Pengukuran Kadar Protein, Lemak, Karbohidrat Dan Air Untuk Penentuan Usia Panen Terbaik Ditinjau Dari Segi Nutrisi Dan Ekonomi Pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus).

(1)

PENGUKURAN KADAR PROTEIN, LEMAK, KARBOHIDRAT DAN AIR UNTUK PENENTUAN USIA PANEN TERBAIK DITINJAU DARI SEGI

NUTRISI DAN EKONOMI PADA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

SKRIPSI

LISYA YUANITA 090822052

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PENGUKURAN KADAR PROTEIN, LEMAK, KARBOHIDRAT DAN AIR UNTUK PENENTUAN USIA PANEN TERBAIK DITINJAU DARI SEGI

NUTRISI DAN EKONOMI PADA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

SKRIPSI

LISYA YUANITA 090822052

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains.

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengukuran Kadar Protein, Lemak, Karbohidrat Dan Air Untuk Penentuan Usia Panen Terbaik Ditinjau Dari Segi Nutrisi Dan Ekonomi Pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Kategori : SKRIPSI

Nama : Lisya Yuanita Nomor Induk Mahasiswa : 090822052

Program Studi : Kimia Ekstensi Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, september 2011

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr.Yuniarti Yusak, MS Dr. Ribu Surbakti, MS NIP. 130 809 726 NIP. 194507061980031001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

DR.Rumondang Bulan, MS NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGUKURAN KADAR PROTEIN, LEMAK, KARBOHIDRAT DAN AIR UNTUK PENENTUAN USIA PANEN TERBAIK DITINJAU DARI SEGI

NUTRISI DAN EKONOMI PADA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, September 2011

LISYA YUANITA 090822052


(5)

PENGHARGAAN

Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmad dan karunia-Nya berupa kesehatan dan kesempatan sehinga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini dengan baik.

Selanjutnya penulis menyampaikan penghargaan tulus kepada Ayahanda tersayang Syafrizal Koto dan Ibunda tercinta Karolina yang telah membesarkan, mendidik, mendoakan dan memberikan kasih sayang kepada penulis. Serta adik-adikku Opi, Pura dan seluruh keluarga besarku yang telah memberi dukungannya.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: Bapak Ribu Surbakti,MS dan Ibu DR.Yuniarti Yusak, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ibu DR.Rumondang Bulan selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, Dosen serta seluruh staf pengajar FMIPA USU dan seluruh staf pegawai Balai Perindustrian dan Standardisasi yang telah membagi ilmu pengetahuan dan memberi masukan dalam penyusunan skripsi ini. Serta seluruh staf pegawai Departemen Kimia FMIPA USU yang telah membantu mengurus segala administrasi. Kepada teman-temanku; Kiki, Rana, Jashinta, Maria, Dilla, Putri, Yani, Kak Ayu, Kak Pepi dan seluruh rekan mahasiswa yang telah memberikan dukungan baik moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis menerima dengan lapang dada kritik dan saran yang bersifat membangun demi sempurnanya skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, semoga kiranya Allah SWT meridhoi kita semua dan senantiasa melimpahkan rahmad-Nya.

Medan, September 2011

Penulis,


(6)

ABSTRAK

Telah dilakukan pengukuran kandungan protein, lemak, karbohidrat dan air untuk penentuan usia panen terbaik ditinjau dari segi kandungan nutrisi dan ekonomi pada Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Penelitian diawali dengan pembuatan media tanam berbahan serbuk kayu, dilanjutkan dengan proses sterilisasi, inokulasi, inkubasi dan penyiapan sampel. Sampel berupa Jamur Tiram Putih dengan variasi waktu pertumbuhan yaitu 3, 4 dan 5 hari. Kemudian dilakukan penentuan protein dengan metode Kjeldhal, penentuan lemak melalui ekstraksi dengan soklet, penentuan karbohidrat dengan metode Luff - Schoorl, dan penentuan kadar air dengan metode gravimetri. Dari hasil pengujian diperoleh kadar lemak, karbohidrat dan kadar air tertinggi pada Jamur Tiram dengan usia pertumbuhan 5 hari yaitu 1,09%, 2,96% dan 91,67%. Sedangkan kadar protein tertinggi pada usia pertumbuhan 3 hari yaitu 2,79%. Maka disimpulkan usia panen terbaik ditinjau dari segi nutrisi dan ekonominya adalah jamur tiram putih berusia 4 hari yang memiliki kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi, penampilan fisik yang baik karena kandungan air yang rendah, dan bobot buah yang cukup besar sehingga akan menguntungkan secara ekonomi.


(7)

MEASUREMENT OF PROTEIN, FAT, CARBOHYDRATE AND WATER CONTENT TO DETERMINE THE HARVESTING TIME BASED ON THE

NUTRITION CONTENT AND ECONOMIC ADVANTAGES OF OYSTER MUSHROOM (Pleurotus Ostreatus)

ABSTRACT

A measurement has been done to determine the protein, fat, carbohydrates and water content to determine the harvesting time based on the nutrition content and economic advantages of Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus). The research begins with the manufacture of growing media made from sawdust, followed by sterilization, inoculation, incubation and sample preparation. Samples of White Oyster Mushrooms with variation of growth time is 3, 4 and 5 days. Then do the determination of protein by Kjeldhal method, the determination of fat by extraction with soklet, the determination of carbohydrates by the Luff – Schoorl method, and determination of water content by gravimetric method. From the analysis results obtained that the highest levels of fat, carbohydrate and water content of Oyster Mushroom at the age of 5 days growth was 1.09%, 2.96% and 91.67%. While the highest protein levels at the age of 3 days of growth of 2.79%. Therefore the best harvest age of Oyster Mushroom was 4 days that contain medium levels of proteins,lipid and carbohydrate, good physical appearance and weight of fruit that is large enough so it will be advantageous economy.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak iv

Abstract v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix

Daftar Lampiran x

Bab 1 Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Pembatasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Lokasi Penelitian 3

1.7 Metodologi Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Fungi/Jamur 5

2.1.1 Kebutuhan Nutrisi 6

2.1.2 Faktor Pendukung Pertumbuhan 8 2.2 Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) 9

2.3 Kandungan Nutrisi Jamur 11

2.4 Protein 12

2.4.1 Analisa Protein 13

2.5 Karbohidrat 14

2.5.1 Analisa Karbohidrat 15

2.6 Lemak 16

2.6.1 Analisa Lemak 17

Bab 3 Metodologi Penelitian 19

3.1 Alat dan Bahan 19

3.1.1 Alat – alat 19

3.1.2 Bahan – bahan 20

3.2 Prosedur Penelitian 21

3.2.1 Penyiapan Reagen 21

3.2.2 Penyediaan Sampel 22

3.2.2.1 Pembuatan Media 22

3.2.2.2 Pengambilan Contoh 22

3.2.3 Penyiapan Sampel 23

3.2.4 Analisa Kadar Protein 23

3.2.5 Analisa Kadar Lemak 23


(9)

3.2.7 Analisa Kadar Air 23

3.3 Bagan Penelitian 24

3.3.1 Penyediaan Sampel 24

3.3.2 Analisa Kadar Protein 25

3.3.3 Analisa Kadar Lemak 26

3.3.4 Analisa Kadar Karbohidrat 27

3.3.5 Analisa Kadar Air 27

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 28

4.1 Data Hasil Penelitian 28

4.2 Perhitungan 30

4.2.1 Perhitungan Kadar Protein 30

4.2.2 Perhitungan Kadar Lemak 30

4.2.3 Perhitungan Kadar Karbohidrat 31

4.2.4 Perhitungan Kadar Air 32

4.3 Pengolahan Data 32

4.3.1 Pengolahan Data Analisa Kadar Protein 33 4.3.2 Pengolahan Data Analisa Kadar Lemak 34 4.3.3 Pengolahan Data Analisa Kadar Karbohidrat 34 4.3.4 Pengolahan Data Analisa Kadar Air 34

4.4 Pembahasan 35

4.4.1 Analisa Kadar Protein 35

4.4.2 Analisa Kadar Lemak 36

4.4.3 Analisa Kadar Karbohidrat 37

4.4.4 Analisa Kadar Air 37

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 40

5.1 Kesimpulan 40

5.2 Saran 40

Daftar Pustaka 41


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Protein Beberapa Jamur dengan Beberapa

Bahan Makanan 11

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur Tiram 11 Tabel 4.1.Data Hasil Pengukuran Kadar Protein Pada Jamur Tiram Putih 28 Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Kadar Lemak Pada Jamur Tiram Putih 28 Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat Pada Jamur Tiram Putih 29 Tabel 4.4 Data Hasil Pengukuran Kadar Air Pada Jamur Tiram Putih 29


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2 Jamur usia 3, 4 dan 5 hari 9


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Protein (%) Pada Jamur Tiram Putih 43 Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Kadar Lemak (%) Pada Jamur Tiram Putih 43 Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat (%) Pada Jamur

Tiram Putih 43

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Kadar Air (%) Pada Jamur Tiram Putih 43 Tabel 5. Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl 44 Tabel 6. Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Jamur Tiram Putih 44 Tabel 7. Analisa Sidik Ragam Kadar Lemak Jamur Tiram Putih 44 Tabel 8. Analisa Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tiram Putih 45 Tabel 9. Analisa Sidik Ragam Kadar Air Jamur Tiram Putih 45 Gambar 1. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Protein (%) 46 Gambar 2. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Lemak (%) 46 Gambar 3. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Karbohidrat (%) 46 Gambar 4. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Air (%) 47


(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan pengukuran kandungan protein, lemak, karbohidrat dan air untuk penentuan usia panen terbaik ditinjau dari segi kandungan nutrisi dan ekonomi pada Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus). Penelitian diawali dengan pembuatan media tanam berbahan serbuk kayu, dilanjutkan dengan proses sterilisasi, inokulasi, inkubasi dan penyiapan sampel. Sampel berupa Jamur Tiram Putih dengan variasi waktu pertumbuhan yaitu 3, 4 dan 5 hari. Kemudian dilakukan penentuan protein dengan metode Kjeldhal, penentuan lemak melalui ekstraksi dengan soklet, penentuan karbohidrat dengan metode Luff - Schoorl, dan penentuan kadar air dengan metode gravimetri. Dari hasil pengujian diperoleh kadar lemak, karbohidrat dan kadar air tertinggi pada Jamur Tiram dengan usia pertumbuhan 5 hari yaitu 1,09%, 2,96% dan 91,67%. Sedangkan kadar protein tertinggi pada usia pertumbuhan 3 hari yaitu 2,79%. Maka disimpulkan usia panen terbaik ditinjau dari segi nutrisi dan ekonominya adalah jamur tiram putih berusia 4 hari yang memiliki kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi, penampilan fisik yang baik karena kandungan air yang rendah, dan bobot buah yang cukup besar sehingga akan menguntungkan secara ekonomi.


