BAB II URAIAN TEORITIS
II.1. Individual Difference Theory
Individual Differences Theory Teori Perbedaan Individual, teori yang dikeluarkan oleh Melvin D. Defleur ini menelaah perbedaan-perbedaan di antara
individu-individu sebagai sasaran media massa ketika mereka diterpa sehingga menimbulkan efek tertentu. Menurut teori ini individu-individu sebagai anggota
khalayak sasaran media massa secara selektif, menaruh perhatian kepada pesan-pesan −terutama jika berkaitan dengan kepentingannya− konsisten dengan sikap-sikapnya,
sesuai dengan kepercayaannya yang didukung oleh nilai-nilainya. Sehingga tanggapannya terhadap pesan-pesan tersebut diubah oleh tatanan psikologisnya. Jadi,
efek media massa pada khalayak massa itu tidak seragam melainkan beragam disebabkan secara individual berbeda satu sama lain dalam struktur kejiwaannya.
Effendy 2003: 275 Anggapan dasar dari teori ini ialah bahwa manusia amat bervariasi dalam
organisasi psikologisnya secara pribadi. Variasi ini sebagian dimulai dari dukungan perbedaan secara biologis, tetapi ini dikarenakan pengetahuan secara individual yang
berbeda. Manusia yang dibesarkan dalam lingkungan yang secara tajam berbeda, menghadapi titik-titik pandangan yang berbeda secara tajam pula. Dari lingkungan
yang dipelajarinya itu, mereka menghendaki seperangkat sikap, nilai, dan kepercayaan yang merupakan tatanan psikologisnya masing-masing pribadi yang
membedakannya dari yang lain. Effendy 2003: 275 Teori perbedaan individual ini mengandung rangsangan-rangsangan khusus
yang menimbulkan interaksi yang berbeda dengan watak-watak perorangan anggota khalayak. Oleh karena terdapat perbedaan individual pada setiap pribadi anggota
Universitas Sumatera Utara
khalayak itu maka secara alamiah dapat diduga akan muncul efek yang bervariasi sesuai dengan perbedaan individual itu. Tetapi dengan berpegang tetap pada pengaruh
variabel-variabel kepribadian yakni mengganggap khalayak memiliki ciri-ciri kepribadian yang sama teori tersebut tetap akan memprediksi keseragaman
tanggapan terhadap pesan tertentu jika variabel antara bersifat seragam. Effendy 2003: 275-276
Individual Differences Theory menyebutkan bahwa khalayak yang secara selektif memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya jika berkaitan dengan
kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya dan nilai-nilainya. Tanggapannya terhadap pesan komunikasi itu akan diubah oleh tatanan
psikologisnya.Effendy 2003 : 316.
II.2. Komunikasi dan Komunikasi Massa
Komunikasi pasti terjadi pada setiap manusia, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Hidup dengan makhluk lain
otomatis membuat makhluk hidup harus berkomunikasi. Komunikasi harus dipandang dari dua sudut pandang, yaitu komunikasi dalam pengertian secara umum dan secara
paradikmatik. Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata
Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” to make common. Istilah pertama communis adalah
istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu
pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi defenisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal
Universitas Sumatera Utara
tersebut, seperti dalam kalimat “Kita berbagi pikiran”, “Kita mendiskusikan makna”, dan “Kita mengirimkan pesan”. Mulyana, 2001:41-42
Komunikasi secara umum dibagi dua, yakni pengertian komunikasi secara etimologis dan secara terminologis. Secara etimologis atau menurut asal katanya,
komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang diambil dari kata communis yang artinya sama atau dimaksud dengan sama makna. Maka komunikasi yang
dimaksudkan disini akan berlangsung bila ada kesamaan arti diantara dua atau lebih orang yang berkomunikasi. Sedangkan secara terminologis maksudnya adalah
