UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Human Immuno Deficiency Virus HIV
2.1.1 Definisi Virus HIV
HIV adalah virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentivirinae, genus Lentivirus. HIV termasuk virus
RNA dengan berat molekul 9,7 kb kilobases. Jenis virus RNA dalam proses replikasinya harus membuat sebuah salinan DNA dari RNA yang
ada di dalam virus. DNA salinan tersebut yang menyebabkan virus dapat bereplikasi. Seperti halnya virus yang lain, HIV hanya dapatbereplikasi di
dalam sel pejantan. HIV merupakan virus yang memiliki selubung virus envelope, mengandung dua kopi genomik RNA virus yang terdapat di
dalam inti. Di dalam inti virus juga terdapat enzim-enzim yang digunakan untuk membuat salinan RNA, yang diperlukan untuk replikasi HIV yakni
antara lain: reverse transcriptase, integrase, dan protease. RNA diliputi oleh kapsul berbentuk kerucut terdiri atas sekitar 2000 kopi p24 protein
virus Astari et al, 2009.
2.1.2 Epidemiologi
Menurut laporan yang diterbitkan oleh UNAIDS 2005 telah terdapat sekitar 40 juta orang 36,7-45,3 juta orang yang hidup bersama
Virus HIV sebagai penyebab penyakit AIDS di akhir 2011. Dalam tahun 2005 saja diperkirakan sekitar 5 juta orang kasus terinfeksi HIV.
Episentrum penyakit ini terdapat didaerah sub Sahara Afrika dengan jumlah orang terinfeksi HIV hampir 23 dari seluruh penderita terinfeksi
HIV di dunia. Angka infeksi pada golongan umur dewasa terdapat 7 dari seluruh populasi yang terinfeksi HIV Subowo, 2010
Pada akhir tahun 2003, terdapat 12 juta orang yang menjadi yatim piatu karena ditinggal mati orang tuanya yang menderita AIDS. Walaupun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
jumlah penderita di Afrika paling buruk, namun jumlah orang yang teinfeksi oleh HIV meningkat di sebagian besar wilayah khususnya Eropa
timur, Asia Tengah, sedang di India dan Cina terjadi peningkatan epidemik dengan prevalensi 1-2 pada wanita hamil. Epidemi penyakit
ini telah meningkat dengan menampakkan wajah perempuan. Perempuan yang berumur di atas 16 tahun berkontribusi hampir 50 dalam populasi
dengan infeksi HIV AIDS di wilayah sub –Sahara Afrika. Kunci
demografi yang lain mengarah pada kelompok umur 15-24 tahun, karena orang-0rang dalam kelompok umur ini menyumbangkan hampir 13 dari
jumlah seluruh penderita terinfeksi HIV Subowo,2010.
2.1.3 Perjalanan Infeksi HIV
Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase, yaitu: 1 Fase Infeksi Akut Sindroma Retroviral Akut; 2 Fase
Infeksi Laten; 3 Fase Infeksi KronisAstari et al, 2009. Fase Infeksi Akut Sindroma Retroviral Akut
Keadaan ini disebut juga infeksi primer HIV. Sindroma akut yang terkait dengan infeksi primer HIV ini ditandai oleh proses replikasi yang
menghasilkan virus-virus baru virion dalam jumlah yang besar. Virus yang dihasilkan dapat terdeteksi dalam darah dalam waktu sekitar tiga
minggu setelah terjadinya infeksi.Pada periode ini protein virus dan virus yang infeksius dapat dideteksi dalam plasma dan juga cairan serebrospinal,
jumlah virion di dalam plasma dapat mencapai 106 hingga 107 per mililiter plasma. Viremia oleh karena replikasi virus dalam jumlah yang
besar akan memicu timbulnya sindroma infeksi akut dengan gejala yang mirip infeksi mononukleosis akut yakni antara lain: demam,
limfadenopati, bercak pada kulit, faringitis, malaise, dan mual muntah, yang timbul sekitar 3
–6 minggu setelah infeksi. Pada fase ini selanjutnya akan terjadi penurunan sel limfosit T-CD4 yang signifikan sekitar 2
–8 minggu pertama infeksi primer HIV, dan kemudian terjadi kenaikan
limfosit T karena mulai terjadi respons imun. Jumlah limfosit T pada fase
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ini masih diatas 500 selmm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah enam minggu terinfeksi HIVAstari et al, 2009.
