PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DI BEBANI KESIMPULAN DAN SARAN KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DI BEBANI JAMINAN

memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya ke dalam beberapa bab dan diantara bab-bab terdiri pula atas sub bab. Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

Pada bagian ini membahas mengenai pengertian Jaminan Fidusia, Macam-Macam Lembaga Jaminan, Asas-asas Jaminan Fidusia, Subjek dan Objek Jaminan Fidusia, Ciri- ciri Lembaga Fidusia, Universitas Sumatera Utara Proses Terjadinya Jaminan Fidusia dan berakhirnya Jaminan Fidusia.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEPAILITAN

Pada bab ini akan membahas tentang Pengertian Kepailitan, Pihak- Pihak Yang Terlibat Dalam Kepailitan, Syarat Pengajuan Permohonan Kepailitan, Sumber-Sumber Hukum Kepailitan, Tujuan Hukum Kepailitan, Harus Dinyatakan Dengan Putusan Hakim Dan Akibat Putusan Pailit.

BAB IV KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DI BEBANI

JAMINAN FIDUSIA APABILA TERJADI EKSEKUSI DALAM HAL PEMBERI FIDUSI PAILIT. Pada bab ini akan membahas mengenai Kedudukan Benda Jaminan Fidusia Dengan Pailitnya Pemberi Fidusia, Kedudukan Penerima Fidusia Kreditur Pemegang Fidusia Yang Pemberi Fidusia Pailit Dan Eksekusi Benda Jaminan Yang Pemberi Fidusia Pailit Pada Bank CIMB Niaga. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian ini akan membahas Kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA

A. Pengertian Jaminan Fidusia

Sebelum dibahas lebih jauh tentang pengertian Jaminan Fidusia hendaknya kita memahami pengertian jaminan. Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, yang salah satunya adalah dalam bentuk kredit yang diberikan oleh lembaga perbankan. 12 1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat perjanjian tertulis; Dana yang berupa kredit itu diperlukan oleh debitur guna kepentingan pengembangan usaha atau keperluan lainnya.Penyaluran kredit kepada pelaku usaha selaku debitur sarat dengan resiko kemacetan. Oleh karena itu, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat di antaranya : 2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian; 12 M. Khoidin, Problematika Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan, Yogyakarta : Laks Bank Pressindo, 2005 hal. 1 Universitas Sumatera Utara 3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham, atau; 4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit legal lending limit. 13 Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka bank dalam memberikan kreditnya wajib memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank juga wajib melakukan peninjauan ke lapangan dan pengikatan terhadap jaminan yang diserahkan oleh debitur sehingga jaminan yang diterima dapat memenuhi persyaratan dan kctcntuan yang berlaku.Untuk memperoleh keyakinan terhadap kemampuan dan kesanggupan debitur maka bank melakukan penilaian yang dikenal dengan the five cs of credit 5C antara lain Character; Capital; Capacity; Collateral; Condition of economy. Berbagai aspek penilaian yang dilakukan bank tidak selalu dapat mencerminkan kinerja nasabah debitur di masa yang akan datang, maka pihak bank perlu berjaga-jaga terhadap resiko yang terburuk dari pelepasan kredit. Antisipasi terhadap kemungkinan macetnya pemenuhan kewajiban oleh nasabah adalah kewajiban penyerahan jaminan sebelumdana diberikan kepada nasabah. Jaminan merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit. 13 Muhammad Djumhana, Op. Cit, hal. 510. Universitas Sumatera Utara Namun dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan tidak disebutkan lagi secara tegas mengenai kewajiban tersedianya jaminan atas kredit yang dimohonkan oleh debitur, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967. Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 menyebutkan : “Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga”. Dalam kalimat tersebut tersirat bahwa siapapun yang ingin memperoleh kredit bank harus menyerahkan jaminan kepada bank. Terdapat perubahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu Pasal 8 yang menyebutkan bahwa ”Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”. Sebenarnya dalam literatur hukum tidak dikenal istilah hukum jaminan, sebab kata recht dalam rangkaiannya sebagai zakerheidsrechten berarti ”hak”, sehingga zakerheidsrechten berarti hak-hak jaminan. 14 Dengan demikian kalau mau merumuskan hukum jaminan, maka dapat dikatakan sebagai ketentuan- ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan pada umumnya, maksudnya jaminan tagihan kreditur atas hutang debitur. 15 14 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Bandung :Citra Aditya Bakti,2002 selanjutnya disebut J. Satrio I, hal. 154. 15 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung :Citra Aditya Bakti, 1996 selanjutnya disebut J. Satrio II, hal. 4. Universitas Sumatera Utara Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ketentuan umum tentang jaminan diletakkan dalam Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1138. Dalam Pasal- Pasal tersebut diatur prinsip tanggung jawab seorang debitur terhadap hutang- hutangnya dan juga kedudukan semua kreditur atas tagihan yang dipunyai olehnya terhadap debiturnya. 16 Sutarno menyatakan, jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur dan debitur. Dalam Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2369KEPDIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. 17 Hal penting dalam penyerahan agunan ini adalah keabsahan secara yuridis di perjanjian pengikatan agunan.Pihak bank harus yakin bahwa agunan atau jaminan yang telah diserahkan telah berdasarkan perjanjian yang sah secara yuridis. Selanjutnya Pasal 1 ayat 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juga menyebutkan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. 18 16 J. Satrio I, Op. Cit. Kredit yang didukung dengan jaminan disebut secured loans, dengan 17 Sutarno, Op. Cit, hal. 142. 18 Sri Susilo, Sigit Triandaru Totok Budi S, 2000, Bank Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, hal. 73. Universitas Sumatera Utara menggunakan jaminan dalam penyaluran kredit dapat meyakinkan bank akan kemampuan debitur dalam pengembalian utangnya, sedangkan kredit yang tidak didukung dengan jaminan disebut unsecured loans, pemberian kredit ini yaitu dengan mempertimbangkan bonafiditas dan prospek usaha debitur. Kredit tanpa adanya jaminan sangat membahayakan posisi bank, mengingat jika nasabah mengalami kemacetan pembayaran maka akan sulit menutupi kerugian terhadap kredit yang disalurkan. Dengan adanya harta debitur yang dijadikan jaminan atas utangnya dapat menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. 19 Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur yaitu memberikan kepastian akan pelunasan utang debitur sesuai dengan perjanjian kredit. Jaminan dapat menutupi segala resiko terhadap kemungkinan macetnya suatu kredit baik yang ada unsur kesengajaan atau tidak.Oleh karena itu, selain benda yang menjadi objek jaminan kredit diikat dengan asuransi tertentu, penilaian jaminan kredit haruslah teliti jangan sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya. Fidusia berasal dari kata ”fides” yang berarti kepercayaan. 20 19 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta :Liberty, hal. 50. Hubungan hukum yang terjadi antara kreditur dengan debitur merupakan hubungan hukum yang berdasarkan atas kepercayaan.Istilah fidusia sudah lama dikenal dalam 20 Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op. Cit, hal. 113. Universitas Sumatera Utara bahasa Indonesia dan merupakan istilah resmi dalam dunia hukum di Indonesia. 21 Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 juga menggunakan istilah ”fidusia”. Namun terkadang, untuk fidusia ini juga dikenal dengan istilah ”Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Dalam terminologi Belandanya sering disebut dengan Fiduciare Eigendom Overdracht, sedangkan dalam bahasa Inggrisnya sering disebut dengan istilah Fiduciary Transfer of Ownership. 22 Jaminan Fidusia ini lahir karena adanya kebutuhan dalam praktek untuk menjaminkan barang bergerak tetapi tanpa penyerahan barang secara fisik.Mengingat lembaga gadai mensyaratkan adanya penyerahan benda maka dicarikanlah jalan untuk dapat menjaminkan barang bergerak tanpa penyerahan fisik barang tersebut. Akhirnya muncullah suatu rekayasa untuk memenuhi kepentingan dalam praktek tersebut yaitu dengan jalan pemberian Jaminan Fidusia.Jaminan Fidusia ini akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh yurisprudensi, baik di Belanda maupun di Indonesia. 23 Rekayasa hukum tersebut dilakukan lewat bentuk globalnya yang disebut dengan Constitutum Posessorium penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali. Agar sahnya peralihan hak dalam kontruksi hukum tentang fidusia ini, haruslah memenuhi syarat-syarat antara lain: 24 21 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung :Citra Aditya Bakti,2003 selanjutnya disebut Munir Fuady II, hal. 3. 22 Ibid 23 Ibid. 24 Sri Soedewi Masjchoen, Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional,1980 hal. 27. Universitas Sumatera Utara a. terdapat perjanjian yang bersifat zakelijk b. adanya titel untuk suatu peralihan hak c. adanya kewenangan untuk menguasai benda dari orang yang menyerahkan benda d. cara tertentu untuk penyerahan yaitu dengan cara constitutum posessorium bagi benda bergerak yang berwujud, atau dengan cessie untuk hutang piutang. Berkaitan dengan Fidusia dan Jaminan Fidusia, dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memberikan pengertian mengenai masing-masing tersebut: Pasal 1 butir 1: Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Pasal 1 butir 2: Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan ketentuan tersebut, maka unsur-unsur fidusia dalam upaya pemberian hak jaminan kepada kreditur dengan tujuan : 1. Sebagai agunan Sebagai agunan menunjuk ciri umum dari hak jaminan, bahwa pengalihan hak milik terhadap suatu benda hanya diperuntukkan sebagai agunan atau jaminan kredit, konsepsi pengalihan hak milik dengan kepcrcayaan dalam Jaminan Fidusia, adalah semata-mata untuk mcmbcrikan jaminan kepastian pengembalian kredit, sebagai perlindungan bagi keamanan kreditur. Memang apabila dilihat lebih jauh terhadap konstruksi Jaminan Fidusia akan membingungkan dan dapat menimbulkan salah tafsir apabila dikaitkan dengan unsur dari pengertian fidusia tentang ”pengalihan hak milik” yang sering ditafsirkan bahwa penerima Jaminan Fidusia semestinya menjadi pemilik atas benda yang bersangkutan. Apabila ditinjau lebih jauh riwayat sebenarnya merupakan penyelundupan atas ketentuan gadai yang diatur pada Pasal 1152 ayat 1 KUH Perdata untuk membedakan dari gadai berdasarkan kebutuhan praktek hukum jaminan. Karena hukum merupakan suatu sistem yang tidak memungkinkan untuk adanya pertentangan sehingga digunakan istilah pengalihan hak milik untuk membedakan dengan gadai. 2. Untuk kepentingan pelunasan tertentu Unsur ini menunjuk pada penjelasan bahwa pemberian Jaminan Fidusia memiliki tujuan yang sama dengan jaminan lainnya yaitu untuk jaminan Universitas Sumatera Utara agar debitur memenuhi kewajibannya yaitu dalam pelunasan utang tertentu. Dengan demikian terlihat bahwa perjanjian pokoknya adalah hutang piutang dan perjanjian pemberian Jaminan Fidusianya sebagai perjanjian tambahan accessoir. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan : ”Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Sedangkan ciri perjanjian tambahan accessoir adalah perjanjian tersebut tidak dapat berdiri sendiri, kemudian berakhirnya adalah tergantung pada berakhirnya perjanjian pokoknya. 3. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain dari pelunasan atau kewajiban debitur pemberi Jaminan Fidusia. Unsur ini menunjukkan bahwa kreditur penerima fidusia akan mempunyai posisi lebih baik di depan hukum dalam penagihan, demikian pula apabila terjadi eksekusi terhadap benda Jaminan Fidusia, maka kedudukannya lebih diutamakan atau didahulukan daripada kreditur lainnya dalam mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi dari benda Jaminan Fidusia. Hal demikian dinamakan hak preferen. Dalam perkembangannya di zaman Romawi, ada dua bentuk Jaminan Fidusia yaitu fiducia cum amino dan fiducia cum creditore.Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti dengan Universitas Sumatera Utara penyerahan hak. 25 Lembaga ini sering digunakan dalam hal seorang pemilik suatu benda harus mengadakan perjalanan keluar kota dan sehubungan dengan itu menitipkan kepemilikan benda tersebut kepada teman dengan janji bahwa teman akan mengembalikan benda tersebut jika pemiliknya sudah kembali dari perjalanannya. Dalam fiducia cum amino contracta ini kewenangan diserahkan kepada pihak pcnerima akan tetapi kepentingan tetap ada pada pihak pemberi. Fiducia cum amino contracta yang artinya janji kepercayaan yang dibuat dengan teman. 26 Fiducia cum creditore contracta berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan debitur, bahwa debitur akan mengalihkan suatu benda kepada kreditur sebagai suatu jaminan utang dengan kesepakatan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali benda jaminan tersebut apabila utang debitur sudah dibayar lunas, karena debitur bertindak dengan kepercayaan, hubungan seperti ini dinamakan hubungan yang didasarkan atas fides atau hubungan fiduciair. 27 Timbulnya fiducia cum creditore ini disebabkan adanya suatu kebutuhan akan hukum jaminan yang belum diatur oleh konstruksi hukum. Dengan fiducia cum creditore ini maka kewenangan yang dimiliki kreditur akan lebih besar yaitu sebagai pemilik atas barang yang dialihkan sebagai jaminan. Debitur percaya bahwa kreditur tidak akan menyalahgunakan wewenang yang diberikan itu. 25 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Loc. Cit. 26 Ibid, hal. 115. 27 J. Satrio II, Op. Cit, hal 166. Universitas Sumatera Utara Kekuatannya hanya terbatas pada kepercayaan dan secara moral saja dan bukan kekuatan hukum. Debitur tidak akan dapat berbuat apa-apa jika kreditur tidak mau mengembalikan hak milik atas barang yang diserahkan sebagai jaminan itu. Hal ini merupakan kelemahan fidusia pada bentuk awalnya jika dibandingkan dengan sistem hukum jaminan yang kita kenal sekarang. 28 Ketika negara-negara Eropa Kontinental seperti Perancis dan Belanda mengadopsi hukum Romawi, dalam hukum Romawi lembaga fidusia sudah lenyap sehingga dalam Burgerlijk Wetboek BW tidak dikenal lembaga fidusia, yang diatur hanya hipotek hak tanggungan dan pand gadai. Baru kemudian terasa lagi kebutuhan dalam praktek hukum di negeri Belanda sehingga lembaga fidusia dimunculkan lagi dalam praktek dan diakui oleh yurisprudensi. Karena kelemahan itu maka ketika gadai dan hipotek berkembang sebagai hak-hak jaminan serta adanya hukum tertulis yang mengaturnya, akhirnya fidusia hilang dari Hukum Romawi. Lahirnya lembaga fidusia di negeri Belanda tidak terlepas dari kebutuhan dan keadaan perekonomian pada saat itu.Pada abad 19, di negeri Belanda terjadi kemerosotan hasil panen, sehingga perusahaan pertanian sangat membutuhkan modal. Lembaga hipotik tidak dapat diandalkan saat itu karena petani memiliki tanah yang sangat terbatas, apalagi lembaga gadai, para petani tidak dapat menyerahkan barang-barang pertanian yang justru sangat dibutuhkan untuk proses 28 R. Soebekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Alumni, 1978 selanjutnya disebut R. Soebekti III, hal. 29. Universitas Sumatera Utara produksi pertaniannya. Hal yang sama juga berlaku untuk wilayah Hindia Belanda Indonesia saat itu. Dengan keadaan seperti itu, di negeri Belanda saat itu ada usaha-usaha untuk menanggulangi masalah tersebut antara lain dengan jalan memformulasi pinjaman dalam bentuk bank-bank koperasi. Di Indonesia Hindia Belanda saat itu ditanggulangi dengan cara mengintrodusir jaminan hutang dalam bentuk “ikatan panen” oogstverband. Oogstverband adalah suatu jaminan untuk pinjaman uang, yang diberikan atas panen yang akan diperoleh dari suatu perkebunan teh, kopi, dan sebagainya berdasarkan Koninklijk Besluit tanggal 24 Januari 1886 Stbl. 1886-57. Dari pengertian oogstverband, ada 3 tiga hal yang cukup penting harus diketahui yaitu pertama, oogstverband sebagai lembaga jaminan memiliki karakter kebendaan zakenlijke caracter berarti lembaga oogstverband mempunyai sifat-sifat kebendaan antara lain haknya dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, hak mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada dan mudah dieksekusi; kedua, objek oogstverband adalah hasil-hasil pertanian yang belum dipetik beserta perusahaan serta peralatan yang dipakai untuk mengolah hasil pertanian; ketiga, hakikat oogstverband. Atas satu panenan hanya dapat berlaku satu oogstverband, apabila ada beberapa maka yang berlaku hanya yang pertama diletakkannya sedangkan yang kemudian dapat berlaku apabila yang pertama telah hapus sebagai suatu jaminan accesoir tentunya oogstverband ini hapus kalau utangnya telah dibayar. Menurut Universitas Sumatera Utara R. Soebekti, kelemahan dari lembaga ini adalah bahwa Oogstverband hapus apabila hasil panen yang dijadikan jaminan musnah. 29 Bentuk jaminan “ikatan panen atau bank-bank koperasi” di dalam kenyataannya dirasakan tidak memadai sehingga yang terjadi saat itu adalah perkembangan kebutuhan perekonomian lebih cepat dibandingkan perkembangan hukum perkreditan dan jaminan.Di samping itu hukum positif saat itu tidak mengatur mengenai jaminan utang terhadap benda bergerak gadai tanpa penyerahan barangnya.

