Isolasi Dan Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Dari Daun Tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.) Di Daerah Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Dengan GC-MS Dan FT-IR
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK
ATSIRI DARI DAUN TUMBUHAN BINARA (Artemisia Vulgaris
L.) DI DAERAH KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI
SERDANG DENGAN GC-MS DAN FT-IR
TESIS
Oleh
DALAN MALEM SEMBIRING 097006033/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 1 1
(2)
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK
ATSIRI DARI DAUN TUMBUHAN BINARA (Artemisia Vulgaris
L.) DI DAERAH KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI
SERDANG DENGAN GC-MS DAN FT-IR
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh
DALAN MALEM SEMBIRING 097006033/KIM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2 0 1 1
(3)
Telah diuji pada
Tanggal 20 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Dr. Mimpin Ginting, MS Anggota : 1. Drs. Adil Ginting, MSc
2. Prof.Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D 3. Prof.Dr. Pina Barus, MS
4. Prof.Dr. Tonel Barus 5. Prof.Dr. Yunazar Manjang
(4)
Judul Tesis : ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN
KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN
TUMBUHAN BINARA (ARTEMISIA
VULGARIS L.) DI DAERAH KECAMATAN
SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG
DENGAN GC-MS DAN FT-IR
Nama Mahasiswa : Dalan Malem Sembiring Nomor Pokok : 097006033
Program Studi : Magister Ilmu Kimia
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Dr. Mimpin Ginting, MS) (Drs. Adil Ginting, MSc) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Basuki Wirjosentono, MS,Ph.D) (Dr. Sutarman., MSc.)
(5)
PERNYATAAN ORISINALITAS
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN TUMBUHAN BINARA (Artemisia Vulgaris L.) DI DAERAH
KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN GC-MS DAN FT-IR
T E S I S
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 20 Juni 2011
Dalan Malem Sembiring NIM : 097006033
(6)
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Dalan Malem Sembiring
NIM : 097006033
Program Studi : Magister Ilmu Kimia Jenis karya ilmiah : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan,,menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN TUMBUHAN BINARA (Artemisia Vulgaris L.) DI
DAERAH KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN GC-MS DAN FT-IR
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalty Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.
Medan, 20 Juni 2011
(7)
Telah diuji pada
Tanggal : Senin, 20 Juni 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Mimpin Ginting, MS Anggota : 1. Drs. Adil Ginting, MSc
2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Prof. Dr. Tonel Barus
4. Prof. Dr. Pina Barus, MS 5. Prof. Dr.Yunazar Manjang.
(8)
phyllene Oxide (C15H24O) = 5,48%.
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN TUMBUHAN BINARA (Artemisia Vulgaris L.) DI DAERAH KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN
GC-MS DAN FT-IR
ABSTRAK
Dalam penelitian ini telah dilakukan isolasi dan analisis komponen kimia minyak atsiri dari tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.) yang diperoleh dari daerah Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Isolasi minyak atsiri dilakukan terhadap daun segar tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.) dengan cara destilasi bersama air menggunakan alat Stahl dan dibandingkan dengan cara destilasi dengan uap air. Komposisi kimia dari masing-masing hasil isolasi dilakukan analisis menggunakan alat Kromatografi Gas Spektrofotometer Massa (GC-MS) dan Spektrofotometer Infra Merah.
Hasil isolasi minyak atsiri dari daun tumbuhan Binara (Artemisia Vulgari, L.) melaui destilasi menggunakan alat stahl dari sebanyak 220 gram sampel daun basah yang digunakan diperoleh rata-rata sebanyak 1,13 ml minyak atsiri. Selanjutnya hasil isolasi melalui destilasi uap dari sebanyak 217 gram berat sampel daun kering yang digunakan diperoleh rata-rata 0,67 ml minyak atsiri.
Hasil analisis melalui pemeriksaan GC-MS terhadap minyak atsiri yang dihasilkan melalui alat Stahl diperoleh kromatogram dengan memberikan puncak senyawa sebanyak 28 jenis dan yang dapat diinterfrestasi sebanyak 13 senyawa yang merupakan campuran monoterpen dan sesquiterpen yakni 2-metil-5-isopropil-1,3-sikloheksadiena(C10H16)=2,88%, α-Terpinen(C10H16) = 1,68%, Para-Cymene
(C10H14) = 1,45%, 1,8-Cineole (C10H18O) = 8.77%, Filifolone (C10H14O) = 5.75%,
1-Terpineol (C10H18O) = 2,57%,
2,6,6-trimetil-2,4-sikloheptadiena-1-one(Eucarvone) (C10H14O)=3,86%, 1-α-Tepineol (C10H18O) =3,96%,
2-sikloheksena-1-one(Piperitone) (C10H16O) = 24,55%,
Bisklo-3,1,1-hepta-3-en-2-one(Vebernone)( C10H14O) =6,36%, Trans-Caryophyllene (C15H24) = 15,13%, (Z)-β-Farnesene (C15H24) = 0,90% dan α-Humulene (C15H24)= 3,10%. Selanjutnya
minyak atsiri yang dihasilkan melalui destilasi uap diperoleh kromatogram dengan memberikan puncak sebanyak 8 jenis senyawa yang keseluruhannya adalah sesquiterpen yang terdiri dari β-Elemene (C15H24) =1,02%, β-Caryophyllene
(C15H24) =51,17%, β-Farnesene (C15H24) = 3,14%, α-Humulene (C15H24) =10,21%, α-Amorphene (C15H24)= 18,34%, β-Selinene (C15H24) =8,66%, Germacrene B
(C15H24) =1,99% dan Caryo
(9)
ISOLATION AND ANALYSIS THE CHEMISTRY COMPONENT OF VOLATILE OIL FROM BINARA PLANT’S LEAVES (Artemisia Vulgaris L.)
IN SIBOLANGIT SUBDISTRICT, DELISERDANG REGENCY WITH GC-MS AND FT-IR
ABSTRACT
In this study has been treated isolation and analyze its chemical component of volatile oil of Binara plant (Artemicia Vulgaris L. ) obtained from District of Sibolangit in Deli Serdang Regency. The isolated volatile oil was conducted over fresh leaves of Binara plant (Artemicia Vulgaris, L) with distillation along with water used Stahl tool and compared it with distillation method by steam. Chemical composition for each outcome of isolation was treated analysis using Gas Chromatography Mass Spectrophotometer (GC-MS) device and Infra Red Spectrophotometer.
The outcome of isolation volatile oil from leaves of Binara plant (Artemicia
Vulgaris L.) by distillation using stahl device existing some 220 gram sample of wet
leaves adopted generating average 1.13 ml volatile oil. Further, the outcome of isolation through steam distillation existed some 217 gram weight of wet sample as used obtained average 0.67 ml volatile oil.
The result of analysis by GC-MS scanning over the volatile oil as generated by Stahl device there obtained chromatogram after putting a compound peak amount 28 types and it is interpretable about 13 compounds as combination of mono-terpen and sesquiterpen they are 2-methyl-5-isopropyl-1,3-cyclohexadiene (C10H16)=2.88%, α -Terpinene (C10H16) = 1.68%, Para-Cymene (C10H14) = 1.45%, 1,8-Cineole (C10H18O) = 8.77%, Filifolone (C10H14O) = 5.75%, 1-Terpineol (C10H18O) = 2.57%, 2,6,6-trimethyl-2,4-cycloheptadien-1-one(Eucarvone)(C10H14O) = 3.86%,
1-α-Tepineol (C10H18O) = 3.96%, 2-Cyclohexen-1-one(Piperitone) (C10H16O) = 24.55%, Bicyclo-3,1,1-hepta-3-en-2-one(Vebernone) (C10H14O) = 6.36%, Trans-Caryophyllene (C15H24) = 15.13%, (Z)-β-Farnesene (C15H24) = 0.90% and α -Humulene (C15H24) = 3.10%. Hence volatile oil as generated by steam distillation obtaining chromatogram by putting peak amount 8 type compound in all is sesquiterpen comprising β-Elemene (C15H24) = 1,02%, β- Caryophyllene (C15H24) = 51,17%, β-Farnesene (C15H24) = 3,14%, α-Humulene (C15H24) = 10,21%, α -Amorphene (C15H24) = 18,34%, β-Selinene (C15H24) = 8.66%, Germacrene B (C15H24) = 1.99% and Caryophyllene Oxide (C15H24O) = 5,48%.
(10)
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat kasih karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penulisan tesis ini sebagai tugas akhir dalam jenjang Magister.
Saya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, baik dalam penulisan kata mungkin juga bobot ilmiahnya. Kritik dan saran dari pembaca saya harapkan untuk kesermpurnaan tesis ini.
Selesainya penulisan tesis ini, bukanlah semata-mata karena kemampuan saya sendiri, tetapi berkat saran, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, untuk itu saya ucapkan terima kasih kepada ׃
1. Rektor USU Prof.Syahril Pasaribu DTM & H,Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Pascasarjana Ilmu Kimia USU.
2. Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan Kepala Bapeda Sumatera Utara yang telah memberikan beasiswa S2 kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan Studi S2.
3. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam USU Bapak Dr. Sutarman, MSc atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program Magister pada Fakultas MIPA Pascasarjana USU Medan.
4. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS., dan Drs. Adil Ginting, MSc sebagai pembimbing saya, dan juga kepada bapak Prof. Basuki Wirjosentono. MS,Ph.D (Ketua Program ), Prof. Pina Barus,MS, Prof. Dr.Tonel Barus, dan Prof. Yunazar Manjang, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan.
(11)
5. Seluruh Staf Dosen yang memberi kuliah di Program Magister Kimia maupun pegawai yang telah banyak membantu.
6. Universitas Sumatera Utara, karena telah memberi wadah pendidikan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan.
7. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Medan yang telah memfasilitasi saya untuk mendapatkan beasiswa pendidikan dari BPPS.
8. Kedua orang tua saya Alm. N. Sembiring dan Almh. P. Br. Sinulingga yang telah membiayai pendidikan saya sampai meraih gelar Sarjana Pendidikan dari IKIP Negeri Medan.
9. Istri saya Erdiana Br Surbakti Amk dan anakku Daldi Altamerando Suramana Sembiring dan Dea Natalita Br Sembiring yang telah banyak memberi semangat dan dorongan.
10.Para Asisten Laboratorium Kimia Organik Universitas Sumatera Utara Medan yang juga telah ikut membantu saya dalam penelitian ini.
11.Pihak-pihak yang tidak dapat saya tuliskan namanya satu persatu tetapi begitu banyak bantuannya selama saya mengerjakan tesis ini.
