Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Pembuat Roti Di U.D. Harum Manis Di Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010

(1)

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA

PEKERJA PEMBUAT ROTI DI U.D. HARUM MANIS DI

KECAMATAN MEDAN TEMBUNG TAHUN 2010

Oeh :

LAURITA SINURAT NIM. 071000129

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUAT ROTI di U.D. HARUM MANIS di KECAMATAN MEDAN

TEMBUNG TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

LAURITA SINURAT NIM. 071000129

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Pembuat Roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah semua pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis yaitu sebanyak 15 orang dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (total populasi). Data primer diperoleh melalui wawancara tentang keluhan muskuloskeletal dengan alat bantu kuesioner dan pengamatan sikap kerja dan data sekunder di peroleh dari pemilik usaha roti mengenai jumlah tenaga kerja dan profil U.D. Harum Manis.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuatan roti pada U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.

Hasil penelitian yang diperoleh dari pekerja pembuat roti terhadap keluhan muskuloskeletal yang berhubungan dengan sikap kerja adalah leher sebanyak 10 orang (66,7%), punggung sebanyak 11 orang (73%), pinggang sebanyak 10 orang (66,7%), pergelangan tangan kanan sebanyak 10 orang (66,7%), tangan kanan sebanyak 12 orang (80 %), betis kiri dan betis kanan sebanyak 10 orang (66,7%) dan kaki kiri sebanyak 11 orang serta kaki kanan sebanyak 13 orang (86,7%).

Disarankan agar pekerja pembuat roti sebaiknya melakukan relaksasi otot setelah 30 menit bekerja. Relaksasi yang dapat dilakukan seperti meluruskan punggung setelah membungkuk dalam waktu yang lama, menggerak-gerakkan tangan atau dengan meluruskan tangan ke depan atau ke bawah sehingga otot tangan tidak berkontraksi terlalu lama, memutar leher secara perlahan dari bawah, ke samping kemudian ke atas atau dengan menggerakkan leher ke atas dan ke bawah secara bergantian, menggerakkan pinggang ke kiri dan ke kanan secara bergantian atau dengan meluruskan pinggang setelah membungkuk, relaksasi sebaiknya dilakukan sekitar 5 menit sebelum pekerja kembali melanjutkan pekerjaan.


(4)

ABSTRACT

Has done research on musculoskeletal disorder in the bread makers U.D. Harum Manis in Medan Tembung at 2010.

This research is descriptive with using cross sectional approach. The population of the study were all workers at U.D. Harum Manis as many as 15 people and the sample in this study is the whole population (total population). The primary data obtained with interviews about musculoskeletal disorder with work posture questionnaire and observation the work posture of the workers. The secondary data collected from owners about the amount of workers in UD Harum Manis and about the profile U.D. Harum Manis.

The purpose of this research to know the description of musculoskeletal disorder on the workers U.D. Harum Manis in Medan Tembung at 2010.

The results obtained that the musculoskeletal disorder feels at the neck are 10 people (66.7%), back are 11 people (73%), waist are 10 people (66.7%), wrist right are 10 people (66.7%), the right hand are 12 people (80%), left and right calf are 10 (66.7%) and left foot are11 people and right leg are 13 people (86, 7%).

Recommended that workers should have relaxation after 30 minutes of work. Relaxation which can be done like straighten the back after working for a long time, moving his hands or straighten the hand front or down so the muscle does not contract too long, twisting slowly from the neck down, sideways and upwards, or moving the neck up and down alternately, move the waist to the left and right or straighten the waist after the bending, relaxation should be done about 5 minutes before the workers return to continue the work.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Laurita Sinurat

Tempat/Tanggal Lahir : Lumban Buntu Laras Dua / 2 Juni 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katolik

Anak ke : 2 dari 4 Bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jln. Harmonika Baru, Perum. Icon II no.12A, Kecamatan Medan Selayang, Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1995-2001 : SD Negeri 034 Tanah Grogot, Kalimantan Timur Tahun 2001-2004 : SMP swasta F. Tandean, Tebing Tinggi

Tahun 2004-2007 : SMA swasta Methodist Pematang Siantar Tahun 2007-2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat kesehatan dan senantiasa memberi kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Pembuat Roti di U.D. Harum Manis Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010”.

Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Terimakasih juga untuk seluruh dosen dan staf Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU.

4. dr. Halinda Sari Lubis selaku dosen pembimbing I dan Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang telah begitu sabar memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. dr. Rusmalawaty, selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak bimbingan dan motivasi kepada penulis selama ini.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai FKM USU, terima kasih untuk pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis selama ini.

7. Ibu Weni, selaku pemilik usaha U.D. Harum Manis yang telah memberikan izin bagi penulis untuk melakukan penelitian di U.D. Harum Manis.

8. Teristimewa untuk kedua orangtua penulis, sumber kekuatan penulis, alasan untuk senantiasa berusaha memberikan yang terbaik dari diri penulis, L. Sinurat, SH, MH dan R. Silitonga, terimakasih untuk setiap tetesankeringat,


(7)

kesabaran, bimbingan, pengajaran, cinta dan kasih sayang serta senantiasa mendoakan penulis selama ini.

9. Juga untuk saudara-saudaraku tersayang, Rojius, Rechman dan Michael yang telah memberikan semangat dan motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Untuk semua keluarga besar penulis, terimakasih yang sebesar-besarnya untuk semua dukungan dan doa yang telah diberi.

11.Untuk teman-teman peminatan K3 (Nova, Dewanty, kak Eva, kak Gilang, kak Ipak, Chaca, kak Dely, kak Icha, bang Ijal, Amzah), terima kasih atas dukungannya .

12.Kepada teman-teman seperjuangan (Lusi, Kudin, Fifi, Adelina, Rika, Kiky, Detta, Vince, Agnes, Ilza) dan teman-teman lain yang tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu penulis.

13.Untuk sahabatku Yulan, yang selalu menemani dan meluangkan waktu dalam membantu serta memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan Umri yang selalu memberi semangat dan motivasi bagi penulis.

14.Terimakasih untuk kak Irma Yeni, yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam penulisan serta membantu penulis dalam proses administrasi.

15. Untuk si Jelek yang selalu setia menemani dan memberikan dukungan serta semangat dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.

16.Terima kasih buat temanku Erik yang sudah meluangkan waktu untuk menemani penulis dalam melaksanakan penelitian.

17.Terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini ataupun pada saat seminar proposal dan sidang skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(8)

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Sektor Informal ... 7

2.2 Ergonomi... ... ... 9

2.2.1. Definisi Ergonomi ... 9

2.2.2. Tujuan Ergonomi ... 10

2.3 Sikap Tubuh dalam Bekerja ... 11

2.4 Sikap Tubuh Alamiah ... 14

2.5 Kerja Otot Statis dan Dinamis ... 17

2.6 Keluhan Muskuloskeletal ... 18

2.7 Nordic Body Map ... 21

2.8 Kerangka konsep ... 23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian ... 24

3.2.2 Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi ... 24

3.3.2 Sampel ... 24

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer ... 25

3.4.2 Data Sekunder ... 25

3.5 Defenisi Operasional ... 25


(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 26

4.2. Karakteristik Pekerja pembuat Roti ... 27

4.2.1 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Umur ... 27

4.2.2 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Jenis Kelamin .... 28

4.2.3 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Perkawinan ... 28

4.2.4 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Lama Kerja ... 29

4.2.5 Distribusi Frekuensi Pekerja Berdasarkan Masa Kerja ... 29

4.3 Fasilitas Kerja ... 30

4.4 Hasil Pengamatan Sikap Kerja ... 31

4.4.1 Sikap Kerja pada Pembentukan Adonan ... 31

4.4.2 Sikap Kerja pada Penghalusan Adonan ... 34

4.4.3 Sikap Kerja pada Pencetakan Roti ... 37

4.4.4 Sikap Kerja pada Pemanggangan ... 40

4.5 Keluhan Muskuluskeletal Ditinjau dari Sikap Kerja ... 41

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Sikap Kerja ... 44

5.1.1 Sikap Kerja pada Proses Pencetakan Adonan... ... ... 44

5.1.2 Sikap Kerja pada Proses Penghalusan Adonan ... 45

5.1.3 Sikap Kerja pada Proses Pencetakan Roti ... 45

5.1.4 Sikap Kerja pada Proses Pemanggangan ... 46

5.2 keluhan Muskuloskeletal Ditinjau dari Sikap Kerja ... 47

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 50

6.2 Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA


(11)

Daftar Tabel

Tabel 4.1. Gambaran Pekerja Pembuat Roti di U.D. Harum Manis Berdasarkan Umur di Kecamatan Medan Tembung pada

Tahun 2010 ... 27 Tabel 4.2. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Jenis Kelamin di

