BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian
U.D. Harum Manis adalah suatu usaha yang bersifat informal yang bergerak dibidang pembuatan roti. U.D. Harum Manis terletak di jalan Tirtosari di Kecamatan
Medan Tembung, kota Medan. Pemilik usaha ini bernama Ibu Wani yang berusia 30 tahun. Usaha ini merupakan usaha turun temurun atau warisan dari orang tua pemilik.
Usaha ini berdiri sudah berpuluh-puluh tahun karena pada awalnya usaha ini adalah milik orang tua dari pemilik saat ini yang kemudian diwarisankan. Usaha ini sudah
dikelola oleh beberapa orang, yang masih memiliki hubungan saudara, dan saat ini di kelola oleh Ibu wani. Usaha ini menghasilkan berbagai jenis roti seperti roti sakura,
roti coklat, roti kerju dan lain-lain. Roti-roti yang dihasilkan U.D. Harum manis dipasarkan oleh pedagang dengan menggunakan gerobak sepeda. Pembuatan roti di
U.D. harum Manis disesuaikan dengan besarnya permintaan atau pemesanan dari pedagang.
Kegiatan pembuatan roti di U.D. Harum Manis ini dimulai pada pukul 07.00 WIB dan berakhir pada pukul 16.00 WIB. U.D. Harum Manis terletak di sekitar
pemukiman yang padat penduduk.
4.2. Karakteristik Pekerja Pembuat Roti 4.2.1. Umur
Keadaan umur pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Gambaran Pekerja Pembuat Roti di U.D. Harum Manis Berdasarkan Umur di Kecamatan Medan Tembung pada Tahun 2010.
No Umur Tahun
Jumlah Orang Persen
1. 25
8 53,3
2. 25
7 46,7
Jumlah 15
100,0
Pembagian kelompok umur didasarkan atas nilai median umur responden yaitu 25 tahun untuk mencegah timbulnya frekuensi nol pada kelompok tertentu yg
menyebabkan ketidakseimbangan proporsi umur. Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa frekuensi umur responden 25
tahun sebanyak 8 orang 53,3 .
4.2.2. Jenis Kelamin
Keadaan jenis kelamin pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.2.
Table 4.2. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Jenis Kelamin di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010
No Jenis Kelamin
Jumlah orang Persen
1. Laki-laki
3 20,0
2. Perempuan
12 80,0
Jumlah 15
100,0
Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar berada pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 12 orang 80.
4.2.3. Status Perkawinan
Keadaan status perkawinan pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Status Perkawinan di U.D. Harum Manis Tahun 2010
No Status Perkawinan
Jumlah orang Persen
1 Kawin
10 66,7
2 Belum kawin
5 33,3
Jumlah 15
100,0
Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa frekuensi responden terbesar berada pada status kawin yaitu sebanyak 10 orang 66,7.
4.2.4. Lama Kerja
Berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner yang diberikan kepada responden, diketahui bahwa frekuensi responden seluruhnya bekerja selama lebih dari
8 jam sehari yaitu 15 orang 100.
4.2.5. Masa Kerja
Keadaan masa kerja pekerja pembuat roti di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 4.4.
Table 4.4. Gambaran Pekerja Pembuat Roti Berdasarkan Masa Kerja di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung tahun 2010
No Masa Kerja Tahun
Jumlah Orang Persen
1. 4
8 53,3
2. 4
7 46,7
Jumlah 15
100,0
Masa kerja dibedakan atas nilai tengah median yaitu 4 tahun. Hal ini untuk mencegah timbulnya frekuensi nol pada kelompok tertentu yang menyebabkan
ketidakseimbangan proporsi masa kerja. Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar responden
bekerja dengan masa kerja 4 tahun sebanyak 8 orang 53,3.
4.4. Hasil Pengamatan Sikap Kerja 4.4.1. Sikap Kerja pada Proses Pembentukan Adonan
Berdasarkan pengamatan, pada proses pembuatan roti ini, semua pekerja secara bergantian mengerjakan setiap proses yang ada. Tidak ada
pembagian kerja pada setiap proses. Setiap pekerja melakukan pekerjaan yang sama. Jika seorang pekerja telah selesai melakukan pekerjaan pada suatu
proses, maka pekerja tersebut membantu pekerja lainnya untuk mengerjakan pekerjaan yang lain pada proses selanjutnya.