B. Macam-Macam Lembaga Jaminan

Di Indonesia setelah Tahun 1996, yakni sejak lahirnya UU. No. 4 Tahun 1996 tentang tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, pengikatan jaminan anggunan kredit atau pembiayaan di bank melalui lembaga jaminan dapat dilakukan melalui gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia. Adapun uraian singkat mengenai masing-masing bentuk lembaga jaminan adalah sebagai berikut: 30 29 R. Soebekti, Op. Cit, hal. 80. 30 http:patricia-seohyerim.blogspot.com201105lembaga-jaminan.html, diakses tanggal 29 Maret Universitas Sumatera Utara a. Gadai Pand Gadai berasal dari bahasa belanda pand atau pledge, pengertian gadai tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata yaitu, “Suatu hak yng diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur oleh kuasanya, sebgai jaminan atas utangnya dan yang member wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan menddahuui kreditur-kreditur lain dengan demikian unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah : 1 Adanya subjek gadaqi, yaitu kreditur penerima gadai dan debitur pemberi gadai 2 Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud 3 Adanya kewenangan kreditur untuk mengeksekusi apabila dbitur melakukan wanprestasi terhadap perjanjian gadai 1. Dasar Hukum Gadai Dasar hukum Gadai dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yaitu : Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, Artikel 1196 vv, title 19 Buku III NBW, Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian, Peraturan Pemerintahan Nomor 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintahan Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum PERUM Pegadaian. Universitas Sumatera Utara 2. Subjek dan Objek Gadai Subjek gadai terdiri dari dua pihak yaitu, pihak pemberi gadai debitur dan pihak penerima gadai kreditur. Debitur yang orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga. b. Hipotik Dalam KUH Perdata, hipotik diatur dalam bab III pasal 1162 sd 1232. Sedangkan definisi dari hipotik itu sendiri adalah hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil pergantian dari benda bagi pelunasan suatu hutang. Hak Hipotik merupakan hak kebendaan yang memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang seseorang. Menurut pasal 1131 B.W. tentang piutang-piutang yang diistimewakan bahwa “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Yang mana dalam pembahasan yang dikaji dalam makalah ini khusus kepada kebendaan si berutang berupa benda yang tidak bergerak yang dijadikan sebagai jaminan untuk hutang, inilah yang termasuk dalam pengertian hak Hipotik seperti yang telah disebutkan di atas. Apabila orang yang berhutang tidak dapat menepati kewajibannya, maka orang berpihutang dapat dengan pasti dan mudah melaksanakan haknya terhadap Universitas Sumatera Utara si berhutang, atau sederhananya si berpiutang dapat meminta benda yang dijadikan sebagai jaminan, meskipun barang itu sudah berada di tangan orang lain. 31 1. Azas-azas Hipotik a. Azas publikasi, yaitu mengharuskan hipotik itu didaftarkan supaya diketahui oleh umum. Hipotik didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian setempat. b. Azas spesifikasi, hipotik terletak di atas benda tak bergerak yang ditentukan secara khusus sebagai unit kesatuan, misalnya hipotik diatas sebuah rumah. Tapi tidak aada hipotik di atas sebuah pavileum rumah tersebut, atau atas sebuah kamar dalam rumah tersebut. Benda tak bergerak yang dapat dibebani sebagai hipotik adalah hak milik, hak guna bangunan, hak usaha baik yang berasal dari konvensi hak-hak barat, maupun yang berasal dari konvensi hak-hak adaptasi, serta yang telah didapatkan dalam daftar buku tanah menurut ketentaun PP no. 10 tahun 1961 sejak berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960 tanggal 24 september 1960. 2. Subyek Hipotik Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak hipotik. 31 http:padmimonang.wordpress.com20121029fidusia-gadai-hipotik Diakses pada tanggal 6 juni 2013. Universitas Sumatera Utara Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu: 1. Badan-badan pemerintah 2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian 3. Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri 4. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri. Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri. 3. Obyek Hipotik Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani dengan hipotik ialah: a. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya. b. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya c. Hak numpang karang dan hak guna usaha Universitas Sumatera Utara d. Bunga tanah baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil dengan hasil tanah dalam wujudnya. Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut: a. Benda tetap karena sifatnya pasal 506 KUH Perdata b. Benda tetap karena peruntukan pasal 507 KUH Perdata c. Benda tetap karena UU pasal 508 KUH Perdata d. Prosedur Pengadaan Hak Hipotik Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan mengadakan hipotik adalah: 1. Harus ada perjanjian hutang piutang, 2. Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang. Setelah syarat di atas dipenuhi, kemudian dibuat perjanjian hipotik secara tertulis dihadapan para pejabat pembuat akta tanah atau disingkat PPAT pasal 19 PP no. 10 tahun 1961, yang dihadiri oleh kresitur, debitur dan dua orang saksi yang mana salah satu saksi tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan setempat di mana tanah itu terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian yang bersangkutan. 4. Hapusnya Hipotik Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu: 1. Karena hapusnya ikatan pokok 2. Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur 3. Karena penetapan oleh hakim Universitas Sumatera Utara Adapun hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu: 1. Hapusnya hutang yang dijamin oleh hipotik 2. Afstan hipotik 3. Lemyapnya benda hipotik 4. Pencampuran kedudukan pemegang dan pemberi hipotik 5. Pencoretan, karena pembersihan atau kepailitan 6. Pencabutan hak milik c. Hak Tanggungan Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah. 32 1. Objek Hak Tanggungan Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah a. Hak Milik; b. Hak Guna Usaha; 32 http:yukalaw.blogspot.com201202hak-tanggungan.html Diakses pada tanggal 6 Juni 2013. Universitas Sumatera Utara c. Hak Guna Bangunan. Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan. Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan,tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan. 2. Subyek Hak Tanggungan Subyek hak tanggungan adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan hak tanggungan, yaitu: - Pemberi hak tanggungan kreditur - Penerima hak tanggungan debitur 3. Asas Hak Tanggungan a. Droit de preference, memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya. b. Droit de suit, selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada. c. Memenuhi asas spesialis dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan. Universitas Sumatera Utara Spesialis, asas yang menghendaki bahwa hipotek hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus. Publisitas, asas yang mengharuskan bahwa hipotek itu harus didaftarkan di dalam register umum, supaya dapat diketahui oleh pihak ketigaumum. d. Tak dapat dibagi-bagi ondeedlbaarheid, hipotek itu membebani seluruh objekbenda yang dihipotekkan dalam keseluruhan atas setiap benda dan atas setiap bagian dari benda-benda tak bergerak. e. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. 4. Prosedur Hak Tanggungan Prosedur pemberian hak tanggungan sesuai ketentuan Pasal 10 UU Nomor 4 tahun 1996, yaitu sebagai berikut: a. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. b. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan perbuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. c. Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan Universitas Sumatera Utara dilakukan bersamaan dengan permohonan pcndaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. 5. Pendaftaran Hak Tanggungan Pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1996 sebagai berikut: 1. Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 2. Selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja setelah penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2, PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. 3. Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menjalin cacatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan. 4. Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan scbagaimana dimaksud pada ayat 3 adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat- surat yang diperiukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya. 5. Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 4. Universitas Sumatera Utara 6. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang beriaku. 7. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 membuat irah-irah dengan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. 8. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan beriaku sebagai pengganti grosse facte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. 9. Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 3 dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. 10. Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan. 6. Hapusnya Hak Tanggungan Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut : a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan; b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleb pemegang Hak Tanggungan; c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; Universitas Sumatera Utara d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. d. Jaminan Fidusia Semula bentuk jaminan ini tidaklah diatur dalam perUndang-Undangan melainkan berkembang atas dasar yurisprudensi, di Indonesia baru diatur dalam Undang-Undang pada tahun 1999 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga Gadai, oleh karena itu yang menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tersebut, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Adapun pembebanan perjanjian lembaga hak jaminan yang diwajibkan atau diharuskan dilakukan dengan akta autentik adalah a. Akta Hipotek kapal untuk pembebanan perjanjianjaminan hipotek atas kapal yang dibuat oleh pejabat pendaftar dan pencatatbalik nama kapal. b. Surat kuasa membebankan hipotek SKMH yang dibuat oleh ataudihadapan notaris. Universitas Sumatera Utara c. Akta pemberian hak tanggungan APHT yang dibuatoleh pejabat pembuat akta tanah. d. Surat kuasa membebankan hak tanggungan SKMHT yang dibuat oleh notaries atau pejabat pembuat akta tanah. e. Akta Jaminan Fidusia AJF yang dibuat olehnotaries.

C. Asas-Asas Jaminan Fidusia

Adanya asas-asas di dalam suatu sistem menunjukan betapa pentingnya suatu asas. Asas atau prinsip bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perUndang-Undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan tersebut 33 Asas hukum itu merupakan unsur penting dan pokok dari peraturan hukum.Itu merupakan unsur penting dan pokok dari peraturan hukum. Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa asas hukum ini merupakan “jantungnya” peraturan hukum” 34 33 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Liberty 1998 hal. 33 34 Satjipto Raharja, Op.Cit. hal 45 Universitas Sumatera Utara M. Yahya Harahap secara tepat memaparkan adanya beberapa prinsip hukum dalam Undang-Undang fidusia, sebagai berikut: 35 a. Asas spesialitas fixed loan, artinya benda objek Jaminan Fidusia sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, dengan demikian harus jelas dan tertentu benda objek Jaminan Fidusia serta harus pasti jumlah utang debitur atau dapat dipastikan jumlahnya. Pembuatan akta Jaminan Fidusia harus memuat, identitas pihak pemberi dan penerima dan pemberi fidusia ; data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. b. Asas assessor, artinya Jaminan Fidusia adalah perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian utang, dengan demikian keabsahan perjanjian Jaminan Fidusia tergantung pada keabsahan perjanjian pokok, penghapusan benda objek Jaminan Fidusia tergantung pada penghapusan perjanjian pokok. c. Asas Hak Preferen, artinya member kedudukan hak yang didahulukan kepada penerima fidusia kreditur terhadap kreditur lainnya, kualitas hak didahulukan penerima fidusia, tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi. d. Yang dapat memberi fidusia, artinya harus pemilik benda, jika benda itu milik pihak ketiga, maka pengikatan Jaminan Fidusia 35 M. Yahya Harahap, Makalah Lembaga Fidusia, Jakarta : Oktober 2000 Universitas Sumatera Utara tidak boleh dengan kuasa substansi, tetap harus langsung pemilik pihak yang bersangkutan. e. Dapat diberikan kepada lebih dari satu penerima atau kepada kuasa atau wakil penerima fidusia, artinya ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka pembiayaan kredit konsorium. f. Larangan melakukan fidusia ulang terhadap benda objek Jaminan Fidusia yang sudah terdaftar, artinya apabila objek Jaminan Fidusia sudah terdaftar, berarti menurut hukum objek Jaminan Fidusia telah beralih kepada penerima fidusia. Oleh karena itu, pemberi fidusia ulang merugikan kepentingan penerima fidusia, apabila terjadi hal demikian maka hak milik sebagai pemegang jaminan kepada kreditur kedua, tidak menghilangkan hak milik fidusia dari kreditur pertama. g. Asas droit de suite, artinya Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang jadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapa pun benda itu berada, kecuali keberatannya berdasar penglihatan hak atas piutang cessie, dengan demikian hak atas Jaminan Fidusia merupakan hak kebendaan mutlak in rem. Asas-asas hukum Jaminan Fidusia yang terdapat dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Pertama, asas bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur lainnya.Terdapat Pasal1 angka 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Kedua, asas bahwa dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia menunjukkan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak kebendaan dan bukan perorangan. Ketiga, asas bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan yang lazim disebut dengan asas asessoritas.Asas ini mengandung arti bahwa keberadaan Jaminan Fidusia dibentuk oleh perjanjian utama atau perjanjian pokok. Keempat, asas bahwa Jaminan Fidusia dapat diletakkan atas utang yang baru akan ada kontijen. Dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa objek Jaminan Fidusia dapat dibebankan kepada utang yang telah ada dan yang akan ada. Jaminan atas utang yang aka nada mengandung arti bahwa pada saat dibuatnya akta Jaminan Fidusia, utang tersebut belum ada tetapi sudah diperjanjikan sebelumnya dalam jaminan tertentu. Kelima, asas bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada. Keenam, asas bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap bangunanrumah yang terdapat di atas tanah milik orang lain. Ketujuh, asas bahwa Jaminan Fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek Jaminan Fidusia. Universitas Sumatera Utara Kedelapan, asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek jaminana fidusia. Kesembilan, asas bahwa Jaminan Fidusia harus didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Kesepuluh, asas bahwa benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima Jaminan Fidusia sekalipun hal itu diperjanjikan. Kesebelas, asas bahwa Jaminan Fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke kantor fidusia dari pada kreditur yang mendaftarkan kemudian. Keduabelas, asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai itikad baik te goeder trouw, in good faith. Ketigabelas, asas bahwa Jaminan Fidusia mudah dieksekusi. 36

D. Objek dan Subjek Jaminan Fidusia

a. Obyek Jaminan Fidusia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999tentang Jaminan Fidusia, maka yang menjadi obyek Jaminan Fidusiaadalah benda 36 Tan kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT. Alumni, Medan,2004,hal.165. Universitas Sumatera Utara bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaaninventory, benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraanbermotor. Setelah berlakunya Undang- Undang NO.42 Tahun 1999 tentang JaminanFidusia, maka obyek Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas.Berdasarkan Undang-Undang ini, obyek Jaminan Fidusia dibagi 2 macam, yaitu : benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud; dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Sebagai contoh bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan dalam hal ini yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. b. Subyek Jaminan Fidusia Subyek Jaminan Fidusia adalah Pemberi Fidusia dan PenerimaFidusia.Pemberi Fidusia adalah orang perseorangan atau korporasipemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia, sedangkan PenerimaFidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyaipiutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia.

E. Ciri- Ciri Lembaga Fidusia

Seperti halnya hak tanggungan, Lembaga Jaminan Fidusia yangkuat mempuyai ciri-ciri sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara a. Memberikan kedudukan yang mendahulukan kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Pasal 27 Undang-Undang Jaminan Fidusia Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap krediturlainnya. Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaranbenda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Hak yang didahulukan yang dimaksud adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan likuidasi pemberi fidusia. Ketentuan dalam hal ini berhubungan dengan ketentuan bahwa Jaminan Fidusia merupakan agunan atas kebendaan bagi pelunasan utang. Di samping itu, ketentuan dalamUndang- Undang tentang kepailitan menentukan bahwa benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia berada diluar kepailitan dan likuidasi. 37 b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun objek ituberada droit de suite Pasal 20 Undang-Undang fidusia. Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu benda itu berada, kecualipengalihan atas benda Apabila atas benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebihdari 1 satu perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan ini diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya padakantor pendaftaran fidusia. 37 Purwahid dan Kashadi.Hukum Jaminan Fidusia, Semarang : Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008, Universitas Sumatera Utara persediaan yang menjadi obyek jaminanfidusia. 38 c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga mengikat pihak ketiga dan memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan Pasal 6 dan 11 Undang-Undang Fidusia. Ketentuan ini merupakan pengakuan atau prinsip “droit de suite”yang telah merupakan bagian dari peraturan Undang-Undangan Indonesia dalam kaitanya dengan hak mutlak atas kebendaan. Akta Jamian Fidusia yang dibuat Notaris sekurang-kurangnya memuat : 1 Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia; 2 Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia; 3 Uraian mengenai benda yang menjadi obyek fidusia; 4 Nilai penjaminan; 5 Nilai benda yang menjadi objek fidusia; Selanjutnya dalam hal ini benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini merupakan terobosan penting yang melahirkan fidusia sehingga dapat memenuhi asas publisitas semakin terpublikasi jaminan hutang, akan semakin baik, sehingga kreditur atau khalayak ramai dapat mengetahui atau punya akses untuk mengetahui informasi-informasi penting di sekitar jaminan hutang tersebut. 38 Gunawan Wijdjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007, hal 133. Universitas Sumatera Utara d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya Pasal 29 Undang-Undang Fidusia Dalam hal debitur atau pemberi fidusia cidera janji, pemberi fidusia wajib menyerahkan obyek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi. Eksekusi dapat dilaksanakan dengan cara pelaksanaan titel eksekutorial oleh kreditur atau penerima fidusia, artinya langsung melaksanakan eksekusi melalui lembaga para eksekusi atau penjualan obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan dari hasil penjualan. Dalam hal akan dilakukan penjualan dibawah tangan, maka harus dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia.