U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun

2010 ... 28 Tabel 4.3. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Status

Perkawinan di U.D. Harum Manis Tahun 2010 ... 28 Tabel 4.4. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Masa Kerja di

U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun

2010 ... 29 Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pekerja Pembuat Roti Menurut Keluhan

Muskuloskeletal Ditinjau dari Sikap Kerja yang dialami oleh pekerja di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung


(12)

Daftar Gambar

Gambar 4.1. Mesin pengaduk untuk membentuk adonan ... 31

Gambar 4.2. Pekerja mengambil bahan-bahan yang digunakan ... 31

Gambar 4.3. Pekerja memasukkan bahan-bahan ke dalam mesin ... 32

Gambar 4.4. Pekerja menunggu adonan terbentuk ... 32

Gambar 4.5. Pekerja mengangkat adonan yang telah terbentuk ... 33

Gambar 4.6. Adonan yang telah terbentuk... 34

Gambar 4.7. Penghalusan adonan ... 35

Gambar 4.8. Pekerja membalikkan adonan beberapa kali sampai adonan halus ... 35

Gambar 4.9. Adonan yang telah dihaluskan ... 36

Gambar 4.10. Pemotongan adonan menjadi bagian lebih kecil menggunakan alat potong ... 37

Gambar 4.11. Pencetakan adonan ... 38

Gambar 4.12. Pekerja membuat adonan sesuai bentuknya ... 38

Gambar 4.13. Pekerja meletakkan adonan yang telah dibentuk dalam wadah aluminium ... 39


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner penelitian (Nordic Body Map)

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Selesai Penelitian


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja Pembuat Roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung Tahun 2010.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah semua pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis yaitu sebanyak 15 orang dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi (total populasi). Data primer diperoleh melalui wawancara tentang keluhan muskuloskeletal dengan alat bantu kuesioner dan pengamatan sikap kerja dan data sekunder di peroleh dari pemilik usaha roti mengenai jumlah tenaga kerja dan profil U.D. Harum Manis.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuatan roti pada U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.

Hasil penelitian yang diperoleh dari pekerja pembuat roti terhadap keluhan muskuloskeletal yang berhubungan dengan sikap kerja adalah leher sebanyak 10 orang (66,7%), punggung sebanyak 11 orang (73%), pinggang sebanyak 10 orang (66,7%), pergelangan tangan kanan sebanyak 10 orang (66,7%), tangan kanan sebanyak 12 orang (80 %), betis kiri dan betis kanan sebanyak 10 orang (66,7%) dan kaki kiri sebanyak 11 orang serta kaki kanan sebanyak 13 orang (86,7%).

Disarankan agar pekerja pembuat roti sebaiknya melakukan relaksasi otot setelah 30 menit bekerja. Relaksasi yang dapat dilakukan seperti meluruskan punggung setelah membungkuk dalam waktu yang lama, menggerak-gerakkan tangan atau dengan meluruskan tangan ke depan atau ke bawah sehingga otot tangan tidak berkontraksi terlalu lama, memutar leher secara perlahan dari bawah, ke samping kemudian ke atas atau dengan menggerakkan leher ke atas dan ke bawah secara bergantian, menggerakkan pinggang ke kiri dan ke kanan secara bergantian atau dengan meluruskan pinggang setelah membungkuk, relaksasi sebaiknya dilakukan sekitar 5 menit sebelum pekerja kembali melanjutkan pekerjaan.


(15)

ABSTRACT

Has done research on musculoskeletal disorder in the bread makers U.D. Harum Manis in Medan Tembung at 2010.

This research is descriptive with using cross sectional approach. The population of the study were all workers at U.D. Harum Manis as many as 15 people and the sample in this study is the whole population (total population). The primary data obtained with interviews about musculoskeletal disorder with work posture questionnaire and observation the work posture of the workers. The secondary data collected from owners about the amount of workers in UD Harum Manis and about the profile U.D. Harum Manis.

The purpose of this research to know the description of musculoskeletal disorder on the workers U.D. Harum Manis in Medan Tembung at 2010.

The results obtained that the musculoskeletal disorder feels at the neck are 10 people (66.7%), back are 11 people (73%), waist are 10 people (66.7%), wrist right are 10 people (66.7%), the right hand are 12 people (80%), left and right calf are 10 (66.7%) and left foot are11 people and right leg are 13 people (86, 7%).

Recommended that workers should have relaxation after 30 minutes of work. Relaxation which can be done like straighten the back after working for a long time, moving his hands or straighten the hand front or down so the muscle does not contract too long, twisting slowly from the neck down, sideways and upwards, or moving the neck up and down alternately, move the waist to the left and right or straighten the waist after the bending, relaxation should be done about 5 minutes before the workers return to continue the work.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang akan melakukan berbagai jenis pekerjaan yang ada untuk pemenuhan kebutuhan ekonominya. Lahan pekerjaan sebagai sumber ekonomi masyarakat dewasa ini, terutama di kota-kota besar dipenuhi sektor-sektor industri baik formal maupun informal yang pertumbuhannya semakin pesat. Hal ini memicu perkembangan teknologi yang juga semakin canggih. Walaupun perkembangan teknologi semakin meningkat, tidak menutup kemungkinan menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan resiko bahaya yang beragam bentuk dan jenisnya. Oleh karenanya perlu diadakan upaya untuk mengendalikan berbagai dampak negatif tersebut ( Susilawati,1993).

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja sekaligus meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini tercermin dalam pokok-pokok pikiran dan pertimbangan dikeluarkannya UU nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Hak atas jaminan keselamatan ini membutuhkan prasyarat adanya lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi tenaga kerja dan masyarakat di sekitarnya.

Pencapaian keselamatan dan kesehatan kerja tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja, selain dalam rangka efektivitas dan efisiensi kerja. Ergonomi sebagai salah satu ilmu yang berusaha untuk


(17)

menyerasikan antara faktor manusia, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan. Dengan bekerja secara ergonomis maka diperoleh rasa nyaman dalam bekerja, dihindari kelelahan, dihindari gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan menjadi sekecil-kecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya ( Surya, 2008).

Salah satu masalah ergonomi yang terjadi adalah pada pekerja bidang angkat-angkut. Keluhan yang biasa diderita pekerja dibidang angkat-angkut adalah pada sistem muskuloskeletal yaitu nyeri pada otot punggung yang digunakan saat bekerja. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan musculoskeletal

disorders (MSDs) atau cedera pada system muskuloskeletal (Grandjean, 1993;

Lemasters, 1996). Bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.

Sektor informal saat ini mengalami proses pertumbuhan yang lebih pesat dibandingkan dengan sektor formal, sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia. Dari jumlah total tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, lebih dari 73 juta orang terserap ke sektor informal ( BPS, 2010).


(18)

Keberadaan sektor informal telah membantu mengurangi beban negara sehubungan dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Namun sektor ini memiliki standar kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Umumnya pekerja di sektor informal memiliki beban dan waktu kerja berlebih. Sementara upah yang diterima pekerja jauh di bawah standar. Pengusaha sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah keamanan dan kesehatan kerja (ICOHIS, 2009).

Situasi ini akhirnya membawa pada status kesehatan pekerja sektor informal menjadi buruk. Hasil penelitian menunjukkan ada berbagai gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada sektor informal, misalnya dermatitis kontak pada perajin kulit (22%), perajin alas kaki ( 20,8%), nelayan ( 20,8%) dan batu bata (17,2%). Gangguan pada abdomen berupa nyeri tekan epigastrum banyak ditemukan pada perajin batu bata (45,5%), dan petani kelapa sawit ( 28%). Gangguan otot dan sendi banyak dijumpai pada perajin batu bata (74,7%), nelayan ( 41,6%) dan perajin kulit ( 21,0%) (ICOHIS, 2006).

Salah satu usaha yang bergerak di sektor informal adalah pembuatan roti. Pembuatan roti ini menghasilkan berbagai jenis roti seperti roti coklat, roti kelapa, roti sakura, roti keju dan lain-lain yang dipasarkan kepada pedagang-pedagang.

Berdasarkan survey pendahuluan diketahui bahwa pembuatan roti merupakan pekerjaan yang prosesnya dilakukan secara sederhana yaitu dengan menggunakan mesin dalam pembuatan dan penghalusan adonan sedangkan pada proses yang lainnya masih dilakukan secara manual. Adapun proses pembuatan roti tersebut adalah pembuatan adonan, penghalusan adonan, pencetakan, dan pemanggangan.


(19)

Proses awal pembuatan roti ini adalah dengan pembentukan adonan dengan mencampurkan berbagai macam bahan. Pekerja memasukkan bahan-bahan seperti tepung, mentega, gula, air dan sebagainya ke dalam mesin. Pekerja harus membungkuk ketika akan memasukkan bahan-bahan dan saat mengambil adonan yang telah terbentuk. Letak dari bahan-bahan yang digunakan juga jauh dari mesin sehingga pekerja harus bolak balik mengambil dan memasukkannya dalam mesin. Proses ini menghabiskan waktu sekitar 1 jam.