komunikasi melibatkan sejumlah orang, dan lebih dikenal dengan sebutan komunikasi manusia atau komunikasi sosial. Disini hanya akan dibahas tentang komunikasi yang
hanya terjadi pada manusia-manusia yang bermasyarakat. Pada abad ke-19 para ilmuwan mengira bahwa apa yang ditangkap
pancaindera kita sebagai sesuatu yang nyata dan akurat. Para psikolog menyebut mata dan retina sebagai film yang merekam pola-pola cahaya yang jatuh di atasnya. Para
ilmuwan medern menantang asumsi itu; kebanyakan percaya bahwa apa yang kita amati dipengaruhi sebagian oleh citra retina mata dan terutama oleh kondisi pikiran
pengamat. Oleh karena itu, kita biasanya mempunyai kesan yang berlainan mengenai lingkungan kita: benda, situasi, orang, ataupun peristiwa di sekitar kita, meskipun kita
memiliki informasi yang sama mengenai hal-hal itu. Sebabnya kita sebenarnya tidak mengetahui dunia sekeliling kita sesederhana yang kita duga. Alih-alih, kita
mengkonstruksi suatu “gambar” mengenai dunia tersebut melalui suatu proses aktif dan kreatif yang kita sebut persepsi. Persepsi adalah proses internal yang
memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Mulyana
2001:167
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi secara paradigmatis mengandung tujuan tertentu baik lisan maupun tulisan, baik langsung maupun melalui media. Tujuan disini maksudnya
adalah memberikan informasi, merubah sikap, pendapat, maupun perilaku dari komunikan. Menurut Harold Lasswell cara yang baik untuk menggambarkan
komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect ? atau Siapa, Mengatakan Apa,
Dengan Saluran Apa, Kepada Siapa, Dengan Pengaruh Bagaimana? Jadi komunikasi berlangsung apabila antara orang-orang terlibat terdapat kesamaan makna mengenai
suatu hal yang dikomunikasikan. Jelasnya, jika seseorang mengerti tentang sesuatu yang dinyatakan orang lain kepadanya, maka komunikasi berlangsung. Dengan kata
lain, hubungan diantara mereka bersifat komunikatif Effendy 2004 : 3-4 .
Selain komunikasi itu dilakukan secara langsung atau dikenal dengan komunikasi tatap muka, komunikasi juga berlangsung dengan menggunakan media,
dikenal dengan nama komunikasi massa. Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah komunikasi yang menggunakan media massa, baik itu media cetak
maupun elektronik .
Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah komunikasi melalui media massa modern seperti surat kabar, film, radio, dan televisi. Hal ini perlu dijelaskan,
sebab ada sementara ahli komunikasi, di antaranya Everett M. Rogers, yang berpendapat bahwa, selain media massa modern, ada media massa tradisional yang
meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dll. Juga hal ini perlu ditegaskan untuk menghindarkan kesimpangsiuran dengan adanya anggapan
sementara orang yang menyatakan, bahwa rapat umum di sebuah lapangan juga adalah komunikasi massa.Effendy 2004 : 20
Universitas Sumatera Utara
Jadi yang diartikan komunikasi massa ialah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah
orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film, tidak tampak oleh si komunikator. Dengan
demikian, maka jelas bahwa komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa sifatnya “satu arah” “one way trafic”. Begitu pesan disebarkan oleh komunikator,
tidak diketahuinya apakah pesan itu diterima, dimengerti, atau dilakukan oleh komunikan. Seperti halnya wartawan surat kabar, penyiar radio, penyiar televisi, atau
sutradara film tidak mengetahui nasib pesan yang disampaikan kepada khalayak itu. Tetapi meskipun demikian akan selalu ada akibat dari pesan yang disampaikan oleh
seseorang baik itu secara langsung maupun tidak melalui media. Effendy 1992 : 50 Untuk lebih jelasnya lagi dapat kita paparkan karakteristik komunikasi massa,
yaitu: Effendy 2003: 81-83 a.