Medan, 20 Juni 2011 Hormat Saya,
(12)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Dalan Malem Sembiring
Tempat/Tanggal lahir : Binjai, 13 April 1976
Alamat Rumah : Jln.Gunung Sinabung Lk. I Kel. Bakti Karya Kec. Binjai Selatan Kota Binjai
HP : 081361584476
E-mail : dalanmalemsembiring@yahoo.co.id
Instansi Tempat bekerja : SMA Negeri 7 Binjai
Alamat Kantor : Jl. Sawi No. 48 Kel. Payaroba Kec. Binjai Barat
Telp. : 061-8828582
PENDIDIKAN
SD : SD Negeri 020583 Binjai 1982-1988
SMP : SMP Negeri 2 Binjai 1988-1991
SMA : SMU Negeri 1 Binjai 1991-1994
STRATA-1 : IKIP Negeri Medan 1994-1999
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK i
ABSTRACT ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 3
1.3. Tujuan Penelitian 3
1.4. Manfaat Penelitian 3
1.5. Tempat Penelitian 4
1.6. Metodologi Penelitian 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1. Tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.) 5
2.2. Minyak Atsiri 6
2.2.1. Sumber Minyak Atsiri 12
2.2.2. Penggunaan Minyak Atsiri 14
2.2.3. Penyimpanan Minyak Atsiri 15
2.3. Cara Memperoleh Minyak Atsiri 15
2.4. Analisis Minyak Atsiri 17
(14)
(GC-MS) 18
2.4.2. Kromatografi Gas 18
2.4.3. Spektrum Massa 21
2.4.4. Spektra Massa Beberapa Golongan Senyawa Kimia 24
BAB 3. BAHAN DAN METODE 29
3.1. Bahan-bahan 29
3.2. Alat – alat 29
3.3. Prosedur Penelitian 30
3.3.1. Pengolahan Sampel 30
3.3.1.1. Pengolahan Sampel Dengan Cara Alat Stahl 30 3.3.1.2. Pengolahan Sampel Dengan Cara Destilasi Uap 30 3.3.2. Isolasi Minyak Atsiri Dengan Cara Alat Stahl 30 3.3.3. Isolasi Minyak Atsiri Dengan Cara Destilasi Uap 31
3.3.4. Bagan Penelitian 33
3.3.4.1. Bagan Penelitian Isolasi Minyak Atsiri
Dengan Alat Stahl 33
3.3.4.2. Bagan Penelitian Isolasi Minyak Atsiri
Dengan Destilasi Uap 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 35
4.1.1. Isolasi Minyak Atsiri Dari Daun Tumbuhan Binara 35 4.1.2. Hasil Analisis Spektroskopi FT – IR 36 4.1.3. Hasil Analisis Kromatografi Gas –Mass Spektra
(GC – MS) 37
4.2. Pembahasan 41
4.2.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Menggunakan
Alat Stahl 41
4.2.2. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Menggunakan
(15)
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 86
5.1. Kesimpulan 86
5.2. Saran 87
DAFTAR PUSTAKA 88
(16)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Sumber-sumber minyak atsiri 13
Tabel 4.1. Hasil isolasi minyak atsiri daun tumbuhan Binara
melalui destilasi Stahl 35
Tabel 4.2. Hasil isolasi minyak atsiri daun tumbuhan Binara
melalui destilasi uap 35
Tabel 4.3. Jenis senyawa yang telah dapat dideteksi dari spektra MS dari minyak atsiri tumbuhan daun Binara yang diperoleh
melalui alat Stahl 39
Tabel 4.4. Jenis senyawa yang telah dapat dideteksi dari spektra MS dari minyal atsiri tumbuhan daun Binara yang diperoleh
(17)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) 7 Gambar 2.2. Reaksi Biosintesa Senyawa Terpen 11 Gambar 2.3. Beberapa contoh struktur monoterpen dan sesquiterpen yang
terkandung dalam minyak atsiri 14
Gambar 2.4. Gabungan Kromatograf Gas Spektrometer Massa 29 Gambar 3.1. Isolasi minyak atsiri menggunakan alat Stahl 36 Gambar 3.2. Isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi uap 37 Gambar 4.1. Spektrum FT-IR hasil isolasi minyak atsiri dari daun tumbuhan
Binara yang diperoleh secara destilasi Stahl 41 Gambar 4.2. Spektrum FT-IR hasil isolasi minyak atsiri dari daun tumbuhan
Binara yang diperoleh secara destilasi uap 42 Gambar 4.3. Kromatogram minyak atsiri dari daun tumbuhan
Binara yang diperoleh secara destilasi Stahl 43 Gambar 4.4. Kromatogram minyak atsiri dari daun tumbuhan
Binara yang diperoleh secara destilasi uap 45 Gambar 4.5. Spektrum GC-MS senyawa 2-metil - 5-isopropil- 1,3-
sikloheksadiena dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang
diperoleh menggunakan alat Stahl 47
Gambar 4.6. Pola Fragmentasi senyawa 2-metil-5-isopropil- 1,3-
Sikloheksadiena 48
Gambar 4.7. Spektrum GC-MS senyawa -Terpinen dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl 49 Gambar 4.8. Pola Fragmentasi senyawa α-Terpinen 50 Gambar 4.9. Spektrum GC-MS senyawa Para-Cymene dari minyak atsiri daun
tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl 51 Gambar 4.10. Pola Fragmentasi senyawa Para-Cymene 52 Gambar 4.11.Spektrum GC-MS senyawa 1,8-Cineole dari minyak atsiri daun
(18)
tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl 53 Gambar 4.12.Pola Fragmentasi senyawa 1,8-Cineole 54 Gambar 4.13.Spektrum GC-MS senyawa Filifolone dari minyak atsiri daun
tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl 55 Gambar 4.14. Pola Fragmentasi senyawa Filifolone 56 Gambar 4.15. Spektrum GC-MS senyawa 1-Terpinoel dari minyak atsiri daun
tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl 57 Gambar 4.16. Pola Fragmentasi senyawa 1-Terfineol 58 Gambar 4.17. Spektrum GC-MS senyawa 2,6,6-trimetil – 2,4-
sikloheptadiena -1-one (Eucarvone) dari minyak atsiri
daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl 59 Gambar 4.18. Pola Fragmentasi senyawa 2,6,6-trimetil-2,4-siklohepta-diena-1-
one(Eucarvone) 60 Gambar 4.19. Spektrum GC-MS senyawa 1--Terpinoel dari minyak
atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
alat Stahl 61
Gambar 4.20. Pola Fragmentasi senyawa 1-α-Terpineoldiena-1-one
(Eucarvone) 62
Gambar 4.21. Spektrum GC-MS senyawa 2-sikloheksena-1-one
(Piperitone) dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang
diperoleh menggunakan alat Stahl 63
Gambar 4.22. Pola Fragmentasi senyawa 2-sikloheksena-1-one (Piperitone) 64 Gambar 4.23. Spektrum GC-MS senyawa Bisiklo-3,1,1-hepta-3-en-2-one
(Verbenone) dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang
diperoleh menggunakan alat Stahl 65 Gambar 4.24. Pola Fragmentasi senyawa Bisiklo-3,1,1-hepta-3-en-2-One
(Verbenone) 66
Gambar 4.25. Spektrum GC-MS senyawa Trans-Caryophyllene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
alat Stahl 67
Gambar 4.26. Pola Fragmentasi senyawa Trans-Caryophyllene 68 Gambar 4.27. Spektrum GC-MS senyawa (Z) --Farnesene dari minyak
(19)
atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
alat Stahl 69
Gambar 4.28. Pola Fragmentasi senyawa (Z)-β-Farnesene 70 Gambar 4.29. Spektrum GC-MS senyawa -Humulene dari minyak
atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
alat Stahl 71
Gambar 4.30. Pola Fragmentasi senyawa α-Humulene 72 Gambar 4.31. Spektrum GC-MS senyawa -Elemene dari minyak atsiri
daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
destilasi Uap 73
Gambar 4.32. Pola Fragmentasi senyawa β-Elemene 74 Gambar 4.33. Spektrum GC-MS senyawa -Caryophyllene dari minyak
atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
destilasi Uap 75
Gambar 4.34. Pola Fragmentasi senyawa β-Caryophyllene 76 Gambar 4.35. Spektrum GC-MS senyawa -Farnesene dari minyak atsiri
daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
destilasi Uap 77
Gambar 4.36. Pola Fragmentasi senyawa β-Farnesene 78 Gambar 4.37. Spektrum GC-MS senyawa -Humulene dari minyak atsiri
daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
destilasi Uap 79
Gambar 4.38. Pola Fragmentasi senyawa α-Humulene 80 Gambar 4.39. Spektrum GC-MS senyawa -Amorphene dari minyak
atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
destilasi Uap 81
Gambar 4.40. Pola Fraqmentasi senyawa α-Amorphene 82 Gambar 4.41. Spektrum GC-MS senyawa -Silinene dari minyak atsiri
daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
destilasi Uap 83
Gambar 4.42. Pola Fraqmentasi senyawa β-Selinene 84 Gambar 4.43.Spektrum GC-MS senyawa Germacren B dari minyak atsiri
(20)
daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan
destilasi Uap 85
Gambar 4.44. Pola Fraqmentasi senyawa Germacren B 86 Gambar 4.45. Spektrum GC-MS senyawa Caryophyllene Oxide dari
minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh
menggunakan destilasi Uap 87
(21)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Lampiran 1. Kondisi Operasi Peralatan GC-MS untuk AnalisisMinyak Atsiri
.
Lampiran 2. Gambar Daun Tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L) .
Lampiran 3. Spektrum GC-MS senyawa 2-metil-5-isopropil -1,3-sikloheksadiena dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh
menggunakan alat Stahl .
Lampiran 4. Spektrum GC-MS senyawa α-Terpinen dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl
.
Lampiran 5. Spektrum GC-MS senyawa Para- Cymene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl
.
Lampiran 6. Spektrum GC-MS senyawa 1,8 – Cineole dari minyak atsiri daun
tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl...
Lampiran 7. Spektrum GC-MS senyawa Filifolon dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl....
...
Lampiran 8. Spektrum GC-MS senyawa 1 – Terpineol dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl
...
Lampiran 9. Spektrum GC-MS senyawa 2,6,6-trimetil-2,4– sikloheptadiena-1 one(Eucarvone) dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Sthal
...
Lampiran 10. Spektrum GC-MS senyawa 1 - α – Terpineol dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl
Lampiran 11. Spektrum GC-MS senyawa 2 – sikloheksena – 1 – o (Piperitone) dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl .. .
Lampiran 12. Spektrum GC-MS senyawa Bisiklo-3,1,1-hepta-3-ene-2-one (Verbenone) dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara
(22)
Lampiran 13. Spektrum GC-MS senyawa Trans – Caryophyllen dari minyak
atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl.
Lampiran 14. Spektrum GC-MS senyawa (Z) – β – Farnesene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl ...
Lampiran 15. Spektrum GC-MS senyawa α – Humulene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl Lampiran 16. Spektrum GC-MS senyawa β – Elemene dari minyak atsiri daun
tumbuhan Binara yang menggunakan diperoleh destilasi uap ...
Lampiran 16. Spektrum GC-MS senyawa β – Elemene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang menggunakan diperoleh destilasi uap
...
Lampiran 17. Spektrum GC-MS senyawa β – Caryophyllen dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan destilasi uap ...
Lampiran 18. Spektrum GC-MS senyawa β – Farnesene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan destilasi uap ...
Lampiran 19. Spektrum GC-MS senyawa α – Humulene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunaka destilasi uap ...
Lampiran 20. Spektrum GC-MS senyawa α-Amorphene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan destilasi uap...