Proses selanjutnya adalah penghalusan. Adonan yang sudah terbentuk masih dalam keadaan bergumpal, kemudian dibagi menjadi beberapa bagian dan dihaluskan terlebih dahulu pada mesin penghalus agar mudah untuk dibentuk. Pada proses ini, pekerja harus membalik adonan beberapa kali pada sebuah mesin sampai adonan menjadi halus dan mudah dicetak. Pada proses ini, pekerja membungkuk dengan tangan bergerak secara cepat mengangkat dan membalikkan adonan sampai adonan tidak bergumpal lagi.

Pada proses pencetakan, pekerja membuat adonan menjadi berbagai bentuk sesuai dengan jenis roti yang akan dibuat. Pekerja melakukan dengan tangan dan peralatan yang sederhana. Pekerja membentuk roti dengan tangan di atas sebuah meja dan dengan gerakan yang cepat serta masih dalam posisi berdiri.

Pada proses pemanggangan, roti yang sudah dibentuk segera dimasukkan dalam oven. Roti-roti yang sudah selesai dibentuk, diletakkan dalam wadah yang terbuat dalam aluminium dan pekerja harus mengangkat semua roti yang sudah dicetak ke dalam oven. Pekerja biasanya mengangkat wadah-wadah ini dalam jumlah yang banyak agar cepat selesai.


(20)

Pekerjaan ini termasuk pekerjaan yang monoton. Semua kegiatan produksi di atas dilakukan oleh pekerja dengan posisi berdiri. Pekerja hanya menggunakan meja sehingga sikap kerja menjadi tidak ergonomis yaitu badan sering membungkuk dan posisi kepala yang sering menunduk. Pekerja mulai bekerja dari pukul 07.00-16.00 WIB dengan waktu istirahat yang tidak tentu dan tergolong singkat karena disesuaikan dengan banyaknya pemesanan dari pelanggan. Jika pemesanan sedikit, maka pekerja dapat beristirahat namun tidak dalam waktu yang lama hanya 10-15 menit dan jika pemesanan akan roti banyak maka pekerja tidak akan sempat beristirahat, hanya sempat untuk makan siang saja.

Oleh sebab itu peneliti ingin mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dirasakan oleh pekerja pembuat roti di UD. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah “Bagaimana gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.


(21)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuatan roti pada U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui karakteristik pada pekerja pembuat roti di UD. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.

2. Untuk mengetahui sikap kerja pada pekerja pembuat roti di UD. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pengusaha khususnya mengenai keluhan kesehatan yang dialami pekerja.

2. sebagai penambah wawasan bagi penulis sendiri.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Sektor Informal

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya.

2. Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah.

3. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian

4. Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanent dan tidak terpisah dengan tempat tinggal.

5. tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.

6. Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan rendah

7. tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan (Departemen Kesehatan RI, 2002)


(23)

Menurut Simanjuntak (1985) dalam Depkes RI (1994), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut :

1. kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja yang tidak ketat

2. skala usaha relative kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha kecil-kecilan

3. biasanya tidak memiliki izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan Terbatas atau CV

4. sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor informal relative lebih mudah daripada formal.

Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meluapnya atau membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup menampung angkatan kerja yang ada. Permasalah ini menimbulkan banyaknya penganggur dan setengah penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan usaha sektor informal (DepKes RI, 1994).


(24)

2.2.1 Definisi Ergonomi

Ergonomi atau disebut rancang-bangun faktor manusia adalah studi untuk peningkatan teori dan fisik dalam hal bekerja yang berguna untuk memastikan suatu tempat kerja aman dan produktif. Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi adalah disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaanya. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi-teknologi buatannya (Wignjosoebroto, 1995).

Menurut Nurmianto (1998) dalam Santoso (2004), istilah ergonomi didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan desain/perancangan.

Menurut Suma’mur (1996), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja adalah yang berhubungan dengan ergonomi yaitu sikap dan cara kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai dan kerja yang berulang-ulang (Suma’mur, 1996).

Fungsi ergonomi adalah untuk mendesain tempat kerja, stasiun-kerja, peralatan, dan prosedur dari para pekerja supaya tidak sampai pada batas menimbulkan rasa lelah, gelisah, dan luka-luka atau kerugian secara efisien menuju keberhasilan tujuan perusahaan.

Menurut Santoso (2004), terdapat tiga hal yang penting dalam mempelajari ergonomi, antara lain :


(25)

a. Ergonomi menitikberatkan manusia (human-centered)

Ini diterapkan pada manusia dan fokus ergonomi pada manusia merupakan hal yang utama, bukan pada mesin atau peralatan. Ergonomi hanya cocok untuk pengembangan sistem kerja.

b. Ergonomi membutuhkan bangunan sistem kerja yang terkait dengan pengguna.

Mesin dan peralatan yang merupakan fasilitas kerja harus disesuaikan dengan

performen manusia.

c. Ergonomi menitikberatkan pada perbaikan sistem kerja.

Suatu perbaikan proses harus disesuaikan dengan perbedaan kemampuan dan kelemahan setiap individu. Hal ini harus dirumuskan dengan cara diukur baik secara kualitatif maupun kuantitatif dalam jangka waktu tertentu (Santoso, 2004).

2.2.2 Tujuan Ergonomi

Dari urian di atas, tujuan utama ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki

perfomance kerja manusia seperti menambahkan kecepatan dan ketepatan (accuracy),

meningkatkan keselamatan kerja, mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan. Ergonomi mampu memperbaiki pemanfaatan sumber daya manusia atau human error (Wignjosoebroto, 2003).


(26)

1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain, termasuk meningkatkan kenyamanan penggunaan untuk mengurangi kelelahan (penyebab kesalahan) dan meningkatkan produktivitas

2. Meningkatkan nilai-nilai kualitatif yang dapat diamati dan dirasakan namun sulit diukur, seperti keamanan, mudah diterima oleh pemakai, kepuasan kerja, dan kualitas hidup.

Penerapan ergonomi pada umumnya baru dilaksanakan pada perusahaan-perusahaan menengah dan besar sedangkan pada perusahaan-perusahaan kecil dan sektor informal belum mendapat perhatian yang layak . Interaksi antara sarana dan prasarana dengan tenaga kerja tidak sepenuhnya diperhatikan (Pamuji, 1988).

2.3. Sikap Tubuh Dalam Bekerja

Sikap tubuh dalam bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipenaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan(Suma’mur, 1996).

Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang.


(27)

Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja. Sikap tubuh bisa dikatakan efisien jika :

a. menempatkan tekanan yang seimbang pada bagian-bagian tubuh yang berbeda,

b. membutuhkan sedikit usaha otot untuk bertahan, c. terasa nyaman bagi masing-masing orang.

Menurut Santoso (2004) posisi tubuh dalam bekerja terdiri dari : a. Posisi kerja duduk

Dinamika posisi duduk dapat lebih mudah digambarkan dengan mempelajari mekanika sistem penyangga dan keseluruhan struktur tulang yang terlibat di dalam geraknya. Menurut Tichauler (1978) yang dikutip (Panero dan Zelnik) sumbu penyangga dari batang tubuh yang diletakkan dalam posisi duduk adalah sebuah garis pada bidang datar koronal, melalui titik terendah dari tulang duduk (ischial

tuberosities) di atas permukaan tempat duduk.

Gambar 2.1. Posisi Duduk ketika bekerja Sumber : Pheasant, S, 1991. Ergonomics, Work And Health


(28)

Posisi duduk pada otot rangka (muskuloskletal ) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar (Eko Nurmianto, 1998) .

Pekerjaan sejauh mungkin dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut :

a. Kurangnya kelelahan pada kaki

b. Terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah c. Berkurangnya pemakaian energi

d. Kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Suma’mur, 1989)

Namun sikap kerja duduk dalam waktu lama tanpa adanya penyesuaian bisa menyebabkan melembeknya otot-otot perut, melengkungnya tulang belakang dan gangguan pada organ pernapasan dan pencernaan.

b. Posisi kerja berdiri

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, apalagi jika memakai sepatu dengan bentuk atau ukuran yang tidak sesuai.

Beberapa penelitian telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga kerja dengan posisi berdiri. Contohnya seperti yang diungkapkan Granjean (1988) dalam Santoso (2004), merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti, tinggi meja diatur 10 cm di atas siku. Untuk jenis pekerjaan yang ringan, tinggi meja diatur


(29)

sejajar dengan tinggi siku. Dan untuk pekerjaan berat, tinggi meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku.

Satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja berdiri adalah sikap kepala. Keadaan kepala harus memberikan kemudahan bagi pelaksanaan pekerjaan. Leher dalam keadaan fleksi atau ekstensi terus menerus menjadi penyebab kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri diantara 230-270 ke arah bawah dari garis horizontal.

Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah.

2.4. Sikap Tubuh Alamiah

Sikap tubuh alamiah yaitu sikap atau postur dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan muskuloskeletal dan sistem tubuh yang lain (Baird dalam Merulalia, 2010).

a.Pada tangan dan pergelangan tangan

Sikap normal pada bagian tangan dan pergelangan tangan adalah berada dalam keadaan garis lurus dengan jari tengah tidak miring ataupun mengalami fleksi atau ekstensi.


(30)

b. Pada leher.

Sikap atau posisi normal leher, lurus dan tidak miring atau memutar ke samping kiri atau kanansehingga tidak terjadi penekanan pada discus tulang cervical.

c. Pada bahu

Sikap atau posisi normal pada bahu adalah dalam keadaan tidak mengangkat dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan dalam keadaan lurus dan proporsional.

d. Pada punggung

Sikap atau postur normal dari tulang belakang untuk bagian toraks adalah

kiposis dan bagian lumbal adalah lordosis serta tidak miring ke kiri atau ke kanan.

Kasus umum yang berkaitan dengan sikap kerja adalah :

a) Leher dan kepala inklinasi ke depan karena medan display terlalu rendah dan objek terlalu kecil.

b) Sikap kerja membungkuk, karena medan kerja terlalu rendah dan objek diluar medan jangkauan.

c) Lengan terangkat yang diiringi dengan bahu terangkat, fleksi dan abduksi pada muskulus trapesius dan levator pada skapula seratus anterior, deltoid dan supra spinator bisep. Ketentuan bahu terangkat dan terabduksi.


(31)

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan adalah :

a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian.

b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil. c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani,

melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas

Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain :

a. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.

b. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

c. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan mengerakkan kaki, tangan atau leher/kepala).


(32)

Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal serta memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan dengan cara :

a. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah. b. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin.

c. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana kerja (meja, kursi, dll.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya.

d. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan sikap duduk atau kombinasi duduk dan berdiri.

2.5. Kerja Otot Statis dan Dinamis.

Pada kerja otot dinamis, kerutan dan pengenduran suatu otot terjadi silih berganti sedangkan pada kerja otot statis suatu otot menetap berkontraksi untuk suatu periode waktu secara kontinyu. Untuk kerja otot dinamis, energi kerja adalah hasil perkalian diantara selisih panjang otot sebelum dan pada keadaan maksimum kontraksi dengan besarnya kekuatan. Pada pekerjaan statis, panjang otot tetap dan seolah-olah tidak kelihatan kerja luar sehingga energi tidak bisa diperhitungkan dari besarnya kekuatan (Suma’mur, 1984).

Dalam kehidupan sehari-hari, selalu terjadi aneka ragam kegiatan otot statis. Pada keadaan berdiri sejumlah otot kaki, paha, punggung dan leher berada dalam kontraksi statis. Oleh karena kerja otot statis inilah bagian-bagian tubuh dapat dipertahankan berada dalam posisi yang tetap.

Keadaan peredaran darah berbeda pada otot statis dan dinamis. Dalam otot yang bekerja statis, pembuluh-pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot. Dengan begitu peredaran darah dalam otot tersebut menjadi berkurang.


(33)

Sebaliknya otot yang berkontraksi secara dinamis berlaku sebagai pompa bagi peredaran darah kerutan disertai pemompaan keluar otot. Pengenduran adalah kesempatan bagi darah untuk masuk dalam otot. Jelaslah bahwa otot yang berkontraksi dinamis memperoleh glukosa dan oksigen sehingga kaya akan tenaga dan sisa-sisa metabolisme akan segera dibuang. Otot –otot yang berkontraksi statis tidak mendapat glukosa dan oksigen dari darah sehingga harus menggunakan cadangan yang ada. Sisa metabolisme tidak bisa diangkut keluar tubuh melainkan tertimbun. Hal inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada otot. Rasa nyeri ini memaksa untuk menghentikan kerja otot statis. Sebaliknya kerja otot dinamis dengan irama yang tepat dapat bertahan lama, berkelanjutan tanpa kelelahan otot (Almatsier, 2002).

2.5. Keluhan Muskuloskeletal

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai keluhan sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat amenyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, tendon. Keluhan inilah yang disebut denga keluhan muskuloskeletal atau


(34)

Secara garis besar, keluhan pada otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis . Namun, keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan , namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.

Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan waktu pembebanan yang panjang. Keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah dari otot berkurang menurut tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Sehingga suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot (Suma’mur, 1989).

Menurut Peter (2000) yang dikutip Rizki (2007), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal, yaitu :

1. Peregangan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh para pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga


(35)

yang besar. Apabila hal ini sering terjadi, maka dapat meningkatkan terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan terus-menerus. Keluhan terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, dan sebagainya. Semakin jauh posisi tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja yang tidak alamiah dan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.

4. Faktor penyebab sekunder a. Tekanan

Terjadi tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak saat harus memegang alat, dapat menyebabkan nyeri otot yang menetap.

b. Getaran

Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan meneyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancer, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Sum’mur, 1989).


(36)

c. Mikrolimat

Paparan suhu dingin atau panas yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlalu besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dngan lingkunga tersebut. Apabila tidak diimbangi dengan pemasukan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan energi ke otot. Akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun sehingga proses metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.

2.6. Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan salah satu metode pengukuran subyektif untuk

mengukur rasa sakit otot para pekerja (Wilson and Corlett, 1995). Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist ergonomi.

Kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja karena sudah terstandarisasi dan tersusun rapi.

Pengisian kuesioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui bagian tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada stasiun kerja.


(37)

Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu :

a) Leher b) Bahu

c) Punggung bagian atas d) Siku

e) Punggung bagian bawah f) Pergelangan tangan/tangan g) Pinggang/pantat

h) Lutut i) Tumit/kaki

Responden yang mengisi kuesioner diminta untuk menunjukkan ada atau tidaknya gangguan pada bagian-bagian tubuh tersebut.

Kuisioner Nordic Body Map ini diberikan kepada seluruh pekerja yang terdapat pada stasiun kerja. Setiap responden harus mengisi ada atau tidaknya keluhan yang diderita.


(38)

Keterangan : 0. Leher atas 1. Leher bawah 2. Bahu kiri

3. Bahu kanan 4. Lengan atas kiri 5. Punggung

6. Lengan atas kanan 7. Pinggang

8. Bawah pinggang 9. Pantat

10. Siku kiri 11. Siku kanan 12. Lengan bawah kiri 13. Lengan bawah kanan 14. Pergelangan tangan kiri 15. Pergelangan tangan kanan 16. Tangan kiri

17. Tangan kanan 18. Paha kiri 19. Paha kanan 20. Lutut kiri 21. Lutut kanan 22. Betis kiri 23. Betis kanan

24. Pergelangan kaki kiri 25. Pergelangan kaki kanan 26. Telapak kaki kiri 27. Telapak kaki kanan Gambar 2.2. Nordic Body Map


(39)

2.7. Kerangka Konsep

BA Pekerja

Pembuat Roti

Sikap Kerja Pada saat membuat roti

Keluhan Muskuloskeletal


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal

pada pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis pada Tahun 2010. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UD. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan karena belum pernah dilakukan penelitian mengenai keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat roti di UD. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai Februari 2011. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah semua pekerja pembuat roti di UD. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung yang berjumlah 15 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua anggota populasi yaitu berjumlah 15 orang.


(41)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara :

1. observasi terhadap sikap kerja para pekerja ketika membuat roti

2. pemetaan tentang keluhan muskuloskeletal ditinjau dari sikap kerja yang dialami pekerja dengan menggunakan Nordic Body Map (Santoso, 2004) 3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari U.D. Harum Manis mengenai jumlah pekerja dan gambaran umum U.D. Harum Manis.

3.5. Definisi Operasional

1. Pekerja pembuat roti adalah pekerja yang mengerjakan aktivitas membuat roti

2. Sikap kerja adalah posisi tubuh yang tidak alamiah pada proses pembentukan adonan, penghalusan, pencetakan dan pemangangan roti. 3. Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan sakit terhadap otot-otot tubuh

yang dialami pekerja pembuat roti pada saat bekerja yang ditinjau dari sikap kerja

3.6. Teknik Analisa Data

Hasil yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner Nordic body map akan diolah dan disajikan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa secara deskriptif untuk menjelaskan keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat roti ditinjau dari sikap kerja.