Komunikasi massa bersifat umum Maksudnya adalah pesan yang disampaikan melalui media massa adalah
terbuka untuk semua orang. Meskipun pesan komunikasi massa bersifat umum dan terbuka, sama sekali terbuka juga jarang diperoleh, disebabkan faktor
yang bersifat paksaan yang timbul karena struktur sosial. Penyiaran terhadap faktor tersebut dapat dilakukan secara resmi sejauh bersangkutan dengan
larangan dalam bentuk hukum, terutama yang berhubungan dengan penyiaran ke luar negeri.
b. Komunikan bersifat heterogen
Maksudnya komunikasn dalam komunikasi massa adalah sejumlah orang yang disatukan oleh suatu minat yang sama yang mempunyai bentuk tingkah laku
yang sama dan terbuka bagi pengaktifan tujuan yang sama; meskipun
Universitas Sumatera Utara
demikian orang-orang yang tersangkut tadi tidak saling mengenal, berinteraksi secara terbatas, dan tidak terorganisasikan. Komposisi komunikan tersebut
tergeser-geser terus-menerus, serta tidak mempunyai kepemimpinan atau perasaan identitas.
c. Media massa menimbulkan keserempakan
Yang dimaksud dengan keserempakan ialah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan
penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Radio dan televisi dalam hal ini melebihi media tercetak, karena yang terakhir dibaca
pada waktu yang berbeda dan lebih selektif. d.
Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan komunikan
bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonim dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai
komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul disebabkan teknologi dari penyebaran yang massal dan sebagian lagi dikarenakan syarat-syarat bagi
peranan komunikator yang bersifat umum. Yang terakhir ini, umpamanya mencakup keharusan untuk objektif dan tanpa prasangka dalam memilih dan
menanggapi pesan komunikasi yang mempunyai norma-norma penting. II.3.
Opini Publik
Opini Publik atau dikenal juga dengan sebutan pendapat umum merupakan bagian dari hak asasi manusia seperti hak atas kebebasan menyatakan pendapat dan
kehendak. Pada prinsipnya pendapat umum adalah upaya mencari kebenaran yang
Universitas Sumatera Utara
berlandaskan pada norma. Oleh sebab itu masalah kebenaran adalah mutlak karena
telah ada ukuran-ukuran untuk menentukan apa kebenaran itu. Sumarno 1990 : 1, 12
Opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini tersebut timbul sebagai hasil pembicaraan tentang
masalah yang kontroversial yang menimbulkan pendapat berbeda-beda. Sastropoetro, 1990 : 41
Opini timbul sebagai suatu jawaban terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subyek dari suatu opini biasanya adalah masalah baru. Opini berupa reaksi pertama
dimana orang mempunyai perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini
mendorong orang untuk saling mempertahankannya. Djoenarsih 1984 : 31 Sedangkan perkataan publik melukiskan sekelompok manusia yang
berkumpul secara spontan yang memiliki syarat-syarat : d.
Dihadapi oleh suatu persoalan issue e.
