Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Ketika membahas peran agama dalam perekonomian, orang harus membedakan perekonomian sebagai ilmu dari sistem perekonomian. Suatu sistem perekonomian harus dipertimbangkan sebagai pemikiran yang berdasarkan suatu ideologi, sedangkan ilmu perekonomian harus dipertimbangkan sebagai ilmu yang menangani penciptaan kekayaan. Sistem perekonomian berkaitan dengan manajemen distribusi kekayaan dalam suatu masyarakat yang cenderung menyelesaikan permasalahan-permasalahan perekonomian dari beragam kelompok dengan memungkinkan atau melarang mereka memanfaatkan sarana-sarana produksi dan kepuasan. Oleh sebab itu, sistem ekonomi harus mencakup tiga elemen utama berikut: kepemilikan properti, komoditas, dan kekayaan kemudian pemberian kepemilikan, lalu distribusi kekayaan diantara orang-orangnya. Sistem perekonomian Islami berbeda dengan sistem-sistem lain hanya sebatas kepada kepemilikan dan distribusi sumber-sumber daya di antara faktor-faktor produksi serta beragam kelompok masyarakat, serta adanya peran negara yang jelas untuk memastikan bahwa ketidakadilan tidak terjadi 2 pada setiap individu, pihak atau kelompok manapun Ayub Muhammad, 2009:17. Perbedaan juga dapat dilihat melalui tujuan ekonomi Islam untuk membawa kepada konsep al-falah kejayaan baik di dunia maupun di akhirat, sedangkan ekonomi sekuler untuk membawa kepuasan dunia saja. Ekonomi Islam meletakan manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini dimana segala bahan-bahan yang ada di bumi dan dilangit adalah diperuntukan bagi manusia, dimana harta bukanlah tujuan hidup melainkan sekadar wasilah atau perantara untuk mewujudkan perintah Allah Muhammad Arief Mufraeni dkk., 2007:9- 10. Dalam mencapai tujuan tersebut, ajaran Islam memberikan panduan untuk menegakkan asas keadilan dan menghapus ekploitasi dalam transaksi bisnis, salah satu bentuk eksploitasi tersebut adalah riba. Berdasarkan referensi-referensi yang berasal dari Kitab Suci Al-Qur’an dan Sunah, kita dapat memperoleh beberapa kesimpulan mengenai besarnya dosa riba, bentuk-bentuk dan konotasinya, dosa riba tidak hanya berlaku bagi pihak yang memberikan pinjaman, tapi juga berlaku untuk pihak yang meminjam, dan karena pihak-pihak lain yang terlibat ikut mendapatkan dosa karena membayar bunga atau karena membantu bisnis yang berbasis bunga. Jika orang-orang miskin terpaksa meminjam dengan bunga untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok, masih ada kemungkinan mendapatkan ijin secara terbatas untuk meminjam bunga.Akan tetapi, jika seseorang memanfaatkan pinjaman bunga untuk konsumsi kemewahan atau untuk pengembangan bisnisnya, ia patut di hukum menurut ajaran-ajaran tersebut, adapun yang 3 dibahas dalam Al-Qur’an adalah riba atas pinjaman utang, sebuah pinjaman adalah barang komoditas atau sejumlah uang yang diambil dari orang lain dengan kewajiban untuk mengembalikannya atau membayar kembali komoditas serupa atau sejumlah uang yang sama ketika diminta kembali oleh pihak pemberi pinjaman. Utang adalah kewajiban untuk membayar yang terjadi karena adanya transaksi kredit seperti pembelianpenjualan secara kredit atau jatuh temponya biaya sewa dalam Ijarah persewaan. Jumlah utang harus dibayar kembali pada waktu yang telah ditentukan dan pemberi pinjaman tidak berhak menagih sebelum jatuh tempo, kreditur memiliki hak hanya atas jumlah pokok pinjaman, adapun jumlah sekecil apapun yang ditambahkan dalam pengembaliannya adalah riba, karena pembiayaan bank konvensional termasuk dalam kategori pinjaman yang dikenai pembayaran maka ia masuk kedalam cakupan riba seperti yang diharamkan kitab suci Al- Qur’an, sehingga tidak perlu diragukan lagi bahwa bunga komersial yang menjadi tren selama ini adalah riba dari sudut pandang prinsip yang diberikan oleh Al-Qur’an. Jadi dapat disimpulkan bahwa riba, menurut kriteria, mencakup semua keuntungan dari pinjaman serta utang dan