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

U.D. Harum Manis adalah suatu usaha yang bersifat informal yang bergerak dibidang pembuatan roti. U.D. Harum Manis terletak di jalan Tirtosari di Kecamatan Medan Tembung, kota Medan. Pemilik usaha ini bernama Ibu Wani yang berusia 30 tahun. Usaha ini merupakan usaha turun temurun atau warisan dari orang tua pemilik. Usaha ini berdiri sudah berpuluh-puluh tahun karena pada awalnya usaha ini adalah milik orang tua dari pemilik saat ini yang kemudian diwarisankan. Usaha ini sudah dikelola oleh beberapa orang, yang masih memiliki hubungan saudara, dan saat ini di kelola oleh Ibu wani. Usaha ini menghasilkan berbagai jenis roti seperti roti sakura, roti coklat, roti kerju dan lain-lain. Roti-roti yang dihasilkan U.D. Harum manis dipasarkan oleh pedagang dengan menggunakan gerobak sepeda. Pembuatan roti di U.D. harum Manis disesuaikan dengan besarnya permintaan atau pemesanan dari pedagang.

Kegiatan pembuatan roti di U.D. Harum Manis ini dimulai pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.00 WIB. U.D. Harum Manis terletak di sekitar pemukiman yang padat penduduk.


(43)

4.2. Karakteristik Pekerja Pembuat Roti 4.2.1. Umur

Keadaan umur pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Gambaran Pekerja Pembuat Roti di U.D. Harum Manis Berdasarkan Umur di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)

1. <25 8 53,3

2. >25 7 46,7

Jumlah 15 100,0

Pembagian kelompok umur didasarkan atas nilai median umur responden yaitu 25 tahun untuk mencegah timbulnya frekuensi nol pada kelompok tertentu yg menyebabkan ketidakseimbangan proporsi umur.

Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa frekuensi umur responden <25 tahun sebanyak 8 orang (53,3 %).

4.2.2. Jenis Kelamin

Keadaan jenis kelamin pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.2.

Table 4.2. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Jenis Kelamin di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010

No Jenis Kelamin Jumlah ( orang) Persen (%)

1. Laki-laki 3 20,0

2. Perempuan 12 80,0


(44)

Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar berada pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12 orang (80%).

4.2.3. Status Perkawinan

Keadaan status perkawinan pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Status Perkawinan di U.D. Harum Manis Tahun 2010

No Status Perkawinan Jumlah (orang) Persen (%)

1 Kawin 10 66,7

2 Belum kawin 5 33,3

Jumlah 15 100,0

Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa frekuensi responden terbesar berada pada status kawin yaitu sebanyak 10 orang (66,7%).

4.2.4. Lama Kerja

Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada responden, diketahui bahwa frekuensi responden seluruhnya bekerja selama lebih dari 8 jam sehari yaitu 15 orang (100%).

4.2.5. Masa Kerja

Keadaan masa kerja pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.4.

Table 4.4. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Masa Kerja di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010

No Masa Kerja (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)

1. <4 8 53,3

2. >4 7 46,7


(45)

Masa kerja dibedakan atas nilai tengah (median) yaitu 4 tahun. Hal ini untuk mencegah timbulnya frekuensi nol pada kelompok tertentu yang menyebabkan ketidakseimbangan proporsi masa kerja.

Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar responden bekerja dengan masa kerja <4 tahun sebanyak 8 orang (53,3%).

4.4. Hasil Pengamatan Sikap Kerja

4.4.1. Sikap Kerja pada Proses Pembentukan Adonan

Berdasarkan pengamatan, pada proses pembuatan roti ini, semua pekerja secara bergantian mengerjakan setiap proses yang ada. Tidak ada pembagian kerja pada setiap proses. Setiap pekerja melakukan pekerjaan yang sama. Jika seorang pekerja telah selesai melakukan pekerjaan pada suatu proses, maka pekerja tersebut membantu pekerja lainnya untuk mengerjakan pekerjaan yang lain pada proses selanjutnya.

Pembentukan adonan roti dilakukan dengan bantuan sebuah mesin. Berdasarkan pengamatan pada pekerja pada saat mencetak adonan, sikap tubuh pekerja adalah berdiri dengan sedikit membungkuk pada saat pekerja akan memasukkan bahan-bahan ke dalam mesin. Hal ini dikarenakan tinggi mesin yang ada tidak serasi sehingga pekerja harus sedikit membungkuk ketika akan memasukkan dan mengambil adonan yang telah terbentuk. Posisi seperti ini dipertahankan oleh pekerja pada setiap proses pembentukan adonan dimana dalam sehari proses ini dilakukan 5-7 kali dalam sehari dan setiap proses menghabiskan waktu 1 jam. Pada proses ini, pekerja seharusnya tidak


(46)

membungkuk, namun dikarenakan tinggi mesin yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga pekerja memang harus membungkuk. Namun keluhan di daerah punggun bisa dihindari yaitu dengan pekerja membungkuk tidak lebih dari 20 menit dan setelah membungkuk langsung melakukan relaksasi dengan meluruskan punggung sehingga otot disekitar punggung tidak mengalami pembebanan secara statis.


(47)

Gambar 4.2. Pekerja mengambil bahan-bahan yang digunakan


(48)

Gambar 4.4. Pekerja menunggu adonan terbentuk

Gambar 4.5. Pekerja mengangkat adonan yang telah terbentuk

4.4.2. Sikap Kerja pada Proses Penghalusan Adonan

Adonan yang telah dibentuk harus dihaluskan terlebih dahulu agar mudah dibentuk. Pekerja membawa adonan tersebut dengan menggunakan tangan pada


(49)

mesin penghalus dimana waktu yang digunakan untuk membawa dari mesin pembentukan ke mesin penghalusan hanya memerlukan waktu 20 detik sehingga punggung pekerja tidak memiliki kesempatan untuk melakukan relaksasi. Penghalusan adonan roti ini dilakukan pekerja juga dengan posisi berdiri. Proses penghalusan ini dibantu oleh sebuah mesin yaitu mesin press. Berdasarkan pengamatan, sikap pekerja pada saat menghaluskan adonan adalah berdiri tidak dengan posisi yang tegak namun agak sedikit miring ke depan karena pekerja harus memposisikan badan sedemikian rupa sehingga dapat membalik-balikkan adonan pada mesin tersebut. Pada proses ini, adonan harus dibalikkan beberapa kali sebab adonan yang hanya sekali saja dimasukkan dalam mesin tidak akan halus secara merata. Oleh sebab itu, adonan yang keluar diangkat kembali oleh pekerja dengan menggunakan tangan untuk dimasukkan kembali dalam mesin penghalus sampai adonan benar-benar halus. Posisi tubuh yang miring mengakibatkan kaki harus berusaha menopang tubuh dalam jangka waktu yang lama agar tubuh tetap berdiri. Hal ini mengakibatkan kaki bekerja sacara statis sehingga dapat mengakibatkan rasa sakit pada daerah sekitar kaki. Pekerja juga mengalami keluhan pada daerah tangan karena pekerja harus mengangkat dan membalikkan adonan beberapa kali pada mesin penghalus sampai adonan halus.


(50)

Gambar 4.6. Adonan yang telah terbentuk


(51)

Gambar 4.8. Pekerja membalikkan adonan beberapa kali sampai adonan halus

Gambar 4.9. Adonan yang telah dihaluskan

4.1.3. Sikap kerja pada Proses Pencetakan

Setelah adonan dihaluskan, pekerja membawa adonan untuk dicetak. Adonan diletakkan pada sebuah meja. Adonan kemudian dipotong-potong menjadi


(52)

bagian-bagian yang lebih kecil menggunakan alat pemotong, yang terbuat dari aluminium, agar adonan lebih mudah untuk dibentuk. Adonan yang telah dipotong-potong kemudian dibentuk menjadi beberapa bentuk sesuai dengan jenis roti. Pada jenis roti tertentu, adonan harus dipipihkan terlebih dahulu dengan menggunakan ampia. Ampia dipegang dengan kedua tangan, kemudian digerakkan maju mundur pada adonan. Setelah adonan pipih, baru adonan dibentuk. Pencetakan adonan ini dilakukan oleh pekerja tanpa menggunakan mesin, langsung menggunakan tangan, karena pekerja merasa lebih cepat menggunakan tangan daripada menggunakan alat pencetak maupun mesin. Kegiatan pencetakan ini dilakukan dengan gerakan tangan yang cepat karena pekerja harus memenuhi semua pesanan roti yang ada. Pada proses pencetakan, pekerja masih bekerja dengan posisi berdiri dalam waktu 9 jam kerja dalam sehari. Disamping itu, pekerja juga bekerja dengan kepala agak menunduk dalam waktu yang lama sehingga otot leher menjadi tertekan. Oleh sebab itu pekerja sering mengeluhkan rasa sakit pada bagian leher.