Lampiran 21. Spektrum GC-MS senyawa β – Selinene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan destilasi uap Lampiran 22. Spektrum GC-MS senyawa Germacren B dari minyakatsiri
daun tumbuhan Binara yang diperoleh Menggunakan destilasi uap ...
Lampiran 23. Spektrum GC-MS senyawa Caryophyllen oxide dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan destilasi uap ...
Lampiran 24. Tabel tipe dari beberapa fragmen-fragmen komponen yang hilang hasil fragmentasi dari senyawa organic
(23)
Lampiran 25. Hasil Identifikasi Daun Tumbuhan Binara (Artemisia Vularis L.)
...
(24)
phyllene Oxide (C15H24O) = 5,48%.
ISOLASI DAN ANALISIS KOMPONEN KIMIA MINYAK ATSIRI DARI DAUN TUMBUHAN BINARA (Artemisia Vulgaris L.) DI DAERAH KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG DENGAN
GC-MS DAN FT-IR
ABSTRAK
Dalam penelitian ini telah dilakukan isolasi dan analisis komponen kimia minyak atsiri dari tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.) yang diperoleh dari daerah Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Isolasi minyak atsiri dilakukan terhadap daun segar tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.) dengan cara destilasi bersama air menggunakan alat Stahl dan dibandingkan dengan cara destilasi dengan uap air. Komposisi kimia dari masing-masing hasil isolasi dilakukan analisis menggunakan alat Kromatografi Gas Spektrofotometer Massa (GC-MS) dan Spektrofotometer Infra Merah.
Hasil isolasi minyak atsiri dari daun tumbuhan Binara (Artemisia Vulgari, L.) melaui destilasi menggunakan alat stahl dari sebanyak 220 gram sampel daun basah yang digunakan diperoleh rata-rata sebanyak 1,13 ml minyak atsiri. Selanjutnya hasil isolasi melalui destilasi uap dari sebanyak 217 gram berat sampel daun kering yang digunakan diperoleh rata-rata 0,67 ml minyak atsiri.
Hasil analisis melalui pemeriksaan GC-MS terhadap minyak atsiri yang dihasilkan melalui alat Stahl diperoleh kromatogram dengan memberikan puncak senyawa sebanyak 28 jenis dan yang dapat diinterfrestasi sebanyak 13 senyawa yang merupakan campuran monoterpen dan sesquiterpen yakni 2-metil-5-isopropil-1,3-sikloheksadiena(C10H16)=2,88%, α-Terpinen(C10H16) = 1,68%, Para-Cymene
(C10H14) = 1,45%, 1,8-Cineole (C10H18O) = 8.77%, Filifolone (C10H14O) = 5.75%,
1-Terpineol (C10H18O) = 2,57%,
2,6,6-trimetil-2,4-sikloheptadiena-1-one(Eucarvone) (C10H14O)=3,86%, 1-α-Tepineol (C10H18O) =3,96%,
2-sikloheksena-1-one(Piperitone) (C10H16O) = 24,55%,
Bisklo-3,1,1-hepta-3-en-2-one(Vebernone)( C10H14O) =6,36%, Trans-Caryophyllene (C15H24) = 15,13%, (Z)-β-Farnesene (C15H24) = 0,90% dan α-Humulene (C15H24)= 3,10%. Selanjutnya
minyak atsiri yang dihasilkan melalui destilasi uap diperoleh kromatogram dengan memberikan puncak sebanyak 8 jenis senyawa yang keseluruhannya adalah sesquiterpen yang terdiri dari β-Elemene (C15H24) =1,02%, β-Caryophyllene
(C15H24) =51,17%, β-Farnesene (C15H24) = 3,14%, α-Humulene (C15H24) =10,21%, α-Amorphene (C15H24)= 18,34%, β-Selinene (C15H24) =8,66%, Germacrene B
(C15H24) =1,99% dan Caryo
(25)
ISOLATION AND ANALYSIS THE CHEMISTRY COMPONENT OF VOLATILE OIL FROM BINARA PLANT’S LEAVES (Artemisia Vulgaris L.)
IN SIBOLANGIT SUBDISTRICT, DELISERDANG REGENCY WITH GC-MS AND FT-IR
ABSTRACT
In this study has been treated isolation and analyze its chemical component of volatile oil of Binara plant (Artemicia Vulgaris L. ) obtained from District of Sibolangit in Deli Serdang Regency. The isolated volatile oil was conducted over fresh leaves of Binara plant (Artemicia Vulgaris, L) with distillation along with water used Stahl tool and compared it with distillation method by steam. Chemical composition for each outcome of isolation was treated analysis using Gas Chromatography Mass Spectrophotometer (GC-MS) device and Infra Red Spectrophotometer.
The outcome of isolation volatile oil from leaves of Binara plant (Artemicia
Vulgaris L.) by distillation using stahl device existing some 220 gram sample of wet
leaves adopted generating average 1.13 ml volatile oil. Further, the outcome of isolation through steam distillation existed some 217 gram weight of wet sample as used obtained average 0.67 ml volatile oil.
The result of analysis by GC-MS scanning over the volatile oil as generated by Stahl device there obtained chromatogram after putting a compound peak amount 28 types and it is interpretable about 13 compounds as combination of mono-terpen and sesquiterpen they are 2-methyl-5-isopropyl-1,3-cyclohexadiene (C10H16)=2.88%, α -Terpinene (C10H16) = 1.68%, Para-Cymene (C10H14) = 1.45%, 1,8-Cineole (C10H18O) = 8.77%, Filifolone (C10H14O) = 5.75%, 1-Terpineol (C10H18O) = 2.57%, 2,6,6-trimethyl-2,4-cycloheptadien-1-one(Eucarvone)(C10H14O) = 3.86%,
1-α-Tepineol (C10H18O) = 3.96%, 2-Cyclohexen-1-one(Piperitone) (C10H16O) = 24.55%, Bicyclo-3,1,1-hepta-3-en-2-one(Vebernone) (C10H14O) = 6.36%, Trans-Caryophyllene (C15H24) = 15.13%, (Z)-β-Farnesene (C15H24) = 0.90% and α -Humulene (C15H24) = 3.10%. Hence volatile oil as generated by steam distillation obtaining chromatogram by putting peak amount 8 type compound in all is sesquiterpen comprising β-Elemene (C15H24) = 1,02%, β- Caryophyllene (C15H24) = 51,17%, β-Farnesene (C15H24) = 3,14%, α-Humulene (C15H24) = 10,21%, α -Amorphene (C15H24) = 18,34%, β-Selinene (C15H24) = 8.66%, Germacrene B (C15H24) = 1.99% and Caryophyllene Oxide (C15H24O) = 5,48%.
(26)
BAB 1
PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan pengobatan secara tradisional yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan yang ada di sekitar kita baik menggunakan daun, batang, kulit, akar, biji maupun buah dari tumbuhan tersebut (Heyne, 1987). Berbagai tanaman dapat menghasilkan minyak atsiri yang merupakan minyak yang dapat menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas baik bersumber dari daun, batang, bunga maupun akar tumbuhan (Guenther, 1987).
Di Indonesia, bahan – bahan tanaman yang mengandung minyak atsiri sejak dulu telah digunakan secara turun temurun dalam ramuan obat – obatan tradisional. Sumber bahan – bahan tanaman tersebut dewasa ini digunakan untuk keperluan bahan pangan, bahan obat–obatan, cita rasa (penyedap), kosmetika dan wangi – wangian (parfum) (Guenther, 1987).
Tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) atau di masyarakat Karo dikenal dengan tumbuhan Binara merupakan tanaman liar yang dianggap sebagai tanaman gulma (pesaing) yang tumbuh subur dan dapat menghambat pertumbuhan dari tanaman penghasil pada ladang–ladang pertanian. Tumbuhan ini adalah tumbuhan berwarna daun hijau dengan ketinggian berukuran 50–150 cm, berbunga dan tumbuh subur di lapangan terbuka. Menurut masyarakat Karo, tumbuhan tersebut bermanfaat untuk mengobati nyeri haid, obat kuat, obat batuk, obat kejang, obat mulas dan menambah nafsu makan.
Tanaman Binara (Artemisia vulgaris L.) tersebar luas di seluruh dunia yang terdiri dari lebih 800 spesis. Daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) berdasarkan laporan penelitian sebelumnya mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan polifenol (Bunrathep dkk, 2005), demikian juga telah diteliti bahwa
(27)
2
komponen minyak atsiri daun Artemisia vulgaris var. indica yang diperoleh melalui hidrodestilasi dan diikuti analisis secara Gas Kromatografi Mass Spektroskopi (GC– MS) ternyata dijumpai berbagai jenis komponen minyak atsiri yang terdiri dari golongan monoterpen dan monoterpen teroksigenasi (Judzentiene dan Buzelyte, 2006 ).
Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri yang terdapat dalam suatu tanaman disamping dipengaruhi oleh jenis spesies tanaman, juga oleh lingkungan tempat tumbuh, maupun metode isolasi yang digunakan (Guenther, 1987). Isolasi minyak atsiri dari bahan alam seperti nilam, kenanga, akar wangi, cengkeh, kencur dan sejenisnya dilakukan melalui penyulingan bersama air (hidrodistilasi) menggunakan alat Stahl, destilasi uap (steam distilasi), meserasi, menggunakan pelarut menguap dan dengan CO2 superkritis ( Sudjadi, 1988 dan Boelens, 1997 ).
Selanjutnya analisis komponen minyak atsiri melalui analisis GC–MS yang didukung analisis spektofotometri IR telah lama dilakukan oleh peneliti sebelumnya seperti halnya yang dilakukan dalam penentuan komposisi minyak daun Eucalyptus (Efidhon dkk, 2007), minyak atsiri dari daun lengkuas (Purwanta dan Dewi, 2008)
demikian juga minyak atsiri dari daun tumbuhan Menta Peperita (Darwich, dkk, 2010). Atas dasar uraian yang telah dikemukakan diatas, dalam penelitian ini dilakukan isolasi dan analisis komponen kimia minyak atsiri dari tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) dengan GC – MS dan Spektroskopi IR dimana cara isolasi minyak atsiri dari daun tanaman Binara (Artemisia vulgaris L.) dibandingkan antara metode isolasi yang dilakukan dengan menggunakan cara penyulingan bersama air (hidrodistilasi) dan dengan uap air (steam destilasi). Diharapkan dari hasil penelitian ini disamping didapatkan informasi bahwa bahan daun dari tumbuhan binara mengandung minyak atsiri yang kemungkinan dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan dan juga memberikan informasi tentang kemungkinan sejauh mana didapatkan minyak atsiri dari daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L), dengan
(28)
3
membandingkan cara isolasi menggunakan penyulingan bersama air dengan penyulingan menggunakan uap air.
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah minyak atsiri yang terdapat pada daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) dapat diperoleh melalui destilasi bersama air (menggunakan alat Stahl) atau dengan uap air.
2. Sejauh mana adanya perbedaan komponen kimia minyak atsiri yang diperoleh dari daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L. ) dapat diidentifikasi melalui analisis GC – MS dan FT- IR bila dibandingkan antara hasil isolasi secara destilasi bersama air dengan destilasi uap air.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan minyak atsiri dari daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) secara destilasi bersama air atau dengan uap air.