(14)

MEASUREMENT OF PROTEIN, FAT, CARBOHYDRATE AND WATER CONTENT TO DETERMINE THE HARVESTING TIME BASED ON THE

NUTRITION CONTENT AND ECONOMIC ADVANTAGES OF OYSTER MUSHROOM (Pleurotus Ostreatus)

ABSTRACT

A measurement has been done to determine the protein, fat, carbohydrates and water content to determine the harvesting time based on the nutrition content and economic advantages of Oyster Mushroom (Pleurotus ostreatus). The research begins with the manufacture of growing media made from sawdust, followed by sterilization, inoculation, incubation and sample preparation. Samples of White Oyster Mushrooms with variation of growth time is 3, 4 and 5 days. Then do the determination of protein by Kjeldhal method, the determination of fat by extraction with soklet, the determination of carbohydrates by the Luff – Schoorl method, and determination of water content by gravimetric method. From the analysis results obtained that the highest levels of fat, carbohydrate and water content of Oyster Mushroom at the age of 5 days growth was 1.09%, 2.96% and 91.67%. While the highest protein levels at the age of 3 days of growth of 2.79%. Therefore the best harvest age of Oyster Mushroom was 4 days that contain medium levels of proteins,lipid and carbohydrate, good physical appearance and weight of fruit that is large enough so it will be advantageous economy.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di seluruh dunia ada ribuan spesies jamur yang tersebar dari wilayah subtropis yang cenderung dingin sampai kawasan tropis yang hangat. Dari ribuan jenis tersebut ada jamur yang merugikan adalah berbagai jenis jamur (fungi) penyebab penyakit pada manusia dan tanaman, misalnya menyebabkan keracunan saat dikonsumsi dan dapat menjadi sumber penyakit atau jamur yang menyebabkan kayu cepat lapuk. Jamur menguntungkan adalah jenis jamur yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, misalnya untuk menghancurkan sampah organik, menghasilkan anti biotik; atau jamur yang bermanfaat dalam pembuatan tempe, oncom dan alkohol. Termasuk jenis yang menguntungkan adalah jamur konsumsi, yaitu jamur yang dapat dimakan tanpa menimbulkan efek racun. Jenisnya antara lain jamur kuping, tiram, merang, shiitake, champignon dan jamur barat.

Dalam sejarah pembudidayaan jamur konsumsi, Prancis adalah pelopornya. Dari Prancin, budidaya jamur menyebar ke Negara-negara Eropa seperti Inggris, Jerman, Hongaria, dan Denmark.

Sebagai makanan, jamur memiliki kelebihan dibanding bahan makanan lainnya. Kelebihan jamur terletak pada kandungan gizinya yang tinggi dan cita rasanya yang lezat. Kandungan gizi jamur antara lain karbohidrat, lemak, protein, vitamin B, B12 dan C, serta mineral seperti kalsium, kalium, fosfor dan besi (Parjimo dan Andoko, 2007).

Kandungan protein jamur lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada tumbuhan secara umum. Kandungan protein yang cukup tinggi dari jamur dibandingkan sayuran hijau atau umbi-umbian lebih memungkinkan jamur sebagai penambah protein bagi orang-orang yang kekurangan protein dibandingkan sayur atau umbi-umbian (Sinaga, 2000).

Pada awalnya, pemenuhan kebutuhan terhadap jamur hanya mengandalkan kondisi alam. Dengan cara seperti ini, jumlah jamur yang didapat sangat terbatas dan


(16)

hanya dapat diperoleh pada musim tertentu saja. Di Indonesia, jamur hanya tumbuh secara alami pada musim penghujan (Parjimo dan Andoko, 2007).

Di Indonesia, saat ini jamur kuping, tiram, merang, shiitake dan champignon sudah dibudidayakan secara komersial untuk memenuhi kebutuhan yang semakin hari semakin meningkat. Jenis jamur kuping, tiram dan merang dapat dibudidayakan di sebagian besar wilayah Indonesia yang bersuhu hangat.

Di wilayah Sumatera Utara khususnya, jamur merupakan komoditi pertanian yang masih baru dan jumlah produknya terus meningkat, maka konsumen dapat memilih produk jamur dengan kualitas terbaik ditinjau dari kandungan nutrisinya dan penampilan fisik jamur itu sendiri sehingga mendorong produsen jamur untuk menghasilkan produk dengan kualitas terbaik.

Chang,1982 telah meneliti komposisi asam amino jamur merang pada berbagai stadia pertumbuhan, dan mendapatkan hasil yang signifikan pada masing-masing stadia pertumbuhan. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Pengukuran Kadar Protein, Lemak, Karbohidrat Dan Air Untuk Penentuan Usia Panen Terbaik Ditinjau Dari Segi Nutrisi Dan Ekonomi Pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) ”

1.2 Permasalahan

Bagaimana pengaruh usia panen terhadap kandungan Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Air ditinjau dari segi nutrisi dan ekonomi pada jamur tiram Putih (Pleurotus ostreatus)?

1.3 Pembatasan Masalah

1. Objek penelitian adalah Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan perlakukan yang sama.

2. Analisa dilakukan pada Pleurotus ostreatus dengan variasi usia 3, 4 dan 5 hari. Usia jamur 1 hari dihitung sejak kemunculan badan buah jamur berbentuk seperti kecambah berwarna putih. Pemilihan usia ini berorientasi pada keadaan di lapangan, dimana pada umumnya jamur tiram dipanen pada usia tersebut. Bila usia panen kurang dari usia 3 hari, maka akan menyebabkan kerugian bagi produsen karena bobot tubuh buah jamur ringan, sedangkan jika panen lebih dari 5 hari maka jamur tiram sudah mengalami pembusukan.


(17)

3. Pengujian berupa analisa kuantitatif terhadap kadar protein, lemak, karbohidrat dan air.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kadar protein, lemak, karbohidrat dan air pada Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus) pada beberapa usia pertumbuhan yaitu 3,4 dan 5 hari.

2. Untuk mengetahui usia panen terbaik ditinjau dari segi nutrisi dan ekonomi pada pembudidayaan Jamur Tiram Putih ditinjau dari kadar protein, lemak, karbohidrat dan air.

2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa jamur tiram (Pleurotus ostreatus) memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi produsen jamur tiram untuk mengetahui waktu panen terbaik ditinjau dari segi nutrisi dan ekonominya guna peningkatan kualitas produk.

1.6 Lokasi Penelitian

Sampel dibuat di tempat pembudidayaan jamur tiram Pondok Jamur Lisa di desa Patumbak 1, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Analisis dilakukan di Laboratorium Makanan Minuman dan Hasil Pertanian Balai Perindustrian dan Standardisasi Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

Dalam penelitian sampel yang digunakan adalah jamur tiram (Pleurotus ostreatus) berusia 3, 4 dan 5 hari berupa bahan segar masing-masing sebanyak 100 g. Langkah-langkah yang dilakukan untuk proses analisanya adalah sbb:

1. Analisa kadar protein dengan metode Kjeldhal

2. Analisa lemak dengan metode hidrolisis dan ekstraksi metode sokhlet. 3. Analisa kadar karbohidrat dengan metode Luff- Schoorl

4. Penentuan kadar air dilakukan dengan metode pengeringan di oven pada suhu 100-105ºC


(18)

5. Dalam penelitian ini ada beberapa variable yang digunakan yaitu:

a. Variabel bebas yaitu variable yang mempunyai pengaruh terhadap penelitian, dalam hal ini adalah variasi waktu panen jamur tiram

b. Variabel tetap adalah variable yang dibuat tetap agar tidak menyebabkan terjadinya perubahan pada variable terikat. Yang menjadi variable tetap dalam penelitian ini adalah komposisi media tanam, temperatur dan kelembapan. c. Variabel terikat adalah variable yang terukur terhadap perubahan perlakuan,

yaitu :

2.1 Kadar protein 2.2 Kadar lemak 2.3 Kadar karbohidrat 2.4 Kadar air


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungi/Jamur

Fungi adalah kata jamak dari kata Fungus yang berasal dari bahasa latih Fungour. Kata ini awalnya digunakan untuk jamur yang berpendar pada malam hari. Dalam penggunaannya kata ini meluas penggunaannya meliputi thallus seperti tumbuhan tidak berklorofil contohnya mold dan organisme yang sejenis dengan jamur.

Fungi tumbuh di habitat yang tersebar luas. Ditemukan hampir di setiap tempat di bumi pada material organik baik hidup maupun mati. banyak fungi hidup di tanah berhumus. Tetapi banyak juga yang menyerang organisme hidup, dan dapat hidup di jaringan tumbuhan dan hewan.

Fungi dapat tumbuh pada berbagai habitat, tidak berklorofil dan seperti hewan, tidak dapat memproduksi makanan sendiri. Fungi memanfaatkan makanan dari sumber eksternal (Vasishta & Sinha,2007).

Seperti hewan, jamur adalah organisme heterotrof yang mengkonsumsi bahan-bahan organik. Hidup sebagai saprofit yaitu dengan mengkonsumsi bahan-bahan-bahan-bahan organik dari hewan atau tumbuhan yang telah mati. Terdapat juga fungi yang hidup sebagai parasit dan mengubah jaringan tumbuhan atau hewan hidup. Pada prosesnya, fungi melepaskan enzim ke lingkungannya, sehingga molekul makanan diubah menjadi lebih sederhana dan nutrisinya dapat diserap ke dalam sel (Moore, 1982).

Jamur merupakan tumbuhan yang tidak berklorofil sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan, seperti selulosa, glukosa, lignin, protein, dan senyawa pati dari organisme lain. Dengan bantuan enzim yang diproduksi oleh hifa (bagian jamur yang bentuknya seperti benang halus, panjang, dan kadang bercabang). Bahan makanan tersebut diuraikan menjadi senyawa yang dapat diserap untuk pertumbuhan. Oleh kerena itu, jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik, yaitu tanaman yang kehidupannya tergantung pada organisme lain (Parjimo dan Andoko, 2007).