(53)

Gambar 4.10. Pemotongan adonan menjadi bagian lebih kecil menggunakan alat potong

.

Gambar 4.11. Pencetakan adonan

Dari gambar 4.11. dapat diketahui bahwa pekerja membentuk adonan dalam posisi berdiri dengan kedua tangan membentuk roti di atas sebuah meja. Pada saat bekerja, posisi tubuh pekerja sedikit membungkuk dan dengan kepala yang menunduk.


(54)

Gambar 4.12. Pekerja membuat adonan sesuai bentuknya

Gambar 4.13. Pekerja meletakkan adonan yang telah dibentuk dalam wadah aluminium

4.1.4. Sikap kerja pada Proses Pemanggangan

Pada proses ini, roti-roti yang telah selesai dibentuk diletakkan dalam wadah yang terbuat dari aluminium kemudian diangkat untuk dimasukkan dalam alat pemanggang. Pekerja harus mengangkat wadah-wadah tersebut ke dalam alat pemanggang. Pada saat mengangkat, posisi tubuh pekerja adalah membungkuk. Wadah-wadah yang telah berisi roti tersebut diangkat dalam jumlah yang banyak dalam sekali angkat dengan alasan agar pekerjaan cepat selesai.


(55)

Gambar 4.14. Pengangkatan wadah-wadah berisi roti ke dalam alat pemanggang

4.5. Keluhan Muskuloskeletal ditinjau dari Sikap Kerja

Untuk mengetahui keluhan musculoskeletal menggunakan Nordic body map yang ditanyakan sesaat setelah bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.5. sebagai berikut:


(56)

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pekerja Pembuat Roti Menurut Keluhan Muskuloskeletal Ditinjau dari Sikap Kerja yang dialami oleh pekerja di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada tahun 2010

No Jenis Keluhan Ya Tidak Total %

n % N %

1. Leher 10 66,7 5 33,3 15 100,0

2. Bahu Kiri 6 40,0 9 60,0 15 100,0

3. Bahu Kanan 8 53,3 7 46,7 15 100,0

4. Lengan Atas Kiri 5 33,3 10 66,7 15 100,0

5. Punggung 11 73,3 4 26,7 15 100,0

6. Lengan Atas Kanan 8 53,3 7 46,7 15 100,0

7. Pinggang 10 66,7 5 33,3 15 100,0

8. Bokong 0 0 15 100,0 15 100,0

9. Pantat 0 0 15 100,0 15 100,0

10. Siku Kiri 0 0 15 100,0 15 100,0

11. Siku Kanan 5 33,3 10 66,7 15 100,0

12. Lengan Bawah Kiri 3 20,0 12 80,0 15 100,0

13. Lengan Bawah Kanan 7 46,7 8 53,3 15 100,0

14. Pergelangan Tangan Kiri 8 53,3 7 46,7 15 100,0

15. Pergelangan Tangan Kanan 10 66,7 5 33,3 15 100,0

16. Tangan Kiri 9 60,0 6 40,0 15 100,0

17. Tangan Kanan 12 80,0 3 20,0 15 100,0

18. Paha Kiri 8 53,3 7 46,7 15 100,0

19. Paha Kanan 8 53,3 7 46,7 15 100,0

20. Lutut Kiri 6 40,0 9 60,0 15 100,0

21. Lutut Kanan 7 46,7 8 53,3 15 100,0

22. Betis Kiri 10 66,7 5 33,3 15 100,0

23. Betis Kanan 10 66,7 5 33,3 15 100,0

24. Pergelangan Kaki Kiri 6 40,0 9 60,0 15 100,0

25. Pergelangan Kaki Kanan 6 40,0 9 60,0 15 100,0

26. Kaki Kiri 11 73,3 4 26,7 15 100,0


(57)

Berdasarkan tabel 4.6. di atas, dapat diketahui bahwa pekerja pembuat roti mengalami keluhan muskuloskeletal yaitu keluhan pada leher sebanyak 10 orang (66,7%), bahu kiri sebanyak 6 orang (40,0%), bahu kanan sebanyak 8 orang (53,3%), lengan atas kiri sebanyak 5 orang (33,3%), punggung sebanyak 11 orang (73,3%), lengan atas kanan sebanyak 8 orang (53,3%), pinggang sebanyak 10 orang (66,7%), siku kanan sebanyak 5 orang (33,3%), lengan bawah kiri sebanyak 3 orang (20,0%), lengan bawah kanan sebanyak 7 orang (46,7%), pergelangan tangan kiri sebanyak 9 orang (60,0%), pergelangan tangan kanan sebanyak 10 orang (66,7), tangan kiri sebanyak 9 orang (60,0%), tangan kanan sebanyak 12 orang (80,0%), paha kiri sebanyak 8 orang (53,3%), paha kanan sebanyak 8 orang (53,3%), lutut kiri sebanyak 6 orang (40,0%), lutut kanan sebanyak 7 orang (46,7%), betis kiri sebanyak 10 orang (66,7%), betis kanan sebanyak 10 orang (66,7%), pergelangan kaki kiri sebanyak 6 orang (40,0%), pergelangan kaki kanan sebanyak 6 orang (40,0%), kaki kiri sebanyak 11 orang (73,3%), dan kaki kanan sebanyak 13 orang (86,7%).


(58)

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sikap Kerja

5.1.1. Sikap Kerja pada Proses Pencetakan Adonan

Berdasarkan pengamatan, pekerja pembuat roti pada proses pencetakan mengalami keluhan pada daerah pinggang dan tangan. Keluhan pada daerah punggung disebabkan sikap pekerja yang membungkuk pada saat memasukkan dan mengangkat adonan sedangkan keluhan pada daerah tangan dikarenakan pekerja harus mengangkat adonan yang telah terbentuk dengan tangan yang beratnya mencapai 10 kg. prosess ini dilakukan sebanyak 5-7 kali dalam sehari dimana sekali proses pencetakan menghabiskan waktu 1 jam.

Menurut Nurmianto, keluhan pada punggung dapat terjadi karena sikap pekerja yang membungkuk pada saat melakukan proses pencetakan. Sikap kerja ini dapat mengakibatkan tekanan pada tulang belakang meningkat menjadi 190% dari keadaan biasanya (100%). Sikap kerja seperti ini sebaiknya dihindarkan agar pekerja tidak mengalami keluhan pada otot-otot punggung. Sikap kerja seperti ini mengakibatkan punggung mengalami pembebanan secara statis dan dalam waktu yang lama. Otot tidak sempat melakukan relaksasi. Oleh sebab itu pekerja sering megeluh pada daerah punggung. Demikian halnya dengan tangan. Pembebanan yang diberikan pada tangan mengakibatkan otot tangan berkontraksi secara terus menerus dalam waktu lebih dari 8 jam.

Sikap kerja seperti ini sebaiknya dihindari agar pekerja tidak merasakan keluhan di daerah tangan dan punggung. Namun jika tidak bisa dihindari, pekerja


(59)

sebaiknya melakukan relaksasi agar otot dapat beristirahat sebentar. Relaksasi yang dapat dilakukan misalnya meluruskan punggung sekitar 5-10 menit setelah membungkuk dan relaksasi pada tangan dapat dilakukan dengan meluruskan tangan kedepan ataupun kebawah.

5.1.2. Sikap Kerja pada Proses Penghalusan Adonan Roti

Pada proses ini, pekerja sering mengeluhkan pada daerah tangan dan kaki. Hal ini disebabkan pada saat menghaluskan adonan, pekerja harus membalikkan adonan pada mesin dengan menggunakan tangan sampai beberapa kali hingga adonan halus. Aktivitas yang berulang pada tangan ini mengakibatkan otot-otot tangan menjadi lelah. Sedangkan keluhan pada daerah kaki dikarenakan kaki harus menopang tubuh dimana posisi tubuh pada saat penghalusan tidak berdiri tegak melainkan agak sedikit miring kedepan. Kaki berusaha menopang tubuh agar tidak jatuh.

Menurut Peter, salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal yaitu aktivitas berulang. Keluhan terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. Tangan pekerja dipaksa untuk bekerja dengan melakukan pekerjaan yang sama dalam waktu yang lama tanpa ada relaksasi. Sebaiknya relaksasi pada tangan dilakukaan dengan meluruskan tangan ke bawah atau ke depan atau dengan menggerakkan tangan secara perlahan ke depan dan ke belakang. Pada kaki juga demikian, kareana harus menopang tubuh dalam jangka waktu yang lama, kaki mengalami pembeban secara statis sehingga mengakibatkan otot-otot kaki berkontraksi secara terus menerus. Hal ini mengakibatkan kaki terasa pegal dan lelah.