meliputi semua bentuk bunga atas pinjaman komersial atau pribadi. Oleh karenanya bunga konvensional adalah riba. Ayub Muhammad, 2009: 73-74. Ekonomi Islami, dimana keuangan Islami merupakan bagian penting darinya, menggerakan aktivitas finansial dalam kegiatan perekonomian Islami ke arah bisnis dan transaksi yang berlandaskan aset. Hal ini mengimplikasikan semua transaksi financial merupakan representasi transaksi riil atau penjualan jasa, barang, 4 manfaat. Di samping itu, Islam juga menentukan suatu standar moralperilaku yang hampir bersifat umum dalam semua masyarakat beradab didunia Ayub Muhammad, 2009: 114 Untuk menjawab kebutuhan masyarakat muslim atas lembaga keuangan yang berlandaskan syariah, maka bank syariah pun lahir, yang terus berkembang hingga kini. Sebagaimana pembentukan bank konvensional pertama yang beroperasi di venesia yaitu Banco della Pizza di Rialto 1587 dianggap sebagai titik awal berkembangnya bank modern, walaupun pada prakteknya telah dilaksanakan sejak 900 tahun sebelumnya, maka pendirian sebuah local saving bank yang beroperasi tanpa bunga di Desa Mit Ghamir di tepi sungai Nil, Mesir pada tahun 1960-an oleh Abdul Hamid An Naggar, telah menjadi tonggak berdirinya lembaga perbankan Islam modern pertama, bahkan lembaga Islam pertama didunia. Meski beberapa tahun kemudian ditutup karena kesalahan manajemen, bank lokal ini telah mengilhami diadakannya konferensi Ekonomi Islam pertama di Mekkah 1975. Sebagai tindak lanjut rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian lahirlah Islamic Development Bank IDB yang kemudian diikuti pembentukan lembaga-lembaga keuangan Islam diberbagai negara. Upaya intensif pendirian bank Islam Bank Syariah di Indonesia dapat ditelusuri sejak tahun 1988, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober Pakto yang mengatur deregulasi peraturan perbankan Indonesia, dimana para ulama berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya 5 penafsiran dari adanya penafsiran dari peraturan perundang-undanganan yang ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0 nol persen. Rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua Bogor pada 19-22 Agustus 1990, yang kemudian diikuti dengan diundangkannya UU No. 71992 tentang perbankan, di mana perbankan bagi- hasil mulai di akomodasi, dan kemudian berdirilah Bank Muamalat Indonesia BMI, yang merupakan bank umum Islam pertama yang beroperasi di Indonesia. Setelah dua tahun beroperasi, BMI mensponsori asuransi Islam pertama di Indonesia Syarikat Takaful Indonesia, mensponsori Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah kemudian diikuti dengan beroperasinya lembaga reksadana syariah oleh PT Danareksa, pada tahun yang sama berdiri pula lembaga pembiayaan syariah BNI-Faisal Islamic Finance Company, melihat hal-hal tersbut diatas dapat dikatakan bahwa perkembangan lembaga- lembaga keuangan Islam cukup pesat dan salah satu alasan yang kuat mendorong hal tersbut adalah karena adanya keyakinan kuat dikalangan masyarakat muslim bahwa perbankan konvensional itu mengandung unsur riba yang dilarang oleh agama Islam. Selama lebih dari enam tahun beroperasi, kecuali UU No.71992 dan Peraturan Pemerintah No 721992, praktis tidak ada peraturan perundang- undangan lainnya yang mendukung beroperasinya perbangkan syariah, sehingga memaksa perbankan syariah untuk menyesuaikan produk-produknya dengan hukum positif peraturan umum perbankan yang berlaku di Indonesia yang nyatanya berbasis bungakonvensional hingga akhirnya di undangkan 6 UU No.101998 tentang perubahan UU No.71992 tentang perbankan, maka secara tegas sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem perbankan nasional, perubahan perundangan tersebut memberikan keleluasaan bank-bank syariah dalam melakukan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Arifin Zainul, 2006: 6-8. Kebijakan pengembangan perbankan syariah diterapkan dengan berpedoman pada strategi