Fase Infeksi Laten Setelah terjadi infeksi primer HIV akan timbul respons imun
spesifik tubuh terhadap virus HIV. Sel sitotoksik B dan limfosit T memberikan perlawanan yang kuat terhadap virus sehingga sebagian besar
virus hilang dari sirkulasi sistemik. Sesudah terjadi peningkatan respons imun seluler, akan terjadi peningkatan antibodi sebagai respons imun
humoral. Selama periode terjadinya respons imun yang kuat, lebih dari 10 milyar HIV baru dihasilkan tiap harinya, namun dengan cepat virus-virus
tersebut dihancurkan oleh sistem imun tubuh dan hanya memiliki waktu paruh sekitar 5
–6 jam. Meskipun di dalam darah dapat dideteksi partikel virus hingga 108 per ml darah, akan tetapi jumlah partikel virus yang
infeksius hanya didapatkan dalam jumlah yang lebih sedikit, hal ini menunjukkan bahwa sejumlah besar virus telah berhasil dihancurkan.
Pembentukan respons imun spesifik terhadap HIV menyebabkan virus dapat dikendalikan, jumlah virus dalam darah menurun dan perjalanan
infeksi mulai memasuki fase laten. Namun demikian sebagian virus masih menetap di dalam tubuh, meskipun jarang ditemukan di dalam plasma,
virus terutama terakumulasi di dalam kelenjar limfe, terperangkap di dalam sel dendritik folikuler, dan masih terus mengadakan replikasi,
sehingga penurunan limfosit T-CD4 terus terjadi walaupun virion di plasma jumlahnya sedikit.Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun
hingga sekitar 500 sampai 200 selmm3 Astari et al, 2009. Jumlah virus, setelah mencapai jumlah tertinggi pada awal fase
infeksi primer, akan mencapai jumlah pada titik tertentu atau mencapai suatu set point selama fase laten. Set point ini dapat memprediksi onset
waktu terjadinya penyakit AIDS. Dengan jumlah virus kurang dari 1000 kopiml darah, penyakit AIDS kemungkinan akan terjadi dengan periode
laten lebih dari 10 tahun. Sedangkan jika jumlah virus kurang dari 200 kopiml, infeksi HIV tidak mengarah menjadi penyakit AIDS. Sebagian
besar pasien dengan jumlah virus lebih dari 100.000 kopiml, mengalami
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penurunan jumlah limfosit T-CD4 yang lebih cepat dan mengalami perkembangan menjadi penyakit AIDS dalam kurun waktu kurang dari 10
tahun. Sejumlah pasien yang belum mendapatkan terapi memiliki jumlah virus antara 10.000 hingga 100.000 kopiml pada fase infeksi laten. Pada
fase ini pasienumumnya belum menunjukkan gejala klinis atau asimtomatis. Fase laten berlangsung sekitar 8
–10 tahun dapat 3-13 tahun setelah terinfeksi HIV Astari et al, 2009.
Fase Infeksi Kronis Berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfa terus terjadi
replikasi virus yang diikuti dengan kerusakan dan kematian sel dendritik folikuler serta sel limfosit T-CD4 yang menjadi target utama dari virus
HIV oleh karena banyaknya jumlah virus.Fungsi kelenjar limfa sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus dicurahkan ke
dalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik.respons imun tidak mampu
mengatasi jumlah virion yang sangat besar. Jumlah sel limfosit T-CD4 menurun hingga dibawah 200 selmm3, jumlah virus meningkat dengan
cepat sedangkan respons imun semakin tertekan sehingga pasien semakin rentan terhadap berbagai macam infeksi sekunder yang dapat disebabkan
oleh virus, jamur, protozoa atau bakteri. Perjalanan infeksi semakin progresif yang mendorong ke arah AIDS. Setelah terjadi AIDS pasien
jarang bertahan hidup lebih dari dua tahun tanpa intervensi terapi. Infeksi sekunder yang sering menyertai antara lain: pneumonia yang disebabkan
Pneumocytis carinii, tuberkulosis, sepsis, toksoplasmosis ensefalitis, diare akibat kriptosporidiasis, infeksi virus sitomegalo, infeksi virus herpes,
kandidiasis esofagus, kandidiasis trakea, kandidiasis bronkhus atau paru serta
infeksi jamur
jenis lain
misalnya histoplasmosis
dan koksidiodomikosis. Kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis kanker
yaitu, kanker kelenjar getah bening dan kanker sarkoma Kaposis Astari et al, 2009.