Berbeda pendapatnya mengenai persoalan ini dan berusaha untuk menanggulangi persoalannya
f. Sebagai akibat keinginan mengadakan diskusi dengan mencari jalan
keluar. Susanto 1985 : 47 Disini publik masih merupakan bentuk spontan yang tidak berbentuk, yang
tidak diorganisasikan. Pokok persoalan dari pembentukan publik demikian ini adalah bahwa mereka menghadapi persoalan, diikat sementara oleh persoalan yang minta
pemecahan. Susanto 1985: 48 Maka dapat disimpulkan bahwa opini publik atau dikenal dengan pendapat
umum adalah kesatuan pendapat yang muncul dari sekelompok orang yang berkumpul secara spontan,
membicarakan issue yang kontroversial,
Universitas Sumatera Utara
mendiskusikannya dan berusaha untuk mengatasinya. Ketika isu atau opini itu keluar maka jelas sekali bahwa komunikasi yang dilakukan oleh komunikator melalui media
menghasilkan efek dan efek komunikasi massa inilah yang dikenal dengan sebutan opini publik. Dan proses munculnya opini ini harus melalui beberapa tahap, yaitu ;
efek kognitif, efek afektif, dan efek konatif. Effendy 2003 : 318-319 Efek kognitf berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak
yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti menjadi mengerti, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contoh pesan komunikasi melalui media massa yang
menimbulkan efek kognitif antara lain berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya. Efek afektif berkaitan dengan perasaan. Akibat dari pemberitaan di media itu yang
akhirnya menimbulkan perasaan tertentu pada khalayak, dan perasaan ini hanya bergejolak didalam hati saja. Dan yang terakhir adalah efek konatif, dimana efek ini
berkaitan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang memiliki kecenderungan memunculkan sebuah tindakan atau kegiatan. Efek konatif tidak langsung muncul
sebagai akibat terpaan media massa, melainkan harus melalui efek kognitf dan efek afektif terlebih dulu. Dan opini publik merupakan hasil akhir dari proses tersebut dan
masuk pada efek konatif. Effendy 2003 : 318-319 Jika kita lihat lebih dalam lagi yang namanya opini publik itu sangat berkaitan
erat dengan sikap dari individu, baik secara pribadi maupun kelompok. Dan pada dasarnya yang membentuk opini publik itu adalah sikap pribadi seseorang maupun
sikap kelompoknya, karena itu sikap akan ditentukan oleh pengalaman individu dan kelompoknya.
Leonard W. Doob merumuskan opini publik yang kompeten atau memenuhi syarat adalah Susanto, 1985 :101:
Universitas Sumatera Utara
1. Fakta yang dipakai sebagai titik tolak dari perumusan opini publik, diberi nilai
baik oleh masyarakat luas. 2.
Dalam penggunaan fakta Atau keadaan dimana suatu sikap justru diambil karena tidak adanya fakta, orang sampai pada kesimpulan dan kesepsakatan
akan tindakan yang harus diambil untuk memecahkan masalah. Doob menyebut pendapat harus dinyatakan sebagai actual publik opinion.
Pendapat harus dinyatakan sebelum dinilai karena segala sesuatu yang belum melalui proses komunikasi masih merupakan proses yang ada pada diri seseorang. Dalam
hubungannya dengan hal ini perlu diperhatikan pendapat Irish dan Protho mengenai pendapat yaitu, bahwa pernyataan yang telah mengalami proses komunikasi disebut
opinion sedangkan bila perasaan tadi belum dinyatakan, maka ia masih merupakan attitude sikap. Selanjutnya sebagai unsur ketiga disebutkan bahwa diperluksn
adanya issue atau masalah agar sesuatu dapat dinilai sebagai pendapat umum. Issue bahkan harus merupakan issue sosial. Susanto, 1985
Suatu pendapat akan menjadi issue apabila ia mengandung unsur memungkinkan pro dan kontra suatu pendapat tentang suatu kejadian yang telah
dinyatakan. Dengan sendirinya, pendapat memiliki obyek dan tujuan tertentu dan karena menggandung unsur pro dan kontra maka dengan demikian ia akan
menimbulkan adanya pendapat baru yang menyenangkan atau tidak baginya. Susanto, 1985
II.4.
Televisi dan Berita
Pada masa ini televisi sudah menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari hidup kita. Bahkan jika kita bisa perhatikan belakangan ini kebanyakan orang lebih
memilih menghabiskan waktu didepan televisi daripada bercerita dengan sahabat atau melakukan pekerjaan rumahnya. Apalagi disaat-saat dimana semakin menjamurnya
Universitas Sumatera Utara
acara-acara dan juga tayangan yang sangat sesuai dengan seleranya masyarakat akan semakin membuat masyarakat semakin menganggap televisi adalah segalanya dan
bisa menemani kesendiriannya. Mengapa bisa demikian? Hal ini disebabkan oleh karena televisi memiliki
kelebihan dibandingkan media lainnya yaitu terdiri atas gambar, naskah dan audiosuara Tebba 2005 : 67-83.