(60)

Relaksasi juga perlu dilakukan pada kaki agar terhindar dari rasa lelah maupun sakit. Relaksasi yang dapat dilakukan pada kaki misalnya dengan berjalan sekitar 5 menit atau dengan menekuk kaki ke belakang selama 5-7 menit sehingga otot kaki mengalami relaksasi sebentar.

5.1.3. Sikap Kerja pada Proses Pencetakan Roti

Keluhan yang dirasakan oleh pekerja pada proses pencetakan adonan adalah pada daerah tangan dan leher. Hal ini disebabkan dalam proses ini, pekerja harus mencetak roti dengan gerakan tangan yang cepat untuk memenuhi pesanan yang ada. Selain itu, pada saat mencetak roti, pekerja juga sering menunduk. Akibat sikap ini otot-otot pada daerah leher bekerja secara statis dimana pembuluh-pembuluh darah dapat tertekan sehingga aliran darah dalam otot menjadi berkurang yang berakibat berkurangnya glukosa dan oksigen dari darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Hal ini mengakibatkan rasa pegal dan lelah pada daerah otot.

Untuk menghindari keluhan yang dirasakan pada tangan dan leher, pekerja sebaiknya melakukan relaksasi setelah 30 menit bekerja. Relaksasi yang dapat dilakukan misalnya pada tangan, ssperti yang sudaah disebut di atas, dapat dilakukan dengan meluruskan tangan ke depan atau ke bawah atau dengan menggerak-gerakkan tangan selama 5 menit sehingga otot tangan tidak berkontraksi terus menerus. Sedangkan pada leher, relaksasi yang dapat dilakukan seperti memutar leher dari bawah ke atas secara pelahan-lahan atau dengan menggerakkan leher ke bawah, ke atas, dan ke samping secara bergantian.


(61)

5.1.4. Sikap Kerja pada Proses Pemanggangan

Keluhan yang dirasakan pekerja pada proses pemanggangan adalah pada daerah pinggang. Hal ini disebabkan sikap kerja pekerja pada saat mengangkat wadah, yang terbuat dari aluminium yang telah berisi penuh roti, agak membungkuk.

Menurut Suma’mur, bila seorang tenaga kerja mengangkat barang sambil membungkuk maka tekanan yang besar sekali akan terjadi pada daerah pinggang. Oleh sebab itu, sikap kerja mengangkat dengan posisi tubuh membungkuk ini harus dihindari untuk mencegah tekanan pada daerah pinggang. Cara mengangkat yang baik menurut Suma’mur adalah :

1. Beban yang akan diangkat harus berada sedekat mungkin ke tubuh.

2. Mula-mula lutut harus bengkok dan tubuh harus berada pada sikap dan punggung lurus

3. Punggung harus lurus, agar bahaya terhadap kerusakan pada diskus dihindarkan.


(62)

5.2. Keluhan Muskuloskeletal Ditinjau dari Sikap Kerja

Berdasarkan hasil Nordic body map di atas dapat diketahui bahwa pekerja pembuat roti mengalami keluhan musculoskeletal ditinjau dari sikap kerja yaitu leher sebanyak 10 orang (66,7%), punggung sebanyak 11 orang (73%), pinggang sebanyak 10 orang (66,7%), pergelangan tangan kanan sebanyak 10 orang (66,7%), tangan kanan sebanyak 12 orang (80 %), betis kiri dan betis kanan sebanyak 10 orang (66,7%) dan kaki kiri sebanyak 11 orang serta kaki kanan sebanyak 13 orang (86,7%).

Menurut Suma’mur, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja adalah yang berhubungan dengan ergonomi yaitu sikap dan cara kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai dan kerja yang berulang-ulang.

Pada proses pembuatan roti di U.D. Harum Manis, pekerja melaksanakan segala aktivitas pembuatan roti dengan posisi berdiri. Pekerja mulai bekerja dari pukul 07.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Posisi ini dipertahankan selama 9 jam kerja dalam sehari tanpa ada pergantian posisi antara berdiri dengan duduk. Menurut Suma’mur posisi kerja yang baik adalah bergantian antara posisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih baik dalam posisi duduk. Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama, baik berdiri maupun duduk, akan menyebabkan ketidaknyamanan. Berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak 10-15 % daripada duduk. Bekerja dengan posisi berdiri menggunakan lebih banyak energi dibandingkan dengan posisi duduk, sehingga banyak pembebanan otot statis pada daerah kaki. Hal


(63)

ini disebabkan sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga mengakibatkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah. Pembebanan terhadap kaki juga terjadi saat pekerja harus berjalan kesana kemari untuk mengambil bahan-bahan yang digunakan untuk pembentukan adonan roti. Hal ini dikarenakan jaraknya antara bahan-bahan tersebut dengan mesin yang digunakan tidak berdekatan. Pekerja harus mengambil bahan tersebut satu persatu kemudian memasukkannya ke dalam mesin. Hal ini juga mengakibatkan kaki menjadi cepat lelah dan sering terasa sakit.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Nurmianto, keluhan pada punggung dan pinggang dapat terjadi dikarenakan oleh sikap kerja perajin yang membungkuk pada saat melakukan pekerjaan. Keluhan pada punggung dan pinggang sering dirasakan oleh pekerja pada saat pembentukan adonan roti. Sikap pekerja pada saat membentuk adonan adalah berdiri dengan badan membungkuk. Sikap ini terus berlangsung selam proses pembentukan dimana proses pembentukan ini dilakukan 5-7 kali dalam sehari. Sikap membungkuk ini mengakibatkan punggung harus bekerja keras untuk menyangga tubuh. Sikap kerja seperti ini dapat menyebabkan tekanan pada tulang belakang meningkat menjadi 190% dari keadaan biasanya (100%). Selain itu, keluhan ini dirasakan oleh karena pekerja bekerja dengan posisi berdiri dalam jangka waktu yang lama tanpa mengubah posisi kerja sehingga otot-otot punggung menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak disekitarnya yang dapat menyebabkan rasa nyeri atau sakit.


(64)

Keluhan pada leher dirasakan oleh pekerja pembuat roti pada proses pencetakan. Pada proses pencetakan, pekerja lebih banyak bekerja dengan posisi kepala menunduk dan dalam jangka waktu yang lama. Oleh sebab itu, otot-otot pada daerah leher bekerja secara statis dimana pembuluh-pembuluh darah dapat tertekan sehingga aliran darah dalam otot menjadi berkurang yang berakibat berkurangnya glukosa dan oksigen dari darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Abduksi dan forward flexion (kepala turun maju ke depan) lebih dari 300 dapat mengakibatkan faktor risiko oleh karena adanya penekanan pada otot sehingga menyebabkan bahu dan leher menjadi tidak nyaman.

Keluhan pada tangan dan pergelangan tangan lebih banyak dirasakan pada pekerja pembuat roti pada proses pencetakan dan penghalusan dikarenakan pada saat proses pencetakan, pekerja harus mencetak roti dengan gerakan tangan yang cepat. Pada proses ini, aktivitas yang dilakukan pekerja berupa memipihkan adonan dan membentuk adonan menjadi berbagai macam bentuk roti hanya menggunakan tangan. Tangan bekerja secara terus menerus waktu yang lama, sampai semua adonan habis dibentuk. Sedangkan pada proses penghalusan, pekerja harus membalikkan adonan beberapa kali sampai adonan itu halus. Pekerja harus mengangkat adonan yang beratnya mencapai 5 kg dengan tangan kemudian meletakkannya kembali pada mesin. Kegiatan ini menghabiskan banyak tenaga dan merupakan kegiatan yang dilakukan terus menerus. Dari kedua proses di atas, terlihat bahwa pekerja lebih banyak menggunakan tangan. Tangan mengalami pembebanan sacara statis dalam waktu yang lama dan terus menerus. Tangan harus bekerja dengan cepat tanpa ada kesempatan untuk istirahat. Oleh sebab itu, dalam proses pencetakan dan


(65)

penghalusan, tangan dan pergelangan tanganlah yang bekerja lebih dominan sehingga pekerja lebih sering merasakan keluhan pada bagian tangan dan pergelangan tangan.


(66)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Setelah dilakukan penelitian pada pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010 sejumlah 15 orang, maka dapat disimpulkan bahwa pekerja berumur kurang dari 25 tahun berjumlah 8 orang, pekerja yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 orang, pekerja yang berstatus kawin 10 orang, pekerja yang bekerja dengan masa kerja kurang dari 4 tahun sebanyak 8 orang dan seleruh pekerja bekerja dengan waktu kerja lebih dari 8 jam dalam sehari.

2. Sikap kerja pada pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis yaitu :

a. Pada proses pembuatan adonan, pekerja bekerja dengan dengan posisi berdiri dan agak membungkuk

b. Pada proses penghalusan, pekerja bekerja dengan posisi berdiri sedikit mirirng ke depan atau asimetris dengan kedua tangan membalik-balikkan adonan.

c. Pada proses pencetakan, pekerja bekerja dengan sikap berdiri, kepala agak menunduk dan badan sedikit membungkuk serta pergerakan tangan yang cepat.

d. Pada proses pemanggangan, pekerja mengangkat dengan sikap membungkuk.


