UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
WIB. Kedua hormon tersebut mengeluarkanya secara periodik tiap 30-120 menit. Faktor yang mempengaruhi irama ACTH dan kortisol adalah 1
irama intrinsik dan sekresi dari CRH, 2 siklus makan, 3 rangsangan terang dan gelap 4 irama yang terdapat dalam adrenal yang diperankan
oleh inervasi dari adrenal Felig, 1995. Irama biologis dari ACTH dan kortisol berkorelasi dengan sasana
terang dan gelap. Pada malam hari, saat kondisi gelap , terjadi penurunan ACTH dan kortisol. Kadar kortisol terendah biasanya terjadi antara pukul
02.00 WIB.Karena disamping tidak adanya rangsangan cahaya pada waktu tersebut aktivitasnya rendah. Dan mulai terjadi peningkatan pada jam
pertama saat tidur Felig, 1995. Hormon korteks adrenal terikat dengan reseptor dalam sitoplasma
reseptor intraseluler. Ikatan tersebut bergerak dalam inti sel dan berinteraksi dengan kromatin. Hasil analisis teknik complementary DNA
menunjukkan, bahwa terdapat homologi antara reseptor kortisol, aldosteron,
estrogen, progesteron
dan reseptor
hormon tiroid
Guyton,2001. Secara ringkas efek kortisol terhadap respon imun adalah, menekan
sintesis immunoglobulin, menurunkan opulasi sel PMN, limfosit dan makrofag dalam darah tepi dan menimbulkan atropi jaringan limfoid
dalam timus, limpa dan kelenjar limfe Granner, 1998.
2.4. Konsep Dasar Psikoneuroimunologi dan Stres.
Psikoneuroimunologi adalah suatu cabang ilmu yang mencari hubungan dua arah; yaitu hubungan kondisi psikologis dengan susunan
syaraf pusat otak dan hubungan kondisi psikologis seseorang dengan sistem kekabalan tubuh. Psikoneuroimunogi pada awal perkembanganya
dianggap sebagai kajian dari beragam ranah studi. Pemahaman ini didasarkan atas keterlibatan tiga kajian, yaitu, 1 psikologi, 2 neurologi
3 imunologi Hawari, 2006. Secara historis, konsep psikoneuroimunologi muncul sekitar tahun
1975 yang diperkenalkan oleh Robert Ader dan C. Holder.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Psikoneurominulogi muncul
setelah berkembangnya
pemikiran imunopatobiologis
dan imunopatologis.
Fakta imunopatobiologis
menunjukkan bahwa kerentanan infeksi dan metastasis pada individu yang mengalami stres disebabkan oleh penurunan ketahanan imunologis.
Sedangkan kelainan mukosal yang memunculkan pemikiran respon imun yang melukai merupakan fakta imunopatologik. Karena kedua pendekatan
model berfikir di atas dalam mengungkapkan pathogenesis dianggap kurang
holistic, muncullah
ilmu baru
yang dikenal
dengan psikoneuromunologi. Ader mendefinisikan bahwa psikoneuroimunologi
merupakan kajian interaksi antara perilaku behavioral, syaraf dan endokrin neural and endocrine, dan proses imun yang bergabung
menjadi satu area kajian interdisipliner Ader, 1991.
Perkembangan terakhir, model pendekatan psikoneuroimunologi digunakan untuk penelitian bidang kedokteran dan diterima sebagai
pendekatan yang relatif holistik dan lebih detail dalam mengungkap mekanisme, baik fisiobiologis maupun patoimunologis ketahanan tubuh.
Perkembangan psikoneuroimunologi di Indonesia diawali oleh penelitian Putra dan rekan-rekan 1992 yang meneliti tentang pengaruh
latihan fisik dan kondisi kejiwaan terhadap ketahanan tubuh. Penelitian tersebut berdasakan pada konsep psikoneuroimunologi. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa latihan fisik yang dilakukan secara teratur dengan dosis yang intermiten dan dilakukan dalam kondisi yang
menyenangkan akan meningkatkan respon imunitas, yaitu peningkatan IgM, IgG, IgA, monosit, subset T4 helper, estrogen, kortisol,
testosterone, ACTH Nursalam, 2007, h. 3. Mekanisme
peningkatan ketahanan
tubuh secara
psikoneuroimunologi dapat dilihat dengan menghubungkan perubahan yang terjadi pada hormon dan nueropeptida yang melibatkan faktor
kondisi kejiwaan stres dalam mekanisme perubahan ketahanan tubuh. Kondisi kejiwaan tersebut digambarkan sebagai status emosi yang
mencerminkan konsep kelainan mental Nursalam, 2007.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Secara garis besar sendiri Pendekatan medikopsikologis stres adalah paradigma dasar dari psikoneuroimunologi. Dalam sudut pandang
kedokteran, menurut Hans Seley seorang ahli fisiologi dan pakar stres menyatakan bahwa stres adalah suatu respon tubuh yang tidak spesifik
terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Stres merupakan respon automatik tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan
perubahan fisik atau emosi yang bertujuan untuk mempertahakan kondisi fisik yang optimal suatu organisme. Reaksi fisiologis ini disebut sebagai
general adaptation syndrome GAS Nursalam, 2007. Dari sudut pandang psikologis stres didefinisikan sebagai suatu
keadaan internal yang disebabkan oleh kebutuhan psikologis tubuh , atau disebabkan oleh situasi lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya,
memberikan tantangan,
menimbulkan perubahan-perubahan
atau memerlukan mekanisme pertahanan seseorang Nursalam, 2007.
Walaupun secara patofisiologi timbulnya kelainan fisis yang berhubungan dengan gangguan psikis belum seluruhnya dapat diterangkan
namun sudah terdapat banyak bukti dari penelitian para ahli yang dapat dijadikan pegangan. Gangguan psikis yang dapat menimbulkan gangguan
psikosomatik ternyata diikuti oleh perubahan-perubahan fisiologis pada tubuh seseorang. Perubahan fisiologis berkaitan erat dengan adanya
gangguan pada sistem syaraf autonom vegetatif , sistem endokrin dan sistem imun. Oleh karena itu, belakangan ini perubahan-perubahan
fisiologi dapat diterangkan dalam bidang ilmu psikoneruoimunologi. Perubahan ketiga sistem itu terjadi bersamaan dan saling tumpang tindih
Ader R, 2007.
2.5. Psikoneuroimunologi Shalat Tahajud