1. Gambar
Gambar merupakan unsure pertama dalam berita televise. Gambar itulah yang menjadi kekuatan berita televise, karena gambar ikut berbicara, bahkan
kadang lebih berbicara daripada naskah dan audio. Tetapi gambar berita televise harus memiliki sejumlah unsure agar menarik.
1. Aktualitas.
Maksudnya adlah gambar yang disajikan harus aktual atau baru. 2.
Sinkronisasi Gambar yang ditayangkan harus sesuai dengan naskah berita yang
diinformasikan agar sesuai antara naskah dengan gambarnya. 3.
Simbolis Gambar simbolis berarti bukan gambar yang sesungguhnya, tetapi
hanya menggambarkan kejadian yang diberitakan. Ini terjadi karena gambar yang sesungguhnya sulit didapat. Sedangkan kalau berita itu
sangat penting, maka harus diupayakan untuk tayang. Seperti grafik kenaikan harga atau juga saham.
4. Ilustrasi
Adalah gambar berita yang dibuat atau direkayasa berdasarkan suatu peristiwa yang memang terjadi, tetapi gambar yang aktual, sinkron dan
Universitas Sumatera Utara
simbolis tidak tersedia. Ilustrasi itu bisa berupa gambar hidup, animasi atau grafik.
5. Dokumentasi
Dokumentasi gambar adakalanya diperlukan kalau peristiwa itu sangat penting, sementara tidak tersedia gambarnya yang aktual, sinkron dan
simbolis. Ini juga menunjukkan bahwa berita yang sangat penting harus tayang walaupun tidak tersedia gambar yang aktual, sinkron dan
simbolis. a.
Dokumentasi peristiwa, yaitu gambar dokumentasi dari suatu peristiwa yang sudah pernah ditayangkan dan hendak
ditayangkan kembali. Gambar dokumentasi biasanya ditayangkan karena sifat kejadian yang sangat kuat, sehingga
kejadiannya sering dikenang dan setiap kali dikenang gambarnya ditayangkan kembali.
b. Dokumentasi simbolis, yaitu gambar dokumentasi yang
bersifat simbolis dari berita yang disampaikan. Misalnya berita tentang turun naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar
tidak tersedia gambar yang sesuai, maka lalu diberi gambar dokumentasi tempat penukaran uang.
c. Dokumentasi foto, yaitu berita yang menampilkan foto tidak
bergerak. Misalnya wartawan melaporkan peristiwa hanya melalui telepon, gambarnya tidak live atau langsung,
sehingga gambarnya yang ditayangkan adalah foto yang sudah direkam sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
d. Dokumentasi profil, yaitu dokumentasi gambar seseorang
yang tidak sesuai dengan kejadian yang dialami. Misalnya ada artis ditahan polisi karena kasus narkoba atau kasus lain
gambarnya ditahanan belum dapat, maka boleh ditayangkan gambarnya yang lain, seperti ketika menyanyi atau lagi akting
atau lainnya. 6.
Estetika Gambar berita televisi harus bersifat estetis supaya enak dipandang
mata. Estetika itu meliputi komposisi, fokus dan warna. Tetapi estetika gambar berita tidak mutlak. Karena ketika mengambil gambar di
medan perang atau bentrokan yang berdarah antara aparat keamanan dengan pengunjuk rasa biasanya tidak sempat memperhatikan unsur
estetisnya. Karena dalam hal seperti itu, gambar apapun yang diambil mengenai kejadiannya sudah bagus.
II. Naskah Unsur kedua dari televisi adalah naskah. Naskah berita televisi sebagaimana
naskah berita pada umumnya juga harus memenuhi unsur berita 5W + 1H what, who, where, why dan how.dilihat dari bentuk penyajiannya naskah
berita televisi dibagi atas dua, yaitu naskah reading dan naskah voice over. Naskah reading adalahnaskah berita yang seluruh isinya mulai dari lead
sampai tubuhnya dibaca oleh presenter. Dalam bentuk penyajian ini lead berita menyatu dengan tubuhnya.
