Gambaran Keluhan Muskuloskletal pada Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013

(1)

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUAT TAS DI JALAN BAJAK V KECAMATAN

MEDAN AMPLAS TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh :

HOTMIAN A.M. SITUMORANG NIM. 101000424

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

GAMBARAN KELUHAN MUSKULOSKELETAL PADA PEKERJA PEMBUAT TAS DI JALAN BAJAK V KECAMATAN

MEDAN AMPLAS TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

HOTMIAN A.M. SITUMORANG NIM. 101000424

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh pekerja pembuat tas sejumlah 30 orang. Sampel adalah seluruh jumlah populasi (total sampling). Data dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini melakukan pemetaan keluhan muskuloskeletal dengan mengunakan Nordic Body Map.

Hasil penelitian diperoleh dari 30 pekerja pembuat tas, keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan pekerja dengan kategori “agak sakit” adalah pada bagian leher atas sebanyak 22 orang (73,3%), leher bawah sebanyak 19 orang (63,3%), lengan atas kanan sebanyak 17 orang (56,7%), lengan bawah kiri sebanyak 23 orang (76,7%), lengan bawah kanan sebanyak 24 orang (80%), pergelangan tangan kiri sebanyak 19 orang (63,3%), pergelangan tangan kanan sebanyak 16 orang (53,3%), jari-jari tangan kanan sebanyak 22 orang (73,3%), lutut kiri sebanyak 16 orang (53,3%). Keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan dengan kategori “sakit” adalah pada bagian bahu kiri sebanyak 18 orang (60%), bahu kanan sebanyak 20 orang (66,7%), pinggang sebanyak 19 orang (63,3%), bokong sebanyak 18 orang (60%), pantat sebanyak 19 orang (63,3%). Bagian tubuh yang paling banyak responden tidak merasakan adanya keluhan adalah pada bagian lengan atas kiri sebanyak 19 orang (63,3%), siku kiri sebanyak 26 orang (86,7%), siku kanan sebanyak 27 orang (90%), paha kiri sebanyak 18 orang (60%), betis kiri sebanyak 18 orang (60%), pergelangan kaki kiri sebanyak 28 orang (93,3%), pergelangan kaki kanan sebanyak 28 orang (93,3%), jari kaki kiri dan jari kaki kanan masing-masing sebanyak 30 orang (100%).

Pembuat tas disarankan untuk melakukan relaksasi tangan dan kaki dengan menggerak-gerakkan tangan selama 5 menit. Sedangkan pada leher, relaksasi yang dapat dilakukan seperti mengerakkan leher dari bawah ke atas secara pelahan-lahan atau dengan menggerakkan leher ke bawah, ke atas, dan ke samping secara bergantian.


(5)

ABSTRACT

Has conducted research on bag maker workers in Bajak V street sub-district Medan Amplas Year 2013. The purpose of this study is to describe musculoskeletal complaints in bag maker workers. The research is descriptive. Worker population as many as 30 peoples. Sample is the total population (total sampling). Data were analyzed descriptively. This study mapped the musculoskeletal complaints using the Nordic Body Map.

The results obtained from 30 bag maker workers, muskuloskletal complaints that most workers perceived by category "a little sore" is on the upper neck as many as 22 people (73.3%), neck down as many as 19 people (63.3%), right arm on as many as 17 people (56.7%), forearm left as many as 23 people (76.7%), right forearm as many as 24 people (80%), left wrist as many as 19 people (63.3%), ankle right hand as many as 16 people (53.3%), fingers of the right hand were 22 men (73.3%), the left knee as many as 16 people (53.3%). Muskuloskletal complaints most widely perceived by category "pain" is on the left shoulder as many as 18 people (60%), right shoulder as many as 20 people (66.7%), waist as many as 19 people (63.3%), buttocks as much as 18 people (60%), buttocks as many as 19 people (63.3%). Parts of the body most respondents did not feel the complaint is on the upper left arm as many as 19 people (63.3%), the left elbow as many as 26 people (86.7%), right elbow as many as 27 people (90%), left thigh 18 people (60%), left calf about 18 people (60%), the left ankle by 28 people (93.3%), right ankle as many as 28 people (93.3%), and the left toes toes right respectively of 30 people (100%).

Bag maker workers are advised to do relaxation with the hands and feet waving his hands for 5 minutes. While on the neck, relaxation do like neck mobilizing from the bottom up as slowly or by moving the neck down, up, and sideways in turn.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hotmian Asi Magdalena Situmorang

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 26 April 1986

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Katholik

Anak ke : 6 dari 6 bersaudara

Status Perkawinan : Belum menikah

Alamat Rumah : JL. Bilal dalam Gg. Landasan No. 106 Polonia VI Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1993-1999 : Lulus dari SD ST. Petrus Medan

Tahun 1999-2001 : Lulus dari SMP ST. Petrus Medan

Tahun 2001-2004 : Lulus dari SMU Cahaya Medan

Tahun 2004-2007 : Lulus dari Akademi Keperawatan ST. Elisabeth Medan

Tahun 2010-2013 : Lulus dari Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2007-2009 : Staf Perawat di RS. ST. Elisabeth Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Gambaran Keluhan Muskuloskletal pada Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013”.

Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Arfah Mardiana Lubis, M.Psi, selaku Dosen Pembimbing Akademik. 3. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku ketua Departemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja.

4. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Ibu Umi Salmah, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

7. Bapak Akhiruddin Koto, selaku Pimpinan pembuatan tas di Jalan Bajak V kecamatan Medan Amplas yang telah banyak membantu penyelesaian skripsi. 8. Teristimewa kedua orang tuaku tercinta, Parluhutan Situmorang (Bapak)

dan Ledyana Panggabean (Ibu), yang selalu sabar memberikan doa, dukungan dan semangat, serta kasih sayang yang tak terhitung banyaknya untukku.


(8)

9. Kepada abang Gringo Situmorang dan Budi Situmorang, tidak lupa juga kakak Martha Elisa Situmorang, trimakasih buat doa, semangat, nasihat, dukungan kalian kepadaku.

10.Buat seseorang yang jauh di sana, terimakasih buat perhatian, dukungan dan doanya selama ini, God bless us.

11.Sahabat-sahabat di FKM USU (Dino, Duma, Henokh, Abdi, Henry, Novtalin, Florentina, Debi, Rofirma, Kak Theodora dll.), trimakasih buat dukungannya. 12.Sahabat-sahabat alumni Akper ST. Elisabeth Medan angkatan 13 yang

namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, trimakasih buat doa dan dukungan kalian.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya.

Medan, 11 September 2013


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi ... 6

2.1.1. Definisi Ergonomi ... 6

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi ... 8

2.1.3. Tujuan Ergonomi ... 9

2.2. Sikap Kerja ... 10

2.2.1. Sikap Kerja Duduk ... 10

2.2.2. Sikap Kerja Berdiri ... 11

2.3. Sikap Tubuh Alamiah ... 13

2.4. Mekanika Tubuh ... 13

2.5. Gangguan Muskuloskeletal ... 14

2.5.1. Definisi Gangguan Muskuloskeletal ... 14

2.5.2. Faktor Resiko Keluhan Muskuloskeletal ... 17

2.6. Nordic Body Map ... 22

2.7. Industri Informal ... 24

2.8. Kerangka Konsep ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 28

3.2.2. Waktu Penelitian... 28

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 28


(10)

3.3.2. Sampel Penelitian ... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 29

3.4.1. Data Primer ... 29

3.4.2. Data Sekunder... 29

3.5. Defenisi Operasional ... 29

3.6. Analisa Data ... 29

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 30

4.2. Jumlah Tenaga Kerja... 31

4.3. Waktu Kerja ... 31

4.4. Gambaran Proses Kerja Pembuatan Tas ... 32

4.5. Gambaran Hasil Penelitian ... 33

4.5.1. Karakteristik Pekerja. ... 33

4.5.1.1. Umur ... 33

4.5.1.2. Jenis Kelamin ... 34

4.4.1.3. Masa Kerja. ... 34

4.4.1.4. Sikap Kerja ... 35

4.5.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal ... 35

4.5.2.1. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lanti ... 35

4.5.2.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lantai ... 37

4.5.2.3. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi ... 38

4.5.2.4. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi ... 39

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 41

5.1.1. Umur ... 41

5.1.2. Jenis Kelamin ... 41

5.1.3. Masa Kerja ... 42

5.2. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas ... 42

5.2.1. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Lantai ... 42

5.2.2. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi ... 45


(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 47 6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Umur pada tahun 2013 ... 33 Tabel 4.2. Distribusi Pekerja Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan

Amplas Berdasarkan Jenis Kelamin pada tahun 2013. ... 34 Tabel 4.3. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan

Amlas Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2013 ... 34 Tabel 4.4. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan

Amlas Berdasarkan Sikap Kerja pada tahun 2013 ... 35 Tabel 4.5. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk di

Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 36 Tabel 4.6. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan sikap kerja duduk di

Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 37 Tabel 4.7. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk di

Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 38 Tabel 4.8. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan sikap kerja duduk di

Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 ... 40


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian Lampiran 3. Kuesioner

Lampiran 4. Master Data

Lampiran 5. Gambar Gerakan-gerakan Latihan Relaksasi Lampiran 6. Dokumentasi


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Populasi adalah seluruh pekerja pembuat tas sejumlah 30 orang. Sampel adalah seluruh jumlah populasi (total sampling). Data dianalisis secara deskriptif. Penelitian ini melakukan pemetaan keluhan muskuloskeletal dengan mengunakan Nordic Body Map.

