hal pewarisan. Untuk menganalisa kedudukan wanita di masyarakat Karo dari perspektif gender kita akan menemukan sub-ordinasi mengacu pada “posisi bawah” dalam
hubungan antara pria dan wanita. Diskriminasi juga yang dialami wanita Karo, sebagai akibat dari sistem kekeluargaan patrilineal yang hanya mengakui anak laki-laki sebagai
ahli waris, dan mengabaikan hak anak perempuan. Perubahan sosial pada masyarakat Karo telah mampu merubah sebagian pemikiran
perempuan untuk berani memperjuangkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan merdeka dari ketertindasan kaum laki-laki. Keterikatan terhadap nilai-nilai adat budaya
dalam pembagian harta warisan lambat laun mulai pudar karena perempuan menganggap hal ini tidak adil. Hal ini ditandai dengan dengan dikeluarkannya Keputusan Mahkamah
Agung No. 179Sip1961, tanggal 23 oktober 1961, yang menyatakan bahwa “…berdasarkan selain rasa perikemanusiaan dan keadilan umum, juga atas
hakikat persamaan hak antara wanita dan pria, dalam beberapa keputusan mengambil sikap dan menganggap sebagai hukum yang hidup di seluruh
Indonesia, bahwa anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal waris bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti bahwa anak laki-laki
adalah sama dengan anak perempuan.
Berhubungan dengan itu maka juga di Tanah Karo, seorang anak perempuan dianggap sebagai ahli waris yang berhak menerima bagian atas harta warisan dari orang
tuanya” Soekanto, 1983: 263. Juga keputusan Mahkamah Agung No. 100 KSip1967, tanggal 14 juni 1968, yang
menyatakan bahwa Soekanto, 1983: 263-264 : “…karena mengingat pertumbuhan masyarakat dewasa ini yang menuju ke arah
persamaan kedudukan antara pria dan wanita, dan penetapan janda sebagai ahli waris telah merupakan yurispodensi yang dianut oleh Mahkamah Agung,…”
Soekanto, 1983: 263
2.2 Analisis Gender
Universitas Sumatera Utara
Analisis gender muncul sebagai akibat dari kesadaran bahwa peningkatan peran wanita dalam pembangunan telah gagal membebaskan perempuan dari diskriminasi dan
ketidakadilan. Salah satu yang dianggap menjadi persoalan terletak bukan pada kaum perempuannya, melainkan pada ideologi yang dianut oleh baik laki-laki maupun
perempuan yang sangat berpengaruh dalam kebijakan dan pelaksanaan pembangunan, yakni bias gender dalam pembangunan.
Analisis gender sebagai analisis sosial konflik memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktural yang disebabkan oleh keyakinan gender yang mengakar dan
tersembunyi diberbagai tempat, seperti tradisi masyarakat, keyakinan keagamaan, serta kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Gender bahasa Inggris adalah suatu pemahaman sosial budaya tentang apa dan bagaimana lelaki dan perempuan seharusnya berperilaku. Oakley dalam Mansour Fakih,
2002:171 dalam bukunya yang berjudul sex, gender dan society memberi makna gender sebagai perbedaan jenis kelamin yang bukan biologis dan bukan kodrat Tuhan. Gender
adalah behavioral differences antara laki-laki dan perempuan yang sosial constructed, yakni yang bukan kodrat atau bukan ciptaan Tuhan, melainkan diciptakan oleh kaum
laki-laki dan perempuan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Menurut Caplan dalam Mansour Fakih, 2002:171 yang dituliskan dalam bukunya yang berjudul The
cultural construction of sexuality menegaskan bahwa perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan selain secara biologis, sebagian justru terbentuk melalui proses sosial dan
kultural. Gender berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat, bahkan dari kelas ke kelas, sementara jenis kelamin sex akan tetap tidak berubah. Perbedaan gender,
melahirkan peran gender gender role, yang sesungguhnya tidak menimbulkan masalah.
Universitas Sumatera Utara
Secara biologis kodrat kaum perempuan dengan organ reproduksinya bisa hamil, melahirkan dan menyusui, dan kemudian mempunyai peran gender sebagai perawat,
pengasuh dan pendidik anak, sesungguhnya tidak ada masalah dan tidak pelu digugat. Peran gender melahirkan masalah yang perlu digugat, yakni “ketidakadilan” yang
ditimbulkan oleh “peran gender” dan “perbedaan gender” tersebut. Berbagai manifestasi ketidakadilan yang ditimbulkan oleh adanya asumsi gender
adalah sebagai berikut : 1.
Marginalisasi kemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan yang disebabkan oleh perbedaan gender.