Sedangkan voice over ialah naskah berita yang lead-nya dibaca presenter, sedangkan tubuhnya di-dubbng, yaitu dibaca dengan direkam oleh
Universitas Sumatera Utara
orang lain, biasanya reporter atau siapa pun yang suaranya cukup baik. Jadi, kalau menggunakan contoh berita di atas lead dibaca oleh presenter, sedang
tubuhnya dibaca oleh orang lain dengan direkam lebih dahulu.
III. Audio atau suara Untuk terakhir dalam berita televisi adalah audio atau suara. Audio
tidak kalah pentingnya dibanding dengan naskah dan gambar. Walaupun suatu berita ada naskah dan gambarnya, namun jika tidak ada bunyi on,
maka bisa jadi berita tersebut tidak jelas maksudnya. Ada dua unsur audio dalam berita televisi, yaitu atmosfir dan narasi.
1. Atmosfir
Atmosfir adalah suatu suasana dari suatu peristiwa yang gambarnya diberitakan.
Suatu atmosfir sangat penting menyertai suatu gambar. Tanpa atmosfir sebuah gambar akan kehilangan ruhnya. Pada prinsipnya setiap gambar
yang ditayangkan dan gambar itu mempunyai atmosfir, maka atmosfir itu harus diperdengarkan. Misalnya mengambil gambar perang, dimana
banyak pesawat tempur dan tank melepaskan tembakan, maka bunyi atau suara atmosfir ledakan tembakan senjata itu harus diperdengarkan.
2. Narasi
Narasi audio adalah suara reporter, baik berdasarkan naskah yang dibaca maupun melaporkan tanpa naskah dan suara nara sumber yang
diwawancarai. Narasi ini sangat penting sebab kalau wartawan melaporkan suatu berita dengan susunan kata yang tidak jelas atau
kacau, maka beritanya menjadi kabur. Karena itu, wartawan yang
Universitas Sumatera Utara
melaporkan berita harus menguasai teknik artikulasi atau pengucapan kata dan intonasi atau gaya mengucapkan kata-kata dengan baik.
Jelaslah dibenak kita bahwa dalam suatu tayangan yang akan dimunculkan maka harus juga diperhatikan cara penyajian ketiga unsur diatas tadi. Dengan
demikian akan terbentuklah tayangan yang baik dan memuaskan bagi penontonnya. Dan akan terasa kurang jika ada unsur-unsur yang kurang dari yang harus
diperhatikana itu. Televisi menyajikan berbagai tayangan seperti berita , entertainment, sinetron, film, dll.
Berita adalah laporan tentang fakta atau ide yang termasa, yang dipilih oleh staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat menarik perhatian pembaca,
entah karena ia luar biasa atau entah karena ia mencakup segi-segi human interest, seperti human, emosi dan ketegangan. Namun ada beberapa konsep berita yang dapat
dikembangkan yaitu berita itu sebagai laporan tercepat, rekaman fakta-fakta obyektif, interpretasi, sensasi, minat insani, ramalan dan sebagai gambar. Effendi, 1993 : 131-
134. Melalui berita kita dapat mengetahui apa yang terjadi di luar kota, luar pulau dan bahkan kita dapat mengetahui kejadian di luar negeri. Kita juga dapat mengetahui
kebijakan-kebijakan apa saja yang dikeluarkan oleh pemerintah yang pastinya akan berkaitan dengan kehidupan rakyatnya.
Pengertian berita yang paling terkenal dikemukakan oleh John B. Bogart lewat sebuah pernyataan, yaitu ‘Whwn a dog bites man, that’s not news. But whwn a man
bites a dog is news’, ‘Jika anjing menggigit orang, itu bukan berita. Namun kalau ada orang menggigit anjing, itu baru berita. Brandt, 2002:17. Sehingga dalam
pemberitaan akan selalu ada keistimewaan yang tidak biasa dan jarang sekali dilihat.