2. Untuk mengetahui komposisi kimia minyak atsiri yang diperoleh dari daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) dengan GC-MS dan FT-IR bila dibandingkan antara hasil yang diperoleh melalui isolasi secara destilasi bersama air dengan destilasi uap air.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bahwa minyak atsiri yang terdapat pada daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) dapat diperoleh secara destilasi.
2. Memberikan informasi tentang adanya perbedaan senyawa kimia yang dapat diperoleh dari daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) berdasarkan data GC-MS dan FT-IR bila dibandingkan antara hasil isolasi secara destilasi bersama air dengan destilasi uap air.
(29)
4
1.5 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara destilasi bersama air (destilasi Stahl) dan destilasi uap di laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Biologi FMIPA USU Medan dan untuk menentukan komposisi kimia minyak atsiri dilakukan dengan GC-MS dan FT-IR di laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM Yogyakarta.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan skala laboratorium dan sebagai obyek penelitian adalah daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) segar yang diperoleh dari daerah Desa Buah Nabar Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang. Daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) yang masih segar dirajang, diblender dan ditimbang. Hasil yang sudah diblender didestilasi bersama air dengan menggunakan alat Sthal, sedangkan sebagian hasil yang sudah diblender dikeringkan di udara terbuka dan didestilasi dengan cara destilasi uap. Minyak atsiri yang masih bergabung dengan air setelah dijenuhkan dengan NaCl dieksteraksi dengan Eter dan dikeringkan dengan Natrium Sulfat Anhidrat kemudian Eternya diuapkan. Minyak atsiri sebagai residu yang sudah kering di analisis kandungan kimianya dengan GC-MS yang didukung bantuan analisa spektroskopi FT- IR.
(30)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.)
Tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) merupakan tumbuhan liar yang tumbuh di lapangan terbuka. Tanaman ini tersebar luas di seluruh dunia yang terdiri dari lebih 800 spesis, dengan ketinggian 50 – 150 cm, berwarna hijau dan berbunga. Daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) berdasarkan laporan penelitian sebelumnya mengandung senyawa saponin, flavonoida, polifenol (Judzentiene, A dan Buzelyte, J, 2006 ). Di pulau Sumatera tumbuhan ini disebut tumbuhan Baru Cina, di Pulau Jawa disebut Suket Gajahan, di Maluku disebut Kolo. Tumbuhan ini dikenal tidak hanya sebagai tanaman yang bisa di makan, kebanyakan sebagai bumbu dan sebagai sumber obat–obatan tradisional (Judzentiene,A dan Buzelyte, J, 2006). Spesis tumbuhan ini tumbuh di ladang, pinggir jalan dan lokasi pembuangan sampah yang tumbuh subur dan menyebar .
Di masyarakat Karo, tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) dikenal dengan tanaman Binara (Gambar 2.1) yang merupakan tanaman liar dan dianggap sebagai tumbuhan gulma yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman di ladang– ladang pertanian. Menurut masyarakat Karo, tumbuhan tersebut bermanfaat untuk mengobati nyeri haid, diare, demam, masuk angin, oukup obat kuat, obat batuk, obat kejang, obat mulas dan menambah nafsu makan.
Daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) telah diteliti dimana diperoleh melalui hidrodestilasi dan dianilisis secara GC-MS ternyata dijumpai berbagai jenis komponen senyawa kimia yang terdiri dari monoterpen, monoterpen teroksigenasi, sesquiterpen dan senyawa sesquiterpen teroksigenasi (Bunrathep, dkk, 2005). Delapan puluh satu komponen diidentifikasi terbentuk sampai 81,9 % - 96,8
(31)
6
% dari total kandungan minyak. Senyawa monoterpen teroksigenasi sebanyak 17,1 % - 48,7 % sedangkan seskuiterpen 17,1 % - 44,1 % dari total kandungan minyak ( Judzentiene, A dan Buzelyte, J, 2006 ).
Kandungan senyawa daun Artemisia vulgaris var.indica dari hasil destilasi bersama air adalah : monoterpen : 2,99 %, monoterpen teroksigenasi : 10,46 %, sesquiterpen : 6,70 %, sesquiterpen teroksigenasi : 74,26 %, dan yang lainnya 5,42 % ( Bunrathep, dkk, 2005 ).
Gambar 2.1. Tumbuhan Binara ( Artemisia vulgaris L.)
2.2. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah minyak yang bersifat mudah menguap, berbau, wangi dan tidak mudah terdekomposisi pada suhu kamar, terdapat pada berbagai bagian
(32)
7
tumbuh-tumbuhan. Dalam tumbuh-tumbuhan, minyak atsiri terdapat dalam kelenjar khusus,di dalam kantong minyak atau di dalam ruang antar sel dalam jaringan tanaman sebagai hasil sisa proses metabolisme yang terbentuk karena reaksi antara berbagai senyawa dengan adanya air. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni, tetapi merupakan campuran senyawa organik dengan sifat fisik dan kimia yang berlainan.
Penyelidikan terhadap kandungan kimianya menunjukkan bahwa sebagian besar komponen minyak atsiri terdiri dari senyawa-senyawa yang hanya mengandung karbon dan hidrogen atau karbon, hidrogen dan oksigen yang tidak bersifat aromatik ataupun bersifat aromatik. Senyawa-senyawa yang tidak bersifat aromatik biasanya termasuk ke dalam golongan senyawa terpenoid. Senyawa terpenoid dalam minyak atsiri pada umumnya terdiri dari senyawa dengan jumlah atom C berjumlah 10 atau disebut juga monoterpen dan atom C yang berjumlah 15 atau disebut sesquiterpen. Fraksi yang paling mudah menguap dari hasil destilasi fraksinasi biasanya terdiri dari senyawa-senyawa monoterpen dengan jumlah atom C berjumlah 10. Sedangkan fraksi yang mempunyai titik didih lebih tinggi biasanya senyawa-senyawa sequiterpen.
Senyawa golongan terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh yang molekulnya tersusun dari atom C kelipatan 5 yang dikenal dengan unit isoprene.
Unit Isopren
Dari hasil riset dapat ditunjukkan bahwa senyawa isopren bilogis yang digunakan oleh organisma untuk sintesa terpenoid adalah isopentenil pirofosfat (IPP) dan dimetilalilpirofosfat (DMAP) yang berasal dari asam asetat atau
(33)
8
turunannya yang aktif via asam mevalonat. Adapun reaksi Biosintesa senyawa terpenoid dapat digambarkan (Gambar 2.2) sebagai berikut :
CH3 C SCoA O
Asetil Koenzim A
+ CH
3 C SCoA
O
Asetil Koenzim A
Kondensasi Claisen
CH3 C
O
CH2 C SCoA
O
Asetoasetil Koenzim A
+ CH3 C SCoA O
Asetil Koenzim A
Kondensasi Aldol
CH3 C
OH
CH2 C SCoA
O
H2C CH2 SCoA
Glutarat Koenzim A
(H) Reduksi
CH3 C
OH
CH2 C
O
OH
H2C CH2 OH
Asam Mevalonat
Fosforilasi
CH3 C
OPP
CH2 C
O
O
H2C CH2 OPP
_ - OPP
-CO2
CH3 C CH2
CH2 CH2OPP
Enzim Isomerisasi
CH3 C CH CH2OPP H3C
(34)
9
OPP
+
DMAPP
OPP
H
IPP
OPP
GPP
Reaksi
Sekundeir Monoterpen (C10)
OPP
H
IPP
OPP
Farnasilfirofosfat (FPP)
Reaksi Sekunder
Sesquterpen (C15) X3
Triterpen (C30) IPP
Geranil-Geranil Purofosfat Reaksi Sekundeir Diterpen (C20) 2X
Tetraterpen (C40) Gambar 2.2. Reaksi Biosintesa Senyawa Terpen
Reaksi-reaksi dari senyawa GPP, PPP daan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid mengalami reaksi sekunder seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi ataupun dehidrasi menghasilkan terpen dan terpenoid (terpen teroksigenasi) dalam tumbuhan yang dapat berlangsung pada suhu kamar (Achmad, 1986).
(35)
10
Pada minyak atsiri yang bagian utamanya terpenoid, biasanya terpenoid itu terdapat pada fraksi minyak atsiri yang tersuling uap. Zat inilah penyebab wangi, harum atau bau yang khas pada banyak tumbuhan. Secara ekonomi senyawa tersebut penting sebagai dasar wewangian alam dan juga untuk rempah-rempah serta sebagai senyawa citarasa dalam industri makanan (Harborne, 1987).
Monoterpen dan sesquiterpen dapat dipilah-pilah berdasarkan kepada kerangka karbon dasarnya. Senyawa terpenoid dalam minyak atsiri pada umumnya terdiri dari senyawa dengan jumlah atom C berjumlah 10 atau disebut monoterpen dan atom C yang berjumlah 15 yang disebut sesquiterpen.
Senyawa monoterpen kebanyakan dijumpai adalah yang asiklik (misalnya geraniol dan fanesol), monosiklik (misalnya limonene dan bisa bolena), bisiklik (misalnya α dan β-pinena). Dalam setiap golongan monoterpen dan sesquiterpen bisa terdapat senyawa hidrokarbon tak jenuh atau keton (Herborne, 1987). Beberapa contoh dari struktur monoterpen dan sesquiterpen (Juchelcka, dkk, 1996) dapat dilihat pada gambar 2.3.
Minyak atsiri dapat diperoleh melalui ekstraksi tumbuh-tumbuhan yakni dari daun, bunga, akar, dan kulit kayu. Biasanya tumbuhan penghasil minyak atsiri tumbuh liar atau dibudidayakan dan biasanya tumbuhan itu beraroma wangi.
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir (pungent taste), beraroma wangi sesuai dengan aroma tumbuhan penghasilnya. Umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air ( Guenther, 1987 )
(36)
11
OH
Mentol
O
Kamfor
Misren
Osimin
OH
Linalool
CHO
Sitronelal
(37)
12
OH
Kadinen Nerolidol
Gambar 2.3. Beberapa contoh struktur monoterpen dan sesquiterpen yang terkandung dalam minyak atsiri.