Selain tiga fase tersebut di atas, pada perjalanan infeksi HIV terdapat periode masa jendela atau window period yaitu, periode saat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pemeriksaan tes antibodi terhadap HIV masih menunjukkan hasil negatif walaupun virus sudah ada dalam darah pasien yang terinfeksi HIV dengan
jumlah yang banyak. Antibodi yang terbentuk belum cukup terdeteksi melalui pemeriksaan laboratorium oleh karena kadarnya belum
memadai.Periode ini dapat berlangsung selama enam bulan sebelum terjadi serokonversi yang positif, meskipun antibodi terhadap HIV dapat
mulai terdeteksi 3 –6 minggu hingga 12 minggu setelah infeksi primer.
Periode jendela sangat penting diperhatikan karena pada periode jendela ini pasien sudah mampu dan potensial menularkan HIV kepada orang lain
Astari et al, 2009.
2.1.4 Komplikasi atau Infeksi Oportunistik
Komplikasi atau infeksi oportunistik yang sering dijumpai pada ODHA adalah sebagai berikut : Tuberkulosis, Septikemia, Pneumonia
biasanya pneumocystis carinii, Pneumonia biasa, Infeksi jamur pada kulit, mulut dan tenggorokan yang sering kambuh, penyakit kulit lain,
demam yang tidak jelas penyebabnya, Diare kronis dan Meningitis Depkes , 2003.
2.1.5 Tatalaksana Klinis
Tujuan tatalaksana klinis adalah terlaksananya program pengobatan HIV AIDS secara memadai dengan hasil maksimal Depkes, 2003. Pada
prinsipnya terdapat 5 hal yang terkait dengan tatalaksana penderita HIV AIDS yang meliputi :
1. Terapi ARV : Sementara ini di Indonesia menggunakan terapi ARV
pada lini pertama yang memiliki empat rejimen yaitu a. Zidovudine ZDV 300 mg, Lamivudine 3 TC 150 mg,
Nevirapine NVP 200 mg b. Zidovudine ZDV 300 mg, Lamivudine 3 TC 150 mg,
Evafirenz EFV 600 mg c. Stavudine d4T 40 mg dan 30 mg, Lamivudine 3 TC 150 mg,
Nevirapine NVP 200 mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Stavudine d4T 40 mg dan 30 mg, Lamivudine 3 TC 150 mg, Efavirenz EFV 600 mg WHO, 2003.
2. Terapi Infeksi Oportunistik : Penyakit infeksi oportunistik yang sering
dijumpai pada ODHA dan pengobatannya antara lain : a. Tuberkolosa : Isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin
etambutol b. Septikemia : Antibiotik
c. Pneumonia biasanya Pneumocystis carinii: memerlukan terapi yang kompleks. Obat lini pertama adalah Kotrimoksasol yang
dapat juga
digunakan sebagai
profilaksis Kemungkinan
selanjutnya diperlukan pentamidin, prednisolon, dapson. d. Pneumonia biasa : Antibiotik
e. Infeksi jamur pada kulit, mulut dan tenggorokan yang sering kambuh : Gentian violet, povidone iodine, obat kumur, tablet telan
dan tablet hisap anti jamur f. Diare kronis : Loperamide hanya diberikan bila tidak ada perbaikan
setelah diberi pengobatan yang sesuai dengan penyebabnya. g. Meningitis : Antibiotik tergantung dari penyebab atau jenis
meningitis Depkes, 2003. 3.
Terapi Simtomatik : Sehubungan telah dipahaminya patogenesis HIV AIDSsecara baik, tersedianya fasilitas deteksi virus dan
perkembangan yang cepat dari program pengobatan. Tes jumlah CD4 dan viral load telah dilakukan untuk memantau dan menentukan
tingkat prognosis dan kemajuan pengobatan. Beberapa prinsip penatalaksanaan yang penting terhadap pasien HIVAIDS. Tes CD4
dan viral load, tidak dapat dilaksanakan di sebagian wilayah di Indonesia, namun tidak akan menjadi kendala dalam melakukan tata
laksana klinis yang baik, karena dapat dilakukan berdasarkan gejala klinis dan jumlah limfosit total Depkes, 2003.