Universitas Sumatera Utara
Dari situ dapat dikatakan didalam sebuah berita harus ada unsur-unsur tertentu didalamnya yang membuatnya menjadi istimewa.
Hanya peristiwa yang mempunyai ukuran-ukuran tertentu baru dapat disebut sebagai berita. Semakin besar peristiwa dan semakin besar dampak yang
ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung sebagai peristiwa. Dalam kerja media, peristiwa tidak dapat langsung disebut sebagai berita, tetapi dia harus dinilai terlebih
dahulu apakah peristiwa tersebut mempunyai nilai berita. Nilai berita tersebut menyediakan standar dan ukuran bagi wartawan sebagai kerja dari praktik jurnalistik
sebuah berita yang mempunyai unsur nilai berita paling tinggi memungkinkan untuk ditempatkan dalam headline, sedangkan berita tidak mempunyai unsur nilai berita
atau setidaknya tidak berdampak besar akan dibuang. Penentuan nilai berita ini merupakan prosedur pertama bagaimana peristiwa dikonstruksi Eriyanto, 2002:104.
Secara umum berita ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Prominance Nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya.
Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting. Mis: Kecelakaan yang
menewaskan ratusan orang lebih dipandang sebagai berita daripada kecelakaan yang hanya menewaskan
satu orang. Human Interest
Peristiwa yang banyak mengandung unsur haru, sedih, dan menguras emosi khalayak. Misalnya, peristiwa
tentang perjuangan seorang nenek tua miskin dalam memenuhi kebutuhan anaknya sehingga menjadi
sukses.
Universitas Sumatera Utara
ConflictControversi Peristiwa yang mengandung konflik. Misalnya konflik
Timor Leste Unusual
Berita yang mengandung peristiwa yang tidak biasa, peristiwa yang jarang terjadi. Misalnya bayi lahir
dengan bobot 6 Kg Proximity
Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibanding dengan peristiwa yang jauh, baik dari fisik maupun
emosional dengan khalayak. Misalnya bencana tsunami 2004 yang terjadi di Aceh akan lebih bernilai
bagi warga Aceh yang sedang bermukim di luar negeri daripada orang Indonesia sendiri yang tidak punya
saudara di Aceh.
Sumber: Eriyanto, 2002: 106-107
Pada umumnya berita berasal dari peristiwa tetapi tidak semua peristiwa dapat menjadi berita. Bagaimana suatu peristiwa menjadi pemberitaan suatu media dapat
menjelaskan isi media tersebut. Dalam studi media ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan isi media Sudibyo, 2001: 2-4:
1. Pendekatan politik ekonomi The political-economy approach
Pendekatan ini berpendapat bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan- kekuatan ekonomi dan politik diluar pengelolaan media. Faktor seperti pemilik
media, modal dan pendapatan media dianggap lebih menentukan bagaimana wujud isi media. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja
yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta ke arah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media diarahkan. Pola dan jenis
pemberitaan ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi yang secara
Universitas Sumatera Utara
dominan menguasai pemberitaan. Mengapa media memberitakan dengan cara seperti itu dan mengabaikan cara pemberitaan yang lain? Jawabannya dicari
dengan melihat kepentingan ekonomi, kepentingan politik, dan kepentingan modal dibalik sebuah media.