F. Proses Terjadinya Jaminan Fidusia

Dalam proses terjadinya Jaminan Fidusia dilaksanakan melalui duatahap yaitu : 1 Tahap Pembebanan Jaminan Fidusia Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan aktanotaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Dengan demikian, akta notaris di sini merupakan syarat materil untuk berlakunya ketentuan- ketentuan Undang-Undang Jaminan Fidusia atas perjanjian penJaminan Fidusia, disamping juga sebagai alat bukti. Perlu diketahui, bahwa suatu perjanjian pada umumnya tidak lahir pada saat penuangannya dalam suatu akta, tetapi sudah ada sebelumnya, yaitu sudah ada sejak adanya kesepakatan antara para pihak yang Universitas Sumatera Utara memenuhi syarat Pasal 1320 KUH Perdata dan penuangannya dalam akta hanya dimaksudkan untuk mendapatkan alat bukti saja. Akta Notaris merupakan salah satu wujud akta otentik sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1868 dan Pasal 1870 KUH Perdata yang memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna terhadap para pihak dan ahli waris atau orang yang memdapatkan hak dari padanya. Alasan Undang-Undang menetapkan dengan Akta Notaris adalah : a. Akta Notaris adalah akta otentik sehingga memiliki kekuatanpembuktian sempurna; b. Objek Jaminan Fidusia pada umumnya adalah benda bergerak; c. Undang-Undang melarang adanya fidusia ulang; Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang- Undang Fidusia sekurang-kurangnya memuat : a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggalatau kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan. b. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, yaitu mengenaimacam perjanjian, dan utang yang dijamin dengan fidusia. c. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Universitas Sumatera Utara Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup dilakukan dengan mengidentifikasi benda tersebut, dandijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal bendayang menjadi obyek Jaminan Fidusia merupakan benda dalam persediaan inventory yang selalu berubah-ubah dan tidak tetap, seperti stok bahan baku, barang jadi, maka akta Jaminan Fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merek, kualitas dari bendatersebut. d. Nilai penjaminan; e. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. 2 Tahap Pendaftaran Jaminan Fidusia Tujuan pendaftaran fidusia adalah melahirkan Jaminan Fidusia bagipenerima fidusia, memberikan kepastian kepada kreditur lainmengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia danmemberikan hak yang didahulukan terhadap kreditur dan untukmemenuhi asas publisitas karena kantor pendaftaran terbuka untukumum. 39 Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan termasuk benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luarwilayah Republik Indonesia. Pendaftaran benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia dan dilakukan pada kantor Pendaftaran Fidusia yang merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman. 39 Purwahid Patrik dan Kashadi, Op, Cit, hal 41. Universitas Sumatera Utara Permohonan pendaftaran dilakukan oleh penerima fidusia, kuasaatau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, yang meliputi : a. Identitas pihak dan penerima fidusia; b. Tanggal, nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempatkedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; c. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jamianan fidusia; e. Nilai penjaminan, dan f. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. 40 Kemudian Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat jaminan dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran guna melakukan pengecekan data setelah dilakukan pendaftaran, maka kantor Pendaftaran fidusia menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran Jaminan Fidusia. Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia, akan tetapi hanya melakukan pengecekan data yang dimuat dalam pernyataan pendaftaran fidusia. Tanggal pencatatan Jaminan Fidusia dalam buku Daftar Fidusia ini dianggap sebagai lahirnya Jaminan Fidusia. 40 Ibid. hal. 42 Universitas Sumatera Utara Dengan demikian pendaftaran Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia, merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan fidusia. Penegasan lebih lanjut dapat kita lihat dalam ketentuanPasal 28 Undang- Undang Fidusia yang menyatakan apabila atasbenda yang sama menjadi obyek jaminan lebih dari 1 satu perjanjian Jaminan Fidusia, maka kreditur yang lebih dahulu mendaftarkannya adalah penerima fidusia. Hal ini penting diperhatikan oleh kreditur yang menjadi pihak dalam perjanjian Jaminan Fidusia, karena hanya penerima fidusia, kuasa atau wakilnyayang boleh melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia. Sebagai bukti bagi kreditur bahwa ia merupakan penerima jaminan fidusia adalah Sertifikat Jaminan Fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat ini sebenarnya merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia yang memuat catatan tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan yang ada pada saat pernyataan pendaftaran. Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata:“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHAESA”, sehingga Sertifikat Jaminan Fidusia mempuyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telahmempuyai kekuatan hukum tetap. Maksudnya, bahwa putusantersebut langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan danbersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusantersebut. 41 41 Ibid. hal. 42 Universitas Sumatera Utara

G. Berakhirnya Jaminan Fidusia

Dalam Pasal 25 UUJF menyatakan secara tegas bahwa Jaminan Fidusia hapus karena : a Hapusnya utang yang dijamin deengan fidusia. Yang dimaksud hapusnya utang adalah antara lain karena pelunasan dan bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat kreditur. b Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima fidusia. c Musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya, apabila piutang tersebut hapus karena hapusnya utang merupakan konsekuensi dari perjanjian asseoir yaitu perjanjian pokok berupa perjanjian utang piutang. Maka, jika perjanjian pokoknya atau piutangnya lenyap dengan alasan apapun maka Jaminan Fidusia juga akan ikut menjadi lenyap. Hapusnya utang ini dibuktikan antara lain dengan bukti pelunasan atau bukti hapusnya utang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditur. Dengan hapusnya fidusia karena pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh penerima fidusia juga dapat dikatakan wajar, mengingat pihak penerima fidusia sebagai yang memiliki hak atas fidusia tersebut bebas untuk mempertahankan atau melepaskan haknya itu. Universitas Sumatera Utara

BAB III TINJAUAN TENTANG KEPAILITAN

A. Pengertian Kepailitan

Kepailitan dikenal oleh sebagian besar sistem hukum sebagai bagian dari ketentuan hukum yang berkaitan dengan hukum perusahaan. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pailit atau bangkrut antara lain adalah seseorang yang oleh suatu pengadilan dinyatakan bangkrut, dan aktivanya atau warisannya telah diperuntukan untuk membayar hutang-hutangnya 42 Pengertian Kepailitan dapat dilihat pada Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Kepailitan, yaitu sebagai berikut : Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Pemberi fidusia pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur oleh Undang-Undang ini. 43 Selain pengertian yang diberikan oleh Undang-Undang pengertian kepailitan dapat pula diambil dari beberapa pendapat yang diberikan oleh 42 Munir Fuady, Hukum Pailit 1998, dalam Teori dan Praktek, Cet. II, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2002, hal 8. 43 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan Pasal 1 butir 1. Universitas Sumatera Utara beberapa ahli hukum, menurut Munir Fuady, Pailit atau bangkrut adalah suatu sita umum atas seluruh harta Debitur agar dicapainya perdamaian antara Debitur dan para kreditur atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil diantara para kreditur. 44 Kartini Muljadi mengemukakan bahwa kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya dan untuk menghentikan sitaan terpisah danatau eksekusi terpisah oleh para kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan Debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur, sesuai dengan hak masing-masing 45 Kepailitan pada intinya merupakan sita umum berdasarkan Undang- Undang atas harta kekayaan debitur. Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari kepailitan adalah : .Oleh Karena itu, dapat dikatakan pailit merupakan suatu keadaan yang menimpa seorang Debitur sebagai akibat ketidak mampuannya melunasi kewajiban pembayaran utangnya kepada para krediturnya. 46 a. Melindungi para kreditur konkuren untuk memperoleh hak mereka sehubungan dengan berlakunya asas jaminan, bahwa “ semua harta kekayaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang telah adamaupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi perikatan debitur”, yaitu dengan cara memberikan fasilitas 44 Munir Fuady, Op.Cit, hal. 1. 45 Mulyadi, Kartini, Hakim Pengawas dan Kurator Dalam Kepailitan, Makalah Seminar Tentang Perubahan Atas UU Kepailitan, Jakarta : Pusat Pengajian Hukum, 1998. 46 Sutan Remy Syahdeini, Kepastian Hukum Terhadap Lembaga Fidusia Sebagai Upaya Pengamana Kredit, Jakarta, 11 Juli 1994, hal. 38. Universitas Sumatera Utara dan prosedur untuk merekadapat memenuhi tagihan-tagihannya terhadap debitur, asas tersebut dijamin oleh Pasal 1131 KUH Perdata. b. Menjamin agar pembagian harta kekayaan debitur di antara para kreditursesuai dengan asas pari passu membagi secara proporsional harta kekayaan debitur kepada para kreditur konkuren atau unscured creditors berdasarkanperimbangan besarnya masing-masing kreditur tersebut Asas tersebutdijamin oleh Pasal 1132 KUH Perdata. c. Mencegah agar debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para kreditur. Dengan dinyatakan pailit maka debitur tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurus dan memindahkan harta kekayaannya yang status hukumnya sudah berubah menjadi harta pailit. d. Pada hukum kepailitan Amerika Serikat, hukum kepailitan memberikan perlindungan kepada debitur yang beritikad baik dari para krediturnya dengancara pembebasan utang. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa keapilitan merupakan kondisi yang dihadapi debitur, berupa penyitaan umum atas seluruh harta kekayaannya sebagai akibat dari ketidak mampuan melunasi kewajiban pembayaran utangnya, untuk dibagi-bagikan secara proporsional kepada para krediturnya. Universitas Sumatera Utara

B. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Kepailitan

Kepailitan sebagai salah satu upaya penyelesaian kewajiban pembayaran utang melibatkan beberapa pihak. Pihak-pihak yang terlibat dalam kepailitan tersebut bias timbul karena Undang-Undang, maupunkarena keterlibatan pihak yang merasa berkepentingan atas proses kepailitan, yaitu kreditur pemohonan pailit, debitur pemohon atau termohon pailit, kurator, hakim pengawas dan majelis hakim Pengadilan yang memutus perkara yang terkait dengan proses kepailitan. Pihak-pihak yang lain dapat terlibat dalam proses kepailitan termasuk menghadiri rapat-rapat kreditur, Appraisal penilai jaminan dan notaris jika diperlukan.

C. Syarat Pengajuan Permohonan Kepailitan

Syarat-syarat untuk dapat diajukan pailit dapat dilihat dari Pasal 2 ayat1 Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi sebagai berikut : Debitur yang mempunyai dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih dari krediturnya. Undang-Undang No 37 tahun 2004. Universitas Sumatera Utara Dari ketentuan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan tersebut dapat disimpulkan bahwa pernyataan pailit terhadap seorang Debitur, dapat diajukan baik oleh debitur sendiri ataupun salah satu kreditur. a. Debitur yang diajukan permohonan pailit tersebut harus paling sedikit mempunyai dua kreditur, atau dengan kata lain harus mempunyai lebih dari satu kreditur. b. Debitur tersebut tidak membayar sedikitnya satu utang kepada salah satu Krediturnya. c. Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Syarat pengajuan kepailitan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan tersebut nampaknya sangat mudah, Kreditur yang mengajukan kepailitan cukup membuktikan bahwa debitur mempunyai kewajiban hutang terhadap Kreditur lain disamping dirinya sendiri dan terdapat utang pada pemohon pailit yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, namun tidak dibayar oleh Debitur. Dalam Penjelasan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Kreditur dalam ayat ini adalah baik Kreditur Konkuren, Kreditur Separitis maupun Kreditur Preferen.Khusus mengenai Kreditur Separitis dan Kreditur Preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaaan yang mereka miliki terhadap harta debitur dan haknya untuk didahulukan. Universitas Sumatera Utara Lebih lanjut dalam penjelasan Pasal tersebut juga ditemukan bahwa yang dimaksud dengan “utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sangsi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan Pengadilan, Arbiter atau Majelis Arbitrase.

D. Sumber-Sumber Hukum Kepailitan

Sumber Hukum Kepailitan di Indonesia mengacu pada : a. Kitab Undang-Undang Hukum perdat. b. Het Herziene Indonesische Reglement HIR. c. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa : “ Segala kebendaan, yang bergerak dan tak bergerak miliki debitur, baik yang sudah ada maupun yang aka nada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”. Rumusan tersebut di atas menunjukan bahwa setiap tindakan yang dilakukan seseorang dalam lapangan harta kekayaaan selalu akan membawa akibat terhadap harta kekayaannya, baik yang bersifat menambah jumlah harta kekayaannya kredit, maupun yang nantinya akan mengurangi jumlah harta kekayaannya debit. Universitas Sumatera Utara Demikianlah harta kekayaan setiap orang akan selalu berada dalamkeadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Setiap perjanjian maupun perikatan yang dibuat dapat mengakibatkan harta kekayaan seseorang bertambah atau berkurang, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa kebendaan yang merupakan harta kekayaan seseorang baik yang telah ada, maupun yang akan ada dikemudian hari akan selalu menjadi jaminan bagi perikatan orang tersebut dari waktu ke waktu. Jika ternyata bahwa dalam hubungan hukum harta kekayaan tersebut, sesoarang memiliki lebih dari satu kewajiban yang harus dipenuhi terhadap lebih dari satu orang yang berhak atas pemenuhan kewajiban tersebut, maka Pasal 1132 KUH Perdata menentukan bahwa setiap pihak atau kreditur yang berhak ataspemenuhan perikatan, haruslah mendapatkan pemenuhan perikatan dari harta kekayaan pihak yang berkewajiban debitur tersebut secara : a Pari passu, yaitu secara bersama-sama memperoleh pelunasan, tanpa ada yang didahulukan. b Pro rata atau proposional, yang dihitung berdasarkan pada besarnya piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan debitur tersebut.

E. Tujuan Hukum Kepailitan

Berdasarkan UU No.37 tahun 2004 maka tujuan UU Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang adalah : Universitas Sumatera Utara a. Untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur. b. Untuk menghindari ada kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan kepentingan debitur atau para kreditur lainnya. c. Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditur atau debitur sendiri. Misalnya debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur. Sedangkan tujuan hukum kepailitan menurut Louis E. Levinthal dalam bukunya yang berjudul “The Early of bankrupicy Law” adalah : a. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur dan diantara nya para kreditur. b. Mencegah para debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan para kreditur. c. Memberikan perlindungan kepada kreditur yang beritikad baik dari para krediturnya dangan cara memperoleh pembebasan hutang. Universitas Sumatera Utara

F. Kepailitan Harus Dinyatakan Dengan Putusan Hakim

Berhubung pernyataan pailit terhadap debitur itu harus melalui proses pengadilan, maka segala sesuatu yang menyangkut tentang peristiwa pailit itu disebut dengan istilah kepailitan. Seseorang debitur yang berutang baru dapat dikatakan dalam keadaan pailit, apabila telah dinyatakan oleh hakim atau pengadilan dengan suatu keputusan hakim.Kewenang pengadilan untuk menjatuhkan putusan kepailitan itu telah ditentukan secara tegas dalam Pasal 2 UUK. Campur tangan pemerintah Pembentuk Undang-Undang sangat perlu, karena dengan demikian pengadilan dapat melakukan langkah-langkah preventif, dapat melakukan pensitaan umum eksekusi missal terhadap harta kekayaan debitur demi kepentingan para kreditur 47 Dalam peraturan kepailitan yang lama disebutkan, bahwa pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan adalah read van justitie. Read van justitie merupakan lembaga peradilan yang diperuntukan bagi orang-orang Eropa hakim, gubernemen, baik untuk daerah Jawa dan Madura hal ini diatur dalam Reglement of de rechtterlijke organisatie en Hett Beleid der Justitie, atau disingkat RO. Tetapi read justitie dapat pula merupakan peradilan tingkat banding, terhadap perkara-perkara yang telah diputus, baik oleh Residentie-gerecht maupun oleh Landread 48 47 Ronald Anderson business Law, South Western, Publising, 1999, hal. 510 48 Supomo, Sistem Hukum di Indonesia, Jakarta : Pradnya Paramita,2000, hal 25-47 Universitas Sumatera Utara Dengan lahirnya UUK, maka pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus permohonan kepailitan adalah sebuah pengadilan khusus dengan nama pengadilan niaga. Akan tetapi mengingat kebutuhan yang mendesak dan keterbatasan sumber dana sumber daya yang ada, maka untuk pertama kali pengadilan niaga didirikan di Jakarta Pusat dengan lingkup kewenangan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia. Berbeda dari ketentuan sebelumnya, Pasal 1 UUK menegaskan bahwa paling sedikit harus ada dua kreditur dan debitur sedikitnya membayar satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Keharusan adanya sedikitnya dua kreditur adalah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1132 KUHPerdata dimana ditetapkan bahwa pada dasarnya pembagian kekayaan debitur antara para krediturnya harus dilakukan secara pari passu pro rata parte. Selanjutnya Pasal 1 UUK menetapkan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit dan terhadap siapa saja permohonan tersebut dapat diajukan.Yang menjadi persoalan ialah, apakah yang menjadi ukuran bagi keadaan tidak membayarberhenti membayar tersebut? Hal ini tidak dijumpai perumusannya, baik di dalam Undang-Undang yuridprundensi, maupun pendapat para sarjana. Hanya ada pedoman umum yang disetujui oleh para pengarang, yaitu untuk pernyataan kepailitan tidak mampu untuk membayar utangnya dan tidak diperdulikan, apakah berhenti membayar itu sebagai akibat dari tidak dapat atau tidak mau membayar. 49 49 Siti Soemari Hartono, Op. Cit, hal. 8 Universitas Sumatera Utara Pembuktian tentang keadaan debitur yang berhenti membayar itu cukup dilakukan secara sederhana sumir, artinya pengadilan di dalam memeriksa perkara kepailitan itu tidak perlu terikat dengan sistem pembuktian dan alat-alat bukti yang ditentukan dalam hukum acara perdata. Di dalam hukum acara perdata Pasal 164 HIR, Pasal 248 Rbg, Pasal 1866 KUHPerdata dikenal beberapa alat bukti, yaitu : a. Alat bukti tertulis b. Pembuktian dengan saksi c. Persangkaan-persangkaan d. Pengakuan e. Sumpah Selain itu masih dikenal beberapa alat bukti yang lain yaitu : a. Pemeriksaan setempat Pasal 1 53 HIR b. Keterangan ahli Pasal 154 HIR c. Pembukuan Perusahaan Pasal 138 HIR Pengetahuan hakim Pasal 78 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 . Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berdasarkan peraturan peralihan Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung an Yurisprudensi. Semangat pemeriksaan secara sumir itu terlihat dalam Pasal 5 ayat 3 UUK yang dengan tegas disebutkan ”Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa pernyataan Universitas Sumatera Utara untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 telah terbukti. G .Akibat Hukum Putusan Pailit Pada umumnya setiap pengusaha takut dinyatakan pailit atau bangkrut oleh pengadilan kecuali dalam keadaan terpaksa, karena konsekuensi atau akibat hukumnya sangat berat. Ada beberapa akibat hukum dari pernyataan pailit. Secara umum antara lain: 50 1. Boleh dilakukan kompensasi Pasal 52, 53, 54 2. Kontrak timbal balik boleh dilanjutkan Pasal 36 3. Berlaku penangguhan eksekusi Pasal 56 a ayat 1 4. Berlaku Actio Paulina Pasal 41 5. Berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur Pasal 19, 20 56 6. Debitur kehilangan hak mengurus Pasal 22 Sebagaimana dapat disimpulkan dari urutan terdahulu, yang menjadiobyek Undang-Undang kepailitan adalah Debitur, yaitu Debitur yang tidakmembayar utang-utangnya kepada para Krediturnya. Undang-Undang berbagai Negara membedakan antara aturan kepailitan bagi Debitur orang perorangan individu dan Debitur bukan perorangan atau badan hukum. 50 Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, Penerbit Literata Lintas Media, Yogyakarta, 2007, hal.131. Universitas Sumatera Utara

