Riwayat SYEIKH NAWAWI AL-BANTANI

satu ajaran, Syekh Nawawi berpendapat, bahwa yang termasuk mujtahid ahli ijtihad mutlak adalah Imam Syafi’i, Hanafi, Hanbali, dan Maliki. Bagi keempat ulama itu, katanya, haram bertaklid, sementara selain mereka wajib bertaklid kepada salah satu keempat imam mazhab tersebut. Pandangannya ini mungkin agak berbeda dengan kebanyakan ulama yang menilai pintu ijtihad tetaplah terbuka lebar sepanjang masa. Barangkali, bila dalam soal mazhab fikih, memang keempat ulama itulah yang patut diikuti umat Islam kini. Apapun, umat Islam patut bersyukur pernah memiliki ulama dan guru besar keagamaan seperti Syekh Nawawi Al-Bantani. Kini, tahun haul ulang tahun wafatnya diperingati puluhan ribu orang di Tanara, Banten, setiap tahunnya. Laporan Snouck Hurgronje, orientalis yang pernah mengunjungi Mekkah ditahun 1884-1885 menyebut, Syekh Nawawi setiap harinya sejak pukul 07.30 hingga 12.00 memberikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah KH. Kholil Madura, K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, KH. Arsyad Thawil dari Banten dan KH. Hasyim Asy’ari dari Jombang. Mereka inilah yang kemudian hari menjadi ulama-ulama terkenal di tanah air. Sejak 15 tahun sebelum kewafatannya, Syekh Nawawi sangat giat dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk mengajar. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab mengenai berbagai persoalan agama. Paling tidak 34 karya Syekh Nawawi tercatat dalam Dictionary of Arabic Printed Books karya Yusuf Alias Sarkis.

2. Riwayat

Pendidikan dan Pengajaran. Sejak kecil Syaikh Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fikih dan ilmu tafsir. Selain itu ia belajar pada Kyai Sahal di daerah Banten dan Kyai Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun ia pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan bermukim di sana selama 3 tahun. Di tempat ini beliau belajar pada banyak ulama besar yang bermukim di sana. Setelah itu beliau belajar di Madinah untuk lebih menambah wawasan keislaman dalam bidang disiplin ilmu yang lain. Semangat tinggi menyebabkan beliau berkelana mencari dan mendalami berbagai ilmu pengetahuan ke negeri-negeri lain, seperti Mesir dan Syam Syiria. Di tempat ini beliau belajar kepada ulama-ulama besar. 4 Setelah belajar dan berkelana mencari dan mendalami berbagai ilmu pengetahuan di empat negeri tersebut, beliau pulang ke tanah air, yaitu pada tahun 1248 H 1831 M, untuk kembali belajar kepada salah seorang ulama besar di Karawang, Jawa Barat. Setelah perjalanan pencarian ilmu di Karawang, beliau kembali ke daerah asalnya, Tanara, untuk mulai mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada umat yang sangat mengharapkan dan mendambakan ilmunya. Di tempat kelahirannya tersebut, beliau membina pesantren peninggalan orang tuanya. Akan tetapi, karena kondisi tanah air ketika itu masih berada di bawah jajahan Belanda, dan setiap gerak-gerik para ulama diawasi, termasuk kegiatan Imam Nawawi, beliau kembali ke Makkah untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada para Mahasiswa yang berdatangan ke sana dari berbagai negara. 4 . Bioghrafi Syeikh Imam Nawawi Al-Bantani di akses pada tanggal 15 pebruari 2010 dari http:www.kampusislam.com?pilih=newsmod=yesaksi=lihatid=665 Sejak keberangkatannya yang kedua kalinya ini, Syaikh Nawawi tidak pernah kembali lagi ke Indonesia. Menurut catatan sejarah, di Mekkah ia kembali berupaya mendalami ilmu-ilmu agama dari para gurunya, seperti Syaikh Muhammad Khatib Sambas, Syaikh Abdul Ghani Bima, Syaikh Yusuf Sumulaweni dan Syaikh Abdul Hamid Dagastani. 3. Sanjungan Para Ulama Terhadapnya Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Adapun pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian mereka tidak dapat dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun saya berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan.” Al-Iraqi berkata “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang muhhadits ahli hadist, yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang dhabit dapat dipercaya perkataannya, yang tsiqah, yang amanah. Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhoif, yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu yang relatif pendek. ” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia, dengan kepandaian Ibnu Hajar. 5

4. Karya-karyanya