Hasil penelitian diperoleh dari 30 pekerja pembuat tas, keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan pekerja dengan kategori “agak sakit” adalah pada bagian leher atas sebanyak 22 orang (73,3%), leher bawah sebanyak 19 orang (63,3%), lengan atas kanan sebanyak 17 orang (56,7%), lengan bawah kiri sebanyak 23 orang (76,7%), lengan bawah kanan sebanyak 24 orang (80%), pergelangan tangan kiri sebanyak 19 orang (63,3%), pergelangan tangan kanan sebanyak 16 orang (53,3%), jari-jari tangan kanan sebanyak 22 orang (73,3%), lutut kiri sebanyak 16 orang (53,3%). Keluhan muskuloskletal yang paling banyak dirasakan dengan kategori “sakit” adalah pada bagian bahu kiri sebanyak 18 orang (60%), bahu kanan sebanyak 20 orang (66,7%), pinggang sebanyak 19 orang (63,3%), bokong sebanyak 18 orang (60%), pantat sebanyak 19 orang (63,3%). Bagian tubuh yang paling banyak responden tidak merasakan adanya keluhan adalah pada bagian lengan atas kiri sebanyak 19 orang (63,3%), siku kiri sebanyak 26 orang (86,7%), siku kanan sebanyak 27 orang (90%), paha kiri sebanyak 18 orang (60%), betis kiri sebanyak 18 orang (60%), pergelangan kaki kiri sebanyak 28 orang (93,3%), pergelangan kaki kanan sebanyak 28 orang (93,3%), jari kaki kiri dan jari kaki kanan masing-masing sebanyak 30 orang (100%).

Pembuat tas disarankan untuk melakukan relaksasi tangan dan kaki dengan menggerak-gerakkan tangan selama 5 menit. Sedangkan pada leher, relaksasi yang dapat dilakukan seperti mengerakkan leher dari bawah ke atas secara pelahan-lahan atau dengan menggerakkan leher ke bawah, ke atas, dan ke samping secara bergantian.


(15)

ABSTRACT

Has conducted research on bag maker workers in Bajak V street sub-district Medan Amplas Year 2013. The purpose of this study is to describe musculoskeletal complaints in bag maker workers. The research is descriptive. Worker population as many as 30 peoples. Sample is the total population (total sampling). Data were analyzed descriptively. This study mapped the musculoskeletal complaints using the Nordic Body Map.

The results obtained from 30 bag maker workers, muskuloskletal complaints that most workers perceived by category "a little sore" is on the upper neck as many as 22 people (73.3%), neck down as many as 19 people (63.3%), right arm on as many as 17 people (56.7%), forearm left as many as 23 people (76.7%), right forearm as many as 24 people (80%), left wrist as many as 19 people (63.3%), ankle right hand as many as 16 people (53.3%), fingers of the right hand were 22 men (73.3%), the left knee as many as 16 people (53.3%). Muskuloskletal complaints most widely perceived by category "pain" is on the left shoulder as many as 18 people (60%), right shoulder as many as 20 people (66.7%), waist as many as 19 people (63.3%), buttocks as much as 18 people (60%), buttocks as many as 19 people (63.3%). Parts of the body most respondents did not feel the complaint is on the upper left arm as many as 19 people (63.3%), the left elbow as many as 26 people (86.7%), right elbow as many as 27 people (90%), left thigh 18 people (60%), left calf about 18 people (60%), the left ankle by 28 people (93.3%), right ankle as many as 28 people (93.3%), and the left toes toes right respectively of 30 people (100%).

Bag maker workers are advised to do relaxation with the hands and feet waving his hands for 5 minutes. While on the neck, relaxation do like neck mobilizing from the bottom up as slowly or by moving the neck down, up, and sideways in turn.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Saat ini pembangunan industri menjadi salah satu andalan dalam pembangunan nasional Indonesia dan sangat berpengaruh dalam penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan pemerataan pembangunan. Namun, kegiatan industri tersebut dalam proses kegiatannya tidak lepas dari faktor-faktor yang mengandung risiko bahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Kondisi ini tentunya mengharuskan kesiapan tenaga kerja sebagai pelaku industri dalam berbagai aspek baik dari segi pengetahuan, keterampilan, kesehatan, keselamatan maupun perlindungan secara menyeluruh terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dari faktor pekerjaan dan lingkungan kerjanya (Harrianto, 2010).

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian dari aspek perlindungan tenaga kerja sekaligus upaya dalam peningkatan produktivitas kerja. Hal ini sangat jelas tertuang dalam UU No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja dimana tenaga kerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan dan setiap orang lain yang berada di tempat kerja juga perlu terjamin keselamatannya.

Untuk mencapai keselamatan dan kesehatan kerja tentu tidak lepas dari peran ergonomi, dimana ergonomi berkaitan dengan para pekerja dalam rangka efektifitas dan efisiensi kerja. Ergonomi merupakan suatu ilmu dimana penerapannya berusaha


(17)

pekerjaan dapat menghasilkan rasa nyaman saat bekerja, terhindar dari kelelahan, serta dapat menghindari gerakan yang tidak perlu saat bekerja serta upaya dalam melaksanakan pekerjaaan menjadi sekecil-kecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya (Surya, 2008).

Salah satu penyakit akibat kerja adalah keluhan muskuloskeletal yang sering juga disebut dengan istilah musculoskeletal disorder (MSDs). Menurut Grandjen & Lemaster (1993), keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon (Tarwaka, 2010).

Lahan pekerjaan sebagai sumber ekonomi masyarakat saat ini, terutama di kota-kota besar dipenuhi berbagai sektor industri baik sektor formal maupun sektor informal dimana pertumbuhan industri sektor informal ini mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dibandingkan dengan industri sektor formal sehingga menjadi salah satu penopang perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data, jumlah keseluruhan tenaga kerja Indonesia sebesar 116 juta orang pada tahun 2010, tercatat lebih dari 73 juta orang terserap dalam industri sektor informal (BPS, 2010).

Keberadaan industri sektor informal ini tentu sangat membantu mengurangi beban negara dalam upaya mengurangi pertumbuhan pengangguran di Indonesia. Namun, di samping itu semua industri sektor informal ini memiliki standar kesejahteraan pekerja yang masih jauh dari memuaskan. Pada umumnya pekerja di industi sektor informal memiliki beban dan waktu kerja yang berlebihan. Pengusaha


(18)

sektor informal pada umumnya kurang memperhatikan kaidah keamanan dan kesejahtraan kerja. Situasi ini tentunya menunjukkan buruknya status kesehatan pekerja di industri sektor informal (ICOHIS, 2009).

ICOHIS (2006), menyatakan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan ada berbagai gangguan kesehatan akibat kerja yang ditemukan pada industri sektor informal. Salah satunya adalah gangguan otot dan sendi dimana gangguan otot dan sendi ini banyak dijumpai pada perajin batu bata sebanyak 74,7%, nelayan sebanyak 41,6%, dan perajin kulit sebanyak 21,0% ( Depkes RI, 2008).

Usaha pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas ini merupakan salah satu industri di sektor informal. Pembuatan tas ini menghasilkan berbagai macam tas yang akan dipasarkan ke pedagang-pedagang tas atau memenuhi pesanan-pesanan untuk seminar, hotel, sekolah, dan lain-lain.

Berdasarkan survei pendahuluan diketahui bahwa usaha pembuatan tas yang terletak di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas merupakan salah satu industri sektor informal yang sudah ada sejak tahun 1980an. Usaha pembuatan tas ini menghasilkan berbagai jenis tas, mulai dari hand bag, travel bag, tas laptop, tas gunung, tas ransel, bahkan tas untuk acara-acara seminar. Proses pembuatan tas-tas tersebut dilakukan secara sederhana dengan alat-alat yang cukup sederhana pula. Adapun proses pembuatan tas tersebut adalah pembuatan pola, pemotongan/pengguntingan, penjipklakan, pengeleman/pelipatan, penjahitan, pemasangan aksesoris, selanjutnya tahap akhir finishing.