(20)

2.1.1 Kebutuhan nutrisi

Berdasarkan sumber nutrisi yang diserapnya, jamur diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu saprofit dan parasit. Saprofit tumbuh pada bahan organik mati. Dan parasit hidup pada zat hidup untuk mendapatkan makanan dari inangnya. Kehadiran parasit dapat mengakibatkan kondisi abnormal pada inangnya yang disebut penyakit (Vasishta & Sinha,2007).

Jamur mengadakan kontak langsung dengan lingkungan yang mengandung nutrisi. Molekul yang lebih sederhana (seperti gula sederhana dan asam amino) berupa lapisan tipis pada hypa dapat langsung diserap. Polimer yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus diproses lebih dahulu sebelum digunakan.

Molekul yang terlalu besar untuk dapat diserap akan dihancurkan oleh enzim ekstraseluler. Sebagian besar nutrisi memasuki sel fungi dengan sistem transport khusus. Banyak faktor seperti pH, temperatur, mineral yang dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi (Moore, 1982).

Mekanisme jamur mendegredasi lignin hanya sedikit diketahui. Kemungkinan enzim ekstraseluler diproduksi oleh jamur yang mengoksidasi cincin aromatic dan rantai alifatik untuk menghasilkan produk dengan berat molekul rendah. Menurut Sopko (1967) dalam Garraway and Evans (1984) mencatat bahwa sejumlah enzim pendegredasi lignin dihasilkan oleh Pleurotus ostreatus.

Hampir semua micellium fungi terbentuk oleh elemen non logam seperti karbon, nitrogen, hydrogen dan oksigen yang digunakan untuk membentuk dinding sel jamur, dan semua elemen tersebut memiliki fungsi penting terhadap kelangsungan metabolisme di protoplasma. Hidrogen diperoleh dari air atau ketika senyawa organik dimetabolisme. Oksigen diperoleh dari atmosfer selama respirasi.

Karbon. Sekitar separuh dari berat kering sel jamur terdiri dari karbon, yang menjadi indikasi pentingnya unsur karbon pada dinding sel. Karbon tersedia dalam jumlah besar dibanding unsur lainnya. Senyawa organik digunakan sebagai bahan penyusun struktur dan menyediakan energi untuk sel. Jamur dapat menggunakan berbagai bahan organik atau CO2 sebagai sumber karbon. Sumber bahan organik yang dapat digunakan termasuk karbohidrat (mono-, di-, oligo- dan polisakarida) serta asam organik. Karbohidrat merupakan bahan organik terpenting. Setiap jamur memiliki kemampuan yang berbeda untuk dapat menggunakan sumber karbon yang berbeda, sehingga mempengaruhi kandungan nutrisinya.


(21)

Monosakarida dan turunannya. Monosakarida adalah gula sederhana yang memiliki 5 atau 6 atom karbon. Gula yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah glukosa. Banyak jamur dapat tumbuh baik dengan adanya fruktosa dan D-mannosa. D-galaktosa digunakan sebagian besar fungi, tetapi sedikit dari fungi tersebut tumbuh sebaik pada D-glukosa atau D-galaktosa. Glukosa dapat memberikan pertumbuhan maksimum bagi jamur, karena glukosa lebih mudah diubah menjadi suatu fosforilasi derivative yang dapat masuk ke system respirasi pathway.Gula alkohol seperti sorbitol, gliserol dan mannitol tersedia di alam, dapat juga digunakan sebagai sumber karbon.

Disakarida dan polisakarida. Gula sederhana atau turunannya dapat digabung menjadi suatu kompleks ikatan rantai polimer. Unit-unit yang sama dari gula dapat membentuk 2 jenis polimer yang berbeda pada konfigurasinya (alpa atau beta) pada ikatan glikosida. Jika polimer terdiri dari 2 jenis monomer yang berbeda, disebut disakarida dan polimer yang lebih panjang adalah polisakarida.

Disakarida dan polisakarida merupakan sumber karbon penting di alam. Dalam penggunaan keduanya, fungi harus menghasilkan enzim pengurai ekstraseluler yang akan memutuskan ikatan glikosida antar monomer. Setelah gula atau turunannya diurai, jamur dapat menyerap dan menggunakan gula sederhana tersebut. Kemampuan jamur untuk dapat menggunakan senyawa ini bergantung pada: kemampuan untuk menguraikan dan kemampuan untuk menyerap gula sederhana. Suatu jamur yang mampu menghidrolisis polimer biasanya mampu memanfaatkan monomernya dalam bentuk bebas. Polisakarida tersedia melimpah di alam termasuk pentosa, glikogen, kanji, dan selulosa serta hemiselulosa, lignin. Kanji dan selulosa utamanya digunakan oleh jamur sebagai sumber karbon.

Nitrogen. Nitrogen dibutuhkan oleh semua organisme untuk mensintesa asam amino dan membentuk protein yang dibutuhkan untuk membentuk protoplasma. Tanpa protein, pertumbuhan tidak dapat terjadi.

Jamur dapat menggunakan nitrogen anorganik untuk pembentukan nitrat, nitrit, ammonia atau nitrogen organik untuk pembentukan asam amino. Tidak semua jamur menggunakan sumber nitrogen dengan jenis yang sama dan setiap jamur membutuhkan nitrogen dalam bentuk yang berbeda-beda (Moore, 1982).


(22)

Nitrat. Sejumlah jamur menggunakan nitrat untuk membentuk nitrogen, beberapa jenis jamur yang tidak mampu menggunakan nitrat di antaranya: Blastocladiales, Saprolegniaceae, yeast dan Basidiomycetes. (Cochrane,1958)

2.1.2 Faktor Pendukung Pertumbuhan

Selain nutrisi, jamur harus mendapat kondisi lingkungan seperti temperatur, kelembapan, pH dan intensitas sinar yang dapat mendukung pertumbuhannya. Masing-masing faktor lingkungan tersebut harus berada pada toleransi pertumbuhan. Jika lebih rendah atau lebih tinggi dari kondisi kondisi yang dapat ditoleransi maka tidak akan ada pertumbuhan yang terjadi. Selalu ada titik optimum pertumbuhan yang diindikasikan oleh pertumbuhan yang maksimal. Titik optimum ini digunakan untuk membedakan sifat dari satu jenis jamur dengan jenis jamur lainnya. Tetapi nilai ini tidak selalu tetap karena dapat terjadi perubahan akibat usia micellium atau perubahan faktor genetik dari jamur tersebut.

Termperatur sangat penting dalam menentukan pertumbuhan organisme. Kenaikan temperatur umumnya meningkatkan aktivitas enzim dan reaksi kimia. Banyak reaksi kimia bertambah cepat 10 kali lipat setiap kenaikan suhu 10ºC, tetapi enzim biasanya bertambah cepat 2 kali lipat setiap kenaikan 10ºC. Temperature minimum, optimum dan maksimum pada fungi berbeda untuk masing-masing fase pertumbuhan, reproduksi dan pembentukan spora.

Salah satu pengaruh pH adalah pada ketersediaan ion logam. Ion logam dapat membentuk kompleks yang menjadi tidak larut pada pH tertentu. Magnesium dan fosfat terlarut pada pH rendah, tetapi pada pH tinggi membentuk kompleks yang tak larut, sehingga mengurangi ketersediaan ion ini bagi fungi (Moore,1982).


(23)

2.2 Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

Berikut ini merupakan taksonomi Jamur tiram, yaitu: Kingdom : Myceteae (fungi)

Division : Amastigomycotae Sub division : Basidiomycotae

Kelas : Basidiomycetes Ordo : Agaricales Familia : Agaricaeae Genus : Pleurotus Spesies : Pleurotus sp

Nama jamur tiram diberikan karena bentuk tudung jamur ini agak membulat, lonjong dan melengkung menyerupai cangkang tiram. Permukaan tudung jamur tiram licin, agak berminyak jika lembab, dan tepiannya bergelombang. Diameternya mencapai 3-15 cm.

Gambar 2.1 Jamur usia 3,4 dan 5 hari

Batang atau tangkai Jamur Tiram Putih tidak tepat berada di tengah tudung, tetapi agak ke pinggir. Tubuh buahnya membentuk rumpun yang memiliki banyak percabangan dan menyatu dalam media. Jika sudah tua, daging buahnya akan menjadi liat dan keras. Warna jamur yang sering disebut oyster mushroom ini bermacam-macam, ada yang coklat, putih, abu-abu dan merah. Di Indonesia jenis yang paling banyak dibudidayakan adalah Jamur Tiram Putih.

Jamur Tiram Putih memiliki inti plasma dan spora yang berbentuk sel-sel lepas atau bersambungan membentuk hifa dan miselium. Pada titik-titik pertemuan percabangan miselium akan terbentuk bintik kecil yang disebut dengan pin head atau calon tubuh buah jamur yang akan berkembang menjadi tubuh buah jamur.

Jamur Tiram Putih dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 600 m dari permukaan laut di lokasi yang memiliki kadar air sekitar 60% dan derajat


(24)

keasaman atau pH 6-7. jika tempat tumbuhnya terlalu kering atau kadar airnya kurang dari 60%, miselium jamur ini tidak bisa menyerap sari makanan dengan baik sehingga tumbuh kurus. Sebaliknya jika kadar air di lokasi tumbuhnya terlalu tinggi jamur ini akan terserang penyakit busuk akar.

Secara alami Jamur Tiram Putih banyak ditemukan tumbuh di batang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon karet, dammar, kapuk atau sengon yang tergeletak di lokasi yang sangat lembab dan terlindung dari cahaya matahari.

Tidak seperti tanaman autotrofik yang mengambil makanan dari dalam tanah dan mengolahnya melalui proses fotosintesis, jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat makanan yang dihasilkan oleh organisme lain. Oleh karena itu media tanam jamur bukan tanah. Media tanam utama untuk Jamur Tiram Putih adalah batangan kayu atau bagian tubuh tanaman yang sudah mati. di tempat seperti itulah terkandung selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati yang merupakan bahan makanan dari jamur.(Parjimo& Andoko,2007).


(25)

2.3 Kandungan Nutrisi Jamur

Jamur memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dari pada daging. Jamur juga memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan makanan lain yang berasal dari tanaman. Gizi yang terkandung dalam jamur antara lain; karbohidrat, berbagai mineral seperti kalsium, kalium, fosfor dan besi serta vitamin B, B12 dan C.

Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Protein Beberapa Jamur dengan Beberapa Bahan Makanan.