2.2.1. Sumber Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan. Tumbuhan penghasil minyak atsiri antara lain termasuk family
Pinaceae, Labiatae, Compositae, Lauranceae, Myrataceae, rutaceae, Piperaceae, Zingiberaceae, Umbelliferae, dan Gramineae. Minyak atsiri terdapat pada setiap bagian tumbuhan yaitu di daun, bunga, buah, biji, batang, kulit, akar dan rhizome (Ketaren, 1985). Minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri tertera dalam Tabel 2.1
(38)
13
Tabel 2.1. Sumber-sumber minyak atsiri
Nama Minyak Tanaman Penghasil Bagian Tanaman
Negara Asal
Sereh wangi Cymbopogon nardus R Daun Srilanka
Nilam (patchouli) Pogostemon cablin
Benth
Daun Malaysia, Indonesia
Kayu Putih (cajuput) Melaleuca Leucadenron Daun Indonesia Sereh dapur (lemon grass)
Cymbopogon citrates Daun Madagaskar, Guetemala
Lada (pepper) Piper nigrum L Daun/buah India Timur, Cina,
Srilanka Kenanga (cananga) Cananga odorata Hook Bunga Indonesia
Cengkeh (clove) Caryophyllus Bunga Zanzibar, Indonesia,
Madagaskar
Lavender Lavandula offcinalis
Chaix
Bunga Perancis, Rusia
Mawar (rose) Rosa alba L Bunga Bulgaria, Turki
Melati (jasmine) Jasminumofficinale L Bunga Perancis selatan
Kapolaga (cardamom) Elettaria cardamomun
L
Biji India, amerika
Seledri (celery seed) Apium graveolen L Biji Inggris, India
Sitrun (lemon) Citrus medica Buah/Kulit
Buah
Kalifornia
Adas (fennel) foeniculum fulgares
Mill
Buah/Kulit Buah
Eropah, tengah, Rusia Akar wangi (Vetiver) Vetiveria zizanioides
Stap
Akar/rhizoma Indonesia, Lousiana
Kunyit (Turmeric) Curcuma longa Akar/rhizoma Amerika selatan
Jahe (ginger) Zingiber officinale
Roscoe
Akar/rhizoma Jamaika
“Camphor” Cinnamomun
Camphora L Batang/kulit buah Formosa, Jepang Kayu Manis (Cinnamon) Cinnamomun zeylanicum Ness Batang/kulit batang
Prancis, Indo Cina Cendana
(sandal wood)
Santalum Album L Batang/kulit batang
Mysole, Inggris
(39)
14
2.2.2. Penggunaan Minyak Atsiri
Penggunaan minyak atsiri dan bahan kimia volatile untuk tujuan pengobatan, kosmetik serta wangi-wangian telah dikenal dalam masyarakat sejak zaman purba. Dan kini ada kecenderungan untuk kembali ke penggunaan bahan-bahan alam, antara lain karena minyak atsiri dapat larut dalam lemak yang terdapat pada kulit, dapat diabsorbsi kedalam aliran darah, dan mempunyai kompabilitas dengan lingkungan.
Minyak atsiri merupakan sumber dari aroma kimia alami yang dapat digunakan sebagai komponen flavor dan fragrance alami dan sebagai sumber yang penting dari struktur stereospesifik enansiomer murni yang biosintesisnya lebih murah dibandingkan dengan proses sintesis.
Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetik, dan industri farmasi. Dalam pembuatan parfum dan wangi-wangian, minyak atsiri tersebut berfungsi sebagai zat pengikat bau (fixative) dalam parfum, misalnya minyal nilam, minyak akar wangi dan minyak cendana. Minyak atsiri yang berasal dari rempah-rempah, misalnya minyak lada, minyak kayu manis, minyak jahe, minyak cengkeh, minyak ketumbar, umumnya digunakan sebagai bahan penyedap (flavoring agent) dalam bahan pangan dan minuman (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri ini selain memberikan aroma wangi yang menyenangkan juga dapat membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf, sehingga akan meningkatkan sekresi getah lambung yang mengandung enzim hanya oleh stimulus aroma dan rasa bahan pangan. Selain itu juga dapat merangsang keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah.
Beberapa jenis minyak atsiri digunakan sebagai bahan antiseptik internal atau eksternal, bahan analgesik, haelitik atau sebagai antizimatik sebagai sedative dan stimulan untuk obat sakit perut. Minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang atau memuakkan (Guenther, 1987).
(40)
15
2.2.3. Penyimpanan Minyak Atsiri
Pada proses penyimpanan minyak atsiri dapat mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai proses, baik secara kimia maupun secara fisika. Biasanya kerusakan disebabkan oleh reaksi-reaksi yang umum seperti oksidasi, resinifikasi, polimerisasi, hidrolisis ester dan interaksi gugus fungsional. Proses tersebut dipercepat (diaktivasi) oleh panas, adanya udara (oksigen, kelembaban, serta dikatalis oleh cahaya dan pada beberapa kasus kemungkinan dikatalis oleh logam (Guenther, 1987).
Minyak atsiri yang mengandung kadar terpen tinggi mudah mengalami kerusakan oleh proses oksidasi terutama oleh proses asterifikasi. Terpen dan turunannya biasanya mengandung atom karbon tidak jenuh, karena itu dengan adanya oksigen bisa menyebabkan pemecahan atau rearrangemen dari terpen.
2.3. Cara Memperoleh Minyak Atsiri
Komponen minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, sehingga diperlukan bahan awal yang besar jumlahnya untuk memperoleh minyak atsiri yang memadai jumlahnya untuk diteliti. Ada beberapa metode untuk mendapatkan minyak atsiri antara lain :
a. Metode Penyulingan ( Destilasi )
Bahan yang mengandung minyak atsiri dapat diperoleh dengan metode penyulingan (Guenther, 1987). Bahan untuk penyulingan biasanya diambil pada pagi hari secepat mungkin setelah embun menghilang. Ada tiga metode penyulingan yang digunakan dalam industri minyak atsiri, yaitu :
- Penyulingan dengan air (hydrodistillation)
- Penyulingan dengan air dan uap (hydro and steam distillation) - Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation)
(41)
16
Perbedaan antara distilasi uap langsung dengan hidrodistilasi adalah pada distilasi uap langsung tidak terjadi kontak langsung antara sampel dengan air, sedangkan hidrodistilasi sampelnya dicelupkan ke dalam air mendidih (Guenther, 1987)
Dalam setiap metode penyulingan bahan tumbuhan, baik dengan penyulingan air, penyulingan air dan uap atau penyulingan uap minyak atsiri hanya dapat diuapkan jika kontak langsung dengan uap panas. Minyak dalam jaringan tumbuhan mula-mula terekstraksi dari kelenjar tanaman dan selanjutnya terserap pada permukaan bahan melalui peristiwa osmosis (Guenther, 1987). Lamanya penyulingan yang dilakukan pada setiap tumbuhan tidak sama satu dengan yang lain tergantung pada mudah atau tidaknya minyak atsiri tersebut menguap, dua sampai delapan jam tersebut secara maksimal.
b. Maserasi dengan Lemak/Minyak
Kebanyakan bahan flavon bersifat larut dalam lemak atau minyak, tetapi mempunyai range polaritas yang lebar. Minyak dapat bertindak sebagai pelarut dan merupakan medium yang dapat melindungi bahan yang mudah menguap (Pino, dkk, 1997). Lemak/minyak mempunyai daya absorbsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga yang beraroma wangi, maka lemak akan mengabsorbsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga tersebut. Pada akhir proses, minyak dari bunga tersebut diekstraksi dari lemak dengan menggunakan alkohol dan selanjutnya alkohol dipisahkan (Guenther, 1987).
c. Ekstraksi dengan Pelarut Menguap
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri adalah dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut menguap (Mondello, dkk, 1997). Contoh pelarut yang digunakan adalah dietil eter untuk mengekstraksi daun Citrus aurantium. (Juchelka, dkk, 1996).
(42)
17
Jika dibandingkan dengan mutu minyak bunga hasil penyulingan, maka minyak hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut lebih mendekati aroma bunga alamiah, namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan penghilang residu pelarut dari ekstrak (Pino, dkk, 1997).
d. Ekstraksi dengan Karbon Dioksida ( CO2 ) Superkritis
Ekstraksi dengan karbon dioksida superkritis pada prinsipnya didasarkan pada kelarutan senyawa-senyawa aromatik dari bahan nabati dalam CO2. Bahan
nabati dan CO2 dimasukkan kedalam ekstraktor berupa labu yang diberi tekanan dan
temperatur yang telah diatur, kemudian CO2 dipompa kedalam separator pada
tekanan dan temperatur yang rendah, yang kemudian masuk kedalam tangki
ekstraksi. Kelebihan CO2 dimurnikan kembali didalam bejana terisi arang
(charcoal trap).
Keuntungan dari metode ini adalah tidak menggunakan pelarut yang beracun, biaya murah, mampu mengisolasi senyawa termolabil tanpa diikuti denaturasi karena dilakukan pada temperatur rendah, juga kemungkinan untuk memperoleh produk baru dengan komposisi yang biasanya diperoleh dengan teknik distilasi (Pino, dkk, 1997). Namun demikian metode ini juga mempunyai kekurangan yaitu dalam hal penentuan kondisi untuk ekstraksi dari minyak atsiri dari tumbuhan tertentu (Boelens dan Boelens, 1997).
2..4. Analisis Minyak Atsiri
Analisis sampel minyak atsiri biasanya digunakan dengan menggunakan GC-MS. Analisis sampel dapat menunjukkan perbedaan kualitatif dan kuantitatif dari komponen minyak atsiri.
Untuk menentukan komposisi minyak atsiri yang diperoleh dari suatu sampel, maka waktu retensi dan hasil spektrum massa dari masing-masing puncak
(43)
18
senyawa unknow dibandingkan dengan referensi standar dari senyawa autentik, misalnya identifikasi komponen minyak yang terdapat dalam peppermint dilakukan dengan analisis GC-MS. Senyawa diidentifikasi menggunakan registri dari data spektrum massa, kepustakaan terpen oleh Robert P. Adams yang dibuat oleh Finningan dan dengan waktu retensi dan massa spektra dari senyawa autentik referensi standar yang disuplay oleh SCM Gligdco dan Aldrich.
Analisis terhadap minyak atsiri menggunakan GC-MS paling sering dilakukan dan biasa digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Antara lain adalah minyak atsiri yang diperoleh dari tiga spesies Angelica, L. yang tumbuh di Prancis, sehingga dapat diketahui komponen masing-masing spesies tersebut yaitu Angelica archangelica Sub.Sp.Archangelica minyak atsiriar.elation wahlemb dan A
heterocarpa Lioyd masing-masing 18,7 % dan 5,2 %.
2.4.1. Analisis Kromatografi Gas – Spektrometri Massa (GC-MS)
Tujuan dari analisa ini adalah mengetahui jumlah komponen sekaligus menentukan struktur dari komponen-komponen yang terdapat dalam minyak hasil isolasi. Prinsip dari GC-MS adalah pemisahan komponen-komponen dalam campurannya dengan kromatografi gas dan tiap komponen dapat dibuat spektrum massa dengan ketelitian yang lebih tinggi. Hasil pemisahan dengan kromatografi gas dihasilkan kromatogram sedangkan hasil pemeriksaan spektrometri massa masing-masing senyawa disebut spektrum.
2.4.2. Kromatografi Gas
Kromatografi gas dapat dipakai untuk setiap campuran yang sebagian komponennya atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan
(44)
19 fase gerak yang berupa gas. Waktu yang diperlukan untuk memisahkan campuran sangat beragam, tergantung banyaknya komponen dalam suatu campuran, semakin banyak komponen yang terdapat dalam suatu campuran maka waktu yang diperlukan semakin lama. Komponen campuran dapat diidentifikasi berdasarkan waktu tambat (waktu retensi) yang khas pada kondisi yang tepat. Waktu tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom pada peralatan dari kromatografi gas (Granados, J, 1997). Dalam melakukan analisa ini sangat diperlukan kondisi yang tepat sehingga beberapa parametrik berikut perlu dipedomani.
a. Memilih Sistem
Dalam kromatografi gas terdapat empat peubah utama yaitu gas pembawa, jenis kolom dan fase diam dan suhu untuk pemisahan.