(19)

mengerjakan proses kerja pembuatan pola, pemotongan/pengguntingan, penjipklakan, pengeleman/pelipatan, pemasangan aksesoris, dan finishing duduk di lantai sambil membungkuk dan posisi kepala sering menunduk dan ini dilakukan dalam waktu yang lama. Sementara itu, pekerja yang mengerjakan proses penjahitan bekerja dengan posisi duduk di kursi dimana kursi yang digunakan pada saat menjahit tidak mempunyai sandaran dan pekerja sering membungkuk. Sikap kerja yang tidak alamiah ini jika terjadi dalam kurun waktu lama maka akan terjadi akumulasi keluhan yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya cedera otot (Suma’mur, 1996). Pekerja mulai bekerja dari pukul 08.00-17.00 WIB dengan waktu istirahat yang tidak tentu demi mengejar target pesanan tas dari pelanggan. Jika jumlah pesanan tas sedikit, maka pekerja dapat bekerja lebih santai dan memiliki waktu untuk istirahat. Namun, jika pesanan tas sangat banyak biasanya pekerja tidak akan sempat istirahat, hanya sempat untuk makan siang saja. Pekerja pembuat tas bekerja setiap hari dikarenakan jumlah pesanan yang relatif stabil sehingga mereka harus bekerja setiap hari untuk memenuhi pesanan. Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan diketahui bahwa pekerja sering mengalami keluhan muskuloskletal seperti di daerah leher, pinggang, punggung, dan bagian tubuh lainnya.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah “Bagaimana gambaran keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013”.


(20)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.

2. Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal pada pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi para pekerja tentang keluhan muskuloskletal sehingga mendorong untuk melakukan pencegahan dan pengendaliannya.

2. Sebagai masukan bagi pimpinan home industri pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas tentang keluhan muskuloskletal dan upaya pencegahan dan pengendaliannya.

3. Dapat menjadi bahan referensi bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan baik dari kalangan akademis, masyarakat dan peneliti.

4. Sebagai pengembangan wawasan keilmuan bagi peneliti tentang gangguan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ergonomi

2.1.1. Definisi Ergonomi

Ergonomi adalah suatu ilmu dimana dalam penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, yang bertujuan demi tercapainya produktivitas kerja dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup hiperkes yang antara lain meliputi

penyerasian pekerjaan terhadap tenaga kerja secara timbale balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerj (Suma’mur,1989).

Sasaran ergonomi adalah seluruh tenaga kerja, baik sektor modern, maupun pada sektor tradisional dan informal. Pada sektor modern penerapan ergonomi dalam bentuk pengaturan sikap, tata cara kerja dan perencanaan kerja yang tepat adalah syarat penting bagi efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi. Pada sektor tradisional pada umumnya dilakukan dengan tangan dan memakai peralatan serta dalam sikap-sikap badan dan cara-cara kerja yang secara ergonomi dapat diperbaiki (Suma’mur, 1989).

Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi adalah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia yang ditujukan untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa penyesuaian


(22)

ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia (Departemen Kesehatan RI, 2007).

Menurut International Ergonomic Association (IEA), ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya hukum alam, sehingga ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya (Nurmianto, 2008).

Ergonomi adalah praktek dalam mendisain peralatan dan rincian pekerjaan sesuai dengan kapasitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah cidera pada pekerja (OSHA, 2010). Ergonomi juga didefinisikan sebagai suatu penerapan ilmu pengetahuan yang lebih menitik-beratkan rancangan fasilitas peralatan, perkakas sesuai dengan karakteristik anatomi, fisiologi, biomekanik, persepsi serta sikap kebiasaan manusia (NIOSH, 2007).

Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan segala kemampuan, kebolehan dan keterbatasan manusia secara fisik maupun mental sehingga dicapai suatu kualitas hidup secara keseluruhan yang lebih baik (Tarwaka, 2010).


(23)

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi

Ruang lingkup ergonomi tidak hanya sebatas bagaiman cara mengatur posisi kerja yang baik, namun juga mencakup tehnik, antropometri, dan disain. Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja Departemen Kesehatan RI (2008), menyatakan bahwa ruang lingkup ergonomi mencakup beberapa aspek keilmuan yaitu:

1. Tehnik, yaitu cara-cara melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dapat mengurangi resiko cedera akibat ergonomi yang tidak baik.

2. Fisik, yaitu dimana penampilan seseorang mencerminkan keseimbangan antara kemampuan tubuhnya dengan tuntutan tugas. Apabila tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan tubuh maka akan terjadi ketidaknyamanan, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit, serta menurunya produktivitas. Sebaliknya, apabila tuntutan tugas lebih kecil dari kemampuan tubuh, akan terjadi understress, seperti kejenuhan, kebosanan, kelesuhan, kurang produktif dan sakit.

3. Anatomi, yaitu berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian.

4. Antropometri, yaitu suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia yang meliputi ukuran, bentuk dan kekuatan yang nantinya berfungsi untuk mendisain tempat kerja seseorang.

5. Fisiologi, yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi dan kerja tubuh, seperti temperature tubuh, oksigen yang didapat saat bekerja, aktifitas otot dan lain-lain.


(24)

6. Disain, yaitu berupa perancangan tempat kerja yang sesuai dengan pekerja supaya dapat bekerja secara layak, aman dan nyaman.

2.1.3. Tujuan Ergonomi

Tujuan penerapan perilaku ergonomi yang baik adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja di suatu instansi, organisasi ataupun tempat-tempat manusia melakukan aktivitasnya. Menurut Santoso (2004), ada empat tujuan utama ergonomi, yaitu memaksimalkan efisiensi karyawan, memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja, menganjurkan agar bekerja aman, nyaman dan bersemangat, dan memaksimalkan bentuk kerja yang meyakinkan.

Menurut Tarwaka (2004), ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan ergonomi, antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan

antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.


(25)

2.2. Sikap Kerja

Sikap kerja adalah sikap tubuh yang menggambarkan bagaimana posisi badan, kepala badan, tangan dan kaki baik dalam hubungan antar bagian-bagian tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertical badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau penguranngan bentuk kurva tulang belakang.

Sikap tubuh saat bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan, dimana setiap posisi kerja memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Menurut Suma’mur (1996), dalam pekerja, sikap tubuh sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan.

2.2.1. Sikap Kerja Duduk

Menurut Grandjean (2000), bekerja dengan posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain : pembebanan pada kaki, pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi. Namun demikian sikap duduk yang terlalu lama dapat menyebabkan otot perut melembek dan tulang belakang akan melengkung sehingga mempercepat kelelahan.

Pada saat posisi duduk, otot rangka (muskuloskletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari rasa nyeri dan cepat lelah. Jika posisi duduk tidak benar maka tekanan pada tulang belakang semakin meningkat (Nurmianto, 2008).


(26)

Sanders & McCormick (1982) memberikan pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk sebagai berikut :

1. Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diukur turun dan naik.

2. Landasan kerja memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit menurun (shoping down slightly).

3. Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang berlebihan.

Pekerjaan sejauh mungkin sebaiknya dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah mengurangi kelelahan pada kaki, terhindar dari sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi, berkurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Suma’mur,1989)

2.2.2. Sikap Kerja Berdiri

Menurut Sutalaksana (2001), sikap berdiri merupakan sikap siaga baik fisik, maupun mental, sehingga aktivitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Pada dasarnya berdiri itu sendiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan untuk berdiri lebih banyak 10-15% dibandingkan dengan duduk.

Salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja yang berdiri adalah sikap kepala. Dimana keadaan kepala harus member kemudahan saat bekerja. Leher yang berada dalam keadaan fleksi atau ekstensi secara terus menerus dapat mengakibatkan kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri adalah antara 23°-27° kea rah bawah dari garis horizontal.


(27)

Manuaba (1983), Sanders & McCormick (1982), Grandjean (1993)

memberikan rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri didasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai berikut ini :

1. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk mengurangi pembebanan statis pada otot bagian belakang, ketinggian landasan kerja adalah 5-10 cm di atas tinggi siku berdiri.

2. Selama kerja manual, di mana pekerja sering memerlukan ruangan untuk peralatan, material dan kontainer dengan berbagai jenis, ketinggian landasan kerja adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.

3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan yang kuat, ketinggian landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.

Sikap kerja yang monoton dengan posisi yang sama baik duduk maupun berdiri dapat mengakibatkan ketidaknyamanan. Orang yang bekerja berdiri dalam waktu yang lama akan berusaha untuk menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga mengakibatkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki sehingga akan berakibat aliran darah akan mengumpul pada anggota tubuh bagian bawah.