Pembentukan adonan roti dilakukan dengan bantuan sebuah mesin. Berdasarkan pengamatan pada pekerja pada saat mencetak adonan, sikap
tubuh pekerja adalah berdiri dengan sedikit membungkuk pada saat pekerja akan memasukkan bahan-bahan ke dalam mesin. Hal ini dikarenakan tinggi
mesin yang ada tidak serasi sehingga pekerja harus sedikit membungkuk ketika akan memasukkan dan mengambil adonan yang telah terbentuk. Posisi
seperti ini dipertahankan oleh pekerja pada setiap proses pembentukan adonan dimana dalam sehari proses ini dilakukan 5-7 kali dalam sehari dan setiap
proses menghabiskan waktu 1 jam. Pada proses ini, pekerja seharusnya tidak
membungkuk, namun dikarenakan tinggi mesin yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga pekerja memang harus membungkuk. Namun
keluhan di daerah punggun bisa dihindari yaitu dengan pekerja membungkuk tidak lebih dari 20 menit dan setelah membungkuk langsung melakukan
relaksasi dengan meluruskan punggung sehingga otot disekitar punggung tidak mengalami pembebanan secara statis.
Gambar 4.1. Mesin pengaduk untuk membentuk adonan
Gambar 4.2. Pekerja mengambil bahan-bahan yang digunakan
Gambar 4.3. Pekerja memasukkan bahan-bahan ke dalam mesin
Gambar 4.4. Pekerja menunggu adonan terbentuk
Gambar 4.5. Pekerja mengangkat adonan yang telah terbentuk
4.4.2. Sikap Kerja pada Proses Penghalusan Adonan
Adonan yang telah dibentuk harus dihaluskan terlebih dahulu agar mudah dibentuk. Pekerja membawa adonan tersebut dengan menggunakan tangan pada
mesin penghalus dimana waktu yang digunakan untuk membawa dari mesin pembentukan ke mesin penghalusan hanya memerlukan waktu 20 detik sehingga
punggung pekerja tidak memiliki kesempatan untuk melakukan relaksasi. Penghalusan adonan roti ini dilakukan pekerja juga dengan posisi berdiri. Proses
penghalusan ini dibantu oleh sebuah mesin yaitu mesin press. Berdasarkan pengamatan, sikap pekerja pada saat menghaluskan adonan adalah berdiri tidak
dengan posisi yang tegak namun agak sedikit miring ke depan karena pekerja harus memposisikan badan sedemikian rupa sehingga dapat membalik-balikkan adonan
pada mesin tersebut. Pada proses ini, adonan harus dibalikkan beberapa kali sebab adonan yang hanya sekali saja dimasukkan dalam mesin tidak akan halus secara
merata. Oleh sebab itu, adonan yang keluar diangkat kembali oleh pekerja dengan menggunakan tangan untuk dimasukkan kembali dalam mesin penghalus sampai
adonan benar-benar halus. Posisi tubuh yang miring mengakibatkan kaki harus berusaha menopang tubuh dalam jangka waktu yang lama agar tubuh tetap berdiri.
Hal ini mengakibatkan kaki bekerja sacara statis sehingga dapat mengakibatkan rasa sakit pada daerah sekitar kaki. Pekerja juga mengalami keluhan pada daerah tangan
karena pekerja harus mengangkat dan membalikkan adonan beberapa kali pada mesin penghalus sampai adonan halus.
Gambar 4.6. Adonan yang telah terbentuk
Gambar 4.7. Penghalusan adonan
Gambar 4.8. Pekerja membalikkan adonan beberapa kali sampai adonan halus
Gambar 4.9. Adonan yang telah dihaluskan
4.1.3. Sikap kerja pada Proses Pencetakan
Setelah adonan dihaluskan, pekerja membawa adonan untuk dicetak. Adonan diletakkan pada sebuah meja. Adonan kemudian dipotong-potong menjadi bagian-
bagian yang lebih kecil menggunakan alat pemotong, yang terbuat dari aluminium, agar adonan lebih mudah untuk dibentuk. Adonan yang telah dipotong-potong
kemudian dibentuk menjadi beberapa bentuk sesuai dengan jenis roti. Pada jenis roti tertentu, adonan harus dipipihkan terlebih dahulu dengan menggunakan ampia.