Gas Pembawa. Faktor yang mempengaruhi suatu senyawa bergerak melalui kolom kromatografi gas ialah keatsirian yang merupakan sifat senyawa itu dan aliran gas melalui kolom. Nitrogen, helium, argon, hidrogen dan karbon dioksida merupakan gas yang sering digunakan sebagai gas pembawa karena tidak reaktif serta dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering dalam tangki bervolume besar dan bertekanan tinggi.
Detektor. Detektor pilihan pertama untuk kromatografi gas adalah detector ionisasi nyala (DIN) yang memiliki kepekaan yang tinggi untuk beberapa jenis ssenyawa.
Fase Cair Diam. Dua segi fase harus diketahui, pertama, bagaimana cairan ditahan dalam kolom yaitu cairan itu disaputkan pada permukaan serbuk padat dalam kolom, dan yang kedua yaitu sifat kimia dari cairan itu.
b. Sistem
Suhu Kolom. Kromatografi gas didasarkan pada dua sifat senyawa yang dipisahkan, kelarutan senyawa itu dalam cairan tertentu dan tekanan uapnya atau
(45)
20 keatsiriannya. Karena tekanan uap bergantung langsung pada suhu, suhu merupakan faktor utama dalam kromatografi gas. Suhu kolom berkisar antara -100 0C – 400 0C, tergantung sifat bahannya. Secara umum, pemisahan yang baik diperoleh pada suhu rendah. Sebagai patokan dapat dipakai bahwa setiap kenaikan suhu 300C waktu tambat menjadi setengahnya.
Gas Pembawa. Laju aliran gas tergantung pada diameter kolom. Aliran berbanding lurus dengan penampang kolom dan penampang bergantung pada jari-jari pangkat dua (µr2). Misalnya jika pemisahan yang baik dengan kolom 2 mm pada aliran 20 ml/menit, maka untuk menghasilkan hasil yang sama dengan kolom 4 mm diperlukan aliran 80 ml/menit. Untuk mendapatkan system kolom yang optimal yaitu dengan cara mengatur laju aliran gas dan menghasilkan tingkat puncak yang maksimum.
Kolom. Ada dua kolom dalam kromatografi gas yaitu : kolom kemas, terdiri atas fase cair berdiameter 1-3 mm dan panjangnya 2 m, kolom kapiler ; berdiameter 0,02 - 0,2 mm dan panjangnya 15-25 m, yang berfungsi sebagai penyangga lembam untuk fase diam cair.
Detector. Detektor adalah gawai yang ditempatkan pada ujung kolom kromatografi gas yang menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data kepada perekam data yang menyajikan hasil kromatogram secara grafis. DHB (Detektor hantar bahang); didasarkan pada bahang dipindahkan dari benda panas dengan laju yang bergantung pada susunan gas yang mengelilingi benda panas. Daya hantar ini merupakan fungsi dari laju pergerakan molekul gas. Gas yang mempunyai bobot molekul yang rendah mempunyai daya hantar paling tinggi.
Detector Ionisasi Nyala (DIN); pendeteksian DIN ialah jika dibakar, senyawa organic terurai membentuk pecahan sederhana bermuatan positif, biasanya terdiri atas satu karbon. Pecahan ini meninggikan daya hantar tempat lingkungan nyala, dan peningkatan daya hantar ini dapat diukur dengan mudah dan direkam.
(46)
21
Penanganan Sinyal
Data Kualitatif; data kromatografi gas biasanya terdiri atas waktu tambat berbagai komponen campuran. Waktu tambat diukur mulai dari titik penyuntikan sampai ketitik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa tertentu dan pada kondisi tertentu. Komponen tertentu didalam campuran dapat dipisahkan dengan cara spiking jika tersedia senyawa murninya. Senyawa murni ditambahkan kedalam cuplikan yang diduga mengandung senyawa itu dan cuplikan dikromatografi.
Data Kuantitatif; Pengukuran sebenarnya yang dilakukan pada kertas grafik ialah pengukuran luas puncak. Jika puncak itu simetris atau berupa kurva Gauss tinggi puncak dapat dipakai untuk mengukur luas puncak.
2.4.3. Spektrum Massa
Spektrum massa biasa diambil pada energi berkas elektron sebesar 70 elektron volt. Kejadian tersederhana ialah tercampaknya satu elektron dari satu molekul dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas elektron dan membentuk suatu ion molekul yang merupakan suatu kation radikal (M)+..
M + e → M+. + 2e
Suatu spektrum massa menyatakan massa-massa sibir-sibir bermuatan positif terhadap (konsentrasi) nisbinya. Puncak paling kuat (tinggi) pada spekturm disebut puncak dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100 % dan kekuatan (tinggi x faktor kepekaan) puncak-puncak lain, termasuk puncak ion molekulnya, dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut. Puncak ion molekul biasanya merupakan puncak-puncak dengan bilangan massa tertinggi, kecuali jika terdapat puncak-puncak isotop.
(47)
22
a. Penentuan Rumus Molekul
Penentuan rumus molekul yang mungkin dari kekuatan puncak isotop hanya dapat dilakukan jika puncak ion molekul termaksud cukup kuat hingga puncak tersebut dapat diukur dengan cermat sekali.
Misalnya sutu senyawa mengandung 1 atom karbon. Maka untuk tiap 100 molekul yang mengandung satu atom 12C, sekitar 1,08 % molekul mengandung satu
atom 13C. Karenanya molekul-molekul ini akan menghasilkan sebuah puncak M + 1
yang besarnya 1,08 % kuat puncak ion molekulnya; sedangkan atom-atom 2H yang
akan memberikan sumbangan tambahan yang amat lemah juga pada puncak M + 1 itu. Jika suatu senyawa mengandung sebuah atom sulfur, puncak M + 2 akan menjadi 4,4 % puncak induk, demikian juga atom Cl puncak M + 2 akan menjadi 25% disebabkan Cl memiliki isotop 35 Cl 75% dan 37 Cl sebanyak 25%.
b. Pengenalan Puncak Ion Molekul
Ada dua hal yang menyulitkan pengidentifikasian puncak ion molekul yaitu :
1. Ion molekul tidak nampak atau amat lemah. Cara penanggulangannya ialah mengambil spektrum pada kepekaan maksimum, jika belum diketahui dengan jelas dapat juga dilihat berdasarkan pola pecahnya.
2. Ion molekul nampak tetapi cukup membingungkan karena terdapatnya beberapa puncak yang sama atau lebih menonjol. Dalam keadaan demikian, pertama-tama soal kemurnian harus dipertanyakan. Jika senyawa memang sudah murni, masalah yang lazim ialah membedakan puncak ion molekul dari puncak M-1 yang lebih menonjol. Satu cara yang bagus ialah dengan mengurangi energy berkas elektron penembak mendekati puncak penampilan.
Kuat puncak ion molekul tergantung pada kemantapan ion molekul. Ion-ion molekul paling mantap adalah dari sistem aromatik murni. Secara umum
(48)
golongan senyawa-senyawa berikut ini akan memberikan puncak-puncak ion menonjol: senyawa aromatik (alkana terkonjugasi), senyawa lingkar sulfida organik (alkana normal, pendek), merkaptan. Ion molekul biasanya tidak Nampak pada alkohol alifatik, nitrit, nitrat, senyawa nitro, nitril dan pada senyawa-senyawa bercabang. Puncak-puncak dalam arah M-3 sampai M-14 menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi (Silverstein, dkk, 1981).
23
c. Kaidah Umum untuk mengenali Puncak-Puncak dalam Spektra
Sejumlah kaidah umum untuk mengenali puncak-puncak menonjol dalam spektra dampak elektron dapat ditulis dan dipahami dengan konsep-konsep buku kimia organik fisik:
1. Tinggi nisbi puncak ion molekul terbesar bagi senyawa rantai lurus dan akan menurun jika derajat percabangan bertambah.
2. Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan bertambahnya bobot molekul deret homolog; kecuali untuk ester lemak.
3. Pemecahan/pemutusan cenderung terjadi pada karbon terganti gugus alkil; makin terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat lebih mantapnya karboksasi tersier daripada sekunder yang lebih mantap daripada yang primer. 4. Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan terlebih-lebih cincin aromatik
(heteroatom) memantapkan ion moekul hingga meningkatkan pembentukannya. 5. Ikatan rangkap mendukung pemecahan alil dan menghasilkan ion karbonium alil. 6. Cincin jenuh denderung melepas rantai samping pada ikatan-α. Hal ini tidak lain
daripada kejadian khusus percabangan. Muatan positif cenderung menyertai sibir cincin. Cincin tak jenuh dapat mengalami reaksi Retro-Diels-Alder.
7. Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin terjadi pada ikatan berloka beta terhadap cincin menghasilkan ion benzyl talunan termantapkan atau ion tropilium.
(49)
8. Ikatan C-C yang bersebelahan dengan heteroatom cenderung terpecah, meninggalkan muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang elektron ikatannya menciptakan kemantapan talunan.
24
9. Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral mantap yang kecil, misalnya karbon monooksida, olefin, ammonia, hidrogen sulfida, hidrogen sianida, merkaptan, keton atau alkohol. (Silverstein, dkk, 1981).
Kaidah-kaidah penyibiran diatas berlaku untuk spektrometri Dampak Elektron (DE).
Gambar 2.4.. Gabungan Kromatograf Gas Spektrometer Massa 2.4.4. Spektra Massa Beberapa Golongan Senyawa Kimia
a. Hidrokarbon
Hidrokarbon Jenuh. Puncak ion molekul (M) hidrokarbon jenuh berantai lurus selalu ada kendati puncaknya rendah untuk senyawa-senyawa rantai panjang. Pola penyibiran (fragmentasi) ditandai oleh kumpulan (kluster) puncak dan puncak yang bersangkutan pada tiap kluster terpisah oleh 14(CH2) satuan massa. Puncak terbesar
pada tiap kluster ini mewakili sibiran CnH2n+1 ; disertai juga sibiran CnH2n dan
C2H2n-1. Sibiran terbanyak terdapat pada daerah C3 dan C4 dan kelimpahan sibiran
itu menurun teratur sampai M-C2H5 ; puncak M-CH3 biasanya lenyap sama sekali.
(50)
molekul dan mendukung pemecahan ikatan yang menghubungkan cincin dengan bagian molekul lainnya. Penyibiran atas cincin biasanya oleh lepasnya 2 atom sebagai C2H4 dan C2H5.
25
Olefin. Pada olefin lingkar (terutama polisiklik), pelokasian ikatan rangkapnya jelas karena besarnya kecenderungan pemecahan-pemecahan alil tanpa banyak terjadi midrasi ikatan rangkap. Olefin lingkar biasanya menunjukkan suatu puncak ion molekul khas.
b. Senyawa Hidroksi
Alkohol. Pemecakah ikatan C-C yang bersebelahan dengan atom oksigen sering
terjadi. Alkohol primer menunjukkan suatu puncak menonjol pada m/z 31 karena CH2=OH. Alkohol sekunder dan tersier pecah secara mirip menghasilkan puncak
yang jelas.