(28)

2.3. Sikap Tubuh Alamiah

Baird dalam Merulalia (2010), mengemukakan bahwa sikap tubuh yang alamiah merupakan sikap atau postur tubuh yang sesuai dengan anatomi tubuh selama proses kerja, sehingga tidak ada pergeseran maupun penekanan pada bagian-bagian penting organ tubuh yang akhirnya tercapai suatu keadaan tubuh yang rileks tanpa adanya keluhan muskuloskletal ataupun keluhan lainnya.

Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis selama melakukan pekerjaan dalam kurun waktu yang cukup lama dan dilakukan terus menerus akan mengakibatkan berbagai gangguan pada pekerja antara lain:

1. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang, leher, dan lain-lain.

2. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

3. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu, misalnya kesulitan menggerakkan kaki, tangan maupun leher/kepala.

4. Jika berkepanjangan, dapat mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk tubuh (tulang miring, bongkok).

2.4.Mekanika Tubuh

Mekanika tubuh adalah suatu usaha mengkoordinasikan sistem muskuloskletal dan sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur, dan kesejajaran tubuh selama mengangkat, membungkuk, bergerak, dan melakukan aktifitas sehari-hari. Penggunaan mekanika tubuh yang tepat dapat mengurangi resiko cidera pada sistem muskuloskletal. Selain itu, mekanika tubuh juga berfungsi untuk


(29)

mendukung pergerakan tubuh yang memungkinkan mobilisasi fisik tanpa terjadi ketegangan otot dan penggunaan energi otot yang berlebihan (Potter & Perry, 2006).

Mekanika tubuh meliputi kesejajaran tubuh, keseimbangan tubuh, dan koordinasi gerakan tubuh. Kesejajaran tubuh (postur tubuh) mengacu pada posisi sendi, tendon, ligamen dan otot selama berdiri, duduk dan berbaring, dimana jika dilakukan dengan benar dapat mengurangi ketegangan pada struktur muskuloskletal, mempertahankan tonus otot secara adekuat dan menunjang keseimbangan. Keseimbangan tubuh diperlukan untuk mempertahankan posisi, memperoleh kestabilan selama bergerak dari satu posisi ke posisi lain, dan melakukan aktifitas sehari-hari. Koordinasi gerakan tubuh merupakan fungsi yang terinteraksi dari sistem skletal, otot skelet, dan sistem saraf (Potter & Perry, 2006).

2.5. Gangguan Muskuloskeletal

2.5.1. Definisi Gangguan Muskuloskeletal

Gangguan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka (skletal) yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon (Tarwaka, 2004). Keluhan inilah yang yang disebut dengan istilah keluhan muskuloskletal atau Muskuloskletal Disorders (MSDs) atau cidera pada sistem muskuloskletal.


(30)

Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot

menerima beban statis, namun kemudian keluhan itu akan segera hilang apabila pemberian beban dihentikan.

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang yang bersifat menetap . walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot terus berlanjut.

Pada umumnya keluhan otot skletal terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan waktu lama dan bersifat monoton. Kemungkinan adanya keluhan otot ini dapat dihindari apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun jika kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah dari otot akan berkurang sesuai tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan. Hal ini mengakibatkan suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat juga terhambat dan akhirnya terjadi penimbunan asam laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot (Suma’mur,1989).

Harianto (2010), mengatakan bahwa rasa nyeri di daerah leher, bagian atas punggung, bahu, lengan atau tangan merupakan gejala yang sering dirasakan oleh pekerja. Biasanya dimulai dari suatu tempat tertentu yang dapat menyebar ke seluruh anggota tubuh bagian atas dan kadang-kadang diikuti oleh gangguan sensibilitas. Dijelaskan juga bahwa kerja otot dinamis selalu diikuti oleh relaksasi otot sesaat. Pada saat kontraksi otot akan bekerja sebagai pompa pembuluh darah balik guna


(31)

memberikan peluang aliran darah segar memasuki otot. Dengan demikian suplai darah menjadi 10-20 kali lebih besar dari keadaan normal. Otot akan penuh dengan darah yang banyak mengandung sari makanan dan O2. Sementara itu metabolit yang

dihasilkan dapat dibersihkan dan dibuang tanpa menimbulkan kelelahan otot. Pada kerja otot statis, peredaran darah terhambat karena pembuluh darah otot terjepit oleh tekanan internal jaringan otot, sehingga kerja otot hanya mengandalkan cadangan sari makanan di otot dan sebagian besar tenaga dihasilkan dari proses anaerob. Akibatnya metabolisme (asam laktat) terakumulasi di sel-sel otot, sehingga kelelahan otot terjadi dengan cepat.

Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala Musculoscletal Disorders (MSDs) yang biasa dirasakan oleh seseorang adalah:

1. Leher dan punggung terasa kaku.

2. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibelitas. 3. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk.

4. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku.

5. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai bengkak.

6. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat.

7. Jari menjadi kehilangan mobilitasnya, kaku dan kehilangan kekuatan serta kehilangan kepekaan.

8. Kaki dan tumit merasakan kesemutan, dingin, kaku ataupun sensasi rasa panas.


(32)

Gambaran gejala Muskuloskletal Disorders (MSDs) dapat diperoleh dengan menggunakan Nordic Body Map (NBM) dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak nyaman (sedikit sakit), sakit hingga sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh (NBM) maka dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skelektal yang dirasakan oleh pekerja. Cara ini sangat sederhana, namun kurang teliti karena mengandung nilai subjektifitas yang tinggi (Kuorinka et al, 1997).

2.5.2. Faktor Resiko Keluhan Muskuloskeletal

Hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk dijelaskan secara pasti. Namun ada beberapa faktor risiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor risiko tersebut bisa diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu pekerjaan, lingkungan dan manusia atau pekerja (Pheasant, 1991; Oborne, 1995) dan ditambah lagi dengan faktor psikososial (Susan Stock, et al, 2005).

1. Faktor Pekerjaan a. Postur Kerja

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).

Berdasarkan hasil penilitian Hendra dan Raharjo (2008), diperoleh bahwa skor risiko (REBA) pada pekerjaan pemuatan kelapa sawit ke dalam truk


(33)

pada leher dan punggung bawah. Adapun postur-postur janggal adalah sebagai berikut :

Berdiri.

Duduk tanpa dukungan lumbar.

Duduk tanpa footrest (tumpuan kaki) yang baik dengan ketinggian yang sesuai.

Duduk dengan mengistirahatkan bahu pada permukaan alat kerja yang terlalu tinggi.

Tangan bagian atas terangkat tanpa dukungan dari alas vertikal.

Kepala mendongak.

Posisi membungkuk, punggung yang mengarah ke depan. Membawa beban berat dengan cara memanggul atau memikul.

Semua posisi tegang.

Posisi ekstrim yang terus menerus pada setiap sendi.

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pergerakan tenaga yang besar dan apabila terjadi secara terus menerus, dapat meningkatkan terjadinya keluhan otot bahkan dapat menyebabkan cedera otot skletal.

b. Tekanan.

Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, sebagai contoh pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak


(34)

akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.

c. Getaran.

Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot (Suma’mur, 1989). d. Mikrolimat.

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan, dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang terlalu besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan terpakai oleh tubuh untuk beradaptasi terhadap lingkungan tersebut. Apabila tidak diimbangi dengan pemasukan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan energi otot dan akan berakibat peredaran darah kurang lancar, suplai oksigen ke otot menurun sehingga metabolisme karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeeri otot (Astrand & Rohl, 1977).

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut, dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi.


(35)

3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang mengakibatkan pergerakan posisi bagian-bagian tubuh menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dsb. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semakin tinggi pula resiko terjadinya keluhan muskuloskletal.

4. Penyebab kombinasi

Risiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila disaat bekerja, pekerja dihadapkan pada beberapa faktor risiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerjaan yang harus melakukan aktivitas angkat angkut di bawah tekanan panas matahari seperti yang dilakukan pekerja bangunan.

Disamping ke-empat faktor penyebab terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal tersebut di atas, beberapa ahli menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh dapat menjadi penyebab terjadinya keluhan otot skeletal (Tarwaka, 2004).

a. Umur.

Chaffin (1979) dan Guo et al.(1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 26-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.


(36)

b. Jenis kelamin.

Secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Hasil penelitian Bettie at.al (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60 % kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.

c. Kebiasaan merokok.

Bouishen at.al (1993) menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan pengerahan otot.

d. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya keluhan otot jarang dialami oleh seseorang yang dalam aktivitas kesehariannya mempunyai cukup waktu untuk beristirahat. Sebaliknya, apabila dalam pekerjaan tenaga yang diperlukan pekerja tersebut besar tetapi waktu untuk istirahatnya tidak cukup maka akan sering mengalami keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktivitas fisik.

e. Kekuatan fisik.

