Algra Janssen, mengatakan bahwa hukum pidana adalah alat

pidana, menetapkan putusan dan melaksanakan pidana yang hanya dibebankan kepada negara atau pejabat yang ditunjuk untuk itu. 3 Hukum pidana umum algemene strafrecht, yaitu dalam bentuknya sebagai ius special seperti hukum pidana militer, dan sebagai ius singular seperti hukum pidana fiscal.

e. Algra Janssen, mengatakan bahwa hukum pidana adalah alat

yang dipergunakan oleh seorang penguasa hakim untuk memperingati mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan, dan harta kekayaannya, yaitu seandainya ia telah tidak melakukan suatu tindak pidana. Beberapa pendapat pakar Hukum Indonesia mengenai Hukum Pidana, antara lain sebagai berikut 16 : a. Moeljatno mengatakan bahwa Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk: 1 Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 16 Ibid. hal. 6 Universitas Sumatera Utara 2 Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Poernomo, 1985: 19-22 b. Satochid Kartanegara, bahwa Hukum Pidana dapat dipandang dari beberapa sudut, yaitu: 1 Hukum Pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan- keharusan terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman. 2 Hukum Pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang. c. Soedarto, mengatakan bahwa hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negatif, ia diterapkan, jika sarana lain sudah tidak memadai, maka hukum pidana dapat dikatakan mempunyai fungsi, yang subsider. Pidana termasuk juga tindakan maatregelen, bagaimanapun juga merupakan suatu penderitaan, sesuatu yang dirasakan tidak enak oleh orang lain yang dikenai, oleh karena itu, hakikat dan tujuan pidana dan pemidanaan, untuk memberikan alasan pembenaran justification pidana itu. Universitas Sumatera Utara d. Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk 17 : 1 Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya. 2 Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan tersebut. e. Roeslan Saleh, mengatakan bahwa setiap perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada perasaan hukum masyarakat. Oleh karena itu, sesuatu perbuatan pidana berarti perbuatan yang menghambat atau bertentangan dengan tercapainya tatanan dalam pergaulan yang dicita-citakan masyarakat. Sehingga isi pokok dari definisi Hukum Pidana itu dapat disimpulkan sebagai berikut: 1 Hukum Pidana sebagai hukum positif. 17 Ibid., hal. 8 Universitas Sumatera Utara 2 Substansi Hukum Pidana adalah hukum yang menentukan tentang perbuatan pidana dan menentukan tentang kesalahan bagi pelakunya. f. Bambang Poernomo, menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah hukum sanksi. Definisi ini diberikan berdasarkan ciri hukum pidana yang membedakan dengan lapangan hukum yang lain, yaitu bahwa hukum pidana sebenarnya tidak mengadakan norma sendiri melainkan sudah terletak pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma- norma diluar hukum pidana. Secara tradisional definisi hukum pidana dianggap benar sebelum hukum pidana berkembang dengan pesat. Berdasarkan pendapat ahli dan pakar hukum di atas, Teguh Prasetyo dalam bukunya 18 membuat kesimpulan, dan menyatakan Hukum Pidana adalah sekumpulan peraturan hukum yang dibuat oleh negara, yang isinya berupa larangan maupun keharusan, sedang bagi pelanggar terhadap larangan dan keharusan tersebut dikenakan sanksi yang dapat dipaksakan oleh negara. Hukum Pidana merupakan bagian dari hukum public yang berisi ketentuan tentang: a. Aturan hukum pidana dan larangan melakukan perbuatan- perbuatan tertentu yang disertai dengan ancaman berupa sanksi 18 Ibid. hal. 9 Universitas Sumatera Utara pidana bagi yang melanggar larangan itu. Aturan umum hukum pidana dapat dilihat dalam KUHP maupun yang lainnya. b. Syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana. Berisi tentang: 1 Kesalahanschuld 2 Pertanggungjawaban pidana pada diri si pembuattoerekeningsvadbaarheid. Dalam Hukum pidana dikenal asas geen straf zonder schuld tiada pidana tanpa kesalahan, artinya seseorang dapat dipidana apabila perbuatannya nyata melanggar larangan hukum pidana. Hal ini diatur pada Pasal 44 KUHP tentang tidak mampu bertanggung jawab bagi si pembuat atas perbuatannya, dan Pasal 48 KUHP tentang tidak dipidananya si pembuat karena dalam keadaan daya paksa overmacht, kedua keadaan ini termasuk dalam “alasan penghapus pidana”, merupakan sebagian dari bab II buku II KUHP. c. Tindakan dan upaya yang harus dilakukan negara melalui aparat hukum terhadap tersangkaterdakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka menentukan menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya serta upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh tersangkaterdakwa dalam usaha mempertahankan hak-haknya. Dikatakan sebagai hukum pidana dalam arti bergerak formal memuat aturan tentang bagaimana Universitas Sumatera Utara negara harus berbuat dalam rangka menegakkan hukum pidana dalam arti diam materiil sebagaimana dilihat pada angka 1 dan 2 di atas.

7. Pengertian Pidana Mati

Dokumen yang terkait

Penuntutan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahguna Narkotika Diluar Golongan yang Diatur dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

4 89 158

Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Dan Penerapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan No:770/Pid.Su

1 85 157

Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Analisis Mengenai Penyalahgunaan Metilon Salah Satu Senyawa Turunan Katinona sebagai Tindak Pidana Narkotika)

0 85 174

Peranan Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

33 230 74

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Kurir Narkotika dalam Tinjauan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Perkara Nomor 139/Pid.B/2010/PN.Kbm )

3 111 106

Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam

3 29 81

Sanksi tindak pidana penyalahgunaan narkotika dalam undang-undang nomor 35 tahun 2009 ditinjau dari hukum Islam

1 4 81

EFEKTIVITAS PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA Efektivitas Penerapan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta).

0 3 11

PENJATUHAN PIDANA PENJARA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DIKUALIFIKASIKAN SEBAGAI PENYALAHGUNA NARKOTIKA TANPA DILAKUKAN REHABILITASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009.

0 0 1

POLITIK HUKUM PIDANA DALAM PENETAPAN SANKSI PIDANA DENDA TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA.

0 0 1