Puncak khas menonjol pada M-18 karena tercampaknya air, ini tampak jelas pada spektra alkohol primer. Lepas H2O menghasilkan puncak M-18 lajim terjadi,
bahkan pada alkohol benzyl terganti gugus orto tampak menonjol tanpa banyak hambatan.
+
+
CH3
C H2
OH
- H
2O
CH2
CH2
c. Eter
Eter Alifatik. Penyibiran eter alifatik berlangsung dengan 2 cara : 1. Pemutusan ikatan C-C bersebelahan atom oksigen
(51)
2-CH3
26
Reaksinya :
RCH2-CH2-CH-O+-CH2-CH3 RCH2CH2• CH=O+-CH
CH3
CH-O-CH2-CH3
CH3
2 . Pemutusan ikatan C-O dengan muatan tetap berada pada sibir alkil.
R-O+-R` -OR` R+
R-O+-R` OR` R+
Eter Aromatik
Pemecahan utama terjadi pada beta terhadap cincinnya dan ion yang mula-mula terbentuk dapat terdekomposisi lagi. Contoh anisol dengan berat molekul (BM) 108, memberikan ion-ion m/z 93 dan 65.
O CH3
- .CH3
O
m/e =108 m/e=93
O+
-CO
(52)
27 Puncak aromatik khas pada m/e 78 dan 77 dari anisol sebagai berikut :
O CH2
H
- CH2O
H H H
H H H
m/e =78
H H
H H H
m/e =77 - .H
d.Keton
Keton Alifatik. Puncak sibiran utama keton alifatik terjadi pemecahan pada ikatan C- bersebelahan dengan atom oksigen, muatan tinggal bersama sibir teroksigenasinya.
R -R
C=O+ R`-C=O+ R`-C+=O R`
R -R`
C=O+ R`-C=O+ R`-C+=O R`
Bila salah satu rantai alkil yang terpaut pada gugus C=O ialah C3 atau lebih panjang,
pemutusan ikatan C-C begitu tercampak dari gugus C=O terjadi dan disertai migrasi hidrogen dan memberikan puncak cukup besar. Pada keton rantai panjang, puncak hidrokarbonnya tidak dapat dibedakan (tanpa bantuan daya pisahnya tinggi) dari puncak asli karena massa satuan CO (C=O, 28) sama dengan satuan metilena.
(53)
28
Keton Lingkar. Puncak ion molekul keton lingkar (siklik) cukup menonjol. Pemecahan utamanya bersebelahan dengan gugus C=O, tetapi ion yang terbentuk harus memecah lagi untuk menghasilkan sibir yang cukup mantap.
(54)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Bahan – Bahan
Bahan yang digunakan adalah daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L) segar yang diambil dari Desa Buah Nabar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang . Natrium sulfat Anhidrat, air, NaCl, Eter.
3.2. Alat - alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : - Pisau
- Panci - Timbangan - Blender - Gelas Ukur - Gelas Kimia - Gelas Erlenmeyer - Satu set alat stahl
- Satu set alat destilasi uap - Kertas saring
- Gas Chromatography – Mass Spectroscopy ( GC – MS ) - Spektroskopi FT – IR
- Hot plate
- Tabung gas elpiji - Botol sampel
(55)
30
- Corong pisah - Corong Kaca
- Kertas Aluminium Foil - Oven
3.3. Prosedur Kerja
3.3.1. Pengolahan Sampel
3.3.1.1. Pengolahan Sampel Dengan Cara Alat Stahl
Daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) segar ditimbang sebanyak 1000 gram kemudian diiris tipis dan diblender sampai halus.
3.3.1.2. Pengolahan Sampel Dengan Cara Destilasi Uap
Daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) segar ditimbang sebanyak 1000 gram kemudian diris tipis dan diblender sampai halus dan dikeringkan di udara terbuka.
3.3.2. Isolasi Minyak Atsiri Dengan Cara Alat Stahl
Sebanyak 220 gram daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) yang telah dihaluskan dimasuk kedalam labu destilasi. Dirangkai alat destilasi Stahl (Gambar 3.2). Kemudian didestilasi sampai minyak atsiri terdestilasi sempurna bersama uap air dimana destilasi diakhiri setelah air yang keluar menjadi bening (± 5 jam).
Minyak yang diperoleh dipisahkan dengan air (minyak kasar). Fase air yang telah dipisahkan dari minyak ditambahkan NaCl hingga jenuh, kemudian lapisan minyak sebelah atas diekstraksi dengan dietil eter. Lapiran eter setelah dipisahkan digabung dengan minyak kasar setelah pemisahan air dengan air destilat masih
(56)
minyak kasar, di tambahkan Natrium Sulfat Anhidrat dan disaring selanjutnya filtrat hasil saringan diuapkan. Residu yang diperoleh diukur volumenya.
31
Gambar 3.1. Isolasi minyak atsiri menggunakan alat stahl 3.3.3. Isolasi Minyak Atsiri dengan cara Destilasi Uap
Dari 220 gram sampel daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) basah diperoleh sebanyak 217 gram daun tumbuhan Binara (Artemisia vulgaris L.) kering yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam labu leher panjang. Dirangkai alat steam destilasi yang telah dilengkapi ketel air, pipa kaca, kondensor dan alat penampung (Gambar 3.3). Dilakukan destilasi hingga diperoleh destilat yang jernih (± 5 jam). Semua destilat ditampung dan dikumpulkan dalam gelas Erlenmeyer.
Minyak yang diperoleh dipisahkan dengan air (minyak kasar). Fase air yang telah dipisahkan dari minyak ditambahkan NaCl hingga jenuh, kemudian lapisan minyak sebelah atas diekstraksi dengan dietil eter. Lapiran eter setelah dipisahkan
(57)
digabung dengan minyak kasar setelah pemisahan air dengan air destilat masih minyak kasar, di tambahkan Natrium Sulfat Anhidrat dan disaring selanjutnya filtrat hasil saringan diuapkan. Residu yang diperoleh diukur volumenya.
32
(58)
33
3.3.4. Bagan Penelitian
(59)
Daun Artemesia vulgaris L.
Dirajang Ditimbang Irisan Daun Artemesia vulgaris L.
Distilasi Sthal Minyak atsiri bersama air
Lapisan Eter bersama Minyak Atsiri
Ditambahkan Na2SO4 anhidrus Disaring
Filtrat (minyak atsiri dalam Eter) Destilasi
Destilat (Eter) Residu (Minyak atsiri)
Analisa FT-IR dan GC-MS (diiris halus)
Pisahkan (Corong Pisah)
Minyak Kasar Lapisan Air
NaCl (Jenuh)
Ekstraksi (Dietileter) Daun Binara
Irisan Daun Binara
34
(60)
Daun Artemesia vulgaris L.
Dirajang Ditimbang Irisan Daun Artemesia vulgaris L.
Distilasi Uap
Lapisan Eter bersama Minyak Atsiri
Ditambahkan Na2SO4 anhidrus Disaring
Filtrat (minyak atsiri dalam Eter) Destilasi
Destilat (Eter) Residu (Minyak atsiri)
Analisa FT-IR dan GC-MS (diiris halus)
Pisahkan (Corong Pisah)
Minyak Kasar Lapisan Air
NaCl (Jenuh)
Ekstraksi (Dietileter) Destilat (Minyak Atsiri dan Air
Daun Binara
Irisan Daun Binara
35
(61)
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
lasi Minyak Atsiri Dari Daun Tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.)
minyak atsiri dari daun tumbuhan Binara melalui destilasi bersam
4.1.1 Iso
Hasil isolasi
a uap air menggunakan alat Stahl dari sebanyak 220 gram sampel daun basah yang digunakan diperoleh rata-rata sebanyak 1,13 ml (0,51%
w
v ) minyak atsiri
(tabel 4.1). Tabel 4.1. H S
asil isolasi minyak atsiri daun tumbuhan Binara melalui destilasi tahl.
(gram)
Perolehan minyak atsiri (ml) % ( No Berat Sampel
w v )
1 2
1,2 rata-rata =1,13 3 220 220 220 1,1 1,1 0,51
e jutnya h solasi i melalui destilasi uap dari sebanyak 217 gram S lan asil i minyak atsir
berat sampel daun kering yang digunakan diperoleh rata-rata 0,67 ml (0,31%
w v )
minyak atsiri (tabel 4.2).
Tabel 4.2. Hasil isolasi minyak atsiri daun tumbuhan Binara melalui destilasi uap. (gram)
No Berat Sampel Perolehan minyak atsiri (ml) % (
w v )
1 2
0
0,7 rata-rata =0,67 3 217 217 217 ,6 0,7 0,31 36
.1.2. Hasil Analisis Spektroskofi FT-IR 4
(62)
terhadap minyak atsiri yang diperoleh
-1
Hasil analisisi spektroskofi FT-IR
melalui destilasi menggunakan alat Stahl memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang : 3448,72 cm-1; 2931,80 cm-1 – 2870,08 cm-1; 2723,49 cm-1; 2661,77 cm-1; 1774,51 cm-1; 1666,50 cm-1; 1442,75 cm
-1
; 1373,32 cm-1; 1257,59 cm-1; 1211,30 cm-1; 1026,13 cm-1; 987,55 cm-1; 887,26 cm
-1
; 817,82 cm ; 740,67 cm-1dan 401,19 cm-1 ( gambar 4.1).
Gambar 4.1. Spektrum FT-IR hasil isolasi minyak atsiri dari daun tumbuhan Binara yang diperoleh secara destilasi Stahl.
Selanju R terhadap minyak atsiri yang
iperol
tnya hasil analisis Spektroskopi FT-I
d eh melalui destilasi uap memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang: 3194,12 cm-1; 2964,95 cm-1 – 2877.79 cm-1; 2723,49 cm-1; 1643,36 cm-1; 1465,90 cm-1; 1373,32 cm-1; 1333,85 cm-1 ; 1219,01 cm-1; 1165,00 cm-1; 1080,14 cm-1; 987,56 cm-1; 918,12 cm-1; 840,96cm-1; dan 810,10 cm-1 (Gambar 4.2).
(63)
37
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR hasil isolasi minyak atsiri dari tumbuhan Binara yang diperoleh secara destilasi uap.
4.1.3. Hasil Analisis Kromatografi Gas –Mass Spektra (GC-MS)
Hasil analisis melalui pemerikasaan GC-MS terhadap minyak atsiri dari daun Binara yang dihasilkan melalui destilasi Stahl diperoleh kromatogram dengan memberikan puncak sebanyak 28 jenis senyawa (gambar 4.3).
(64)
38
Gambar 4.3. Kromatogram minyak atsiri dari daun tumbuhan Binara yang diperoleh secara destilasi Stahl.
Dari 28 senyawa bedasarkan standar library yang ada telah dapat di intefrestasi spektrum massanya adalah sebanyak 13 senyawa seperti pada tabel 4.3).