Chaffin and Park (1973) yang dilaporkan oleh NIOSH menemukan adanya peningkatan keluhan punggung yang tajam pada pekerja yang melakukan tugas yang menuntut kekuatan melebihi batas kekuatan otot.


(37)

f. Ukuran tubuh (antropometri).

Walaupun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan massa tubuh merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Vessy at.al (1990) menyatakan bahwa wanita gemuk memiliki resiko 3 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita kurus.

2.6. Nordic Body Map

Nordic Body Map merupakan salah satu dari metode pengukuran subyektif untuk mengukur rasa sakit otot pada pekerja (Wilson and Corlett, 1995). Untuk mengetahui letak rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tubuh pekerja dapat digunakan kuesioner Nordic Body Map sebagai salah satu bentuk kuesioner checlist ergonomi yang sudah terstandarisasi.

Joanne O. Crawford dalam Jurnal Oxford (2007), mengemukakan bahwa Nordic Body Map dapat digunakan sebagai kuesioner atau sebagai wawancara terstruktur. Namun, frekuensi jauh lebih tinggi dari masalah muskuloskeletal yang dilaporkan saat kuesioner diberikan sebagai bagian dari studi difokuskan pada isu-isu muskuloskeletal dan faktor kerja dibandingkan bila diberikan sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan berkala secara umum.

Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9 bagian utama, yaitu leher, bahu, punggung bagian atas, siku, punggung bagian bawah, pergelangan tangan/tangan, pinggang/pantat, lutut dan tumit/kaki (Kroemer, 2001). Adapun gambarnya sebagai berikut:


(38)

Gambar 1. Nordic Body Map

0.leher bagian atas 1 leher bagian bawah

2 bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan 4 lengan atas kiri 5 punggung

6 lengan atas kanan 7 pinggang

8 bokong 9 pantat 10 Siku kiri 11 Siku kanan 12 lengan bawah kiri 13 lengan bawah kanan 14 pergelangan tangan kiri 15 pergelangan tangan kanan 16 jari-jari tangan kiri 17 jari-jari tangan kanan 18 paha kiri

19 paha kanan 20 lutut kiri 21 lutut kanan 22 betis kiri 23 betis kanan

24 pergelangan kaki kiri 25 pergelangan kaki kanan 26 jari kaki kiri


(39)

2.7. Industri Informal

Industri informal adalah unit usaha kecil yang melakukan kegiatan produksi dan/atau distribusi barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi mereka yang terlibat unit tersebut, bekerja dengan keterbatasan, baik modal, fisik, tenaga maupun keahlian (KBBI, 2010).

Menurut Notoatmodjo (1989) dalam Departemen Kesehatan RI (1994) menjelaskan bahwa sektor informal berasal dari terminologi ekonomi, yang dikenal sebagai sektor kegiatan ekonomi marginal atau kegiatan ekonomi kecil-kecilan. Biasanya dikaitkan dengan usaha kerajinan tangan dagang, atau usaha lain secara kecil-kecilan.

Menurut Simanjuntak (1985) dalam Depkes RI (1994), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional, yaitu usaha-usaha ekonomi di luar sektor modern atau sektor formal seperti perusahaan, pabrik dan sebagainya, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kegiatan usaha biasanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang bahkan kadang-kadang usaha perorangan dan sistem pembagian kerja yang tidak ketat.

2. Skala usaha relatif kecil, biasanya dimulai dengan modal dan usaha-usaha kecil-kecilan.

3. Biasanya tidak mempunyai izin usaha seperti halnya Firma, Perseroan Terbatas atau CV.

4. Sebagai akibat yang pertama, kedua dan ketiga membuka usaha disektor informal relatif lebih mudah daripada formal.


(40)

Timbulnya sektor informal adalah akibat dari meluapnya atau membengkaknya angkatan kerja disatu pihak dan menyempitnya lapangan kerja dipihak yang lain. Hal ini berarti bahwa lapangan kerja yang tersedia tidak cukup menampung angkatan kerja yang ada. Permasalahan ini menimbulkan banyaknya penganggur dan setengan penganggur. Oleh karenanya, secara naluri masyarakat ini berusaha kecil-kecilan sesuai dengan kebiasaan mereka. Inilah yang memunculkan usaha sektor informal (Depkes RI, 1994).

Dalam kelompok masyarakat desa dan kota terdapat perbedaan tantangan hidup. Oleh karenanya sektor informal dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu (Depkes RI, 1994):

1. Kelompok sektor informal desa

Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di desa pada umumnya meliputi bidang pertanian/perikanan, perkebunan dan kerajinan tangan seperti anyaman, menyulam, pembuatan tempe/tahu, keramik dan sebagainya.

2. Kelompok sektor informal kota

Kegiatan atau usaha-usaha sektor informal di kota pada umumnya meliputi bidang-bidang perdagangan (pedagang baso, warung nasi, jamu gendong, pedagang es, tukang koran dan pedagang bermacam-macam minuman dan makanan baik keliling maupun disuatu tempat), kerajinan tangan (tukang jahit, tukang bordir, pembuat dan penjaja mainan anak-anak, pemahat, dan sebagainya), bidang jasa seperti tukang tambal ban, tukang jam, tukang becak, dan bermacam-macam usaha perantara atau calo, bidang keuangan seperti


(41)

tukang membungan uang atau “rentenir”. Disamping itu sekarang ini pemulung juga diperhitungan sebagai usaha sektor informal di kota.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2002), sektor informal adalah kegiatan ekonomi tradisional yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaanya.

2. Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah.

3. Modal, peraturan dan perlengkapan maupun pemasukan biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian.

4. Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan tidak terpisah dengan tempat tinggal.

5. Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar.

6. Pada umumnya dilakukan oleh golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.

7. Tidak selalu membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan.

Menurut ICHOIS (1997), gambaran umum industri sektor informal mempunyai mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Timbulnya resiko bahaya pekerjaan yang tinggi.

2. Keterbatasan sumber daya dalam mengubah lingkungan kerja dan menentukan pelayanan kesehatan kerja yang adekuat.


(42)

3. Rendahnya kesadaran terhadap faktor-faktor resiko kesehatan kerja.

4. Kondisi pekerjaan yang tidak ergonomis, kerja fisik yang berat dan jam kerja yang panjang.

5. Pembagian kerja di struktur yang beraneka ragam dan rendahnya pengawasan manajemen serta pencegahan bahaya-bahaya pekerjaan.

6. Anggota keluarga sering kali terpajan bahaya-bahaya akibat kerja. 7. Masalah perlindungan lingkungan tidak terpecahkan dengan baik.

8. Kurangnya pemeliharaan kesehatan, jaminan keamanan, social (asuransi kesehatan) dan fasilitas kesejahteraan.

2.8. Kerangka Konsep

Pekerja Pembuat tas

Keluhan Muskuloskletal


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kelurahan Harjosari II Kecamatan Medan Amplas pada tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di pusat pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian didasarkan karena belum pernah dilakukan penelitian tentang keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari tahun 2013 sampai Juli 2013.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas yang berjumlah 30 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh anggota populasi (total sampling) yaitu berjumlah 30 orang, yang terdiri dari 25 orang dengan sikap kerja duduk di lantai dan 5 orang dengan sikap kerja duduk di kursi.


(44)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara mengadakan observasi terhadap sikap kerja para pekerja pembuat tas selama proses pembuatan tas berlangsung serta melakukan pemetaan terhadap keluhan muskuloskletal dengan menggunakan kuesioner nordic body map.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu mengenai jumlah pekerja dan gambaran umum pusat pembuatan tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas.

3.5. Definisi Operasional

1. Pekerja pembuat tas adalah pekerja yang mengerjakan aktifitas membuat tas. 2. Keluhan muskuloskletal adalah keluhan-keluhan subjektif yang dirasakan

pekerja pembuat tas pada bagian otot rangka, terutama pada daerah bahu, pinggang, punggung, leher, pergelangan tangan dan bagian tubuh lainnya.

3.6. Analisa Data

Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner nordic body map akan diolah dan disajikan kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan kemudian dianalisa secara deskriptif untuk menjelaskan keluhan muskuloskletal pada pekerja pembuat tas ditinjau dari sikap kerja.


(45)

BAB IV Hasil Penelitian

4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Usaha informal pembuatan tas terletak di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas. Batas-batas wilayah :

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor - Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Morawa

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai - Sebelah Selatan berbatasan dengan Patumbak

Letak administrasi : Kecamatan Medan Amplas Letak Geografis : Dataran rendah

Letak Strategis : Perbatasan Kabupaten

Usaha informal pembuatan tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas merupakan industri rumah tangga yang dimiliki secara perorangan. Pada umumnya mereka sudah memproduksi tas sejak puluhan tahun silam. Mereka belajar membuat tas secara otodidak dan turun-temurun. Mesin yang digunakan terdiri atas mesin jahit manual dan mesin elektrik yang digunakan pada proses penjahitan tas. Sedangkan pada proses lainnya umumnya dilakukan secara manual dengan menggunakan tangan. Tas yang mereka produksi dikumpulkan kepada seorang agen yang kemudian mendistribusikannya ke pasar dan toko-toko di berbagai daerah di Indonesia.