Jenis makanan Kandungan protein (%)

Berat segar Berat kering Daging Ikan Telur Jagung Susu sapi Jamur merang Kubis Pisang Apel

Jamur Tiram Putih kelabu Jamur Tiram Putih putih Jamur Tiram Putih merah Kacang asin Polong-polongan Yeast kering Kismis 19-21 17-19 1,8 3,5 3,2 1,8 1-2 1,1 0,3 - - - - - - - - - - - - - - - - 44,0 31,0 33,0 26,0 24,0 38,0 3,0 Sumber: Quimio, 1981

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur Tiram Zat Gizi Kandungan

Protein Lemak Karbohidrat Thiamin Riboflavin Niacin Ca K P Na Fe

10,5 – 30,4% 1,7 – 2,2% 56,6% 0,2 mg 4,7 – 4,9 mg 77,2 mg 314 mg 3.793 mg 717 mg 837 mg 3,4 – 18,2 mg Sumber : Djarijah,2001


(26)

2.4 Protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lain, protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini terpaksa dipakai sebagai sumber energi.

Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N, disamping C, H, O, S dan kadang-kadang P. Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan tersebut. Apabila unsure N ini dilepaskan dengan cara destruksi (perusakan bahan sampai terurai unsure-unsurnya) dan N yang terlepas ditentukan jumlahnya secara kuantitatif, maka jumlah protein dapat diperhitungkan.

Pada organisme yang sedang tumbuh, protein sangat penting dalam pembentukan sel-sel baru. Oleh sebab itu apabila organisme kekurangan protein dalam bahan makanannya maka organisme tersebut akan mengalami hambatan pertumbuhan ataupun dalam proses biokimiawinya. Pentingnya protein dalam jaringan hewan dapat ditunjukkan oleh kadarnya yang sangat tinggi yaitu antara 80-90% dari seluruh bahan organik yang ada dalam jaringan hewan (Sudarmadji, 1989).

Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul yang sangat bervariasi, dari 5000 hingga lebih dari satu juta. Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama. Protein merupakan komponen paling penting sel hewan atau manusia. Oleh karena sel itu merupakan pembentuk tubuh, maka protein yang terdapat dalam makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh.(Poedjiadi, 2006)

Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa nitrogen. Di samping digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai sumber energi apabila tubuh kekurangan karbohidrat dan lemak. Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein adalah : karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3% dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat dilakukan penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan. Unsur nitrogen ditentukan secara kuantitatif, misalnya dengan cara Kjeldhal, yaitu dengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang ditentukan ialah 6,24 kali berat unsur nitrogen.


(27)

Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata rantai asam-asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karboksil (-COOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terletak pada atom C tepat di sebelah gugus karboksil. Asam-asam amino yang berbeda-beda bersambung melalui ikatan peptida yaitu ikatan antara gugus karboksil satu asam amino dengan gugus amino dari asam amino yang disampingnya (Sudarmadji, 1989).

Rumus umum asam amino: H H O

I I II N – C – C – OH I I

H R (Gaman dan Sherrington,1992).

2.4.1 Analisa protein

Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah Nitrogen yang dikandung oleh suatu bahan. Cara penentuan ini dikembangkan oleh Kjeldahl pada tahun 1883. dalam penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja. Akan tetapi secara teknis hal ini sulit sekali dilakukan dan mengingat jumlah kandunga senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit, maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang ada. Kadar protein yang ditentukan berdasarkan cara Kjeldahl ini sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).

Dasar perhitungan menurut Kjeldahl adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa – senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N nya maka angka yang lebih tepat dapat dipakai.

Penentuan protein berdasarkan jumlah N menunjukkan protein kasar karena selain protein juga terikut senyawa N bukan protein misalnya urea, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin dan pirimidin. Penentuan cara ini yang paling terkenal adalah cara Kjeldhal yang terdiri dari 3 tahap yaitu proses destruksi, destilasi dan titrasi.

Pada tahap destruksi, sampel dipanaskan dengan asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. C,H teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. sedangkan N akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Penggunaan Selenium sebagai


(28)

katalisator untuk mempercepat proses destruksi. Destruksi selesai dilakukan apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam yang dapat dipakai adalah HCl atau asam borat dalam jumlah yang berlebih. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup dalam asam. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia terdestilasi ditandai destilat tidak bereaksi basa

Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka asam klorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar, akhir titik titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1N dengan indicator BCG + MR. akhir titrasi ditandai dengan perubahan warena larutan dari biru menjadi merah muda.

Setelah diperoleh %N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan (Sudarmadji,1989)

2.5 Karbohidrat

Molekul karbohidrat terdiri atas atom-atom karbon, hydrogen dan oksigen. Jumlah atom hydrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2:1 seperti pada molekul air. Dengan demikian, dahulu orang berkesimpulan adanya air dalam karbohidrat. Karena hal ini, maka dipakai kata karbohidrat yang berasal dari kata “karbon” yang berarti mengandung unsur karbon dan “hidrat” yang berarti air. Walau pada kenyataannya senyawa karbohidrat tidak mengandung molekul air, maka kata karbohidrat tetap digunakan disamping nama lain yaitu sakarida.

Berdasarkan gugus yang ada pada molekul karbohidrat, maka karbohidrat dapat didefinisikan sebagai polihidroksialdehid atau polihidroksi keton serta senyawa yang menghasilkannya pada proses hidrolisis.


(29)

Berbagai senyawa yang termasuk kelompok karbohidrat mempunyai molekul yang berbeda-beda ukurannya, yaitu dari senyawa yang sederhana yang mempunyai berat molekul 90 hingga senyawa yang mempunyai berat molekul 500.000 lebih. Berbagai senyawa itu dibagi dalam tiga golongan, yaitu golongan monosakarida, golongan oligosakarida dan golongan polisakarida (Poedjiadi, 2006).

Berbagai cara analisa dapat dilakukan terhadap karbohidrat untuk memenuhi berbagai keperluan. Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisa karbohidrat yang biasa dilakukan misalnya penentuan jumlahnya secara kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisis dan kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya. Dalam ilmu gizi mungkin sangat penting untuk mengadakan analisa biologis senyawa-senyawa karbohidrat dalam kaitan peranannya membentuk kalori, pencegahan penyakit (diabetes, kegemukan, dan lain-lain) serat kasar dalam pencernaan (dietary fibers) dan sebagainya (Sudarmadji, 1989).

2.5.1 Analisa Karbohidrat

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisa lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida, maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan tertentu.

Pada penentuan gula cara Luff SchoorlSchoorl yang ditentukan dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel).

Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrtasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kupriooksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/ larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-Iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indicator amilum. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih


(30)

berarti titrasi sudah selesai. Agar perubahan warna biru menjadi putih tepat, maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan table yang sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na-tiosulfat dengan banyaknya gula reduksi (Sudarmadji,1989).

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

R-COH + CuO Cu2O + R-COOH

Endapan merah bata

H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O CuSO4 + 2KI CuI2 + K2SO4 2CuI2 Cu2I2 + I2 I2 + Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI

2.6 Lemak

Suatu lipid didefinisikan sebagai senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam perlarut organik non polar seperti suatu hidrokarbon atau dietil eter (Fessenden,1986). Yang dimaksud dengan lemak ialah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alcohol yang terdiri atas 3 atom karbon. Jadi tiap atom karbon memiliki gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul gliserol mengikat 3 molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida.

Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan 3 molekul asam lemak. Lemak dan minyak di bidang biologi dikenal sebagai salah satu bahan penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul. Dalam bidang gizi, lemak dan minyak merupakan sumber biokalori yang cukup tinggi nilai kalorinya yaitu sekitar 9 kkal/g. juga merupakan sumber alamiah vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak yaitu vitamin A, D, E dan K (Sudarmadji,1989).


(31)

Lemak hewan umumnya berupa zat padat pada suhu ruangan, sedangkan lemak nabati berupa zat cair. Lemak cair biasa disebut minyak mengandung asam lemak tidak jenuh. Lemak hewan dan tumbuhan memiliki susunan asam lemak yang berbeda. Untuk menentukan derajat ketidakjenuhan asam lemak yang terkandung di dalamnya diukur dengan bilangan Iodium.

Lemak atau gliserida asam lemak pendek dapat larut dalam air, sedangkan gliserida asam lemak panjang tidak larut. Semua gliserida larut dalam ester, kloroform atau benzene. Alkohol panas adalah pelarut lemak yang baik (Poedjadi,2006).

2.6.1 Analisa Lemak

Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak pada umumnya tidak larut dalam air, akan tetapi larut dalam pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstraksi lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya.

Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terlarut fosfolipid, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain. Karena itu hasil analisanya disebut lemak kasar (crude fat). Pada garis besarnya analisa lemak kasar ada dua macam yaitu dengan cara kering dan cara basah.

Pada cara kering bahan dibungkus atau ditempatkan di dalam thimble kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan harus secepatnya dan dihindari suhu yang terlalu tinggi. Apabila bahan masih mengandung air yang tinggi maka bahan pelarut akan sulit masuk ke dalam jaringan sehingga ekstraksi lemak oleh pelarut tidak efisien. Selain itu, adanya air akan menyebabkan zat-zat yang ada dalam air ikut pula terekstraksi bersama lemak sehingga hasil analisa kurang mencerminkan yang sebenarnya.

Sejumlah sampel ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam thimble yang terbuat dari kertas saring. Ukuran thimble dipilih sesuai dengan besarnya soxhlet yang digunakan. Sampel yang belum kering harus dikeringkan lebih dahulu. Di atas sampel dalam thimble ditutup dengan kapas bebas lemak supaya partikel bahan tidak ikut terbawa aliran pelarut. Selanjutnya labu gondok dipasang berikut kondensornya. Pelarut yang digunakan sebanyak 1,5-2 kali isi tabung ekstraksi.

Pemanasan sebaiknya menggunakan pemanas listrik harus dilengkapi dengan pembungkus labu dari asbes. Lipida akan terekstraksi dan melalui sifon terkumpul ke


(32)

dalam labu gondok. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4-6 jam, labu gondok diambil dan ekstrak diuapkan di atas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven sampai diperoleh berat konstan pada suhu 100ºC. berat residu dalam labu dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak (Sudarmadji,1989).

Dalam analisis lemak, sulit untuk melakukan ekstraksi lemak secara murni. Hal itu disebabkan pada waktu ekstraksi lemak dengan pelarut lemak, seperti phospholipid, sterol, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, dan klorofil. Oleh karena itu, hasil analisis lemak ditetapkan sebagai lemak kasar. Terdapat dua metode dalam penentukan kadar lemak suatu sampel, yaitu metode ekstraksi kering (menggunakan soxhlet) dan metode ekstraksi basah. Selain itu, metode yang digunakan dalam analisis kadar lemak dapat menggunakan metode weibull. Prinsip kerja dari metode weubull adalah ekstraksi lemak dengan pelarut nonpolar setelah sampel dihidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan lemak yang terikat (Harper dkk 1979).


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat – alat

– Oven Memmers

– Neraca analitik Mettler Toledo – Gelas piala Pyrex 50 & 250 ml – Pipet volum pyrex 10, 25 & 50 ml – Labu takar Pyrex 250, 500 & 1000 ml – Labu Erlenmeyer Pyrex 250 & 500 ml – Labu alas Pyrex 500 ml

– Buret Emil 25 ml

– Labu destilasi Pyrex – Labu Kjeldhal Pyrex

– Soklet Pyrex

– Gelas ukur Pyrex

– Pemanas listrik Velp – Pendingin Liebig Pyrex – Botol timbang Pyrex – Kertas saring Whatman 41

– Desikator Pyrex

– Statif dan klem – Pendingin spiral – Pendingin tegak – Botol aquadest – Spatula

– Corong – Gelas arloji – Pipet tetes – Steamer


(34)

– Thermometer ruang – Hygrometer

– Handsprayer – Pisau

3.1.2 Bahan-bahan

– Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) – Bibit Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) – H2SO4(p) p.a E.Merk – Tablet Selen p.a E.Merk

– N-Heksan p.a E.Merk

– Indikator universal p.a E.Merk – HCl 25%

– HCl 3% – HCl 0,01N – NaOH 30%

– Pereaksi Luff- Schoorl – KI 20%

– H2SO4 25% – H3BO3 3% – Na2S2O3 0,1N

– Indikator amylum 0,5% – Indikator Tashiro – Akuades

– Serbuk gergaji – Dolomite – Dedak


(35)

3.2 Prosedur Penelitian 3.2.1 Penyiapan Reagen

a. HCl 25%

Diukur 170 ml HCl 37% dan diencerkan dalam labu takar 250 ml dengan akuades.

b. HCl 3%

Diukur 40,5 ml HCl 37% dan diencerkan dalam labu takar 500 ml dengan akuades.

c. HCl 0,01N

8,3 ml HCl diencerkan dengan akuades dalam labu takar 1000 ml sampai garis tanda. Dipipet 100 ml dan diencerkan ke dalam labu takar 1000 ml. Distandarisasi dengan NaOH standar 0,01N.

d. NaOH 30%

Ditimbang 300 g NaOH kristal dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 1000 ml.

e. Pereaksi Luff- Schoorl

Larutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat dalam 300 ml akuades. Sambil diaduk, tambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 ml akuades. Tambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dengan 100 ml akuades. Pindahkan larutan tersebut ke dalam labu 1 liter, tepatkan sampai tanda garis dengan akuades dan kocok. Biarkan semalam dan saring bila perlu.

f. KI 20%

Dilarutkan 20 g KI dengan akuades dalam labu takar 100 ml. g. H2SO4 25%

Diukur 64 ml H2SO4(p) P.a dan diencerkan dalam labu takar 250 ml dengan akuades.

h. H3BO3 3%

Larutkan 30 g asam borat dalam 1 liter akuades. Setelah dingin pindahkan dalam botol bertutup gelas.


(36)

i. Na2S2O3 0,1N

Ditimbang 25 g Na-tiosulfat kristal dan dilarutkan dengan air suling dalam labu takar 1000 ml. Tambahkan 100 g Na2CO3 untuk stabilisasi dan biarkan 1 malam lalu standarisasi dengan K2Cr2O7

j. Indikator amylum 0,5%

Campurkan 5 g solluble amylum lalu tambahkan sedikit air dingin dan diaduk hingga menjadi bubur. Tambahkan 100 ml air mendidih dan didihkan selama 2 menit. Tambahkan ± 2 mg HgI2 agar stabil.

k. Indikator Tashiro

Siapkan larutan bromocresol green 0,1% dan larutan metil merah 0,1% dalam alkohol 95% secara terpisah. Campur 10 ml bromocresol green dengan 2 ml metil merah.

3.2.2 Penyediaan Sampel

Sampel berupa Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) berusia 3, 4 dan 5 hari. Penyediaan sampel meliputi pembuatan media, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, dan pengambilan sampel.

3.2.2.1 Pembuatan media

Bahan berupa serbuk kayu, dedak, dolomite dan air dicampur dengan perbandingan 100:10:4:60 hingga homogen, lalu dipadatkan dalam plastik Polipropilen 20 x 40 cm dan diikat dengan karet gelang. Media tumbuh yang telah dipadatkan disterilkan dengan uap air panas selama 8 jam, lalu didinginkan hingga suhu ruang. Inokulasikan 20 g mycelium Pleurotus osteratus pada media steril secara aseptik. Inkubasi media yang telah diberi mycelium pada suhu 25-30ºC dalam ruangan gelap selama 45 hari hingga seluruh permukaan media ditutupi mycelium. Media yang telah dipernuhi mycelium diletakkan di ruangan gelap dengan suhu 20-24ºC dengan kelembapan udara 70-80%

3.2.2.2 Pengambilan contoh

Sampel berupa Jamur Tiram Putih segar diambil pada usia 3, 4 dan 5 hari, dimasukkan ke dalam wadah kedap udara dan segera dianalisa.


(37)

3.2.3 Penyiapan Sampel

Sampel dicincang hingga ukurannya seragam dan dihomogenkan. Lalu simpan dalam wadah bertutup.

3.2.4 Analisa Kadar Protein

Dimasukkan 10 g sampel ke dalam labu Kjeldhal, tambahkan 1 tablet Selen dan 25 ml H2SO4 (p). lalu dipanaskan dengan pemanas listrik hingga berwarna jernih kehijauan, didinginkan hingga suhu ruang. Hasil destruksi diencerkan dalam labu 250 ml dengan aquadest lalu dipipet 50 ml ke dalam labu destilasi, ditambahkan 50 ml NaOH 30% dan 50 ml aquadest. Destilat ditampung dalam 25 ml H3BO3 3% dan indikator Tashiro, didestilasi hingga tidak bereaksi basa. Dititrasi destilat dengan HCl 0,01N.

3.2.5 Analisa Kadar Lemak

10 g sampel dihidrolisis dengan 30 ml HCl 25% dan 20 ml aquadest selama 15 menit, lalu disaring dengan kertas saring Whatman No 41 dalam keadaan panas. Kemudian dicuci dengan aquadest panas hingga tidak bereaksi asam. Keringkan kertas saring dan isinya pada suhu 105ºC. Selanjutnya masukkan kertas saring tersebut ke dalam paper thimble, lalu diekstraksi dengan pelarut n-Heksan selama 2 jam. Suling larutan untuk mendapatkan n-Heksan dan keringkan ekstrak lemak pada 105ºC, dinginkan dan timbang, diulangi pengerjaan hingga bobot tetap.

3.2.6 Analisa Kadar Karbohidrat

5 g sampel dalam labu Erlenmeyer dihidrolisis dengan 200 ml HCl 3% selama 3 jam dengan pendingin tegak. Kemudian didinginkan dan dinetralkan dengan NaOH 30%, encerkan dalam labu ukur 500 ml, disaring dan dipipet 10 ml ke dalam labu Erlenmeyer. Ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorldan 15 ml aquadest. Dididihkan selama 10 menit. Setelah dingin ditambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% secara perlahan. Dititrasi dengan Na-TioSulfat 0,1N indikator amylum 0,5%.

3.2.7 Analisa Kadar Air

Ditimbang 5 g sampel ke dalam botol timbang. Dikeringkan di oven pada suhu 105ºC selama 3 jam, didinginkan dalam desikator lalu timbang. Ulangi hingga bobot tetap.


(38)

3.3 Bagan Penelitian 3.3.1 Penyediaan Sampel

ditimbang 10 kg

ditambahkan 1 kg dedak, 0,4kg dolomite dihomogenkan

ditambahkan 6 liter air diaduk hingga homogen

dicetak ke dalam plastik Polipropilen ukuran 20 x 40 cm diikat dengan karet gelang

disterilisasi dengan uap panas 90ºC selama 8 jam didinginkan hingga suhu ruang

diinokulasikan 20 g bibit Jamur Tiram Putih

diinkubasi media selama 45 hari pada suhu 25-30 º C

dipindahkan ke ruangan bersuhu 20-24 º C dengan kelembapan 70-80% hingga Jamur Tiram Putih tumbuh dan dipanen pada usia 3,4 dan 5 hari.

Serbuk kayu


(39)

3.3.2 Analisa Kadar Protein

ditimbang 10 g ke dalam labu Kjeldahl

ditambahkan 1 butir tablet Selen dan 25 ml H2SO4 (p)

dipanaskan pada pemanas listrik hingga menjadi larutan jernih kehijauan

didinginkan

diencerkan ke labu ukur 250 ml dipipet 50 ml ke dalam labu destilasi

ditambahkan 50 ml NaOH 30% dan 50 ml aquadest didestilasi hingga tidak bereaksi basa

ditampung destilat dengan 25 ml H3BO3 3% dan indicator Tashiro

dibilas ujung pendingin dengan aquadest

dititrasi dengan HCl 0,01N hingga terjadi perubahan warna dari

biru menjadi ungu.

dikerjakan penetapan blanko Sampel

Larutan jernih kehijauan

Destilat


(40)

3.3.3 Analisa Kadar Lemak

ditimbang 10 g ke dalam gelas piala

ditambahkan 30 ml HCl 25% dan 20 ml aquadest

ditutup dengan gelas arloji dan dididihkan selama 15 menit disaring dalam keadaan panas, lalu cuci dengan air panas hingga tidak bereaksi asam

dikeringkan kertas saring dan isinya pada suhu 105C dimasukkan kertas saring ke dalam paper thimble diekstrak dengan pelarut N-Heksan selama 3 jam disuling pelarut N-Heksan

dikeringkan ekstrak lemak pada suhu 105ºC didinginkan dan timbang

diulangi hingga bobot tetap Sampel

Residu berwarna cokelat

Hasil


(41)

3.3.4 Analisa Kadar Karbohidrat

ditimbang 5 g ke dalam labu Erlenmeyer 500 ml ditambahkan 200 ml HCl 3%

dididihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak pada suhu 100ºC

dididinginkan dan netralkan dengan NaOH 30% dipindahkan ke dalam labu ukur 500 ml dan disaring dipipet 10 ml dan ditambahkan 25 ml larutan Luff

dididihkan selama 10 menit didinginkan

ditambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% secara perlahan

dititer dengan Na2S2O3 0,1N dengan indicator amylum 0,5% hingga berubah warna dari cokelat menjadi putih susu

dikerjakan penetapan blanko

3.3.5 Analisa Kadar Air

ditimbang 5 g dalam botol timbang

dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC selama 3 jam didinginkan dalam desikator

ditimbang

diulangi pekerjaan hingga bobot tetap Sampel

Larutan Biru

Larutan Cokelat

Larutan putih susu

Sampel


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Penelitian

Dari hasil analisa kadar protein, lemak, karbohidrat dan air, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Kadar Protein Pada Jamur Tiram Putih

Usia Panen Ulangan

Berat sampel (g) Volume HCl (ml) Volume blanko (ml) Kadar Protein (%) 3 hari

I 10,7015 7,95 0,3 2,79%

II 9,9589 7,45 0,3 2,80%

III 10,0568 7,50 0,3 2,79%

4 hari

I 9,8186 4,90 0,3 1,83%

II 10,0764 5,00 0,3 1,82%

III 10,1087 5,00 0,3 1,81%

5 hari

I 10,4947 3,15 0,3 1,06%

II 10,1009 3,10 0,3 1,08%

III 10,7898 3,25 0,3 1,07%

Tabel 4.2. Data Hasil Pengukuran Kadar Lemak Pada Jamur Tiram Putih

Usia

Panen Ulangan

Berat sampel (g)

Berat cawan (g)

Berat cawan + lemak (g)

Berat lemak (g) Kadar lemak (%) 3 hari

I 10,2864 130,2287 130,2608 1,9650 89,89%

II 10,1425 114,2988 114,3303 1,8175 89,95%

III 10,1279 129,5829 129,6147 1,8201 89,97%

4 hari

I 10,9027 140,2250 140,2250 1,9398 90,55%

II 10,0592 130,3102 130,3457 1,9072 90,54%

III 10,1189 114,2875 114,3235 1,9266 90,54%

5 hari

I 10,3256 129,9789 130,0932 1,9584 91,68%

II 10,0562 140,1925 140,3019 1,9154 91,68%


(43)

Tabel 4.3. Data Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat Pada Jamur Tiram Putih

Usia

Panen Ulangan

Berat sampel (g) Volume Na2S2O3 0,1N(ml) Volume blanko (ml) Faktor Pengenceran (ml) Kadar Karbohidrat (%) 3 hari

I 5,0592 22,40 23,60 50 2,66%

II 5,0519 22,40 23,60 50 2,67%

III 5,0577 22,40 23,60 50 2,66%

4 hari

I 5,0668 22,35 23,60 50 2,77%

II 5,0199 22,35 23,60 50 2,79%

III 5,1391 22,30 23,60 50 2,79%

5 hari

I 5,1762 22,25 23,60 50 2,93%

II 5,2630 22,20 23,60 50 2,98%

III 5,0125 22,25 23,60 50 2,98%

Tabel 4.4. Data Hasil Pengukuran Kadar Air Pada Jamur Tiram Putih

Usia

Panen Ulangan

Berat sampel (g) Berat cawan (g)

Berat cawan + sampel (g) Berat air (g) Kadar air (%) Sebelum pengeringan Sesudah pengeringan 3 hari

I 2,1859 49,7200 51,9059 49,9409 1,9650 89,89%

II 2,0205 44,0005 46,0210 44,2035 1,8175 89,95%

III 2,0253 60,1418 62,1671 60,3470 1,8201 89,97%

4 hari

I 2,1422 59,9540 62,0962 60,1564 1,9398 90,55%

II 2,1067 32,6124 34,7191 32,8119 1,9072 90,54%

III 2,1279 45,9441 48,0720 46,1454 1,9266 90,54%

5 hari

I 2,1360 58,8463 60,9823 59,0239 1,9584 91,68%

II 2,0893 49,2159 51,3025 49,3898 1,9154 91,68%


(44)

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Kadar Protein

Penentuan kadar protein pada sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut: w fp fk N ) V (V = protein

Kadar 1  2  0,014  100 w : bobot sampel (g)

V1 : volume HCl 0,01N yang digunakan sebagai peniter V2 : volume HCl yang digunakan sebagai peniter blanko N : normalitas HCl

fk : faktor konversi untuk protein dari makanan secara umum fp : faktor pengenceran

N HCl = 0,0892 N Factor konversi = 6,25 V1 (HCl) = 7,95 ml V2 (Blanko) = 0,3 ml Berat sampel = 10,7015 g Faktor pengenceran = 5 kali

7015 10 100 5 6,25 0,014 0,0892 0,3 7,95 , = protein

Kadar      

2,79 =

Data selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama, dan hasil perhitungan dapat di lihat pada tabel 1 di lampiran.

4.2.2 Perhitungan Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

100 1 2  

W W W = lemak Kadar

W1 : bobot labu + lemak sebelum ekstraksi (g) W2 : bobot labu + lemak sesudah ekstraksi (g) W : bobot sampel (g)


(45)

Berat sampel = 10,2864 g Berat cawan + lemak sebelum ekstraksi = 130,2608 g Berat cawan + lemak setelah ekstraksi = 130,2287 g

100 2864 10 2287 130 2608 130   , , , = lemak Kadar =0,31

Data selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama, dan hasil perhitungan dapat di lihat pada tabel 2 di lampiran.

4.2.3 Perhitungan Kadar Karbohidrat

Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

W fp W tiosulfat N V V = glukosa

Kadar 2  1  10 1 100

glukosa kadar

= glukosa

Kadar 0,9

V2 : volume blanko; 23,60 ml V1 : volume tiosulfat sebagai peniter N : normalitas tiosulfat; 0,1039N

W1: glukosa yang terkandung untuk ml tiosulfat yang digunakan, dalam mg fp : faktor pengenceran; 50 kali

W : bobot sampel (mg)

V2 blanko = 23,60 ml V1 Tiosulfat = 22,40 ml N Tiosulfat = 0,1039 N

W1 = 2,4 mg

Faktor pengenceran = 50 kali Bobot sampel = 5059,2 mg

2 5059 100 50 2,4 10 0,1039 4 22 6 23 , , , = glukosa

Kadar      

= 2,96% 2,96 0,9 = glukosa Kadar % = 2,66%


(46)

Data selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama, dan hasil perhitungan dapat di lihat pada tabel 3 di lampiran.

4.2.4 Perhitungan Kadar Air

Penentuan kadar air pada sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Berat sampel = 2,1859 g

Berat cawan + sampel basah = 51,9059 g Berat cawan + sampel setelah pengeringan = 49,9409 g Kehilangan bobot = 1,9650 g

100

w w1 = air Kadar

100 2,1859 1,9650

= 89 89, =

w1 : kehilangan bobot setelah dikeringkan(g) w : bobot sampel sebelum dikeringkan (g)

Data selanjutnya dikerjakan dengan cara yang sama, dan hasil perhitungan dapat di lihat pada tabel 4 di lampiran.

4.3 Pengolahan Data

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh usia pertumbuhan terhadap kandungan nutrisi jamur tiram putih yaitu kadar air, protein, karbohidrat dan lemak, digunakan analisa varariansi dan diuji dengan menggunakan statistika F dengan taraf signifikan 5% dan 1%.

Hipotesa H0 dan H1 diuji: 1. H0 : X1 = X2 = X3

Bila tidak ada pengaruh usia pertumbuhan terhadap kadar air, protein, karbohidrat dan lemak pada jamur tiram putih.

2. H1 : X1≠ X2≠ X3

Bila terdapat pengaruh usia pertumbuhan terhadap kadar air, protein, karbohidrat dan lemak pada jamur tiram putih.

Jika F hitung ≤ F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika F hitung ≥ F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak


(47)

4.3.1 Pengolahan Data Analisa Kadar Protein Pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

X

17,05

t X

n X = FK t 2

32,3003

 

XFK

=

JKU i 2

= {(2,79)2 + (2,80)2 + …..+ (1,08)2 + (1,07)2} – 32,3003 = 36,7805 – 32,3003

= 4,4802

FK

r Xt = JKP 2

 

 

7404748

3 02 275 62 271 71

269 2 2 2

, , + , + , =  48 74047 3 9 222156 , , =  = 4,4798 JKG = JKU – JKP

= 4,4802 – 4,4798

= 0,0005

DBT = n – 1 = 9 – 1

= 8

DBP = r – 1 = 3 – 1

= 2

DBG = DBT – DBP = 8 – 2

= 6

1 3 4,822689 1   = r JKP = Perlakuan KT = 2,2399 6 0,003933 = DBG JKG = Galat KT = 0,0001 Galat KT Perlakuan KT = Hitung F 0,000656 2,411344 = = 28798,43


(48)

Keterangan:

FK = Faktor Koreksi r = Banyaknya Ulangan ∑Xt = Jumlah X Total JKG = Jumlah Kuadrat Galat n = Total Ulangan DBT = Derajat bebas total JKU = Jumlah Kuadrat Umum DBP = Derajat Bebas Perlakuan Xi = X1, X2, X3,…. DBG = Derajat Bebas Galat JKP = Jumlah Kuadrat Perlakuan

Dari tabel 6 pada lampiran jika dibandingkan antar F hitung dengan F tabel maka F hitung > F tabel yaitu (28798,43 > 5,14) untuk α = 0,05 dan (28798,43 > 10,92) untuk α = 0,01. Dari hasil tersebut maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti bahwa terdapat pengaruh usia pertumbuhan terhadap kadar protein pada jamur tiram putih.

4.3.2 Pengolahan Data Analisa Kadar Lemak Pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Dari tabel 7 pada lampiran jika dibandingkan antar F hitung dengan F tabel maka F hitung > F tabel yaitu (26169,5 > 5,14) untuk α = 0,05 dan (26169,5 > 10,92) untuk α = 0,01. Dari hasil tersebut maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti bahwa terdapat pengaruh usia pertumbuhan terhadap kadar lemak pada jamur tiram putih.

4.3.3 Pengolahan Data Analisa Kadar Karbohidrat Pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Dari tabel 8 pada lampiran jika dibandingkan antar F hitung dengan F tabel maka F hitung > F tabel yaitu (205,2 > 5,14) untuk α = 0,05 dan (205,2 > 10,92) untuk α = 0,01. Dari hasil tersebut maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti bahwa terdapat pengaruh usia pertumbuhan terhadap kadar karbohidrat pada jamur tiram putih.