(65)
39
Tabel 4.3. Jenis senyawa yang telah dapat dideteksi dari spektra GC-MS dari minyak atsiri tumbuhan daun Binara yang diperoleh melalui alat Stahl. No RT (detik) Rumus
Molekul
Nama Senyawa Kandungan (%) 1 10,758 C10H16 2-metil
-5-isopropil-1,3-sikloheksadiena
2,88
2 11,125 C10H16 α-Terpinen 1,68
3 11,367 C10H14 Para- Cymene 1,45
4 11,658 C10H18O 1,8-Cineole 8,77
5 13,867 C10H14O Filifolone 5,75
6 14,425 C10H18O 1-Terpineol 2,57
7 14,542 C10H14O
2,6,6-trimetil-2,4- sikloheptadiena-1-one(Eucarvone)
3,86
8 16,467 C10H18O 1-α –Terpineol 3,96
9 18,383 C10H16O
2-Sikloheksena-1-one(Piperitone)
24,55 10 21,692 C10H14O
Bisiklo-3,1,1-Hepta-3-en-2-one (Verbenone)
6,36
11 22,742 C15H24 Trans-caryophyllene 15,13
12 23,025 C15H24 (Z)-β-farnesene 0,90
13 23,508 C15H24 α-Humulene 3,10
Fragmentasi dari masing-masing senyawa diatas digambarkan pada lampiran (13-15). Selanjutnya hasil analisa melalui pemeriksaan GC-MS terhadap minyak atsiri dari daun tumbuhan Binara yang dihasilkan melalui destilasi uap yang diperoleh kromatogram dengan memberikan puncak sebanyak 8 jenis senyawa ( gambar 4.4).
(66)
40
Gambar 4.4. Kromatogram minyak atsiri dari daun timbuhan Binara yang diperoleh secara destilasi uap.
Dari 8 senyawa yang terdeteksi ternyata bedasarkan standar library yang telah dapat diinterfrestasi spektrumnya adalah sebanyak 8 senyawa sebagai berikut (Tabel 4.4), sedangkan Fragmentasi dari masing-masing senyawa diatas digambarkan pada lampiran (16-23).
(67)
41
Tabel 4.4. Jenis senyawa yang telah dapat dideteksi dari spektra GC-MS dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh melalui alat destilasi uap.
No RT (detik) Rumus
molekul
Nama senyawanya Kandungan %
1 15,592 C15H24 β-Elemene 1,02
2 16,058 C15H24 β -Caryophyllene 51,17
3 16,433 C15H24 β-Farnesene 3,14
4 16,542 C15H24 α-Humulene 10,21
5 16,925 C15H24 α-Amorphene 18,34
6 17,017 C15H24 β-Selinene 8,66
7 17,142 C15H24 Germacrene B 1,99
8 18,342 C15H24O Caryophyllene Oxide 5,48
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Menggunakan Alat stahl.
Spektrum FT-IR hasil analisis spektroskopi infra merah terhadap minyak atsiri yang diperoleh secara destilasi Stahl memberikan frekwensi pada daerah 3448 cm-1 menunjukkan gugus –OH; daerah 3100 cm-1 menunjukkan vibrasi C-H sp2 didukung oleh munculnya vibrasi pada daerah 1666 cm-1 menunjukkan adanya ikatan C=C; vibrasi pada daerah 2931 cm-1 – 2870 cm-1 menunjukkan vibrasi streching CH sp3 didukung munculnya vibrasi pada daerah 1442 cm-1 dan 1373 cm-1 menunjukkan vibrasi CH sp3 bending; pada 1774 cm-1 menunjukkan gugus C=O. Hasil analisis spektroskopi GC-MS berdasarkan standard library yang ada dapat dideteksi sebanyak 13 senyawa (Tabel 4.1), masing-masing senyawa tersebut dengan struktur serta memberikan spektrum MS dengan pola-pola fragmen adalah sebagai berikut:
(68)
42
1. Spektra MS hasil analisis spektrum GC-MS senyawa 2-metil -5-isopropil-1,3-sikloheksadiena yang diperoleh seperti pada gambar 4.5
a
b
Keterangan: a.Sampel
b.Standard Library
Gambar 4.5. Spektrum GC-MS Senyawa 2-metil-5-isopropil-1,3-sikloheksadiena dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl
Senyawa ini memberikan waktu retensi 10,756 menit sebanyak 2,88%. Hasil MS memberikan puncak ion molekul pada m/e=136 (M+.) diikuti puncak-puncak fragmentasi pada m/e = 93 (M-C3H7)+ , 77 (94-CH4)+, dan 65(77-C2H2)+, dengan
puncak dasar pada m/e =93 (lampiran 3). Berdasarkan standard library bahwa senyawa tersebut memiliki rumus molekul C10H16 yang merupakan isomer kerangka
(69)
43
C H
CH3
H3C
CH3
Secara hipotesa berdasarkan spektrum MS pola fragmentasi puncak-puncak yang diberikan seperti pada gambar 4.6 :
C H
CH3
H3C
CH3
1e 2e
C H
CH3
H3C
CH3
-CH(CH3)2
CH3
-CH4
-C2H2 m/e=136
m/e=93
m/e=77
m/e=65 Gambar 4.6. Pola Fragmentasi senyawa 2-metil- 5-isopropil-1,3-sikloheksadiena. Dukungan spektrum FT-IR menunjukkan bahwa adanya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3100 cm-1 menunjukkan C-H sp2 dan pada daerah 1666 cm-1 menunjukkan adanya ikatan л (C=C), serta pada daerah 1373 cm-1 menunjukkan adanya metil dan gem dimetil pada senyawa tersebut.
(70)
44
ebagai berikut:
2. Spektra MS hasil analisis spektrum GC-MS senyawa α-Terpinen yang diperoleh seperti gambar 4.7
b a
Keterangan: a.Sampel
b.Standard Library
Gambar 4.7. Spektrum GC-MS senyawa α-Terpinen dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl
Senyawa ini memberikan waktu reaksi 11.125 menit sebanyak 1,68 %. Hasil MS memberikan puncak ion molekul pada m/e=136 (M+) diikuti puncak-puncak fragmentasi pada m/e = 121 (M-CH3)+, 105(121-CH4)+, 93(121-C2H4)+,
77(93-CH4)+ atau (21-C3H8)+, dan 65(121-C4H8)+ dengan puncak dasar pada m/e= 121 (
lampiran 4). Berdasarkan standard library bahwa senyawa tersebut memiliki rumus molekul C10H16 yang merupakan isomer kerangka dari satu senyawa dengan
(71)
45
C H
CH3 H3C
CH3
Secara hipotesa berdasarkan spektrum MS pola fragmentasi puncak-puncak yang diberikan seperti pada gambar 4.8 :
C H
CH3
H3C
CH3 1e 2e C H CH3
H3C
CH3
m/e=136
-CH3
C H H3C
CH3 CH2 CH3 m/e=93 m/e=77 -CH4 m/e=121 m/e=65 m/e=105 -CH4
- C3H8 -C4H8
-C2H4
CH2
(72)
46
3. Spektra MS hasil analisis spektrum GC-MS senyawa Para-Cymene yang diperoleh seperti pada gambar 4.9.
a
b
K
eterangan: a. Sampel
b.Standard Library
Gambar 4.9. Spektrum GC-MS senyawa Para-Cymene dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl
Senyawa ini memberikan waktu retensi 11,367 menit sebanyak 1,45%. Hasil MS memberikan puncak ion molekul pada m/e=134 (M+.) diikuti puncak-puncak fragmentasi pada m/e = 119 (M-.CH3)+, 103 (119-CH4)+, 91 (119-C2H4 , 77
(119-C3H6)+, 65 (119-C4H6)+ dan 5 1(77-C2H2)+ dengan puncak dasar pada m/e=119
(lampiran 5). Berdasarkan standard library bahwa senyawa tersebut memiliki rumus molekul C10H14 yang merupakan senyawa dengan struktur sebagai berikut:
(73)
47
C H
CH3
H3C
CH3
Secara hipotesa berdasarkan spektrum MS pola fragmentasi puncak-puncak yang diberikan seperti pada gambar 4.10 :
C H
CH3 H3C
CH3 1e 2e C H CH3
H3C
CH3
m/e=134
-CH3
C H H3C
CH3 CH CH2 CH2 m/e=91 m/e=77 m/e=119 m/e=65 m/e=51 m/e=103 -CH4
- C3H6 - C2H4 -C4H6
-C2H2
(74)
48
4. Spektra MS hasil analisis spektrum GC-MS senyawa 1,8 –Cineole yang diperoleh seperti pada gambar 4.11.
a
b
Keterangan: a.Sampel
b.Standard Library
Gambar 4.11. Spektrum GC-MS senyawa 1,8-Cineole dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan alat Stahl
Senyawa ini memberikan waktu retensi 11,658 menit sebanyak 8,77%. Hasil MS memberikan puncak ion molekul pada m/e =154 (M+) diikuti puncak –puncak fragmentasi pada m/e = 139(M-CH3)+, 125 (139-C2H5)+, 108(125-.OH)+,
81(108-C2H3)+, dan 43(69-CH4)+ dengan puncak dasar pada m/e=81 (lampiran 6).
Berdasarkan standard library bahwa senyawa tersebut memiliki rumus molekul C10H18O yang merupakan senyawa dengan struktur sebagai berikut:
(75)
49
O CH3
CH3
CH3
Secara hipotesa berdasarkan spektrum MS pola fragmentasi puncak-puncak yang diberikan pada gambar 4.12 :
1e 2e
O CH3
CH3
CH3
O CH3
CH3
CH3
-CH3
O CH3
CH3
O H CH3
H
CH3 -OH
-C2H3 m/e=43
m/e=81 m/e=108
m/e=125 m/e=139
m/e=154
-.C2H5
-C2H4
(1)
Lampiran 22. Spektrum GC-MS Senyawa Germacrene B dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan destilasi uap
Keterangan: a. Sampel b. Standart Library a
b
(2)
lasi uap
Lampiran 23. Spektrum GC-MS Senyawa Caryophyllene Oxide dari minyak atsiri daun tumbuhan Binara yang diperoleh menggunakan desti
(3)
a
b
Keterangan: a. Sampel b. Standart Library
(4)
Lampiran 24. Tabel tipe dari beberapa fragmen-fragmen komponen yang hilang hasil fragmentasi dari senyawa organik
(5)
(6)
Lampiran 25. Hasil Identifikasi Daun Tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.)
UMATERA UTARA
IKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
DEPARTEMEN BIOLOGI
LABORATORIUM TAKSONOMI TUMBUHAN pus USU, Medan – 20155 Telp. 061-82 14290 E-mail. talief@lycos.com
UNIVERSITAS S FAKULTAS MATEMAT
Jl. Bioteknologi No. 1 Kam 23564 Fax. 061 -82
Medan, 20 Oktober 2010 No : 082/Lab.Taks.Tumb./2020
Lamp : -
Hal : Hasil Identifikasi Kepada YTH,
Sdr.i : Dalan Malem Sembiring NIM : 097006033
Instansi : Program Pascasarjana Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU – Medan
Dengan hormat,
Bersama ini disampaikan hasil identifikasi tumbuhan yang saudara kirimkan ke Laboratorium Taksonomi Tumbuhan, Departemen Biologi FMIPA-USU, sebagai berikut:
No. No. Koleksi Suku Nama Jenis Nama Lokal 1 - Asteraceae Artemisia vulgaris L. Binara
Demikian, semoga berguna bagi saudara. Klasifikasi:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledoneae Ordo : Asterales Famili : Asteraceae Genus : Artemisia