4. Terapi Sosial :
a. Membentuk kelompok dukungan masyarakat untuk memberikan dukungan emosional kepada ODHA dan para pendampingnya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam kelompok ini dapat dijajagi kesempatan untuk meningkatan dan menciptakan sumber pendapatan.
b. Mengurangi dan menyingkirkan stigma, mebangun sikap positif dari masyarakat terhadap ODHA dan keluargnya, termasuk para
petugas kesehatan baik di jajaran pemerintah maupun swasta dan di tempat kerja.
c. Dukungan sosial atau rujukan kepada pelayanan sosial untuk mengatakan permasalahan tempat tinggal, pekerjaan, bantuan
hukum, serta memantau dan mencegah terjadinya diskriminasi. d. Pendidikan dan pelatihan tentang tatalaksana dan pencegahan HIV
AIDS bagi para pendamping ODHA petugas kesehatan, keluarga, tetangga dan relawan Depkes, 2003.
5. Terapi Suportif yang meliputi asupan gizi dan olahraga :
Syarat-syarat diet HIV AIDS adalah : a. Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi diperhatikan
faktor stres, aktifitas fisik dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13 untuk setiap kenaikan suhu 1°C.
b. Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 gkg BB untuk memelihara dan
mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
c. Lemak cukup, yaitu 10 – 25 dari kebutuhan energi total. Jenis
lemak disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang
medium chain triglyceride MCT. Minyak ikan asam lemak omega 3 diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki
fungsi kekebalan. d. Vitamin dan mineral tinggi, yaitu 1½ kali 150. Angka
kecukupan gizi yang dianjurkan AKG terutama vitamin A, B12, C, E, folat, kalsium, magnesium, seng dan selenium. Bila perlu
dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Serat cukup, gunakan serat yang mudah dicerna. f. Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan
gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi
cairan dapat berupa cairan kental thick fluid, semi kental semi thick fluid dan cair thin fluid
g. Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti natrium, kalium dan klorida
h. Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan,
dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat maka dianjurkan pemberian
makan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.
i. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering. j. Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara
mekanik, termik, maupun kimia Depkes, 2003.
2.2Konsep Dasar Shalat Tahajud 2.2.1 Makna Shalat Tahajud
Tahajud artinya bangun dari tidur.Shalat tahajud artinya shalat sunah yang dikerjakan pada waktu malam hari dan dilaksanakan setelah
tidur lebih dahulu walaupun hanya sebentar. Shalat tahajud disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW setelah
turun Surat Al Muzzammil.Ada dua pokok yang memmbuat gelisah hati nabi Muhammad SAW, yakni 1 beratnya tugas yang dakwah yang
diemban Nabi SAW,di mana tugas ini memerlukan ketenangan jiwa, dan 2 hebatnya rencana musuh yang dihadapi. Kedua hal ini yang
menyebabkan Nabi SAW dirundung berbagai kegelisahan, kecemasan, kekhawatiran, dan ketakutan.