(46)

4.2. Jumlah Tenaga Kerja

Jumlah tenaga kerja yang bekerja di industri pembuatan tas ini adalah 30 orang yang tersebar di 12 rumah tangga. Satu rumah tangga ditanggungjawabkan oleh satu orang yang biasanya adalah suaminya yang memiliki anggota 2 sampai 3 orang yang terdiri dari istri dan anaknya. Seluruh rumah tangga pembuatan tas tersebut dipimpin oleh seorang pengusaha yang memberikan perintah untuk membuat jumlah orderan tas. Tugas yang dilakukan suami sebagai penanggungjawab adalah biasanya membuat pola, menjahit pola, sedangkan istrinya bertugas memasang aksesoris pada tas dan anaknya bertugas menggunting dan menempelkan pola yang telah dibuat.

4.3. Waktu Kerja

Pembuatan tas ini sudah memiliki distributor tetap untuk hasil produksi tas mereka, tetapi industri pembuatan tas ini sering juga menerima orderan untuk acara-acara seminar yang memberikan tas-tas tangan untuk seminar. Industri pembuatan tas ini sudah sering menerima orderan untuk acara-acara besar sekalipun dan hasil produksinya juga sampai diekspor ke lokal maupun mancanegara.

Waktu kerja pada pembuatan ini tidak dibatasi karena jika orderan yang diterima banyak maka pekerja akan bekerja sampai malam hari. Waktu untuk pembuatan satu tas tidak dapat ditentukan karena disesuaikan dengan model tas. Waktu istirahat juga tidak ada patokannya, pekerja pun sering terlambat makan karena kesibukan membuat tas ini hingga lupa waktu. Biasanya setiap minggu pekerja membuat model tas yang berbeda-beda.


(47)

4.4. Gambaran Proses Kerja Pembuatan Tas

Adapun proses kerja pembuatan tas adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan pola,

Proses pembuatan tas diawali dengan pembuatan pola. Bahan yang digunakan sebagai pola digambar terlebih dahulu sesuai dengan bentuk yang diinginkan kemudian dipotong. Selanjutnya pola tersebut akan digunakan untuk media penjiplakan bahan. Dalam pembuatan pola ini harus digambarkan secara jelas agar ketika proses pemotongan sesuai dengan ukuran yang diharapkan. Pengukuran panjang, lebar dan tinggi ketika pembuatan pola ini harus dilakukan secara hati-hati dan teliti agar pola yang dibuat nanti dapat membentuk tas yang sesuai.

2. Penjiplakan,

Proses selanjutnya adalah membuat pola pada bahan yang akan dibuat tas dengan metode penjiplakan. Media penjiplak dirapatkan pada bahan kemudian digaris mengikuti lekukan pola dengan menggunakan pensil. Proses ini harus dilakukan dengan teliti agar pola pada bahan terbentuk menyerupai media penjiplakan. 3. Pemotongan/pengguntingan,

Bahan yang telah digambar polanya kemudian digunting/dipotong dengan menggunakan gunting. Proses ini juga butuh keterampilan karena bahan yang digunakan sedikit susah untuk digunting.

4. Pengeleman/pelipatan,

Setelah bahan digunting/dipotong, bahan pinggiran bahan direkatkan dengan menggunakan lem dengan tujuan mempermudah dalam proses penjahitan.


(48)

5. Penjahitan

Tahap selanjutnya adalah menyatukan bagian-bagian tas yang telah menempel yang meliputi bagian depan, belakang, kanan dan kiri tas. Penyatuan ini dilakukan dengan menjahit keempat bagian tersebut hingga membentuk kotak dengan menggunakan mesin jahit.

6. Pemasangan aksesoris,

Setelah potongan-potongan bahan dijahit menjadi sebuah tas, maka proses selanjutnya adalah pemasangan aksesoris. Aksesoris dipasang untuk memperindah tampilan tas sehingga terlihat lebih menarik.

7. Finishing

Finishing merupakan proses akhir pembuatan tas dimana pada tahap ini tas yang sudah jadi diperiksa untuk mengetahui apakah ada kecacatan atau tidak. Selanjutnya tas dibersihkan agar terlihat lebih menarik.

4.5. Gambaran Hasil Penelitian 4.5.1. Karakteristik Pekerja 4.5.1.1. Umur

Adapun distribusi responden berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Umur pada tahun 2013.

No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)

1 ≤42 16 53,3

2 >42 14 46,7


(49)

Berdasarkan tabel 4.1. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi berada pada kelompok umur ≤ 42 tahun yaitu sebanyak 16 orang (53,3%) dan terendah berada pada kelompok umur > 42 tahun yaitu sebanyak 14 orang (46,7%).

4.5.1.2. Jenis Kelamin

Adapun distribusi responden pembuat tas berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Jenis Kelamin pada tahun 2013.

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persen (%)

1 Laki-laki 19 63,3

2 Perempuan 11 36,7

Total 30 100

Dari tabel 4.2. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi terletak pada jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (63,3%) dan terendah terletak pada jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).

4.5.1.3. Masa Kerja

Adapun distribusi responden berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.3. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2013.

No Masa Kerja (Tahun) Jumlah (Orang) Persen (%)

1 ≤21 17 56,7

2 >21 13 43,3


(50)

Berdasarkan tabel 4.3. dapat dilihat bahwa frekuensi tertinggi terletak pada masa kerja ≤ 21 tahun yaitu sebanyak 17 orang (56,7%) dan terendah terletak pada masa kerja > 21 tahun yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).

4.5.1.4. Sikap Kerja

Adapun distribusi responden berdasarkan sikap kerja kerja dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Pembuat Tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Berdasarkan Sikap Kerja pada tahun 2013.

No Sikap Kerja Jumlah (Orang) Persen (%)

1 Duduk di lantai 25 83,3

2 Duduk di kursi 5 16,7

Total 30 100

Dari tabel 4.4. dapat dilihat bahwa frekuensi sikap kerja tertinggi terletak pada sikap kerja duduk di lantai sebanyak 25 orang (83,3%) dan terendah terletak pada sikap kerja duduk di kursi sebanyak 5 orang (16,7%).

4.5.2. Gambaran Keluhan Muskuloskletal

4.5.2.1. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di lantai.

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body map yang ditanyakan sesaat sebelum bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(51)

Tabel 4.5. Keluhan Muskuloskletal Sebelum bekerja dengan sikap kerja duduk Di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.

No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %

Tidak Sakit

% Agak Sakit

% Sakit % Sakit Sekali

%

1 Leher Atas 19 76 6 24 0 0 0 0 25 100

2 Leher Bawah 14 56 11 44 0 0 0 0 25 100

3 Bahu Kiri 8 32 13 52 4 16 0 0 25 100

4 Bahu Kanan 17 68 7 28 1 4 0 0 25 100

5 Lengan Atas Kiri 22 88 3 12 0 0 0 0 25 100

6 Punggung 19 76 6 24 0 0 0 0 25 100

7 Lengan Atas Kanan 22 88 3 12 0 0 0 0 25 100

8 Pinggang 20 80 4 16 1 4 0 0 25 100

9 Bokong 18 72 7 28 0 0 0 0 25 100

10 Pantat 18 72 5 20 2 8 0 0 25 100

11 Siku Kiri 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

12 Siku Kanan 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

13 Lengan Bawah Kiri 20 80 5 20 0 0 0 0 25 100

14 Lengan Bawah Kanan 18 72 7 28 0 0 0 0 25 100

15 Pergelangan Tangan Kiri 20 80 5 20 0 0 0 0 25 100

16 Pergelangan Tangan Kanan 22 88 3 12 0 0 0 0 25 100

17 Jari-jari Tangan Kiri 24 96 1 4 0 0 0 0 25 100

18 Jari-jari Tangan Kanan 24 96 1 4 0 0 0 0 25 100

19 Paha Kiri 21 84 4 16 0 0 0 0 25 100

20 Paha Kanan 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

21 Lutut Kiri 18 72 7 28 0 0 0 0 25 100

22 Lutut Kanan 20 80 5 20 0 0 0 0 25 100

23 Betis Kiri 20 80 5 20 0 0 0 0 25 100

24 Betis Kanan 21 84 4 12 0 0 0 0 25 100

25 Pergelangan Kaki Kiri 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

26 Pergelangan Kaki Kanan 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

27 Jari Kaki Kiri 25 100 0 0 0 0 0 0 25 100

28 Jari Kaki Kanan 25 100 0 0 0 0 0 0 25 100

Berdasarkan tabel 4.5. dapat dilihat bahwa dari 25 orang pekerja, sebagian besar mengalami keluhan sakit pada daearah bahu kiri yaitu sebanyak 4 orang (16%), 2 orang (8%) mengeluh sakit pada daerah bokong, 1 orang (4%) mengeluh sakit pada bahu kanan, dan 1 orang (4%) mengeluh sakit pada daerah pinggang.


(52)

4.5.2.2.Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di lantai.

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body map yang ditanyakan sesaat setelah bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.6. Keluhan Muskuloskletal Setelah bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Lantai pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013

N No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %

Tidak Sakit

% Agak Sakit

% Sakit % Sakit Sekali

%

1 Leher atas 8 32 17 68 0 0 0 0 25 100

2 Leher Bawah 7 28 16 64 2 8 0 0 25 100

3 Bahu Kiri 0 0 10 40 15 60 0 0 25 100

4 Bahu Kanan 0 0 9 36 16 64 0 0 25 100

5 Lengan Atas Kiri 17 68 8 32 0 0 0 0 25 100

6 Punggung 12 48 13 52 0 0 0 0 25 100

7 Lengan Atas Kanan 16 64 9 36 0 0 0 0 25 100

8 Pinggang 9 36 15 60 1 4 0 0 25 100

9 Bokong 0 0 10 40 15 60 0 0 25 100

10 Pantat 0 0 8 32 17 68 0 0 25 100

11 Siku Kiri 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

12 Siku Kanan 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

13 Lengan Bawah Kiri 4 16 20 80 1 4 0 0 25 100

14 Lengan Bawah Kanan 4 16 19 76 0 0 0 0 25 100

15 Pergelangan Tangan Kiri 9 36 16 64 0 0 0 0 25 100

16 Pergelangan Tangan Kanan 1 4 15 60 9 36 0 0 25 100

17 Jari-jari Tangan Kiri 21 84 4 16 0 0 0 0 25 100

18 Jari-jari Tangan Kanan 1 4 18 72 0 0 0 0 25 100

19 Paha Kiri 16 64 9 36 0 0 0 0 25 100

20 Paha Kanan 14 56 11 44 0 0 0 0 25 100

21 Lutut Kiri 13 52 12 48 0 0 0 0 25 100

22 Lutut Kanan 14 56 11 44 0 0 0 0 25 100

23 Betis Kiri 16 64 9 36 0 0 0 0 25 100

24 Betis Kanan 13 52 12 48 0 0 0 0 25 100

25 Pergelangan Kaki Kiri 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

26 Pergelangan Kaki Kanan 23 92 2 8 0 0 0 0 25 100

27 Jari Kaki Kiri 25 0 0 0 0 0 0 0 25 100


(53)

Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat bahwa dari 25 orang pekerja, sebagian besar mengalami keluhan muskuloskletal dengan kategori “sakit” yaitu pada daerah leher bawah (8%), bahu kiri (60%), bahu kanan (64%), bokong (60%), pantat (68%), dan pergelangan tangan kanan (36%).

4.5.2.3. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi.

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body map yang ditanyakan sesaat sebelum bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Keluhan Muskuloskletal Sebelum Bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.

No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Total %

Tidak Sakit

% Agak Sakit

% Sakit % Sakit Sekali

%

1 Leher atas 3 60 2 40 0 0 0 0 5 100

2 Leher Bawah 3 60 2 40 0 0 0 0 5 100

3 Bahu Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

4 Bahu Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

5 Lengan Atas Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

6 Punggung 3 60 2 40 0 0 0 0 5 100

7 Lengan Atas Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

8 Pinggang 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

9 Bokong 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

10 Pantat 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

11 Siku Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

12 Siku Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

13 Lengan Bawah Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

14 Lengan Bawah Kanan 3 60 2 40 0 0 0 0 5 100

15 Pergelangan Tangan Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

16 Pergelangan Tangan Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

17 Jari-jari Tangan Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

18 Jari-jari Tangan Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100


(54)

20 Paha Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

21 Lutut Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

22 Lutut Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

23 Betis Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

24 Betis Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

25 Pergelangan Kaki Kiri 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

26 Pergelangan Kaki Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

27 Jari Kaki Kiri 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

28 Jari Kaki Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

Berdasarkan tabel 4.7. dapat dilihat bahwa dari 5 orang pekerja, sebagian besar mereka tidak mengalami keluhan sakit. Sebagian pekerja hanya mengalami keluhan agak sakit yaitu pada daerah leher atas, leher bawah, punggung, dan lengan bawah kanan masing-masing 40%, dan 20% mengeluh agak sakit pada daerah bahu kiri dan kanan, lengan atas kiri dan kanan, bokong, pantat, siku kiri dan kanan, pergelangan tangan kiri dan kanan, jari tangan kiri dan kanan, lutut kiri dan kanan, dan betis kiri.

4.5.2.4. Gambaran Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja pada Pekerja Pembuat Tas dengan Sikap Kerja Duduk di Kursi.

Untuk mengetahui keluhan muskuloskeletal yang dialami pekerja pembuat tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013, digunakan Nordic body map yang ditanyakan sesaat setelah bekerja. Hasil dari pemetaan keluhan muskuloskletal yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:


(55)

Tabel 4.8. Keluhan Muskuloskletal Setelah Bekerja dengan Sikap Kerja Duduk Di Kursi pada Pekerja Pembuat Tas Di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.

No Bagian Tubuh Keluhan Muskuloskletal Tot

al % Tidak

Sakit

% Agak Sakit

% Sakit % Sakit Sekali

%

1 Leher atas 0 0 5 100 0 0 0 0 5 100

2 Leher Bawah 0 0 3 60 2 40 0 0 5 100

3 Bahu Kiri 0 0 2 40 3 60 0 0 5 100

4 Bahu Kanan 0 0 1 20 4 80 0 0 5 100

5 Lengan Atas Kiri 2 40 1 20 2 40 0 0 5 100

6 Punggung 0 0 3 60 2 40 0 0 5 100

7 Lengan Atas Kanan 1 20 4 80 0 0 0 0 5 100

8 Pinggang 0 0 1 20 4 80 0 0 5 100

9 Bokong 0 0 2 40 3 60 0 0 5 100

10 Pantat 0 0 3 60 2 40 0 0 5 100

11 Siku Kiri 3 60 2 40 0 0 0 0 5 100

12 Siku Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

13 Lengan Bawah Kiri 1 20 3 60 1 60 0 0 5 100

14 Lengan Bawah Kanan 0 0 5 100 0 0 0 0 5 100

15 Pergelangan Tangan Kiri 2 40 3 60 0 0 0 0 5 100

16 Pergelangan Tangan Kanan 0 0 1 20 4 80 0 0 5 100

17 Jari-jari Tangan Kiri 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

18 Jari-jari Tangan Kanan 4 80 1 20 0 0 0 0 5 100

19 Paha Kiri 2 40 3 60 0 0 0 0 5 100

20 Paha Kanan 1 20 4 80 0 0 0 0 5 100

21 Lutut Kiri 1 20 4 80 0 0 0 0 5 100

22 Lutut Kanan 1 20 4 80 0 0 0 0 5 100

23 Betis Kiri 2 40 3 60 0 0 0 0 5 100

24 Betis Kanan 2 40 3 60 0 0 0 0 5 100

25 Pergelangan Kaki Kiri 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

26 Pergelangan Kaki Kanan 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100

27 Jari Kaki Kiri 5 100 0 0 0 0 0 0 5 100


(56)

Berdasarkan tabel 4.8. dapat dilihat bahwa dari 5 orang pekerja, sebagian besar pekerja mengalami keluhan muskuloskletal kategori “sakit” yaitu pada daerah bahu kanan, pinggang dan pergelangan tangan kanan masing-masing 80% , sakit pada daerah bahu kiri, bokong, lengan bawah kiri, masing-masing 60%, dan sebagian lagi mereka (40%) mengalami keluhan sakit pada daerah leher bawah, lengan atas kiri, punggung, dan pantat.


(57)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Pekerja Pembuat Tas di jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013.

5.1.1. Umur

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa frekuensi umur pekerja pembuat tas yang tertinggi adalah ≤42 tahun dan frekuensi umur pekerja pembuat tas yang terendah adalah >42 tahun.

Menurut Chaffin (1979) dan Guo et al.(1995) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 26-65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur.

5.1.2. Jenis Kelamin

Keadaan jenis kelamin pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan amplas tahun 2013 adalah 19 orang pekerja (63 %) berjenis kelamin laki-laki dan 11 orang pekerja (37 %) berjenis kelamin perempuan.

Secara fisiologis kemampuan otot wanita memang lebih rendah daripada pria. Hasil penelitian Bettie at.al (1989) menunjukkan bahwa rata-rata kekuatan otot wanita kurang lebih hanya 60 % kekuatan otot pria, khususnya untuk otot lengan, punggung dan kaki.