2. Pendekatan Organisasi Organisasional approach
Pendekatan ini bertolak belakang dengan pendekatan ekonomi politik. Dalam pendekatan ekonomi politik, isi media diasumsikan dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan eksternal diluar diri pengelola media. Pengelola media dipandang bukan sebagai entitas yang aktif, dan ruang lingkup pekerjaan
mereka dibatasi berbagai struktur yang mau tidak mau memaksanya untuk memberi fakta dengan cara tertentu. Pengelola media dipandang tidak bisa
mengekspresikan pandangan personalnya. Sebaliknya, kekuatan eksternal di luar konteks pengelolaan medialah yang menentukan apa yang seharusnya
diwartakan dan diwacanakan. Pendekatan organisasi justru melihat pengelola media sebagai pihak
yang aktif dalam proses pembentukan dan produksi berita. Dalam pendekatan ini, berita dilihat sebagai hasil dari mekanisme yang ada diruang redaksi.
Praktik kerja, profesionalisme, dan tata aturan yang ada dalam ruang organisasi adalah unsur-unsur dinamik yang mempengaruhi pemberitaan.
Kenapa media memberitakan kasus A dengan car tertentu? Penjelasannya merujuk pada mekanisme yang terjadi di ruang redaksi. Misalnya ketika media
mengangkat tokoh politik tertentu, ini bukan berdasarkan motivasi ekonomi atau politik, tetapi karena tokoh politik itu memang mempunyai nilai berita
yang tinggi. Setiap organisasi berita mempunyai pola dan mekanisme tersendiri untuk memberitakan suatu peristiwa. Mekanisme itu bersifat internal
Universitas Sumatera Utara
dan tidak ditentukan oleh kekuatan di luar media. Media dianggap otonom dan menentukan apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang baik atau buruk, dan
apa yang layak atau tidak layak untuk diberitakan. 3.
Pendekatan Kulturalis culturalis approach Pendekatan ini merupakan gabungan antara pendekatan ekonomi politik dan
pendekatan organisasi. Proses produksi berita disini dilihat sebagai mekanisme yang rumit yang melibatkan faktor internal media ritinitas organisasi media
sekaligus juga faktor eksternal diluar diri media. Mekanisme yang rumit itu ditunjukkan dengan bagaimana perdebatan yang terjadi dalam ruang
pemberitaan. Pendekatan kulturalis ini mungkin lebih memadai untuk menjelaskan perkembangan pers pasca Orde Baru ‘Revolusi Mei”, dimana
para pengelola media mencoba melepaskan diri dari batasan-batasan yang sebelumnya membelenggu kinerja mereka. Persoalan kemudian, apakah pada
perkembangan selanjutnya pers dapat sepenuhnya mempraktekkan ide-ide tentang profesionalisme dan etika jurnalis ideal? Pers telah masuk dalam era
industri kapitalisme global, ada sejumlah kompromi yang harus dilakukan dengan kaidah-kaidah pasar. Dengan kata lain, dinamika internal redaksi
sebuah media di era pasca-Orde Baru tetap tidak sepenuhnya menjadi entitas otonom, karena ada kekuatan-kekuatan ekonomi yang turut mempengaruhi.
Dalam penndekatan kulturalis, pengaruh kekuatan ekonomi politik dominan dalam pemberitaan itu diyakini tidak bersifat langsung. Dalam
banyak kasus justru sering kali tidak disadari oleh wartawan. Wartawan mengganggap beritanya objektif, berimbang, dan dua sisi, padahal secara tidak
langsung berita itu turut melanggengkan dan mengguntungkan kekuatan ekonomi yang dominan. Sebut saja misalnya dalam riset pemberitaan
Universitas Sumatera Utara
mengenai konflik antara petani dengan pemilik perkebunan dan pemerintah. Wartawan banyak mewawancarai pemilik perkebunan dan aparat keamanan
sebagai sumber berita. Secara tidak langsung, media sebenarnya telah menempatkan pemilik tanan dan aparat keamanan sebagai sumber penting dan
dominan. Sebaliknya, para petani tidak mendapatkan porsi yang memadai. Disini terlihat, dominasi pemilik perkebuanan baca:modal dan aparat
keamanan tidak bersifat lansung dan koersif. Bahkan sering terjadi awak media tidak menyadari bahwa pola pemberitaan telah menguntungkan
kelompok tertentu dalam sebuah konflik.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN