BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Syarak mangato Adat mamakai Islam mambebaskan adat berkembang silahkan bermusyawarah carilah kebenaran, ciptakanlah undang-undang susunlah peraturan dan
bueklah apo sajo nan katuju asalkan indakbatentangan dengan hukum Allah. Rumusan Syarak mangato Adat mamakai lah buliah dikatokan tahap final kemudian
di pertegas lagi dengan Adat basandi Syarak, Syarak basandi Kitabullah sebagai deklarasi alim ulama dan cadiak pandai nan basidang di Luhak nan Tigo pado wakatu itu pasca
perang Paderi Deklarasi itu terkenal denganPiagam Bukik Marapalam ikolah proses Islamisasi di Minangkabau tapi alun nan tarakhir sebab kini dan sampai nanti upaya
menselaraskan adat dengan syarak masih akan tatap balanjuik. Melihat filosofi di atas dapat di deskripsikan orang minangkabau memiliki nilai-nilai,
etika dan kebiasaan atau budaya luhur yang mendiskiripsikan bahwa adat itu di benarkan oleh agama selama adat itu masih di dalam syari’at agama dalam arti masih dalam ruang lingkup
yang di benarkan oleh agama islam. Kita melihat dan sangat miris orang yang minangkabau yang tidak lagi memakai filosofi hidup mereka sendiri, terlebih generasi muda minangkabau
yang saat ini dalam kondisi sikap, moral, etika dan kebiasaan yang berada di ujung jurang, siapa lagi yang akan melanjutkan kebudayaan minangkabau jika tidak di lanjutkan oleh
generasi muda khususnya bagi para mahasiswa yang menjalankan proses akademis diluar daerah minangkabau, dengan berbagai macam etnis, budaya dan agama.
Marantau, adalah suatu kata yang tidak asing bagi seseorang yang beretnis minangkabau banyak faktor yang menyebabkan seseorang etnis minangkabau untuk
merantau, baik itu untuk mencari materi dan dalam memperoleh jenjang pendidikan. Khusus
Universitas Sumatera Utara
ketika pelajar yang menempuh jenjang pendidikan diluar Sumatera Barat yang memilih perguruan tinggi di Sumatera Utara khususnya di Universitas Sumatera Utara tidak sedikit
stereotype yang akan dihadapi, stereotype ini lebih mengarah kearah negatif dan cendrung akan menyulitkan proses komunikasi ketika berada didaerah yang multicultural yakni kota
medan.Komunikasi Antar Budaya menjadi kendala yang besar bagi pelajar minangkabau, karena secara otomatis mereka akan menjdai minoritas dilingkungan baru mereka, pada
umumnya pelajar minang tersebar diseluruh fakultas-fakultas di Universitas Sumatera Utara, dan disetiap fakultas memiliki atmosfer yang berbeda dan ditamabah perbedaan-perbedaan
tempat tinggal selama menempuh jenjang pendidikan. Manusia selama hidupnya mengalami proses sosialisai dan pendidikan, dalam proses
itu individu senantiasa memperoleh aturan-aturan budaya komunikasi hingga akhirnya pola- pola budaya tersebut ditanamkan ke dalam sistem saraf dan menjadi kepribadian dan perilaku
individu tersebut. Proses memperoleh pola-pola demikian oleh individu disebut enkulturasi. Melalui proses enkulturasi, pola budaya diinternalisasikan dan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari individu tersebut. Hasil internalisasi ini membuat individu mudah berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lainnya yang juga memiliki pola-pola budaya
serupa. Lalu apa yang akan terjadi bila seseorang lahir dan terenkulturasi dalam suatu budaya
tertentu dan memasuki budaya lain? Segala bentuk lambing-lambang verbal dan non verbal dan aturan-aturan yang telah dipelajari individu dalam lingkungan budaya baru yang ia
masuki.Individu atau kelompok yang memasuki budaya baru akan mengalami proses enkulturasi yang kedua, yang disebut dengan proses akulturasi. Akulturasi merupakan suatu
nilai masuk ke dalam diri individu tanpa meninggalkan identitas budaya yang lamaMulyana dan Rakhmat, 2005:139
Universitas Sumatera Utara
Mayoritas individu tinggal dalm lingkungan yang familiar,tempat dimana individu tumbuh dan berkembang. Orang-orang yang ditemui di lingkungan individu pada saat bekerja,
sekolah ataupun bermain cendrung memiliki kesamaan dalam hal latarbelakang etnik, kepercayaan atau agama, nilai, bahasa atau setidaknya memiliki dialek yang sama. Ketika
manusia memasuki suatu dunia baru dengan segala sesuatu yang terasa asing,maka berbagai kecemasan dan ketidaknyamanan pun akan terrjadi.
Salah satu kecemasan yang terbesar adalah mengenai bagaimana harus berkomunikasi.Sangat wajar apabila seseorang yang masuk dalam lingkungan budaya baru
mengalami kesulitan bahkan tekanan mental karena telah terbiasa dengan hal-hal yang ada disekelilingnya. Ketika kita masuk dan mengalami kontak budaya lain serta merasakan
ketidaknyamanan psikis dan fisik karena kontak tersebut, maka keadaan ini disebut gegar budaya atau culture shock. Cultuere shock didefinisikan sebagai kegelisahan yang
mengendap yang muncul dari kehilangan tanda-tanda dan lambing-lambang yang familiar dalam hubungan sosial. Tanda-tanda atau petunjuk-petunjuk itu meliputi seribu satu cara
yang kita lakukan dalam mengendalikan diri kita sendiri dalam menghadapi situasi sehari- hari Mulyana dan Rahkmat, 2005:174.
Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalamberbagai aspek,seperti adanya keberagaman suku bangsa , agama, bahasa dan adat istiadat
sebagainya.Di lainpihak, perkembangan dunia yang sangat pesat saat ini dengan mobilitas dan dinamika yang sangat tinggi, telah menyebabkan duniamenuju ke arah “desa dunia”
global village yang hampir tidak memiliki batas-batas lagi sebagai akibat dari perkembangan teknologi modern.Oleh karenanya masyarakat dalam arti luas harus sudah
siap menghadapi situasi situasi baru dalam konteks keberagaman kebudayaan atau apapun namanya. Interaksi dan komunikasi harus pula berjalan satu dengan yang lainnya, adakah
sudah salingmengenal atau pun belum pernah sama sekali berjumpa apalagi berkenalan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam berkomunikasi dengan konteks keberagaman kebudayaan kerap kali menemui masalah atau hambatan-hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya.Misalnya saja dalam
penggunaan bahasa, lambang-lambang, nilai atau norma-normamasyarakat dan lain sebagainya.Pada hal syarat untuk terjalinnya hubungan itu tentu saja harus ada saling
pengertian dan pertukaran informasi atau makna antarasatu dengan lainnya.Dari itu mempelajari komunikasi dan budaya merupakan satu hal yang tidak dapat dipisahkan.Dalam
jurnal Lubis Lusiana Andriani, 2002:1
Perbedaan budaya yang ada di tengah masyarakat yang sangat kompleks tidak mudah untuk individu dapat menyesuaikan diri secepat mungkin untuk mendukung kegiatan sehari-
hari termasuk ketika menjalani proses pendidikan. Berbagai macam latarbelakang budaya tidak akan memudahkan proses interraksi khususnya proses pertukaran informasi atau
komunikasi. Maka perbedaan akan memunculkan kemajemukan, serta multikulturalisme. Istilah multikulturalisme tidaklah memadai dipahami secara harafiah sebagai paham
“banyak budaya”. Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu, Negara yang majemuk dari segi etnis,
budaya, agama, dan sebagainya, namun mempunyai kebanggaan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut. Harahap Ahmad Rivai,2006: Rivai : 29
Karena untuk memperoleh tujuan tidak akan lepas dari komunikasi. Pada praktiknya ketika melakukan komunikasi yang berbeda latarbelakang budaya didalam suatu komunitas,
kumpulan, bahkan masyarakat bukanlah hal yang mudah karena kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh dari lingkungan asal, tidak akan sama ketika seorang individu berada di daerah dan
lingkugan yang berbeda etnis dan budaya. Faktor lain yang lebih khusus seorang lelaki minangkabau untuk memilih mencari
kehidupan diluar daerah asal adalah karena garis keturuana yang matrilineal dapat diibaratkan
Universitas Sumatera Utara
seorang lelaki minangkabau tidak akan mendapatkan materi apapun ketika ia berada didaerah asal, karena perempuan adalah pelanjut garis keturunan dan oleh sebab itu pilihan untuk
keluar dari rumah menjadi pilihan termasuk ketika menempuh jalur jenjang pendidikan.
Peneliti memilih USU karena USU merupakan universitas di Kota Medan dengan jumlah pelajar asal minang terbanyak.Karena dari tahun ketahun jumlah mahasiswa asal
minangkabau mengalami peningkatan, termasuk jalaur pendidikan yang semakin banyak, regular, regular mandiri, ekstensi dan Program Magister. Perbedaan antar budaya yang
dikenal individu dengan budaya asing dapat menyebabkan individu sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, demikian halnya dengan pelajar asal Minangkabau.
Karena ketika berpindah dan keluar dari lingkungan budaya asal dan masuk kedalam lingkungan dengan budaya yang baru serta orang-orang yang berbeda hal ini akan menjadi
fenomena dan bagaimana upaya yang mereka lakukan untuk mengatasi culture shock yang dirasakan menuju suatu adaptasi yang baik dan komunikasi antarbudya yang efektif.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi proses penyesuain diri seperti varibel-variabel komunikasi dalam akulturasi, yakni faktor personal, seperti karakteristik personal, motivasi
individu dan pengalaman sebelumnya, selain itu juga dipengaruhi oleh keterampilan kecakapan komunikasi individu dalam komunikasi sosial antarpersonal serta suasana
lingkungan komunikasi budaya baru tersebut Mulyana dan Rakhmat, 2005: 141-144. Manusia yang memasuki suatu lingkungan baru mungkin akan menghadapi banyak
hal yang berbeda seperti cara berpakain, cuaca, makanan, bahasa, orang-orang dan nilai-nilai yang berbeda. Tetapi ternyata budaya tidak hanya meliputi cara berpakain maupun bahasa
yang digunakan, namun budaya juga meliputi etika, nilai, konsep keadilan, perilaku, hubungan pria wanita, konsep kebersihan, gaya belajar, gaya hidup, motivasi bekerja,
ketertiban lalulintas, kebiasaan dan sebagainya Mulyana, 2005: 97.Namun didalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini, peneliti membatasi culture shock pelajar asal minangkabau Sumatera Barat di Medan khususnya yang sedang menempuh jalur pendidikan di Universitas Sumatera Utara.
Berdasarkan konteks masalah yang terlah di uraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Culture Shock Pelajar Minang Di Universitas Sumatera Utara
Dalam Kajian Komunikasi Antarbudaya”.
I.2 Perumusan Masalah