(58)

5.1.3. Masa Kerja

Berdasarkan Tabel.4.3 diatas dapat diketahui bahwa frekuensi masa kerja pekerja pembuat tas di Jalan Bajak V Kecamatan Medan Amplas Tahun 2013 yang tertinggi adalah pada masa kerja ≤ 21 tahun yaitu sebanyak 17 orang pekerja (56,7%) dan yang terendah adalah pada masa kerja > 21 tahun yaitu sebanyak 13 orang (43,3%).

Masa kerja merupakan akumulasi aktivitas kerja seseorang yang dilakukan dalam jangka waktu panjang. Apabila aktivitas tersebut dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu bertahun-tahun tentunya dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh (Tobing, 1996).

5.2. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas

5.2.1. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas Dengan Sikap Kerja Duduk Di lantai.

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan Nordic Body Map yang dilakukan pada pekerja sebelum pekerja melakukan pekerjaan dengan sikap kerja duduk di lantai diketahui bahwa dari 25 responden, sebagian besar responden tidak merasakan keluhan sakit.

Hasil penelitian yang dilakukan setelah bekerja diketahui bahwa keluhan muskuloskletal dengan kategori “sakit” dirasakan oleh 2 orang pekerja (8%) pada daerah leher bawah, 15 orang (60%) mengeluh sakit pada daerah bahu kiri, 16 orang (64%) mengeluh sakit pada daerah bahu kanan, 15 orang (60%) mengeluh sakit pada daerah bokong, 17 orang (68%) mengeluh sakit pada daerah pantat, dan 9 orang


(59)

Keluhan pada leher dirasakan oleh pekerja pembuat tas dikarenakan kondisi saat bekerja lebih banyak dengan posisi kepala menunduk dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Mereka mulai bekerja dari pukul 08.00-17.00 WIB dengan waktu istirahat yang tidak tentu demi mengejar target pesanan tas. Oleh sebab itu, otot-otot pada daerah leher bekerja secara statis dimana pembuluh-pembuluh darah dapat tertekan sehingga aliran darah dalam otot menjadi berkurang yang berakibat berkurangnya glukosa dan oksigen dari darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Abduksi dan forward flexion (kepala turun maju ke depan) lebih dari 30° dapat mengakibatkan faktor risiko oleh karena adanya penekanan pada otot sehingga menyebabkan bahu dan leher menjadi tidak nyaman (Nurmianto, 2008).

Keluhan muskuloskletal lain yang di rasakan pada lengan yang dialami oleh pekerja dikondisikan karena selama bekerja mereka sering harus mengangkat lengan dalam proses membuat pola, menjiplak, menggunting, mengelem maupun memasang aksesoris. Situasi seprti ini dialami pekerja secara terus menerus selama bekerja.

Keluhan pada pergelangan tangan dan jari-jari tangan disebabkan karena kegiatan menggunting bahan yang sedikit sulit untuk digunting. Saat menggunting bahan tas yg keras, pekerja harus menggunakan sedikit tenaga untuk menekan gunting sekuat mungkin agar bahan yang diinginkan tadi bisa digunting.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal yaitu aktivitas berulang. Keluhan terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi. Tangan pekerja dipaksa untuk bekerja dengan melakukan pekerjaan yang sama dalam waktu yang lama tanpa ada relaksasi. Sebaiknya relaksasi pada tangan dilakukan dengan


(60)

meluruskan tangan ke bawah atau ke depan atau dengan menggerakkan tangan secara perlahan ke depan dan ke belakang. Posisi tubuh dalam kerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang berbeda-beda terhadap tubuh. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh (Tarwaka, 2004).

Berdasarkan penelitian (Sinurat, 2011), untuk menghindari keluhan yang dirasakan pada tangan dan leher, pekerja sebaiknya melakukan relaksasi setelah 30 menit bekerja. Relaksasi yang dapat dilakukan misalnya pada tangan, seperti yang sudah disebut di atas, dapat dilakukan dengan meluruskan tangan ke depan atau ke bawah atau dengan menggerak-gerakkan tangan selama 5 menit sehingga otot tangan tidak berkontraksi terus menerus. Sedangkan pada leher, relaksasi yang dapat dilakukan seperti mengerakkan leher dari bawah ke atas secara pelahan-lahan atau dengan menggerakkan leher ke bawah, ke atas, dan ke samping secara bergantian.

Keluhan muskoloskletal pada bagian bahu baik kiri maupun kanan dikondisikan karena pekerja duduk cenderung condong ke depan meski terkadang duduk bersandar pada dinding rumah. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Jika diasumsikan, tekanan tersebut sekitar 100%, cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara duduk yang dilakukan dengan membungkuk ke depan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%. Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau saraf belakang daripada sikap duduk yang condong kedepan (Nurmianto, 2008).


(61)

Keluhan muskuloskletal pada pinggang dan bokong dikondisikan karena saat bekerja pekerja duduk di lantai dalam waktu yang lama, dimana seluruh berat badan saat duduk bertumpu pada daerah pinggang dan bokong.

5.2.2. Keluhan Muskuloskletal Pada Pekerja Pembuat Tas Dengan Sikap Kerja Duduk Di Kursi (Menjahit).

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan Nordic Body Map yang dilakukan sebelum pekerja melakukan pekerjaan dengan sikap kerja duduk di kursi tidak jauh berbeda dengan sikap kerja pekerja yang duduk di lantai. Setelah dilakukan pemetaan diketahui bahwa dari 5 responden, dari 5 responden, sebagian besar responden tidak mengalami keluhan rasa sakit.

Sedangkan penelitian yang dilakukan setelah bekerja diketahui bahwa bahwa dari 5 responden, sebagian besar responden mengalami keluhan kategori “sakit” pada bagian leher, bahu, punggung, pinggang dan bokong.

Keluhan muskuletal sakit yang dirasakan pekerja pada daerah leher, bahu, punggung, pinggang, pantat dan bokong dikondisikan karena pekerja terlalu lama bekerja dengan sikap duduk membungkuk ke depan saat menjahit. Sikap duduk yang seperti itu merupakan penyebab adanya keluhan pada leher, bahu, punggung, pinggang dan bokong karena tekanan pada tulang belakang akan meningkat pada saat duduk dibandingkan dengan saat berdiri ataupun berbaring. Kondisi kerja yang demikian dialami pekerja secara terus menerus selama proses penjahitan tas.


(62)

Duduk lama dengan sikap duduk yang salah (tidak alamiah) akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak sekitarnya (Nurmianto, 2004).

Menurut Colin (2002) ada 10 gerakan latihan peregangan yang dapat dilakukan pekerja untuk mengurangi ketengangan yang dirasakan oleh pekerja pada bagian muskuloskletal. Gerakan-gerakan tersebut antara lain, gerakan lingkaran pinggang, gerakan lingkar bahu, gerakan lingkar lengan, gerakan latihan leher, gerakan peregangan bahu, gerakan peregangan atas, gerakan peregangan pergelangan tangan, gerakan peregangan lengan, dan beberapa kombinasi gerakan lain. Gambar gerakan-gerakan latihan peregangan tersebut dapat dilihat pada lampiran 4.


(1)

gambar 6

7. Gambar ke 7 : peregangan atas. Genggam tangan bersama-sama dengan siku lurus dan mengangkat lengan di atas kepala. Tarik napas saat peregangan lengan ke belakang selama 15 sampai 20 detik.


(2)

8. Gambar ke 8 : Peregangan pergelangan tangan. Memperpanjang lengan lurus dengan telapak menghadap ke atas. Dengan tangan pegang ibu jari dan jari lain dari tangan yang panjang dan perlahan-lahan tarik jari ke belakang sampai Anda bisa merasakan peregangan lebih depan lengan bawah. Tahan posisi selama 20 sampai 30 detik dan ulangi pada sisi yang berlawanan.

gambar 8

9. Gerakan 9 : Peregangan lengan. Memperpanjang lengan lurus dengan telapak menghadap ke bawah. Dengan tangan yang lain menekan di bagian belakang tangan sampai Anda bisa merasakan peregangan di punggung lengan bawah. Tahan posisi selama 20 sampai 30 detik dan ulangi pada sisi yang berlawanan.


(3)

gambar 9

10.Gerakan 10 : Doa peregangan. Tempatkan telapak tangan bersama-sama dalam doa-seperti posisi, jari mengarah ke atas. Tekan ke bawah sampai pergelangan terasa regangan lebih depan pergelangan tangan dan ke lengan. Tahan selama 20 sampai 30 detik.


(4)

Lampiran 6

Dokumentasi

Gambar 1. Penjiplakan Bahan Tas Dengan Media Penjiplak


(5)

Gambar 3. Proses Pengeleman


(6)

Gambar 5. Proses Penjahitan