Ampia dipegang dengan kedua tangan, kemudian digerakkan maju mundur pada adonan. Setelah adonan pipih, baru adonan dibentuk. Pencetakan adonan ini
dilakukan oleh pekerja tanpa menggunakan mesin, langsung menggunakan tangan, karena pekerja merasa lebih cepat menggunakan tangan daripada menggunakan alat
pencetak maupun mesin. Kegiatan pencetakan ini dilakukan dengan gerakan tangan yang cepat karena pekerja harus memenuhi semua pesanan roti yang ada. Pada proses
pencetakan, pekerja masih bekerja dengan posisi berdiri dalam waktu 9 jam kerja dalam sehari. Disamping itu, pekerja juga bekerja dengan kepala agak menunduk
dalam waktu yang lama sehingga otot leher menjadi tertekan. Oleh sebab itu pekerja sering mengeluhkan rasa sakit pada bagian leher.
Gambar 4.10. Pemotongan adonan menjadi bagian lebih kecil menggunakan alat potong
.
Gambar 4.11. Pencetakan adonan Dari gambar 4.11. dapat diketahui bahwa pekerja membentuk adonan
dalam posisi berdiri dengan kedua tangan membentuk roti di atas sebuah meja. Pada saat bekerja, posisi tubuh pekerja sedikit membungkuk dan dengan
kepala yang menunduk.
Gambar 4.12. Pekerja membuat adonan sesuai bentuknya
Gambar 4.13. Pekerja meletakkan adonan yang telah dibentuk dalam wadah aluminium
4.1.4. Sikap kerja pada Proses Pemanggangan
Pada proses ini, roti-roti yang telah selesai dibentuk diletakkan dalam wadah yang terbuat dari aluminium kemudian diangkat untuk dimasukkan
dalam alat pemanggang. Pekerja harus mengangkat wadah-wadah tersebut ke dalam alat pemanggang. Pada saat mengangkat, posisi tubuh pekerja adalah
membungkuk. Wadah-wadah yang telah berisi roti tersebut diangkat dalam jumlah yang banyak dalam sekali angkat dengan alasan agar pekerjaan cepat
selesai.
Gambar 4.14. Pengangkatan wadah-wadah berisi roti ke dalam alat pemanggang
4.5. Keluhan Muskuloskeletal ditinjau dari Sikap Kerja
Untuk mengetahui keluhan musculoskeletal menggunakan Nordic body map yang ditanyakan sesaat setelah bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan muskuloskletal
yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.5. sebagai berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pekerja Pembuat Roti Menurut Keluhan Muskuloskeletal Ditinjau dari Sikap Kerja yang dialami oleh pekerja
di U.D. Harum Manis di Kecamatan Medan Tembung pada tahun 2010
No Jenis Keluhan
Ya Tidak
Total n
N 1.
Leher 10
66,7 5
33,3 15
100,0 2.
Bahu Kiri 6
40,0 9
60,0 15
100,0 3.
Bahu Kanan 8
53,3 7
46,7 15
100,0 4.
Lengan Atas Kiri 5
33,3 10
66,7 15
100,0 5.
Punggung 11
73,3 4
26,7 15
100,0 6.
Lengan Atas Kanan 8
53,3 7
46,7 15
100,0 7.
Pinggang 10
66,7 5
33,3 15
100,0 8.
Bokong 15
100,0 15
100,0 9.
Pantat 15
100,0 15
100,0 10.
Siku Kiri 15
100,0 15
100,0 11.
Siku Kanan 5
33,3 10
66,7 15
100,0 12.
Lengan Bawah Kiri 3
20,0 12
80,0 15
100,0 13.
Lengan Bawah Kanan 7
46,7 8
53,3 15
100,0 14.
Pergelangan Tangan Kiri 8
53,3 7
46,7 15
100,0 15.
Pergelangan Tangan Kanan 10
66,7 5
33,3 15
100,0 16.
Tangan Kiri 9
60,0 6
40,0 15
100,0 17.
Tangan Kanan 12
80,0 3
20,0 15
100,0 18.
Paha Kiri 8
53,3 7
46,7 15
100,0 19.
Paha Kanan 8
53,3 7
46,7 15
100,0 20.
Lutut Kiri 6
40,0 9
60,0 15
100,0 21.
Lutut Kanan 7
46,7 8
53,3 15
100,0 22.
Betis Kiri 10
66,7 5
33,3 15
100,0 23.
Betis Kanan 10
66,7 5
33,3 15
100,0 24.
Pergelangan Kaki Kiri 6
40,0 9
60,0 15
100,0 25.
Pergelangan Kaki Kanan 6
40,0 9
60,0 15
100,0 26.
Kaki Kiri 11
73,3 4
26,7 15
100,0 27.
Kaki Kanan 13
86,7 2
13,3 15
100,0
Berdasarkan tabel 4.6. di atas, dapat diketahui bahwa pekerja pembuat roti mengalami keluhan muskuloskeletal yaitu keluhan pada leher sebanyak 10 orang
66,7, bahu kiri sebanyak 6 orang 40,0, bahu kanan sebanyak 8 orang 53,3, lengan atas kiri sebanyak 5 orang 33,3, punggung sebanyak 11 orang 73,3,
lengan atas kanan sebanyak 8 orang 53,3, pinggang sebanyak 10 orang 66,7, siku kanan sebanyak 5 orang 33,3, lengan bawah kiri sebanyak 3 orang 20,0,
lengan bawah kanan sebanyak 7 orang 46,7, pergelangan tangan kiri sebanyak 9 orang 60,0, pergelangan tangan kanan sebanyak 10 orang 66,7, tangan kiri
sebanyak 9 orang 60,0, tangan kanan sebanyak 12 orang 80,0, paha kiri sebanyak 8 orang 53,3, paha kanan sebanyak 8 orang 53,3, lutut kiri sebanyak
6 orang 40,0, lutut kanan sebanyak 7 orang 46,7, betis kiri sebanyak 10 orang 66,7, betis kanan sebanyak 10 orang 66,7, pergelangan kaki kiri sebanyak 6
orang 40,0, pergelangan kaki kanan sebanyak 6 orang 40,0, kaki kiri sebanyak 11 orang 73,3, dan kaki kanan sebanyak 13 orang 86,7.
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Sikap Kerja 5.1.1. Sikap Kerja pada Proses Pencetakan Adonan
Berdasarkan pengamatan, pekerja pembuat roti pada proses pencetakan mengalami keluhan pada daerah pinggang dan tangan. Keluhan pada daerah
punggung disebabkan sikap pekerja yang membungkuk pada saat memasukkan dan mengangkat adonan sedangkan keluhan pada daerah tangan dikarenakan pekerja
harus mengangkat adonan yang telah terbentuk dengan tangan yang beratnya mencapai 10 kg. prosess ini dilakukan sebanyak 5-7 kali dalam sehari dimana sekali
proses pencetakan menghabiskan waktu 1 jam. Menurut Nurmianto, keluhan pada punggung dapat terjadi karena sikap
pekerja yang membungkuk pada saat melakukan proses pencetakan. Sikap kerja ini dapat mengakibatkan tekanan pada tulang belakang meningkat menjadi 190 dari
keadaan biasanya 100. Sikap kerja seperti ini sebaiknya dihindarkan agar pekerja tidak mengalami keluhan pada otot-otot punggung. Sikap kerja seperti ini
mengakibatkan punggung mengalami pembebanan secara statis dan dalam waktu yang lama. Otot tidak sempat melakukan relaksasi. Oleh sebab itu pekerja sering
megeluh pada daerah punggung. Demikian halnya dengan tangan. Pembebanan yang diberikan pada tangan mengakibatkan otot tangan berkontraksi secara terus menerus
dalam waktu lebih dari 8 jam. Sikap kerja seperti ini sebaiknya dihindari agar pekerja tidak merasakan
keluhan di daerah tangan dan punggung. Namun jika tidak bisa dihindari, pekerja