Menurut sebuah riwayat, dalam kondisi seperti itu, Nabi Muhammad SAW merenung sambil berbaring menyelimuti badannya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ketika itu, datanglah malaikat Jibril menyampaikan Surah Al Muzzammil ayat 1-10 :
“ Hai orang yang berselimut; bangunlah untuk shalat pada malam hari, kcuali sedikit dari padanya; yaitu seperdua atau kurangilah seperdua itu
sedikit, atau lebih dari seperdua itu dan bacalah Al- Qur‟an itu dengan
perlahan-lahan tartil; sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat; sesungguhnya bangun pada waktu malam adalah
lebih tepat untuk khusyu‟ dan bacaan pada waktu itu lebih berkesan; sesungguhnya pada siang hari kamu mempunyai urusan yang panjang
banyak; sebutlah nama Tuhanmu dan beribadahlah kepadan-Nya dengan penuh ketekunan; Dialah Tuhan timur dan barat, tiada Tuhan
selain Dia. Jadikan Dia sebagai pelindung; dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhil
ah mereka dengan cara yang baik”. Sejarah mencatat ibadah yang mahdah yang pertama diperintahkan
oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebelum diperintahkan ibadah lain adalah shalat tahajud. Dalam sebuah riwayat disebutkan:
Said bin Hisyam bertanya kepada Aisyah tentang shalat Nabi di waktu malam. Aisyah menjawab: “ Apakah Anda tidak membaca Surah
Al- Muzzammil?” “Ya,” jawab Said. Maka , shalat malam pada permulaan
surah ini, dijalankan oleh Rasulullah SAW dan sahabatnya selama satu tahun, sampai kaki mereka bengkak dan Allah SWT tidak menurunkan
ayat akhir ayat 20 Surah Al-Muzzammil dalam surah ini selama dua belas bulan. Kemudian, ayat 20 diturunkan untuk meringankan sehingga
solat malam menjadi sunah sesudah diwajibakan,” HR Ahmad dan
Muslim.
2.2.2 Waktu Pelaksanaan Shalat Tahajud
Dalam Al Qur‟an Surah Al Muzzammil ayat 3-4, Allah SWT menerangkan dengan perkataan “Separuh malam, kurang atau lebih”. Ini
berarti bahwa Allah SWT menyerahkan kepada Nabi SAW untuk memilih waktu shalat tahajud yang sesuai dengan kelonggaran yang ada pada diri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nabi SAW. Hafidz berkata: “Tahajud Rasulullah SAW tidak ada ketentuan waktunya karena hanyalah semata-mata dimana ada kelapangan
”. Apabila diinterpretasikan menurut waktu Indonesia, sepertiga awal
malam itu kira-kira pukul 22.00 WIB sampai pukul 23.00WIB. Seperdua malam diperkirakan kira-kira pukul 00.00 WIB sampai pukul 01.00 WIB,
dan dua per tiga malam sekitar pukul 02.00 WIB atau pukul 03.00 WIB sampai sebelum fajar atau masuk shalat Subuh Depag RI, 1985.
Namun, menurut hadis yang shahih, sebaik-baik waktu untuk menjalankan shalat tahajud adalah pada sepertiga malam terakhir, yang
menurut interpretasi waktu Indonesia adalah sekitar pukul 02.00 WIB, atau pukul 03.00 WIB sampai sebelum subuh. Sebagaimana sabda Rasulullah
SAW : “Allah turun ke langit dunia setiap malam, ketika masih tersisa
sepertiga malam terakhir.Pada saat itulah Allah SWT berfirman, „Siapa yang berdoa kepada-Ku pasti Ku kabulkan, siapa yang meminta kepada-
Ku akan pasti Ku-beri dan siapa yangmeminta ampun kepada-ku, pasti Ku-ampunin,
” HR.Jamaah.
2.2.3 Bilangan Rakaat Shalat Tahajud
Tidak ada ketentuan atau batasan yang pasti mengenai shalat jumlah rakaat shalat tahajud.Amat beragam bilangan rakaat dan model
shalat tahajud yang dijalankan oleh Rasulullah SAW.Berikut ini diuraikan hanya beberapa model yang dipandang bersumber pada hadis yang sahih
dan terkenal di kalangan kaum muslimin. Telah berkat
a Aisyah : „‟Bahwasanya Rasulullah SAW pernah shalat malam antara waktu isya‟ dan subuh sebelas rakaat, yaitu ia beri salam
pada tiap- tiap dua rakaat, dan ia sembahyang witir satu rakaat,”
HR.Bukhari Telah berkata Aisyah : „‟Bahwasanya Rasulullah SAW pernah shalat
malam tiga belas rakaat. Dari tiga belas rakaat itu , ia shalat witir lima rakaat, dan ia tidak duduk diantara rakaat-rakaat itu kecuali pada
rakaat terakhir,” HR.Bukhari dan Muslim.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Telah berkata Aisyah : „‟Bahwasanya Rasulullah SAW pernah shalat tahajud empat rakaat, tapi jangan engkau tanya bagusnya dan
panjangnya, kemudian ia shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagus dan panjangnya, kemudian ia shalat witir tiga rakaat,‟‟
HR.Bukhari dan Muslim. Ketiga hadis tersebut menunjukkan bervariasinya bilangan rakaat
dan model yang ditempuh Rasulullah SAW dalam menjalankan shalat tahajud. Rasulullah pernah shalat tahajud sebelas rakaat: sepuluh rakaat
shalat tahajud dengan tiap-tiap dua rakaat salam, dan witir satu rakaat.