2. Subordinasi pada salah satu jenis sex, yang umumnya pada kaum
perempuan. selama berabad-abad atas alasan agama, kaum perempuan tidak boleh memimpin apapun, termasuk masalah
keduniawian, tidak dipercaya untuk memberikan kesaksian, bahkan tidak mendapat warisan.
3. Stereotype pelabelan negative terhadap jenis kelamin tertentu,
terutama perempuan, dan akibat dari stereotype itu, terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya.
4. Violence kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya
perempuan. kekerasan di sini dimulai dari kekerasan fisik seperti pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang
lebih halus, seperti pelecehan seksual sexual harassment dan penciptaan ketergantungan.
Universitas Sumatera Utara
5. Burden beban kerja. Karena peran gender adalah mengelola rumah
tangga, banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama burden. Beban kerja tersebut menjadi dua
kali lipat terlebih bagi kaum perempuan, yang juga bekerja di luar rumah. Mereka selain bekerja di luar, juga masih harus bertangung
jawab untuk kepentingan seluruh pekerjaan domestik. Analisa gender membantu memahami pokok persoalan, sistem dan struktur yang
tidak adil. Baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi karena ketidakadilan gender tersebut. Kaum perempuan mengalami
dehumanisasi karena ketidakadilan gender, sementara kaum laki-laki menjadi dehumanisasi karena melanggengkan penindasan gender.
Kesemua ketidakadilan gender tersebut, saling terkait dan saling mempengaruhi, dan tersosialisasi kepada laki-laki dan perempuan secara baik. Dimana lambat-laun
ketidakadilan itu dianggap sebagai “kodrat” yang diterima dan tidak dirasakan ada yang salah. Perempuan adalah mayoritas yang dirugikan sehingga seolah-olah gender hanya
menjadi alat memperjuangkan perempuan.
2.3 Akses Terhadap Kekayaan Di sebagian besar di kawasan Selatan, kekayaan properti biasanya dalam bentuk
tanah, adalah kunci kelangsungan hidup, dan akses maupun kontrol terhadapnya sangat berkaitan dengan pola kekeluargaan dan perkawinan. Demikian pula, hak tanah dan
kekayaan maupun perluasan kontrol keluarga atas anggotanya. Karena itulah mengejutkan bila perempuan di seluruh dunia, tidak memiliki akses yang setara dengan
Universitas Sumatera Utara
akses yang dimiliki oleh laki-laki terhadap tanah, dan sangat sedikit sekali perempuan yang memiliki kontrol penuh terhadap tanahnya yang berhasil diperoleh dengan
usahanya sendiri. Pada saat yang sama, ada perbedaan pola yang besar dalam praktik pewarisan, yang diatur oleh kesukuan, agama, kebiasaan, maupun undang-undang
setempat. Di banyak masyarakat, kekayaan diwariskan melalui garis patrilineal, tetapi tidak
disebagian kecil masyarakat dimana pewarisan mengikuti garis matrilineal seperti masyarakat Asanthe Ghana, dan masyarakat Rembau di Malaysia kontrol atas kekayaan
dan tanah cenderung tetap berada di tangan laki-laki, perbedaanya adalah bahwa dalam sistem matrilineal laki-laki adalah paman dari garis ibu, saudara laki-laki dan anak laki-
laki dari perempuan.Mansour Fakih 2002: 72-74. Di Negara Islam dan banyak Negara di Afrika sub-Sahara, di Peru, Bolivia dan
Paraguay. Perempuan tidak memiliki hak waris yang sama dengan laki-laki. Menurut hukum Islam, waris yang diterima seorang anak perempuan dibatasi setengah dari yang
diterima oleh anak laki-laki karena anak perempuan diharapkan menikah dan kebutuhannya dipenuhi oleh suaminya, berarti membiarkan mereka tetap bergantung
kepada anak laki-laki. Di Afrika sub-Sahara, hukum adat melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Hak tanah sering berpindah kepada laki-laki atas asumsi bahwa
kepala keluarga senantiasa laki-laki. .Mansour Fakih 2002:82. Secara tradisional, gagasan yang dianut tentang perilaku gender yang tepat bias
sangat memperngaruhi kehidupan perempuan yang makin menguatkan pola-pola gender dalam masyarakat. Pemahaman tentang perbedaan gender dalam kepemilikan dan
kontrol terhadap kekayaan, pembagian kerja secara seksual, dan nilai kerja ekonomi
Universitas Sumatera Utara
perempuan perlu diseimbangkan dengan pandangan lainnya, karena hidup perempuan juga ditentukan oleh pandangan tentang melahirkan anak, maupun peristiwa lainnya,--
pubertas, kejandaan, yang dirasakan dan diatur oleh masyarakat. Mansour Fakih 2002:82.
2.4. Kerangka Konsep