Kalau fondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa fondasi.
Kalau ajaran Islam kita bagi dalam sistematika Aqidah, Ibadah, Akhlak dan Mu‟amalat atau Aqidah, Syari‟ah dan Akhlah, atau Iman, Islam dan Ihsan,
maka ketiga aspek atau keempat aspek di atas tidak dapat dipisahkan sama sekali. Satu sama lain saling terikat.
Seseorang yang memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermu‟amalat dengan
baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah SWT kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Seseorang tidaklah dinamai berakhlak mulia bila
tidak memiliki aqidah yang benar. Begitu seterusnya bolak- balik dan bersilang.
17
Dengan demikian, aqidah Islam adalah aqidah yang dapat menyelamatkan umat manusia yang penuh dengan segala kekurangan dan kelemahan dari
berbagai penyimpangan dan penyelewengan yang berakibat kepada kezhaliman. Karenanya, aqidah Islam merupakan aqidah yang bersumber dari
Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur, Yang Maha Tahu dengan segala persoalan yang dihadapi oleh para hambaNya, berfunsi untuk menuntun agar
manusia tersebut dapat menjalani kehidupannya sebagaimana layaknya seorang hambah Allah yang sesunggunya.
C. Upaya-Upaya Pemurnian Aqidah Islam
Kemunculan ide pembaruan dilatarbelakangi oleh suatu proses yang panjang. Sejak awal abad ke-2 H 8M. Islam dalam perkembangan
dakwahnya yang makin meluas mengharuskan Islam berinteraksi dengan peradaban dan agama lain. Sehingga timbul pergolakan pemikiran antara
Islam dengan pemikiran asing. Hal ini mendorong para pemikir Islam untuk membahas aqidah Islam dari berbagai segi. Termasuk mengemukakan
argumentasi untuk mempertahankan aqidah Islam ketika menghadapi aqidah lain terutama Nashrani dengan menggunakan cara berfikir filsafat Yunani.
Akhirnya untuk menghadapi orang-orang Nashrani, umat Islam pun
17
Darwis Abu Ubaidah. Panduan Akidah ahlu Sunnah wal Jamaah ……………..hal. 10
mempelajari filsafat untuk membantah tuduhan-tuduhan terhadap aqidah Islam, yang pada perkembangannya disebut dengan ilmu kalam.
Ilmu kalam ini dikembangkan oleh generasi setelah shahabat khalaf yang berbeda dengan generasi shahabat salaf. Kalangan khalaf telah membahas
lebih jauh tentang dzat Allah dengan menggunakan metode pembahasan filosof Yunani. Metode ini menjadikan akal sebagai dasar pemikiran untuk
membahas segala hal tentang iman. Para pemikir Islam berusaha mempertemukan Islam dengan pemikiran
filsafat ini. Cara berfikir ini memunculkan interpretasi dan penafsiran yang menjauhkan sebagian arti dan hakekat Islam yang sebenarnya. Hal ini
ditambahkan dengan masuknya orang-orang munafik ke tubuh umat Islam. Mereka merekayasa pemikiran dan pemahaman yang bukan berasal dari Islam
dan justru menimbulkan saling pertentangan. Terlebih lagi kelalaian kaum muslimin terhadap penguasaan bahasa Arab dan pengembangan Islam yang
terjadi sejak abad ke-7 H, mengakibatkan Islam semakin mengalami kemerosotan.
Terkikisnya pemahaman Islam yang hakiki terus berlanjut sampai awal abad ke-13 H. Saat itu umat Islam mulai mengupayakan pembaruan untuk
memahami syariat Islam yang akan diterapkan dalam masyarakat. Islam ditafsirkan tidak semata-mata selaras dengan isi kandungan nash-nash.
Disaat kaum muslimin mengalami kemerosotan berfikir, cara pandang mereka mulai teracuni oleh cara pandang asing. Tsaqofah Islam kian
melemah. Upaya-upaya pembaruan semakin merebak. Para pembaru memandang perlunya mengatasi masalah dengan melakukan interpretasi
hukum-hukum Islam agar sesuai dengan kondisi yang ada. Mereka mengeluarkan kaidah-kaidah umum dan hukum-hukum terperinci sesuai
dengan pandangan tersebut. Bahkan mereka membuat kaedah umum yang tidak berdasarkan perspektif wahyu Al-Quran dan Hadits.