pengembangan jangka panjang yang ditempuh dan diarahkan tidak hanya memperkuat struktur industri perbankan syariah tapi juga diarahkan untuk mengantisipasi tantangan dan perkembangan yang terjadi baik ditingkat nasional maupun internasional guna menjaga momentum pertumbuhan syariah, upaya konkrit dalam pengembangan perbankan syariah tersebut meliputi: 1. Penguatan kelembagaan bank syariah, 2. Pengembangan produk bank syariah, 3. Intensifikasi edukasi publik dan aliansi mitra strategis, 4. Peningkatan peranan pemerintah dan penguatan kerangka hukum bank syariah, 5. Penguatan SDI Sumber Daya Insani, 6. Penguatan pengawasan bank syariah. Salah satu kebijakan yang juga sangat berpengaruh dalam perkembangan syariah, khususnya adalah dalam hal pembukaan bank syariah, BI telah menyediakan regulasi yang cukup memadai untuk pendirian baru, konversi, dan membolehkan bank umum konvensional membuka kantor bank syariah. Dengan regulasi tersebut, pertumbuhan bank syariah pada periode 1999 hingga akhir 2004 terus meningkat. Demikian pula pertumbuhan jaringan kantor dan volume usaha menunjukan pertumbuhan yang sangat pesat dimana kedepannya pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia 7 diperkirakan akan memiliki aset yang akan melebihi target cetak biru Bank Indonesia pada akhir 2011 Machmud Amir, Rukmana, 2010: 62, 69. Menurut Lestari Budi Asthuti, 2004, perbankan merupakan industri yang memiliki peranan penting, karena sebagai lembaga keuangan perbankan memainkan fungsi dan peran sebagai lembaga intermediari yang memobilisasi dana dari masyarakat yang surplus dan menyalurkannya kedalam bentuk kreditpinjaman kepada masyarakat yang defisit, melihat pentingnya peran perbankan, maka kesehatan dan stabilitas perbankan menjadi sesuatu yang sangat penting. Bank yang sehat, kuat dan efisien merupakan kebutuhan mutlak bagi perekonomian yang ingin tumbuh dan berkembang dengan baik. Dalam kaitan ini, semakin efisien industri perbankan akan semakin efisien pula proses mobilisasi dana masyarakat dan penyaluran kredit perbankan sebagai faktor dominan dalam alokasi sumber daya dalam ekonomi. Apabila hal ini dapat dicapai, kontribusi industri perbankan akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahterahan masyarakat Yuli Indrawati, 2009: 2. Studi tentang efisiensi dan produktivitas perbankan banyak dilakukan di dunia dan tidak sedikit dilakukan di Indonesia karena memang institusi perbankan dibutuhkan untuk peran intermediasi dalam suatu negara, studi yang dilakukan juga beragam, dari sekedar analisis produktivitas perbankan dalam suatu negara Fadzlan Sufian, 2007, analisis pengaruh reformasi perbankan terhadap efisiensi dan produktivitas perbankan suatu negara Abdul Qayyum, 2010, Abdel-Baki Monal A, 2010, analisis efisiensi Unit Usaha 8 Syariah Bank Pembangunan Daerah Rama Dwi Laksana, 2009, hingga analisis efisiensi bank umum di Indonesia Yuli Indrawati, 2009. Rata-rata hasil studi analisis produktivitas dan efisiensi perbankan yang ada selain mengukur kedua hal tersebut diatas juga mencari faktor apa yang mempengaruhi nya secara umum. Sektor perbankan syariah di Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat bahkan terus berlanjut hingga kini, selain meningkat secara umum pada masing-masing pos jumlah bankjumlah kantor peningkatan juga dapat dilihat secara spesifik melalui jumlah kantor, bisa dilihat bahwa jumlah kantor pada laporan April 2010 adalah 918 unit, lebih banyak dibanding tahun 2005 yang hanya terdapat 301 unit untuk Bank Syariah, sementara peningkatan 179 unit terjadi pada Unit Usaha Syariah, dan tidak ketinggalan BPR yang tidak ada sama sekali dalam kurun waktu 2005-2006 berubah menjadi berjumlah 185 di tahun 2007 dan meningkat hingga 271 unit kantor di Bulan April 2010 www.bi.go.id . Dari latar belakang itulah penulis tertarik untuk melakukan analisis efisiensi dan produktivitas perbankan syariah di indonesia. 9

B. Perumusan Masalah