BAB IV KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DI BEBANI JAMINAN

FIDUSIA APABILA TERJADI EKSEKUSI DALAM HAL PEMBERI FIDUSIA PAILIT A. Kedudukan Benda Jaminan Fidusia Dengan Pailitnya Pemberi Fidusia Pada Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H Juanda Medan Hukum jaminan yang bersumber dari KUHPerdata mengandung prinsip bahwa harta kekayaan debitur menjadi jaminan hutang untuk segala perikatan yang dibuatnya 51 Dalam hal eksekusi, kalau harga jual benda melebihi utang debitur, kreditur penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan sisa uang penjialan kepada debiturnya. Sebaliknya, jika hasil dari eksekusi benda jaminan itu tidak . Prinsip ini kurang memberikan perlindungan yang cukup aman bagi kreditur. Untuk menutupi adanya kelemahan itu, perlu diperjanjian secara khusus benda-benda tertentu dari debitur yang diikat sebagai jaminan utang. Hukum jaminan yang diperjanjikan adalah hipotik, hak tanggungan, gadai, fidusia, dan jaminan perorangan. Secara teoritis, jika seorang debitur pemberi fidusia wanprestasi, terhadap objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan eksekusi. 51 Prinsip Hukum Jaminan tersebut tercantum di dalam Pasal 1131 KUHPerdata Universitas Sumatera Utara mencukupi untuk melunaskan utang debitur tersebut, debitur tetap harus bertanggung jawab atas sisa utang tersebut 52 Dalam proses perjanjian Jaminan Fidusia pada PT. Bank CIMB Niaga cabang ,menurut Lia Erika, Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga Indonesia, Tbk Cabang Ir. H.Juanda Medan, lazim ditentukan bahwa dalam hal penjualan barang agunan bilamana ada sisanya, bank akan mengembalikan kepada debiturnya dan jika hasil penjualan tidak mencukupi, debitur tetap bertanggung jawab penuh untuk membayar sisa jumlah terutang kepada kreditur. . Dari hasil wawancara yang telah di lakukan, sering menemukan adanya barang agunan yang ada sisanya jika dilakukan penjualan atas barang tersebut. Namun terkadang ada juga barang agunan tersebut yang dijual tidak memiliki sisanya. Kalau tidak mencukupi, bolehkah kreditur penerima fidusia meminta pertanggungjawaban harta kekayaan debitur yang lainnya byang tidak turut dijaminkan.Jika dibenarkan secara yuridis, apakah kedudukan kreditur penerima fidusia tersebut masih disebut sebagai kreditur preferen. Pertanyaan yuridis tersebut harus diberikan solusi hukumnya oleh hakim dengan pertimbangan hukum yang logis dan rasional, sehingga tidak merugikan kepentingan hukum debitur pemberi fidusia.Sebelum perkara ini sampai di putuskan oleh Pengadilan, jawaban atas permasalahan tersebut masih menimbulkan perbedaan pendapat.Menurut pihak Bank CIMB Niaga, apabila 52 Pasal 34 Undang-Undang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Universitas Sumatera Utara ternyata objek Jaminan Fidusia tidak mencukupi untuk membayar utang, bank dapat menyita barang-barang lain milik debitur. Selain Jaminan Fidusia, terkadang pihak bank meminta jaminan lainnya yang diikat dengan surat kuasa memasang hak tanggungan atau surat kuasa menjual atau hak tanggungan atas objek tanah belum bersertifikat, kapal laut, hak guna bangunan, hak milik atau jaminan bersifat perorangan 53 Menurut hasil wawancara yang telah di lakukan, kenyataan yang terjadi sebaliknya, pihak debitur beranggapan bahwa utang kredit tidak dapat melibatkan harta kekayaan lainnya, tetapi benda yang dijaminkan itu saja yang dapat dilakukan penyitaan.Seharusnya yang boleh dilakukan penyitaan dan diminta pertanggungjawaban hanya sebatas benda Jaminan Fidusia dengan alasan bahwa ketika membuat perjanjian kredit, pihak bank sudah dapat menaksir bahwa benda agunan lebih tinggi nilainya dari jumlah pinjaman yang diberikan.Setiap saat bank dapat mengontrol benda agunan dan debitur tetap membuat laporan secara berkala. . Jadi,kalau ada benda Jaminan Fidusia tidak mencukupi untuk melunasi hutang, tentu ada sesuatu yang “tidak beres” di dalam hubungan hukum antara bank dan debiturnya adalah sesuatu yang tidak logis bahwa benda Jaminan Fidusia tidak mencukupi untuk menutupi pembayaran utang debitur karena pada saat perjanjian kredit dengan pengikatan Jaminan Fidusia, pihak bank telah 53 Wawancara dengan Lia Erika Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, Tanggal 10 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara melakukan analisis faktor agunan terhadap nasabah debiturnya. Nilai agunan Jaminan Fidusia adalah lebih besar dari pinjaman kredit yang diberikan. Oleh karena itu tidak sepantasnya kreditur meminta penyitaanatas benda- benda lain milik debitur. Namun, asas hukum jaminan dan doktrin hukum perdata mengatakan bahwa semua harta debitur memikul beban untuk melunasi utangnya kepada kreditur, sampai terpenuhi seluruh pembayaran utang 54 Beberapa masalah dapat timbul kembali apabila benda Jaminan Fidusia merupakan milik orang lain. Dalam hukum perdata dikenal asas Nemo dat rule. Prinsip hukum ini juga berlaku di dalam hukum jaminan kebendaan, antara lain Jaminan Fidusia. Pemberi fidusia adalah orang yang memiliki benda jaminan dan memiliki kewenangan untuk menjaminkan benda itu kepada kreditur.Dalam praktek perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia dikatakan bahwa debitur pemilik benda jaminan.Bukti kepemilikan benda jaminan itu lazimnya diserahkan kepada kreditur sesuai dengan jenis benda jaminan. Contoh, Mobil dengan bukti kepemilikan yang diserahkan adalah BPKB. . Bukti kepemilikan mesin-mesin adalah kuitansi dan faktur pembelian. Namun, dalam praktek pengadilan ditemukan kasus bahwa Jaminan Fidusia yang diserahkan kepada bank bukan milik debitur melainkan orang lain. Hal ini menimbulkan persoalan yuridis.Persoalan ini terletak kepada pengertian milik dari benda yang dijaminkan. Pemahaman milik dalam masyarakat bisnis dapat diartikan dalam dua hal, yaitu : 54 M. Yahya Harahap, “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi BIdang Perdata”, Gramedia, Jakarta, 1989, hal.371 Universitas Sumatera Utara 1. Debitur menguasai titel dari benda jaminan dan sekaligus menguasai benda secara fisik. 2. Debitur menguasai benda jaminan secara fisik sedangkan secara yuridis debitur belum menjadi pemilik. Dikaitkan dengan hukum jaminan, saat debitur itu dianggap sebagai pemilik benda jaminan, atau dapatkah pemilik benda yang hanya menguasai benda jaminan secara fisik menjaminkan benda itu kepada bank untuk meminjam kredit. Dalam hal pemberi fidusia dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka semua harta kekayaan debitur dinyatakan sebagai harta pailit, tak terkecuali termasuk juga benda Jaminan Fidusia yang haknya telah beralih kepada penerima Fidusia atau Kreditur pemegang Jaminan Fidusia, yang dalam kenyataannya secara fisik benda jaminan tersebut masih dikuasai oleh debitur. Terhadap harta pailit itu dilakukan likuidasi oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas yang ditunjuk oleh pengadilan Niaga. Dalam proses kepailitan, apabila pemberi fidusia debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka benda Jaminan Fidusia dapat dimohonkan oleh penerima fidusia pemegang Jaminan Fidusia kepada kurator untuk dipisahkan dari boedel pailit.Benda Jaminan Fidusia milik pemberi fidusia yang dinyatakan pailit tidak masuk dalam boedel pailit, dengan kata lain benda Jaminan Fidusia yang pemberi fidusia wanprestasi pun tidak dapat dimasukkan dalam boedel pailit. Jaminan Fidusia menurut Pasal 1 butir 1 UU Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berujud maupun yang tidak berwujud dan benda Universitas Sumatera Utara tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Dari definisi di atas, jelas bahwa fidusia di bedakan dari Jaminan Fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.Pengadilan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut untuk kepentingan penerima Fidusia, dengan kata lain sebenarnya kedalam hanya merupakan suatu jaminan saja untuk suatu utang. Dalam perjanjian Jaminan Fidusia terjadi penyerahan hak milik secara kepercayaan kepada kreditur, namun secasra fisik benda tersebut tidak diserahkan kepada kreditur tetapi tetap ada pada debitur dengan suatu perjanjian bahwa debiturtidak lagi menguasai benda-benda tersebut sebagai pemilik tetapi sebagai penyimpan belaka. Dalam hal debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka semua harta kekayaan debitur dinyatakan sebagai harta pailit. Terhadap harta pailit itu di lakukan likuidasi oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga. Pasal 19 UU kepailitan, kekayaan debitur yang dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan Niaga, meliputi seluruh kekayaan Universitas Sumatera Utara siberutang pada saat pernyataan pailit beserta segala apa yang diperoleh selama kepailitan. Dalam proses kepailitan, apabila pemberi Fidusia debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka benda Jaminan Fidusia dapat dimohonkan oleh penerima Fidusia atau kreditur pemegang jaminan didusia kepada kurator untuk dipisahkan dari boedel pailit. Tanpa adanya bukti pembebanan atas jaminan terhadap suatu objek boedel kepailitan, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa suatu objek tersebut termasuk dalam jaminan khusus, termasuk Jaminan Fidusia. Salah satu atau lebih boedel kepailitan dimungkinkan dapat dikategorikan menjadi objek jaminan khusus seperti fidusia, apabila benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia telah didaftarkan pada kantor pendaftaran Fidusia. B. Kedudukan Penerima Fidusia Kreditur Pemegang Jaminan Fidusia Yang Pemberi Fidusianya Pailit Pada Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H Juanda Medan Di dalam kenyataannya sebelum pernyataan pailit hak-hak debitur untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kenyatannya yang harus di hormati dengan memperhatikan semua hak-hak kontraktual serta kewajiban dari debitur menurut peraturan Undang-Undangan. Pada saat pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur, hak dan kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai Universitas Sumatera Utara boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya sepanjang menbawa keuntungan bagi boedelnya. Pemaksaan seorang debitur yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga untuk segera melepaskan hak pengurusan terhadap harta-hartanya, jika debitur tersebut perseorangan atau pun pemilikpengurus debitur korporasi adalah harus dijelaskan pada pemberi fidusia pailit tersebut tentang akibat kepailitan yang meletakkan aset-aset debitur dalam penyitaan umum atau berpindahnya hak pengurusan dalam pemberesan aset-aset debitur tersebut dinyatakan pailit Pasal 12 Ayat 1 Undang-Undang kepailitan. Benda Jaminan Fidusia milik pemberi fidusia yang dinyatakan pailit tidak masuk dalam boedel pailit, dengan kata lain benda Jaminan Fidusia yang pemberi debitur wanprestasi pun tidak dapat dimasukkan oleh boedel pailit. Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut : a. Kekayaan pemberi fidusia pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit. Menurut Pasal 21 Undang- Undang Kepailitan , harta pailit meliputi seluruh kekayaan debitur pada waktu putusan pailit di ucapkan serta segala kekayaan yang diperoleh pemberi fidusia pailit selama kepailitan. b. Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi pemberi fidusia pailit. Universitas Sumatera Utara c. Pemberi fidusia pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaan yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diucapkan. d. Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailitdi ucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit. e. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditur, debitur, hakim pengawas pemimpin dan menguasai pelaksanaan jalannya kepailitan. f. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta diajukan oleh atau terhadap kurator. g. Semua tuntutan atau yang bertujan mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta paili, dan dari harta debitur sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan syarta melaporkannya untuk dicocokkan. h. Menurut ketentuan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 UU Kepailitan, setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengesekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Jadi kreditur pemegang hak jaminan Hipotik, Hak Tanggungan, Hak Gadai, Fidusia tidak terpengaruh oleh putusanpernyataan pailit. Pasal ini sejalan dengan ketentuan mengenai, dan dengan demikian mengakui hak separatis pemegang jaminan sebagaimana ditentukan oleh KUHPerdata. Universitas Sumatera Utara i. Hak eksekusi kreditur yang dijamin sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat1 Undang-Undang Kepailitan dan pihak ke tiga untuk menurut harta nya yang berada di dalam penguasaan pemberi fidusia pailit ataupun kurator ditangguhkan maksimum untuk 90 hari setelah putusan pailit diucapkan. Lia Erika, Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga Indonesia, Tbk Cabang Ir. H. Juanda Medan mengatakanpada dasarnya kedudukan kreditur adalah sama, karena mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah : 55 a. Debitur itu sendiri yang memiliki dua atau lebih kreditur, melihat ketentuan itu maka berate debitur yang hanya memiliki seorang kreditur tidak dapat mengajukan permohonan kepailitan. b. Seorang kreditur atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama- sama. Jika kreditur itu adalah satu-satunya kreditur maka permohonan kepailitan itu tidak dapat diajukan oleh kreditur. c. Jaksa atau penuntut umum. Bentuk awal dari fidusia adalah fidusia cum creditore.Penyerahan hak milik pada fidusia ini terjadi segala sempurna, sehingga penerima fidusia 55 Wawancara dengan Lia Erika Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, Tanggal 10 Mei 2013. Universitas Sumatera Utara kreditur berkedudukan sebagai pemilik yang sempurna juga. 56 “dimana sebagai pemilik tentunya saja ia bebas berbuat apapun terhadap barang yang dimilikinya, hanya saja berdasarkan fides ia berkewajuban mengembalikan hak milik atas barang tersebut kepada debitur pemberi fidusia, apabila pihak yang belakangan ini telah melunasi hutangnya kepada kreditur”. Hal senada juga, di sampaikan oleh Dr.A. Veenhoven yang menyatakan: Lebih dari pada itu tidak ada pembatasan-pembatasan lain dalam hubungan fidusia cum crediture.Hak milik disini bersifat semprna yang terbatas, karena digantungkan pada syarat tertentu.Untuk pemilik fidusia, hak miliknya digunakan pada syarat putus. Hak miliknya yang sempurna baru lahir jika pemberi fidusia tidak memenuhi kewajibannya wanprestasi. 57 Kebebasan berkontrak merupakan salah satu hal yang sangat penting apabila untuk membuat suatu perjanjian, dimana dengan adanya kebebasan berkontrak akan terciptanya suatu keadilan. Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan, jika para pihak memiliki kedudukan yang seimbang.Karena jika tidak adanya keseimbangan maka kontrak tersebut dpat menjadi tidak seimbang terhadap kedudukan para pihak. Di dalam kedudukan yang tidak seimbang itu terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, sehingga pihak yang lemah hanya mengikuti saja syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya. 56 Marulak Pardede dan Badan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Op. Cit., hal 29. 57 A. Veenhoven dalam Oey Hoey Tiong, Op Cit., hal. 47 Universitas Sumatera Utara Syarat lainnya adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendak sehingga membawa keuntungan kepadanya. Kreditur pada Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu pihak yang memounyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang. Dalam hal ini kreditur yang dimaksud adalah bank dan nasabah sebagai kreditur. Dari segi kaca mata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank yaitu hubungan kontraktual. Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara nasabah sebagai debitur. Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan antara bank dengan nasabah sebagai debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak. Sebab menurut Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sahberkekuatan sama dengan Undang-Undang bagi kedudukan kedua belah pihak. Pada perjanjian kredit pada PT. Bank CIMB Niaga, Tbk Cabang Ir. H. Juanda Medan, yang memuat serangkaian klausula atau convenat, dimana sebagaian besar dari klausula merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditur dalam pemberian kredit. Dalam perjanjian kredit antara bank dengan nasabahnya, bank sering sekali memintakan jaminan kepada debiturnya sebagai jaminan atas Universitas Sumatera Utara kredit yang dipinjamnya maka benda jaminannya akan di eksekusi oleh bank tersebut. 58 Dari hasil wawancara yang telah di lakukan dalam bank meminta jaminan kepada debiturnya itu banyak terjadi dalam sistem perkreditan yang ada pada bank, dan begitu juga para debitornya yang juga telah memahami maksud dan tujuan dari di mintakannya jaminan tersebut kepada debitor itu sendiri. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan mengakui hak separatis dari pemegang hak jaminan sebagaiman yang telah ditentukan oleh KUHPerdata. Pencantuman Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan ini sangat penting bagi kepentingan dan pemberian perlindungan kepada kreditur. Menurut Pasal 56 ayat 2 Undang-Undang Kepailitan, apabila penagihan kreditur pemegang hak jaminan adalah suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dan 127 Undang-Undang Kepailitan, maka kreditur pemegang hak jaminan diperkenankan untuk berbuat demikian hanya sesudah piutang tersebutdicocokkan yang dilakukan dengan maksud untuk mengambil pelunasan atau jumlah piutang yang telah diakui dalam pencocokan utang-piutang tersebut. Menurut ketentuan hukum yang menentukan terjadinya keadaan yang disebut dengan automatic stay, yaitu keadaan status quo bagi debitur dan para kreditur, biasanya diberikan setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan, tetapi justru selama berlangsungnya pemeriksaan pailit oleh pengadilan yaitu 58 Wawancara dengan Chairun bagian Legal Officer Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan,Tanggal, 10 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara sejak permohonan pailit didaftarkan di pengadilan atau pada saat negosiasi antara kreditur dan debitur dalam likuidasi terhadap pailit. C. Eksekusi Hak Jaminan Fidusia Di Dalam Kepailitan Pada Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H Juanda Medan 1. Pengambilan Kembali Barang Jaminan Berbicara soal eksekusi mau tidak mau harus memperkenalkan tentang alasan eksekusi itu sendiri. Dengan membicarakan hal itu maka harus di uraikan tentang adanya titel eksekutorial, dalam praktek titel eksekutorial tersebut sering diartikan dengan judul eksekutorial. Menurut ketentuan UUF, eksekusi dapat dilakukan apabila debitur wanprestasi dan pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Jika pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang Menurut Lia Erika, Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga Indonesia, Tbk Cabang Ir. H.Juanda Medan, pemakaian istilah “eksekusi” dalam hal terjadinya kredit macet, dalam pembayaran angsuran oleh penerima fasilitasdebitur di lapangan lebih dikenal dengan istilah “penarikan”. 59 59 Wawancara dengan Lia Erika Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, Tanggal 10 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara Dari hasil wawancara yang telah di lakukan dengan memakai istilah “penarikan” adalah tidak tepat, sebab yang dilakukan oleh PT. Bank CIMB Niaga sebagai pemberi fasilitaskreditur adalah mengambil barang jaminan sesuai dengan klausul perjanjian yang telah terlebih dahulu disepakati sebelumnya yang diatur dalam Pasal 4 Perjanjian Pembiayaan konsumen tentang Hak dan Kewajiban atas Barang Jaminan. Eksekusi menurut Pasal 29 Undang-Undang No 42 Tahun 1999, eksekusi adalah pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui Pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Jelas disini bahwa pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia berdasarkan titel eksekutorial adalah benda yang dibebani Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Sesuai Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang No 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pembeban dimaksud adalah diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Pembebanan dengan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia, lebih lanjut dalam Pasal 37 ayat 3 jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 tidak dilakukan penyelesaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No 42tahun 1999 dan tidak mempunyai titel eksekutorial berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat1 dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Universitas Sumatera Utara Aplikasi kredit yang diberikan oleh PT. Bank CIMB Niaga sebagai pemberi fasilitas, selain Perjanjian Pokok Perjanjian Pembiayaan Konsumen yang juga telah disediakan klausula baku perjanjian pemberiaan Jaminan Fidusia yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian konsumen Pasal 4 ayat 3 Perjanjian Pembiayaan Konsumen. Menurut Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia nomor 42 tahun 1999 Jaminan Fidusia yang merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi, yang merupakan uraian tentang Identitas Pihak Pemberi dan Penerima Fidusia, data perjanjian pokok yang dijamin fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, yang dalam pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima jaminan atau penerima fidusia untuk di daftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusiadi Wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia. Seperti yang di terapkan di dalam peraturan Perjanjian Pengikatan Jaminan Fidusia di Bank CIMB Niaga yang terdapat dalam Pasal 13 tentang Perjanjian Pemberian Jaminan Fidusia yang dikatakan bahwa biaya yang berkenaan dengan pembuatan perjanjian ini maupun dalam melaksanakan ketentuan dlam perjanjian ini menjadi tanggungan dan harus dibayar oleh penerima fasilitas atau pemberi jaminan, demikian pula biaya pendaftaran fidusia ini di Kantor Pendaftaran Fidusia. Dengan tidak memenuhi ketentuan di dalam Undang- Undang 42 tahun Universitas Sumatera Utara 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka perjanjian pemberian Jaminan Fidusia yang disediakan dan yang ditandatangani oleh Pemberi Fasilitas atau Penerima Fasilitas hanya sebagai akta di bawah tangan yang tidak membatalkan perjanjian pokok yaitu perjanjian pembiayaan konsumen. 60 Dalam Pasal 4 ayat 3 Hak dan Kewajiban atas barang jaminan dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen PT. Bank CIMB Niaga menegaskan bahwa ketentuan jaminan tersebut akan di atur secara terpisah dalam perjanjian pemberian Jaminan Fidusia yang di buat dalam bentuk dan cara yang ditentukan oleh Pemberi Fasilitas, yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini, dengan pembuatan perjanjian pokok tentang hutang atau kredit tersebut yang menimbulkan hak dan kewajiban antara Penerima Fasilitas dapat dibuat secara dibawah tangan atau dibuat oleh notaris harus di patuhi oleh penerima fasilitas. 61 Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Fidusia No 42 tahun 1999, dalam rangka pembuatan akta pembebanan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dan dalam bahasa Indonesia.Dengan memperhatikan Pasal tersebut di atas walau tidak dibuat dengan akta Notaris dan tidak di daftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia, istilah eksekusi tetap melekat pada pengambilan kembali barang jaminan mobil akibat terjadinya wanprestasi penerima fasilitas.Pada Pasal 196 HIR dan Pasal 208 Rbg, Eksekusi pembayaran sejumlah 60 Aplikasi Perjanjian Pengikatan Jaminan Fidusia PT. Bank CIMB Niaga 61 Wawancara Pihak Bank di wakili oleh Customer Service PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, tanggal 14 Mei 2013. Universitas Sumatera Utara uang 62 Eksekusi pembayaran uang yaitu membayar sejumlah uang dilakukan kepada penerima fasilitas yang melakukan wanprestasi, yaitu terhadap barang jaminan yang dikuasainya dengan cara pengambilan kembali dari penerima fasilitas atau yang menyerahkan barang jaminan, sebagai catatan dalam Surat Berita Acara Serah Terima Barang Jaminan BASTBJ, apabila dalam waktu 7 tujuh hari setelah serah terima barang jaminan tersebut tidak diselesaikan, maka akan dilakukan penjualan barang jaminan guna penyelesaian seluruh sisa utang penerima fasilitas kepada pemberi fasilitas. , baik dari penerima fasilitas maupun dari pihak lain, kecuali barang jaminan tersebut dijadikan barang bukti dalam Pengadilan. Apabila penerima fasilitas atau yang menyerahkan barang jaminan menyelesaikan pembayaran seluruh sisa hutangnya, dapat berupa pelunasan keseluruhan sisa utang atau dengan pemberian kebijakan, yaitu membayar maju angsuran beberapa kali bersama dengan denda dan ditambah biaya yang timbul dari pengambilan kembali barang jaminan, biasa disebut dengan Back To Current Account Revieble BTCA. Hal tersebut bukan merupakan eksekusi tapi hanya mengambil kembali sita jaminan. Jika tidak diberikan BTCA tersebut, maka terhadap barang jaminan dapat langsung dilakukan eksekusi guna membayar utang melalui eksekusi lelang atau melakukan penjualan barang jaminan kepada pihak ketiga menurut cara dan harga yang dianggap baik oleh penerima kuasa atau pemberi fasilitas, sebgaimana 62 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia Jogyakarta: Liberty, 1998,hal27. Universitas Sumatera Utara diperjanjikan dalam surat kuasa penarikan dan asuransi kendaraan yang merupakan bagian dari perjanjian pembiayaan konsumen 63 .