2.3.Konsep Dasar Kortisol 2.3.1Kelenjar Adrenal dan Sekresi Kortisol
Anatomi kelenjar adrenal pertama kali dijelaskan oleh
Bartholomeo Eustachius pada 1963.Kelenjar adrenal mempunyai bobot sekitar 6-10 gram. Kelenjar ini mulai terbentuk pada usia kehamilan dua
bulan. Bobot kelenjar ini pada orang dewasa terdiri dari 90 bagian korteks dan 10 medulla. Kelenjar ini terbentuk seperti piramida yang
panjangnya berkisar antara 2-6 cm. Tebal ± 1 cm dan terletak di bagian atas kedua ginjal atau posisi posteromedial A.Ghani,1995.
Bagian korteks adrenal terdiri dari tiga zona, yaitu 1 Glomerolusa, yang memiliki distribusi -sebesar 15 letak di bagian luar
2 Fasciulata, yang memiliki distribusi 15 di bagian tengah dan 3 Reticularis merupakan kesatuan karena keduanya menghasilkan hormon
kortisol dan androgen Ghani, 1995. Hormon yang disekresi oleh korteks adrenal adalah kortisol,
aldosteron, dan androgen.Prekusor hormon ini adalah kolestrol yang banyak terdapat pada lipid droplet dalam sitoplasma dan dari kolestrol
dalam sirkulasi dalam bentuk LDL. Reseptor LDL banyak ditemukan pada korteks adrenal Ghani, 1995.
Sekresi kortisol dan androgen diatur oleh ACTH, sedangkan sekresi aldosteron juga dipengaruhi oleh angiotensin dan konsentrasi ion
K. Selain oleh ACTH sekresi kortisol juga dipengaruhi oleh rangsangan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
otak sebagai respons terhadap stres, khususnya sekresi kortisol dipengaruhi oleh tiga respons, yaitu, stres, ACTH, dan diurnal rytme
Guyton, 2001. Secara visual, mekanisme pengaturan sekresi kortisol dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Mekanisme kerja kortisol Sumber: Guyton AC,2001
Peran ACTH pada sekresi kortisol terjadi melalui interaksi antara Hipothalamic-Pituitary Adrenal Axis HPA.ACTH bekerja pada zona
fasciulata dan retikularis dan berkedudukan sebagai faktor utama dalam pengaturan kortisol, androgen, dan aldosteron. Sedangkan, ACTH sendiri
diatur oleh CRH corticotropic relasing hormon dan neurotransmitter Mc.Cance, 1994.
2.3.2. Metabolisme Kortisol
Di dalam sirkulasi, 75 kortisol terikat dengan kortisol binding globulin CBG, atau transcortin, 10 dalam bentuk bebas, dan sisanya
terikat dengan albumin. CBG disintesa di hati dan memiliki afinitas yang tinggi terhadap kortisol.Sintesa CBG meningkat sejalan dengan
peningkatan konsentrasi estrogen. Waktu paruh kortisol plasma berkisar
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
75-90 menit dan ditentukan oleh kemampuanya terikat dengan plasma protein atau proses inaktifasinya. Guyton, 2001.
Kortisol dimetabolisme di hati dan ginjal.Di hati, kortisol diubah menjadi hidrokortisol yang selanjutnya menjadi tetrahidrokortisol.
Kortisol juga diubah menjadi dihydrocortison, yang selanjutnya menjadi tetrahydrocortisone.
Baik tetradihidrokortisol
maupun tetrahydrocortisone selanjutnya dimetabolisme menjadi asam kortoik.
