut tidak hanya meningkatkan biaya kesehatan karena diperlukan penanganan kombinasi antibiotik, tetapi juga menyebabkan meningkatnya kematian terutama di negara berkembang karena antibiotik yang diperlukan tidak tersedia. Dana yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia untuk mengimpor bahan baku antibiotik setiap tahunnya Rp. 18,6 – Rp. 122,4 milyar.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari semanggi air sebagai sumber bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antibakteri. Penelitian yang dilakukan adalah pengujian kemampuan antibakteri ekstrak daun semanggi air terhadap bakteriEscherichia colisebagai bakteri Gram-negatif danBacillus subtilissebagai bakteri Gram-positif.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

(1) menentukan rendemen ekstrak kasar dari semanggi air;

(2) menentukan jenis komponen bioaktif yang terkandung dalam semanggi air;


(53)

Klasifikasi dari semanggi air (M. crenata Presl.) menurut Haenk (1825) diacu dalam Afriastini (2003) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Pteridophyta Kelas : Pteridopsida Ordo : Salviniales Famili : Marsileaceae Genus :Marsilea

Spesies :Marsilea crenataPresl.

Gambar 1 Semanggi air (Marsilea crenataPresl.).

Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar, yaitu sawah, kolam, danau, dan sungai. Semanggi air sering dianggap sebagai gulma pada tanaman padi namun memiliki nilai kegunaan yang beraneka ragam (Afriastini 2003). Tumbuhan ini biasanya hidup dengan jenis-jenis tumbuhan air lain, misalnya eceng kecil, genjer, rumput air, serta teki alit (Sastrapradja dan Afriastini 1985). Semanggi air memiliki beberapa nama lain, yaitu jukut calingcingan (Sunda), tapak itek (Malaysia), upat-upat (Filipina), chutul phnom (Kamboja), pak vaen (Laos), phak waen (Thailand), dan water clover fern(Inggris).


(54)

2.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif

Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan yang didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan pembanding tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Dalam pemilihan jenis pelarut yang digunakan harus memperhatikan daya larut, titik didih, sifat toksik, mudah tidaknya terbakar, dan sifat korosif terhadap peralatan ekstraksi (Khopkar 2003).

Metode ekstraksi yang digunakan tergantung dari beberapa faktor yaitu, tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat komponen-komponen yang akan diekstrak, dan sifat-sifat pelarut yang digunakan. Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya ekstraksi dengan pelarut, destilasi, supercritical fluid extraction (SFE), pengepresan, dan sublimasi. Metode yang banyak digunakan adalah destilasi dan ekstraksi menggunakan pelarut (Houghton dan Raman 1998).

Jenis ekstraksi meliputi ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Ekstraksi secara dingin terdiri atas metode maserasi, metode sokhletasi dan metode perkolasi; sedangkan ekstraksi secara panas terdiri atas metode refluks dan metode destilasi uap. Maserasi merupakan ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam suatu pelarut selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi bertujuan untuk mengekstrak sampel yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam pelarut, tidak mengandung benzoin dan lilin (Sudjadi 1986).

Sokhletasi merupakan ekstraksi yang dilakukan secara berkesinambungan. Pelarut dipanaskan sehingga menguap, kemudian uap pelarut terkondensasi menjadi molekul-molekul air. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. Perkolasi merupakan metode ekstraksi dengan mengalirkan pelarut melalui sampel yang telah dibasahi. Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks dan pelarut yang digunakan menjadi


(1)

Pelczar S, Chan ECS. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Hadioetomo et al., penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Qasim R. 1991. Amino acid composition of common seaweeds. Pakistan Journal of Pharmaceutical Sciences4(1):49-54.

Ray B, Bhunia A. 2008. Fundamental Food Microbiology. Fourth edition. New York: CRC Press.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit ITB.

Rorong JA, Suryanto E. 2010. Analisis fitokimia enceng gondok (Eichhornia crassipes) dan efeknya sebagai agen photoreduksi Fe3+. Chemical Program3(1):33-41.

Salamah E, Ayuningrat E, Purwaningsih S. 2008. Penapisan awal komponen bioaktif dari kijing Taiwan (Anadonta woodiana Lea.) sebagai senyawa antioksidan.Buletin Teknologi Hasil Perikanan11(2):119-132.

Salamah E, Purwaningsih S, Permatasari E. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada selada air (Nasturtium officinale L.R.Br).Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia14(2):85-91.

Santalova EA, Makarieva TN, Gorshkova IA, Dmitrenok AS, Krasokhin VB, Stonik VA. 2004. Sterol from six marine sponges. Biochemical Systematics and Ecology32:153-167.

Sastrapradja S, Afriastini JJ. 1985. Kerabat Paku. Bogor: Lembaga BiologiNasional LIPI.

Sirait M. 2007.Penuntun Fitokimia dalam Farmasi.Bandung: ITB.

Sudirman S. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif kangkung air (Ipomoea aquaticaForsk.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sudjadi. 1986.Metode Pemisahan.Yogyakarta: UGM Press.

Sudrajat H, Bang ND, Trung PX. 2008. Removal of Cd(II) from aqueous solutions byBruguiera sexangulapoir tannin-based adsorbent. Journal of Applied Science in Environmental Sanition3(2):91-100.