4.3.4 Pengolahan Data Analisa Kadar Air Pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus)

Dari tabel 9 pada lampiran jika dibandingkan antar F hitung dengan F tabel maka F hitung > F tabel yaitu (3678,32 > 5,14) untuk α = 0,05 dan (3678,32 > 10,92) untuk α = 0,01. Dari hasil tersebut maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti bahwa terdapat pengaruh usia pertumbuhan terhadap kadar air pada jamur tiram putih.


(49)

4.4 Pembahasan

4.4.1 Analisa Kadar Protein Pada Jamur Tiram Putih

Kadar protein tertinggi diperoleh pada jamur tiram berusia 3 hari dan kadar protein terendah diperoleh pada jamur tiram berusia 5 hari. Dengan meningkatnya kadar air, maka kecepatan reaksi hidrolisis protein oleh enzim yang kemungkinan dihasilkan oleh bakteri yang tumbuh pada jamur tiram juga semakin cepat. Oleh karena itu beberapa protein akan mengalami proses hidrolisis. Proses hidrolisis akan mengakibatkan gugus N yang terdapat pada gugus samping akan terbebaskan. Bila protein mengalami hidrolisis maka akan terbentuk peptida – peptida kecil. Selanjutnya peptida tersebut mengalami proses peruraian lebih lanjut membentuk asam amino bebas.

Protein hidrolisis Asam amino

Asam-asam amino tersebut kemudian dimetabolisme mula-mula mengalami proses deaminasi akan melapaskan NH3 bebas. NH3 dapat diubah menjadi nitrit oleh bakteri nitrifikasi sebagai sumber makanannya.

Asam amino deaminasi Amoniak

COOH COOH

│ │

H2N – C – H deaminasi C = O + NH3↑

│ │

CH3 CH3

Asam amino asam keto amoniak (Conn, 1976). Nitritasi adalah oksidasi amonia menjadi nitrit oleh bakteri nitrit. Proses ini dilakukan oleh kelompok bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus.


(50)

Gugus keton akan mengalami metabolisme selanjutnya membentuk Asetil Co-A kemudian masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam sitrat) menghasilkan energi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan CO2, H2O sebagai hasil samping.

Akibatnya kadar protein dalam analisa dengan metode kjeldahl semakin menurun seiring bertambahnya usia jamur tersebut.

4.4.2 Analisa Kadar Lemak Pada Jamur Tiram Putih

Kadar lemak tertinggi diperoleh pada jamur tiram putih usia 5 hari sedangkan kadar lemak terendah diperoleh dari jamur tiram putih berusia 3 hari.

Struktu dinding sel organisme dibentuk oleh membrane lipid bilayer, dimana membrane ini terdiri dari lipoprotein dan beberapa protein lainnya. Analisis kimia menunjukkan bahwa membrane sel terdiri atas 60% protein dan 40% lipid. Protein dalam membrane terutama stromatin, yaitu jenis protein yang bersifat elastis dan tidak dapat larut. Adapun lipid yang membentuk membrane sel terdiri atas 65% fosfolipid, 25% kolesterol dan 10% lipid yang lain. Susunan kimia membrane ini ternyata tidak selalu sama tetapi berbeda untuk sel-sel yang berbeda jenisnya. Membrane sel dibentuk oleh beberapa lapisan lipid di bagian tengah dan dilapisi oleh lapisan protein. Di tengah-tengah lapisan lipid terdapat cairan yang memisahkan lapisan lipid. Bagian molekul lipid yang bersifat polar berikatan dengan molekul protein, sedangkan bagian non polar berada di bagian dalam bersama cairan yang terdapat di lapisan tengah (Poedjiadi,2006).

Gambar 4.1 Struktur Membran sel

http://en.wikibooks.org/wiki/File:Membr2.jpg

Dalam hal ini, kemungkinan ketika jamur semakin tua, maka energi yang dibutuhkan untuk metabolime semakin kecil, dimana energi tersebut hanya digunakan untuk pembentukan spora dan mempertahankan struktur sel dari jamur tersebut. Akibatnya, kelebihan dari Asetil Co-A yang terbentuk akan diubah kembali menjadi


(51)

asam lemak melalui proses lipogenesis dan asam lemak tersebut akan disimpan pada dinding sel sebagai lipid bilayer. Sehingga kadar lemak dalam analisanya semakin meningkat seiring bertambahnya usia jamur tersebut.

4.4.3 Analisa Kadar Karbohidrat Pada Jamur Tiram Putih

Kadar karbohidrat tertinggi diperoleh pada jamur tiram putih berusia 5 hari sedangkan kadar karbohidrat terendah diperoleh pada jamur tiram putih berusia 3 hari. Dalam metabolisme sel, glukosa sebagai bahan bakar utama dipecah menjadi piruvat. Selanjutnya, piruvat dioksidasi menjadi Asetil co-a. Asetil co-a akan masuk ke jalur asam sitrat dan menghasilkan ATP.

Ketika sel jamur muda, maka terjadi proses metabolime dimana selulosa dari media pertumbuhan diuraikan oleh enzim ekstraseluler yang dihasilkan jamur tiram menjadi gula sederhana, misalnya glukosa yang kemudian dimetabolisme melalui jalur glikolisis menghasilkan energi untuk biosintesis senyawa pembentuk struktur badan buah jamur tersebut. Ketika badan buah telah terbentuk dengan ukuran maksimal, maka energi yang dibutuhkan semakin kecil karena energi tersebut hanya digunakan untuk membentuk spora dan mempertahankan struktur sel dari jamur. Sedangkan proses metabolisme harus tetap berlangsung, sehingga kelebihan senyawa-senyawa mikromolekul (misalnya piruvat) akan beralih ke jalur kebalikan dari glikolisis yang disebut glukoneogenesis membentuk karbohidrat kembali sebagai cadangan makanan pada sel tumbuhan, misalnya sebagai selulosa. Dan jika kapasitas penyimpanan sudah penuh, maka piruvat akan diubah menjadi asetil co-a dan kemudian dikonversikan menjadi asam lemak. Sehingga kadar karbohidrat dan lemak semakin tinggi dalam analisanya seiring bertambahnya usia jamur.

4.4.4 Analisa Kadar Air Pada Jamur Tiram Putih

Dari data yang diperoleh, kadar air tertinggi pada jamur tiram berusia 5 hari, sedangkan kadar air terendah terdapat pada jamur tiram usia 3 hari. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan tersebut menentukan keseragaman dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1980).


(52)

Kebutuhan air untuk pertumbuhan mikroorganisme atau aktivitas kimia air atau dikenal sebagai aktivitas air (Aw) berarti konsentrasi efektif sebagai pereaksi dalam reaksi-reaksi kimia. Hal ini penting sekali karena mikroorganisme pembusuk dapat dihentikan pertumbuhannya pada nilai Aw tertentu. Pada nilai Aw tinggi (0,91) bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak, khamir dapat tumbuh pada nilai Aw 0,87 – 0,91 dan kebanyakan jamur (kapang) lebih rendah lagi yaitu pada nilai Aw 0,8 – 0,87. nilai Aw bahan pangan segar adalah 0,99; sedang pada umumnya bakteri pembusuk tidak dapat tumbuh pada nilai Aw di bawah 0,91 (Purnomo,1995).

Dari data yang diperoleh bahwa Aw dari sampel adalah 0,9 yang didapat dengan rumus:

1 2

1 n n

n Aw

  Dimana

n1 ; kandungan air n2 ; berat kering bahan

Semakin tinggi kadar air pada jamur tiram mengakibatkan menurunnya kualitas jamur tersebut disebabkan semakin mudahnya bahan tersebut mengalami pembusukan. Dimana jamur yang memiliki kandungan air yang tinggi tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama dan penampilan fisik jamur tersebut menjadi kurang menarik bagi konsumen. Sehingga bila ditinjau dari aspek ekonomi akan menyebabkan kerugian bagi produsen jamur tiram.

Pada penelitian ini, didapat kadar air tertinggi pada jamur usia 5 hari. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu:

1. Faktor kelembapan lingkungan

Dalam pembudidayaannya, kelembapan udara dalam ruangan adalah sekitar 70-80% sehingga semakin lama jamur tersebut berada dalam lingkungan lembab, maka semakin banyak air yang diserap oleh badan buah jamur dari udara lembab.

2. Sisa metabolisme pada sel jamur itu sendiri

Dimana dalam proses metabolisme sel, baik karbohidrat, protein maupun lemak akan membentuk Asetil Co-A yang berlanjut ke dalam siklus Krebs menghasilkan energi, CO2 dan H2O. Energi dalam bentuk ATP (Adenosin Tri Posfat) akan digunakan untuk proses kimia (biosintesis), proses osmosa


(53)

(pengangkutan), proses mekanik (kontraksi otot), energi listrik, dll (Wirahadikusuma, 1985). Hasil samping metabolisme berupa gas CO2 akan dilepaskan ke udara sedangkan H2O akan terakumulasi pada sel jamur. akibatnya, kadar air semakin meningkat seiring bertambahnya usia jamur tersebut.


(54)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh kadar protein pada jamur tiram usia 3, 4 dan 5 hari yaitu 2,79; 1,82 dan 1,07%. Kadar lemak pada jamur tiram usia 3, 4 dan 5 hari adalah 0,31; 0,35 dan 1,09%. Kadar karbohidrat pada jamur tiram usia 3, 4 dan 5 hari yaitu 2,66; 2,78 dan 2,96%. Sedangkan kadar air pada jamur tiram usia 3, 4 dan 5 hari adalah 89,9; 90,54 dan 91,67%.

Kandungan nutrisi tertinggi terdapat pada jamur tiram berusia 5 hari, tetapi secara fisik badan buah (fruiting body) jamur kurang menarik karena tingginya kadar air sehingga buah basah. Kandungan nutrisi terendah terdapat pada jamur tiram usia 3 hari yang memiliki penampilan fisik terbaik, akan tetapi kurang menguntungkan secara ekonomi karena bobot badan buah yang ringan. Maka disimpulkan usia panen terbaik ditinjau dari segi nutrisi dan ekonominya adalah jamur tiram putih berusia 4 hari yang memiliki kandungan protein, lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi, penampilan fisik yang baik karena kandungan air yang rendah, dan bobot buah yang cukup besar sehingga akan menguntungkan secara ekonomi.

5.2 Saran

Sebaiknya diadakannya penelitian tentang pengaruh waktu penyimpanan terhadap kualitas jamur tiram dan pengujian organoleptik terhadap jamur tiram.


(55)

(56)

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Protein (%) Pada Jamur Tiram Putih

Usia Perulangan Jumlah Rata-rata

(%) 1 2 3

3 hari 2,79 2,80 2,79 8,38 2,79 4 hari 1,83 1,82 1,81 5,46 1,82 5 hari 1,06 1,08 1,07 3,21 1,07

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Kadar Lemak (%) Pada Jamur Tiram Putih

Usia Perulangan Jumlah Rata-rata

(%) 1 2 3

3 hari 0,31 0,31 0,31 0,93 0,31 4 hari 0,35 0,35 0,36 1,06 0,35 5 hari 1,10 1,09 1,09 3,28 1,09

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat (%) Pada Jamur Tiram Putih

Usia Perulangan Jumlah Rata-rata

(%) 1 2 3

3 hari 2,66 2,67 2,66 7,99 2,66 4 hari 2,77 2,70 2,79 8,26 2,78 5 hari 2,93 2,98 2,98 8,89 2,96

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Kadar Air (%) Pada Jamur Tiram Putih

Usia Perulangan Jumlah Rata-rata

(%) 1 2 3

3 hari 89,89 89,95 89,87 269,71 89,90 4 hari 90,55 90,53 90,54 271,62 90,54 5 hari 91,68 91,68 91,66 275,02 91,67


(57)

Tabel 5. Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl Na2S2O3 0,1N

(ml) Glukosa, Fruktosa Gula inversi (mg) Laktosa (mg) Maltosa (mg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2,4 4,8 7,2 9,7 12,2 14,7 17,2 19,8 22,4 25,0 27,6 30,3 33,0 35,7 38,5 41,3 44,2 47,1 50,0 53,0 56,0 59,1 62,2 3,6 7,3 11,0 14,7 18,4 22,1 25,8 29,5 33,2 37,0 40,8 44,6 48,4 52,2 56,0 59,9 63,8 67,7 71,1 75,1 79,8 83,9 88,0 3,9 7,8 11,7 15,6 19,6 23,5 27,5 31,5 35,5 39,5 43,5 47,5 51,6 55,7 59,8 63,9 68,0 72,2 76,5 80,9 85,4 90,0 94,6

Tabel 6. Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Jamur Tiram Putih

SK DB JK KT Fhitung

F tabel

5% 1% Perlakuan 2 4,4798 2,2399 28798,43 5,14 10,92

Galat 6 0,0005 0,0001 Total 8

Tabel 7. Analisa Sidik Ragam Kadar Lemak Jamur Tiram Putih

SK DB JK KT Fhitung

F tabel

5% 1% Perlakuan 2 1,1631 0,5815 26169,5 5,14 10,92

Galat 6 0,0001 0,00002 Total 8


(58)

Tabel 8. Analisa Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tiram Putih

SK DB JK KT Fhitung

F tabel

5% 1% Perlakuan 2 0,1368 0,0684 205,2 5,14 10,92

Galat 6 0,002 0,0003 Total 8

Tabel 9. Analisa Sidik Ragam Kadar Air Jamur Tiram Putih

SK DB JK KT Fhitung

F tabel

5% 1% Perlakuan 2 4,8227 2,4113 3678,32 5,14 10,92

Galat 6 0,0039 0,0007 Total 8

Keterangan :

SK = Sumber Keragaman DB = Derajat Bebas JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah


(59)

2.79 1.82 1.07 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 1 2 3 4 5 6

Usia (Hari) K a d a r P rot e in ( % )

Gambar 1. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Protein (%)

0.31 0.35 1.09 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 1 2 3 4 5 6

Usia (Hari) K a da r Le m a k ( % )

Gambar 2. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Lemak (%)

2.66 2.78 2.96 2.6 2.65 2.7 2.75 2.8 2.85 2.9 2.95 3

0 1 2 3 4 5 6

Usia (Hari) K a da r K a rbohi dr a t (% )


(60)

89.90

90.54

91.67

89.80 90.00 90.20 90.40 90.60 90.80 91.00 91.20 91.40 91.60 91.80

0 1 2 3 4 5 6

Usia (Hari)

Kad

a

r Ai

r(

%

)


(1)

LAMPIRAN


(2)

Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Kadar Protein (%) Pada Jamur Tiram Putih

Usia Perulangan Jumlah Rata-rata

(%) 1 2 3

3 hari 2,79 2,80 2,79 8,38 2,79

4 hari 1,83 1,82 1,81 5,46 1,82

5 hari 1,06 1,08 1,07 3,21 1,07

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Kadar Lemak (%) Pada Jamur Tiram Putih

Usia Perulangan Jumlah Rata-rata

(%) 1 2 3

3 hari 0,31 0,31 0,31 0,93 0,31

4 hari 0,35 0,35 0,36 1,06 0,35

5 hari 1,10 1,09 1,09 3,28 1,09

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Kadar Karbohidrat (%) Pada Jamur Tiram Putih

Usia Perulangan Jumlah Rata-rata

(%) 1 2 3

3 hari 2,66 2,67 2,66 7,99 2,66

4 hari 2,77 2,70 2,79 8,26 2,78

5 hari 2,93 2,98 2,98 8,89 2,96

Tabel 4. Data Hasil Pengukuran Kadar Air (%) Pada Jamur Tiram Putih

Usia Perulangan Jumlah Rata-rata

(%) 1 2 3

3 hari 89,89 89,95 89,87 269,71 89,90

4 hari 90,55 90,53 90,54 271,62 90,54


(3)

Tabel 5. Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl Na2S2O3 0,1N

(ml) Glukosa, Fruktosa Gula inversi (mg) Laktosa (mg) Maltosa (mg) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 2,4 4,8 7,2 9,7 12,2 14,7 17,2 19,8 22,4 25,0 27,6 30,3 33,0 35,7 38,5 41,3 44,2 47,1 50,0 53,0 56,0 59,1 62,2 3,6 7,3 11,0 14,7 18,4 22,1 25,8 29,5 33,2 37,0 40,8 44,6 48,4 52,2 56,0 59,9 63,8 67,7 71,1 75,1 79,8 83,9 88,0 3,9 7,8 11,7 15,6 19,6 23,5 27,5 31,5 35,5 39,5 43,5 47,5 51,6 55,7 59,8 63,9 68,0 72,2 76,5 80,9 85,4 90,0 94,6

Tabel 6. Analisa Sidik Ragam Kadar Protein Jamur Tiram Putih

SK DB JK KT Fhitung

F tabel

5% 1%

Perlakuan 2 4,4798 2,2399 28798,43 5,14 10,92

Galat 6 0,0005 0,0001

Total 8

Tabel 7. Analisa Sidik Ragam Kadar Lemak Jamur Tiram Putih

SK DB JK KT Fhitung

F tabel

5% 1%

Perlakuan 2 1,1631 0,5815 26169,5 5,14 10,92

Galat 6 0,0001 0,00002

Total 8


(4)

Tabel 8. Analisa Sidik Ragam Kadar Karbohidrat Tiram Putih

SK DB JK KT Fhitung F tabel

5% 1%

Perlakuan 2 0,1368 0,0684 205,2 5,14 10,92

Galat 6 0,002 0,0003

Total 8

Tabel 9. Analisa Sidik Ragam Kadar Air Jamur Tiram Putih

SK DB JK KT Fhitung

F tabel

5% 1%

Perlakuan 2 4,8227 2,4113 3678,32 5,14 10,92

Galat 6 0,0039 0,0007

Total 8

Keterangan :

SK = Sumber Keragaman DB = Derajat Bebas JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah


(5)

2.79 1.82 1.07 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

0 1 2 3 4 5 6

Usia (Hari) K a d a r P rot e in ( % )

Gambar 1. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Protein (%)

0.31 0.35 1.09 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 1 2 3 4 5 6

Usia (Hari) K a da r Le m a k ( % )

Gambar 2. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Lemak (%)

2.66 2.78 2.96 2.6 2.65 2.7 2.75 2.8 2.85 2.9 2.95 3

0 1 2 3 4 5 6

Usia (Hari) K a da r K a rbohi dr a t (% )

Gambar 3. Grafik Usia Jamur Tiram Putih Vs Kadar Karbohidrat (%)


(6)

89.90

90.54

91.67

89.80 90.00 90.20 90.40 90.60 90.80 91.00 91.20 91.40 91.60 91.80

0 1 2 3 4 5 6

Usia (Hari)

Kad

a

r Ai

r(

%

)


Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu Dan Pemberian Pupuk NPK

5 81 121

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN CABINET DRYER TERHADAP KADAR AIR, PROTEIN DAN LEMAK PADA JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

0 8 16

Manajemen Panen Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Di Gadog, Ciawi, Jawa Barat

0 8 45

KOMBINASI JAMUR TIRAM (Pleurotus Ostreatus) DAN KACANG MERAH TERHADAP KADAR PROTEIN DAN DAYA Kombinasi Jamur Tiram (Pleurotus Ostreatus) Dan Kacang Merah Terhadap Kadar Protein Dan Daya Terima Produk Sosis Untuk Vegetarian.

0 2 18

KADAR PROTEIN DAN KUALITAS TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus ) DENGAN PERENDAMAN KONSENTRASI CaCO KADAR PROTEIN DAN KUALITAS TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN PERENDAMAN KONSENTRASI CaCO3 DAN SUHU YANG BERBEDA.

0 2 14

KADAR PROTEIN DAN KUALITAS TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus ostreatus ) DENGAN PERENDAMAN KONSENTRASI CaCO KADAR PROTEIN DAN KUALITAS TEPUNG JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN PERENDAMAN KONSENTRASI CaCO3 DAN SUHU YANG BERBEDA.

0 3 15

KADAR PROTEIN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, AMPAS TEBU Kadar Protein Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Campuran Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Arang Sekam.

0 3 13

KADAR PROTEIN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, AMPAS TEBU Kadar Protein Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Pada Media Campuran Serbuk Gergaji, Ampas Tebu Dan Arang Sekam.

0 1 13

PENGARUH SUMBER DAN KONSENTRASI NUTRISI TAMBAHAN TERHADAP PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus).

1 9 54

PENGARUH SUMBER DAN KONSENTRASI NUTRISI TAMBAHAN TERHADAP PRODUKSI JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI

0 0 13