Kortisol juga dimetabolisme menjadi 6-hidrokortisol yang larut dalam air dan diekskresi melalui urin.Di ginjal, kortisol diinaktivasi menjadi
kortison oleh enzim 11-hydroxysteroid dehydrogenase. Proses ini mempunyai makna fisiologik dan klinis, sebab kortisol bisa dicegah untuk
menduduki reseptor aldosteron dan kelebihan aldosteron dapat dihindari Guyton, 2001
2.3.3.Efek Kortisol Terhadap Sistem Imun
Interaksi antara ACTH dan kortisol terjadi melalui umpan balik negative feedback.Mekanisme ini terjadi baik pada tingkat kelenjar
pituitary maupun hipotalamus. Konsentrasi kortisol yang meningkat menghambat sekresi ACTH dan CRH. Mekanisme kortisol pada gen dapat
menurunkan sintesis RNA untuk pro-opiomelanokrortinyang juga merupakan prekusor ACTH Sherwood, 2009.
Pola sekresi kortisol diatur oleh peace maker endogen yang terdapat nucleus suprakiasmatik di hipotalamus. Pengaturan ini
mengeluarkan impuls bersifat „‟ circadian rhytme‟‟. Irama sirkadian menyebabkan sekresi kortisol dan ACTH yang bersifat episodic seperti
terlihat pada grafik berikut:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2. Siklus sekresi kortisol dalam 24 jam Sumber: Guyton AC,2001
Reichlin menyatakan
bahwa gangguan
irama sirkadian
memberikan gambaran yang sama dengan akibat adanya stres, yaitu peningkatan ACTH. Hal ini menunjukkan adanya perubahan behavior dari
sistem syaraf pusat sebagai uapaya untuk mengendalikan homeostasis sehingga akan memodulasi HPA. Adanya modulasi dari HPA-axis yang
menyebabkan meningkatnya hormon kortisol selama 24 jam tidak terdapat titik rendah. Karena titik rendah yang biasanya tercapai pada malam hari
Reichlin, 1992. Irama sikradian dipengaruhi oleh perubahan pola tidur, aktivitas
fisik dan psikologis, serta berbagai penyakit seperti kelainan kelenjar pituitari, gagal ginjal kronik, dan gangguan CNS. Dengan demikian,
sekresi kortisol juga dapat meningkat tanpa terikat oleh irama sirkadian Guyton, 2001.
Selama kondisi stres, korteks adrenal baik yang diaktifkan oleh ACTH maupun rangsangan oleh katekolamin dapat menyebabkan
peningkatan sekresi hormon glukortiroid, terutama kortisol Mc.Cance, 1994.
Dalam 24 jam, ACTH dan kortisol mempunyai pola yang menetap. Konsentrasi ACTH dan kortisol cenderung meningkat pada pagi hari dan
menurun pada sore hari. Kortisol kadar tertinggi pada pukul 06.00-08.00
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
WIB. Kedua hormon tersebut mengeluarkanya secara periodik tiap 30-120 menit. Faktor yang mempengaruhi irama ACTH dan kortisol adalah 1
irama intrinsik dan sekresi dari CRH, 2 siklus makan, 3 rangsangan terang dan gelap 4 irama yang terdapat dalam adrenal yang diperankan
oleh inervasi dari adrenal Felig, 1995. Irama biologis dari ACTH dan kortisol berkorelasi dengan sasana
terang dan gelap. Pada malam hari, saat kondisi gelap , terjadi penurunan ACTH dan kortisol. Kadar kortisol terendah biasanya terjadi antara pukul
02.00 WIB.Karena disamping tidak adanya rangsangan cahaya pada waktu tersebut aktivitasnya rendah. Dan mulai terjadi peningkatan pada jam
pertama saat tidur Felig, 1995. Hormon korteks adrenal terikat dengan reseptor dalam sitoplasma
reseptor intraseluler. Ikatan tersebut bergerak dalam inti sel dan berinteraksi dengan kromatin. Hasil analisis teknik complementary DNA
menunjukkan, bahwa terdapat homologi antara reseptor kortisol, aldosteron,
estrogen, progesteron
dan reseptor
hormon tiroid
Guyton,2001. Secara ringkas efek kortisol terhadap respon imun adalah, menekan
sintesis immunoglobulin, menurunkan opulasi sel PMN, limfosit dan makrofag dalam darah tepi dan menimbulkan atropi jaringan limfoid
dalam timus, limpa dan kelenjar limfe Granner, 1998.
2.4. Konsep Dasar Psikoneuroimunologi dan Stres.