Suradikusumah E. 1989. Kimia Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB.

Todar K. 2011. Staphylococcus aureus and Staphylococcal Disease. http://www.textbookofbacteriology.net/staph.html [19 September 2011].

Uyttendaele M, Debevere J. 2003. The use of applied sytematics to identify foodborne pathogens. Di dalam: McMeekin TA, editor.Detecting Pathogens In Food. New York: CRC.

Wassenaar TM. 2009. Pathogenic bacteria. http://www.bacteriamuseum.org [19 September 2011].


(2)

42

Wirakusumah ES. 2007. Kandungan Gizi Buah dan Sayuran. Jakarta : Penebar Swadaya.

Wiyanto DB. 2010. Uji aktivitas antibakteri ekstrak rumput laut Kappaphycus alvarezii dan Euhema denticullatum terhadap bakteri Aeromonas hydrophila danVibrio harveyii.Jurnal Kelautan3(1):1-17.

Zabri H, Kodjo C, Benie A, Bekro JM, Bekro YA. 2008. Phytochemical screening and determination of flavonoid in Secamone afzelii (Asclepiadaceae) extracts.African Journal Pure Applied Chemistry2(8):80-82.


(3)

(4)

44

Lampiran 1 Perhitungan rendemen ekstrak kasar dari daun semanggi air (Marsilea crenata).

Keterangan :

A : Bobot sampel awal B : Bobot botol kosong

C : bobot botol + sampel hasil evaporasi a. N-heksana

Rendemen ulangan 1 : x 100% = 0.0535 %

Rendemen ulangan 2 : x 100 % = 0.4785 %

Rata-rata : 0.266 %

b. Etil asetat

Rendemen ulangan 1 : x 100 % = 0.7015 %

Rendemen ulangan 2 : x 100 %

=

1.368 %

Rata-rata : 1.0347 %

c. Metanol

Rendemen ulangan 1 : x 100 % = 1.4475 %

Ekstrak

kasar Ulangan A (gram) B (gram) C (gram) Rendemen (%)

Rata-rata (%)

n-heksana 1 20 36.8815 36.8922 0.0535 0.266

2 20 36.8871 36.9828 0.4785

Etil asetat

1 20 37.6198 37.7601 0.7015

1.0347

2 20 35.3974 35.671 1.368

Metanol 1 20 36.8815 37.171 1.4475 1.3935


(5)

Rendemen ulangan 2 : x 100 %

=

1.3395 %


(6)

RINGKASAN

FITRI ASTUTI. C34080082. Analisis Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri Semanggi Air Marsilea crenata Presl. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI

dan AGOES MARDIONO JACOEB.

Semanggi air merupakan tumbuhan air yang banyak terdapat di lingkungan air tawar misalnya sawah, kolam, danau, dan sungai. Daun semanggi air banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan di berbagai Negara, khususnya Indonesia. Selain itu banyak informasi yang menyatakan bahwa semanggi air memiliki kandungan bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari semanggi air sebagai sumber bahan bioaktif yang mempunyai aktivitas antibakteri. Penelitian yang dilakukan adalah pengujian kemampuan antibakteri ekstrak daun semanggi air terhadap bakteriEscherichia coli sebagai bakteri Gram-negatif danBacillus subtilissebagai bakteri Gram-positif.

Penelitian ini terdiri dari empat tahap, 1) pengambilan dan preparasi sampel, 2) ekstraksi komponen bioaktif, 3) uji fitokimia berupa uji alkaloid, saponin, steroid, flavonoid, tanin, fenol hidrokuinon, uji molisch, uji benedict, dan uji biuret, 4) analisis aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram kertas (paper disc)pada bakteri ujiE. colidanB. subtilis.

Semanggi air yang diekstrak secara bertingkat dengan pelarut murni heksana, etil asetat, dan metanol menghasilkan ekstrak kasar yang berbeda karakterisik fisik dan kimianya. Ekstrak heksana semanggi air memiliki ekstrak yang berwarna kuning dan kering, ekstrak etil asetat berwarna hijau tua dan masih berbentuk pasta, sedangkan ekstrak metanol memiliki warna hijau lebih muda daripada ekstrak etil asetat dan berbentuk pasta namun lebih kering dari ekstrak etil asetat. Rendemen ekstrak kasar terbesar sampai terkecil berturut-turut yaitu dari pelarut metanol sebesar 1,40%, pelarut etil asetat sebesar 1,03%, dan rendemen ekstrak kasar dari pelarut heksana sebesar 0,27%. Komponen fitokimia yang terdeteksi pada ekstrak semanggi air dari ketiga pelarut yaitu steroid dan kandungan karbohidrat dengan pelarut Molisch, sedangkan komponen yang hanya terdapat di ekstrak metanol semanggi air, yaitu flavonoid dan gula pereduksi dengan uji Benedict. Aktivitas antibakteri tertinggi yang diperoleh dari ekstrak semanggi air terdeteksi pada ekstrak etil asetat konsentrasi 2 mg/diskdengan zona hambat 2 mm pada bakteri ujiB. subtilis.