(67)

3. Keluhan muskuloskeletal ditinjau dari sikap kerja yaitu keluhan pada leher sebanyak 10 orang (66,7%), punggung sebanyak 11 orang (73%), pinggang sebanyak 10 orang (66,7%), pergelangan tangan kanan sebanyak 10 orang (66,7%), tangan kanan sebanyak 12 orang (80 %), betis kiri dan betis kanan sebanyak 10 orang (66,7%) dan kaki kiri sebanyak 11 orang serta kaki kanan sebanyak 13 orang (86,7%).

6.2. Saran

1. Pekerja pembuat roti sebaiknya melakukan relaksasi otot setelah 30 menit bekerja.

2. Relaksasi yang dapat dilakukan seperti :

a. meluruskan punggung setelah membungkuk dalam waktu yang lama b. Menggerak-gerakkan tangan atau dengan meluruskan tangan ke depan

atau ke bawah sehingga otot tangan tidak berkontraksi terlalu lama.

c. Memutar leher secara perlahan dari bawah, ke samping kemudian ke atas atau dengan menggerakkan leher ke atas dan ke bawah secara bergantian. d. Menggerakkan pinggang ke kiri dan ke kanan secara bergantian atau

dengan meluruskan pinggang setelah membungkuk.

3. Relaksasi sebaiknya dilakukan sekitar 5 menit sebelum pekerja kembali melanjutkan pekerjaan.


(68)

Daftar Pustaka

Anonimus, 2007. 74 Persen Pekerja Belum Terjangkau Layanan Kesehatan Memadai. http://www.pusdikmnakes.or.id. Diakses tanggal 18 Agustus 2010.

Anonimus, 2008. keluhan muskuloskeletal pada pekerja angkat angkut di Gudang

Persediaan Pupuk PUSRI Kediri

tanggal 28 Oktober 2010.

BPS, 2010. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2010.

Charoonsri, Nataya & Dian Mardi, 2008. Identifikasi Resiko Ergonomi pada Stasiun Perakitan Daun Sirip Diffuser di PT X. Skripsi JurusanTeknik Industri Universitas Trisakti. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009.

---, 1994. Upaya Kesehatan kerja Sektor Informal di Indonesia. Jakarta.

Fitriana, Rochmad. 2011. Sektor Informal Serap 63,7% Angkatan Kerja.

ICOHIS, 2006. Pemerintah Mulai Sentuh Sektor Informal. http://www.majalahfarmacia.com. Diakses tanggal 2 Agustus 2010.

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasainya. Penerbit Guna Widya. Surabaya.


(69)

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi, manusia, Peralatan dan Lingkungan. Prestas Pustaka. Jakarta.

Suma’mur. 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. CV. Haji Masagung. Jakarta.

Suma’mur. 1989. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Toko Gunung Agung. Jakarta.

Surya. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. http:://www.google.co.id/keselamatan kerja. Diakses tanggal 10 Desember 2010.

Wingnjosoebroto, Sritomo, 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Penerbit Guna Widya. Surabaya.


(70)

Kuesioner Penelitian

Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Pembuat Roti

pada U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010

Isilah titik-titik yang tersedia dan berilah tanda ceklist untuk jawaban pertanyaan di bawah ini.

Tanggal pemberian kuesioner :

Pukul :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Lama kerja : jam/hari


(71)

Keluhan Muskulosekeletal ditinjau dari sikap kerja

Apakah selama bekerjaAnda sering mengalami sakit pada bagian-bagian tubuh di bawah ini


(72)

Keterangan : 0. Leher atas 1. Leher bawah 2. Bahu kiri 3. Bahu kanan 4. Lengan atas kiri 5. Punggung

6. Lengan atas kanan 7. Pinggang

8. Bawah pinggang 9. Pantat

10. Siku kiri 11. Siku kanan

12. Lengan bawah kiri 13. Lengan bawah kanan 14. Pergelangan tangan kiri 15. Pergelangan tangan kanan 16. Tangan kiri

17. Tangan kanan 18. Paha kiri 19. Paha kanan 20. Lutut kiri 21. Lutut kanan 22. Betis kiri 23. Betis kanan

24. Pergelangan kaki kiri 25. Pergelangan kaki kanan 26. Telapak kaki kiri 27. Telapak kaki kanan


(1)

3. Keluhan muskuloskeletal ditinjau dari sikap kerja yaitu keluhan pada leher sebanyak 10 orang (66,7%), punggung sebanyak 11 orang (73%), pinggang sebanyak 10 orang (66,7%), pergelangan tangan kanan sebanyak 10 orang (66,7%), tangan kanan sebanyak 12 orang (80 %), betis kiri dan betis kanan sebanyak 10 orang (66,7%) dan kaki kiri sebanyak 11 orang serta kaki kanan sebanyak 13 orang (86,7%).

6.2. Saran

1. Pekerja pembuat roti sebaiknya melakukan relaksasi otot setelah 30 menit bekerja.

2. Relaksasi yang dapat dilakukan seperti :

a. meluruskan punggung setelah membungkuk dalam waktu yang lama b. Menggerak-gerakkan tangan atau dengan meluruskan tangan ke depan

atau ke bawah sehingga otot tangan tidak berkontraksi terlalu lama.

c. Memutar leher secara perlahan dari bawah, ke samping kemudian ke atas atau dengan menggerakkan leher ke atas dan ke bawah secara bergantian. d. Menggerakkan pinggang ke kiri dan ke kanan secara bergantian atau

dengan meluruskan pinggang setelah membungkuk.

3. Relaksasi sebaiknya dilakukan sekitar 5 menit sebelum pekerja kembali melanjutkan pekerjaan.


(2)

Daftar Pustaka

Anonimus, 2007. 74 Persen Pekerja Belum Terjangkau Layanan Kesehatan Memadai. http://www.pusdikmnakes.or.id. Diakses tanggal 18 Agustus 2010.

Anonimus, 2008. keluhan muskuloskeletal pada pekerja angkat angkut di Gudang

Persediaan Pupuk PUSRI Kediri

tanggal 28 Oktober 2010.

BPS, 2010. Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2010.

Charoonsri, Nataya & Dian Mardi, 2008. Identifikasi Resiko Ergonomi pada Stasiun Perakitan Daun Sirip Diffuser di PT X. Skripsi JurusanTeknik Industri Universitas Trisakti. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009.

---, 1994. Upaya Kesehatan kerja Sektor Informal di Indonesia. Jakarta.

Fitriana, Rochmad. 2011. Sektor Informal Serap 63,7% Angkatan Kerja.

ICOHIS, 2006. Pemerintah Mulai Sentuh Sektor Informal. http://www.majalahfarmacia.com. Diakses tanggal 2 Agustus 2010.

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasainya. Penerbit Guna Widya. Surabaya.


(3)

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi, manusia, Peralatan dan Lingkungan. Prestas Pustaka. Jakarta.

Suma’mur. 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. CV. Haji Masagung. Jakarta.

Suma’mur. 1989. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Toko Gunung Agung. Jakarta.

Surya. 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. http:://www.google.co.id/keselamatan kerja. Diakses tanggal 10 Desember 2010.

Wingnjosoebroto, Sritomo, 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Penerbit Guna Widya. Surabaya.


(4)

Kuesioner Penelitian

Keluhan Muskuloskeletal pada Pekerja Pembuat Roti

pada U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010

Isilah titik-titik yang tersedia dan berilah tanda ceklist untuk jawaban pertanyaan di bawah ini.

Tanggal pemberian kuesioner :

Pukul :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Lama kerja : jam/hari


(5)

Keluhan Muskulosekeletal ditinjau dari sikap kerja

Apakah selama bekerjaAnda sering mengalami sakit pada bagian-bagian tubuh di bawah ini


(6)

Keterangan : 0. Leher atas 1. Leher bawah 2. Bahu kiri 3. Bahu kanan 4. Lengan atas kiri 5. Punggung

6. Lengan atas kanan 7. Pinggang

8. Bawah pinggang 9. Pantat

10. Siku kiri 11. Siku kanan

12. Lengan bawah kiri 13. Lengan bawah kanan 14. Pergelangan tangan kiri 15. Pergelangan tangan kanan 16. Tangan kiri

17. Tangan kanan 18. Paha kiri 19. Paha kanan 20. Lutut kiri 21. Lutut kanan 22. Betis kiri 23. Betis kanan

24. Pergelangan kaki kiri 25. Pergelangan kaki kanan 26. Telapak kaki kiri 27. Telapak kaki kanan