Diantara kaedah dasar yang sering digunakan adalah : „Tidak ditolak perubahan hukum karena perubahan zaman‟. „Adat istiadat dapat dijadikan
patokan hukum‟.
18
Upaya tajdid sama sekali tidak membenarkan segala upaya mengoreksi nash-
nash syar‟i yang shahih, atau menafsirkan teks-teks syar‟I dengan metode yang menyelisihi ijma‟ ulama islam. Adapun secara spesifik fungsi
tajdid diantaranya: a.
Merupakan upaya untuk menghadirkan kembali sesuatu yang sebelumya telah ada untuk diperbaiki dan disempurnakan.
b. Sebagai upaya pemurnian yang sifatnya kembali ke ajaran asal dan
bukan adopsi pemikiran asing. c.
Upaya yang sama sekali bukan pembenaran kepada segala upaya mengkoreksi nash-nash sy
ar‟i yang shahih, atau menafsirkan teks-teks syar‟i dengan metode yang menyelisihi ulama.
d. Upaya memodernisasikan islam dari ketinggalan yang bersifat tidak
mutlak yang dapt dirubah- rubah dengan tidak menghilangkan “cirri
khas” nya al-Qur‟an dan Hadist. Singkatnya, bahwa memberi pengertian akan pentingnya upaya pemurnian
Islam dari segala sesuatu yang menyusup masuk ke dalamnya serta pembinaan umat diatas Islam yang telah dimurnikan tersebut. Dengan kata lain,
pemurnian tauhid dari kesyirikan, pemurnian Sunnah Rasulullah SAW dari bid‟ah, pemurnian akhlakmoral dari perangai umat-umat yang binasa dan
buruk, dan pemurnian hadist-hadist Nabi SAW yang shahih dari hadist-hadist yang lemah dan palsu yang telah dibuktikan kebohongannya serta telah
disingkap kepa lsuannya…dan seterusnya.
19
18
http:www.angelfire.commdalihsastinjauan.html
19
„Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani. 6 Pilar Utama Dakwah Salafiyyah. Jakarta: Pustaka Imam asy-
Syafi‟I 2005hal. 257
21
BAB III GERAKAN PEMURNIAN AQIDAH IBNU TAIMIYAH
A. Biografi Ibnu Taimiyah
1. Riwayat Hidup Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah, nama lengkapnya adalah Abu al-Abbas Ahmad Taqiyuddin Ibnu as-Syaikh Syihabuddin Abi al-Mahasin Abdul al-Halim Ibnu as-Syaikh
Majdi ad-Din Abi al-Barakat Abdu as-Salam Ibnu Abi Muhammad Abdillah Abi al-Qosim al-Khadhri.
20
Ia lahir pada tanggal 10 R. Awal 661 H. 22 Januari 1263 M. di Harran, daerah Palestina dekat Damaskus, dari keluarga ulama Syiria yang
setia dengan ajaran puritan dan amat terikat dengan mazhab Hambali.
21
Kakeknya adalah Abdu as-Salam adalah seoarang ulama pemuka agama tersohor di Bagdad.
Tradisi ini turun-temurun sampai Abdul al-Halim ayahnya Ibnu Taimiyah yang menjabat kepala sekolah terkemuka di Damaskus.
22
Julukan Ibnu Taimiyah adalah Abul Abbas, namanya adalah Ahmad dan gelarnya adalah Taqiyuddin. Lengkapnya adalah Abul Abbas Ahmad Taqiyuddin.
Sedangkan sebab munculnya laqab “Ibnu Taimiyah” menurut suatu riwayat, Kakek Syaikhul Islam, Muhammad bin Khadir pergi menunaikan haji dan dia
memiliki seorang istri yang tengah hamil yang ditinggalkannya melewati daerah Taima‟. Disana kakenya melihat seorang anak perempuan masih kecil keluar dari
tempat persembunyiannya karena sedang bermain. Ketika sang kakek kembali
20
Syikh M.Hasan al-Jamal, Hayatu al-A,Immatun, terj. M.Khaled Muslih, Imam Awaluddin, Biografi 10 Imam Besar Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005 hal. 203
21
Khalid Ibrahim Jindan, The Islamic Theory of Government According to Ibnu Taimiyah, terj. Masroni, Surabaya: Risalah Gusti, 1995 hal. 20
22
Abul Hasan Ali an-Nadawi, Syikhul Islam Ibnu Taimiyah, terj. Qadirunnur,Solo: Pustaka Mantiq, 1995 hal. 47