2. Langkah-Langkah Sebelum Mengambil Barang Jaminan

Menurut Lia Erika, Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga Indonesia, Tbk Cabang Ir. H. Juanda Medan langkah yang harus dilakukan adalah dengan Proses Desk Call ataupun dengan cara menelpon customer untuk membertahukan tentang waktu pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo, ataupun dengan cara mengunjungi atau mendatangi customer untuk mengingatkan bagi yang tidak memiliki telpon, melakukan penagihan, mengirimkan surat peringatan 1 satu dan 2 dua 64 a. Mengingat waktu pembayaran angsuran yang telah jatuh tempo dengan menelpon atau dengan cara mengirim SMS, dilakukan terhadap penerima fasilitas yang memasukkan nomor telponnya dalam aplikasi kredit, yang mengalami keterlambatan pembayaran 1 satu sampai 2 dua hari, bagi yang tidak memiliki telpon yaitu dengan mengunjungi untuk mengingatkan. , dengan ketentuan sebagai berikut : b. Apabila masih tidak ada juga tanggapan dari penerima fasilitas dalam 1 dan 2 hari tersebut, maka hari ke 3 nya Dept Account Revieble AR menugaskan Collector untuk melakukan penagihan secara langsung 63 Aplikasi kredit PT. Bank CIMB Niaga 64 Wawancara dengan Lia Erika Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, Tanggal 10 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara terhadap penerima fasilitas, penagihan ini maksimal 4 kali kunjungan dilakukan dalam 1 bulan. c. Apabila kembali tidak dilakukan pembayaran, Dept Account Revieble AR melalui collectornya mengirimkan peringatan pertama, yang batas waktunya diberikan 7 hari kerja kepada penerima fasilitas untuk melakukan pembayaran, namun apabila peringatan pertama tadi tidak ditanggapi, maka Dept Account Revieble AR melalui collectornya mengirimkan lagi peringatan yang kedua yang batas waktunya 7 hari kerja. Dan apabila masih tidak ditanggapi dan dilakukan pembayaran nya, penerima fasilitas masih diberikan kesempatan melakukan pembayaran sebelum masuk Over Due OD kurang dari 60 hari keterlambatan, tetapi jika Over Due OD lebih dari 60 hari keterlambatan, secara sistem penerima fasilitas tersebut masuk dalam kredit macet atauyang biasa disebut dengan “kredit bermasalah” yang dalam istilah pembukuan lembaga pembiayaan dikenal dengan “non-performing loan” NPL.

3. Pelaksanaan pengambilan kembali barang jaminan.

Setelah menerima kasus pelimpahan khusus atau pelimpahan otomatis surat tugassurat kuasa, dokumen primer dan optional, Remedial field atau DC dari dept remedial, tersebut langsung mendatangi alamat yang ada dalam data remedial card untuk mengambil barang jaminan menarikan jika barang jaminan ada maka langsung diambil dan dibawa ke Kantor Bank CIMB Niaga, sedangkan Universitas Sumatera Utara apabila barang jaminan tidak ada atau sudah dialihkan maka Remedial field atau DC akan meminta penerima fasilitas menjelaskan kemana barang jaminan dialihkan untuk kemudian sesuai perjanjian dimnta untuk menyerahkan barang jaminan tersebut 65 Menurut Pasal 197 ayat 5 HIR atau pasal 209 ayat 4 RBG pejabat yang menjalankan eksekusi diperintahkan secara tegas untuk membuat “berita acara” eksekusi. Keabsahan formal eksekusi hanya dapat dibuktikan dengan berita acara dan harus disaksikan dan ditandatangani oleh pihak yang menjalankan eksekusi dan dua orang saksi dianggaptidak sah, karena belum memenuhi syarat formal cara menjalankan eksekusi. Apalagi keikutsertaan tereksekusi menandatangani sangat penting artinya, sebagai alat untuk mematahkan tuduhan dikemudian hari. .

4. Proses Lanjutan Setelah Penarikan Barang Jaminan

Remedial field atau DC wajib menyerahkan Unit kendaraan hasil penarikannya ke kantor Bank CIMB Niaga dalam waktu 1x24 jam, kecuali dalam hal khusus dan dapat dibuktikannya kebenarannya, misalnya keamanan Bank CIMB Niaga dan memberikan laporan atas hasil kunjungan berdasarkan surat tugas atau surat kuasa yang diterimanya. Setelah barang jaminan tiba di kantor Bank CIMB Niaga. 65 Wawancara dengan Lia Erika Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, Tanggal 10 Mei 2013. Universitas Sumatera Utara Remedial akan mengirimkan surat pemberitahuan ke penerima fasilitas untuk melunasi seluruh hutangnya di Bank CIMB Niaga tenggang waktu yang diberikan 7 hari dari tanggal penyerahan kendaraan dan penerima fasilitas dapat memohon perpanjangan waktu selama 6 hari kerja, ini diberikan terkait kebijakan apabila customer ada permasalahan musibah 66 , jika sampai batas waktu yang diberikan penerima fasilitas belum melunasi maka akan dilakukan reproses atau proses aktiva yang dikuasai WD. Namun dalam waktu 7 di tambah dengan 6 hari berikutnya, pemberi fasilitas memberikan 2 proses kepada penerima fasilitas, yaitu: a. Proses Pelunasan Apabila penerima fasilitas bersedia untuk melakukan pelunasan hutangnya setelah kendaraan ditarik atau setelah proses negosiasi dengan remedial field, maka penerima fasilitas membawa KTP asli dan copy berita acara serah terima barang jaminan BASTBJ untuk diserahkan ke Remedial di kantor Bank CIMB Niaga Remedial meminta AR untuk mengeluarkan print out Draft Pelunasan. Negosiasi Nilai Pelunasan Apabila penerima fasilitas berkeberatan atas jumlah pelunasan tersebut dengan alasan yang dapat diterima oleh Bank CIMB Niaga, maka dapat dilakukan negosiasi pelunasan dengan nilai diskon pelunasan dalam SK Direksi. 66 Wawancara dengan Chairun bagian Legal Officer Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan,Tanggal, 10 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara b. Proses BTCA Komite Back To Current A R Back to current AR adalah diperbolehkannya penerima fasilitas yang telah wanprestasi untuk melakukan pembayaran angsuran seperti biasanya dengan persetujuan Backto current AR Komite. Back to current AR diperbolehkan dengan alas an yang dapat diterima oleh komite, antara lain musibahkecelakaansakit yang dialami penerima fasilitas yang membutuhkan biaya sehingga penerima fasilitas tidak mampu membayar angsuran secra temporary. Back to current AR dilakukan dengan proses permohonan dari penerima fasilitas beserta bukti kwitansi pengeluaran biaya lain-lain. Surat permohonan tersebut diteruskan oleh remedial ke komite yang terdiri dari Branch Manager, AR Control dan Remedial, jika disetujui penerima harus membuat surat pernyataan untuk tidak akan lalai lagi membayar angsuran di Bank CIMB Niaga. Proses Back to current AR dapat pula dilakukan tanpa penyerahan kendaraan ke Bank CIMB Niaga terlebih dahulu penerima fasilitas datang ke kantor Bank CIMB Niaga untuk memohon BTCA. 67 Prinsip dasar negosiasi dalam penyelesaian kasus yaitu : a Asas persamaan hak dan kedudukan antara penerima fasilitas dan pemberi fasilitas. b Menjaga etika dan norma umum. c Musyawarah. d Win win solution. 67 Wawancara dengan Chairun bagian Officer PT. Bank CIMB Niaga, Jumat, 10 Mei 2013 Universitas Sumatera Utara e Customer service. Di dalam sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, jadi berdasarkan titel eksekutorial ini penerima fidusia dapat langsung melaksanakan eksekusi melalui pelelangan umum atas objek Jaminan Fidusia tanpa melalui pengadilan. Ketidak jelasan lain yang timbul sehubungan dengan ketentuan Pasal 59 ayat 3 Undang-Undang No.37 tahun 2004 tersebut adalah tentang bagaimana uang hasil penjualan barang-barang itu akan dibagikan kepada para kreditur. Apakah hasilnya akan diserahkan seluruhnya oleh kurator kepada kreditur preferen yang menjadi pemegang Jaminan Fidusia itu, ataukah akan dibagikan kepada semua kreditur dengan mengabaikan berlakunya hak jaminan tersebut. Ternyata Undang-Undang No.37 tahun 2004 tidak berbicara apa-apa mengenai hal ini.Logika hukumnya menentukan bahwa hasil penjualan itu harus diserahkan kepada kreditur preferen yang bersangkutan untuk melunasi piutangnya. Berkenaan dengan berlakkunya Pasal 60 ayat 1 Undang-Undang No.37 tahun 2004, yang menyatakan bahwa kreditur pemegang hak jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1, yang melaksanakan haknya wajib memberikan pertanggung jawabannya kepada kurator tentang hasil penjualan barang yang menjadi agunan menyerahkan kepada kurator sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah hutang, bunga dan biaya. Universitas Sumatera Utara Berkenaan dengan Pasal 60 ayat 1 Undang-Undang No.37 tahun 2004 tersebut sudah barang tentu harus diberlakukan dalam kaitannya dengan ketentuan Pasal 56 ayat 1 mengenai keharusan bagi pemegang hak jaminan tersebut untuk menunggu 90 hari terlebih dahulu sebelum dapat melaksanakan haknya untuk menjual agunan tersebut. Pasal 60 ayat 2 Undang-Undang No 37 tahun 2004 menentukan bahwa atas tuntutan kurator atau kreditur yang diistimewakan, pemegang hak jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan. Sesuai dengan penjelasan Pasal 60 ayat 2, yang dimaksud dengan “ kreditur yang diistimewakan” adalah kreditur pemegang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata. Bagaimana Undang- Undang Kepailitan dan penangguhan pembayaran hutang menyikapi dalam hal terdapat seorang kreditur pemegang hak Jaminan Fidusia kreditur preferen yang pelunasan hutang nya tidak dapat tertutup seluruhnya dari hasil eksekusi atau penjualan agunan yang dibebani denghan hak jaminan itu, sebagai jangkauan dari sifat mendahulukan yang dimilki pemegang hak preferen, Pasal 56 ayat 2 Undang-Undang Kepailitan secara tegas menyatakan bahwa tiap tiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah olah tidak terjadi kepailitan. Hal ini yang berarti Undang-Undang Kepailitan secara tegas menyatakan bahwa kepailitan tidak menghilangi pelaksanaan hak preferenyang diberikan oleh Universitas Sumatera Utara Undang-Undang dalam ketentuan Pasal 56 ayat 2 menyatakan bahwa jika hakatas penagihan yang mereka miliki adalah suatu piutang-piutang yang wajib dicocokkan menurut ketentuan Pasal-Pasal 126 dan 127 Undang-Undang Kepailitan, maka eksekusi lainnya dapat dijalankan apabila tagihan atau piutang telah dicocokkan, dan eksekusi tersebut hanya dapat dipergunakan untu mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui atas penagihan atau piutang tersebut. Selanjutnya dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan dan pemegang hak tanggugan seperti tersebut dikenal sebagai “separatisen”. Hal ini sesuai dengan Pasal 1178 KUHperdata, bahwa kreditur yang mempunyai hak hipotik dengan disertai dengan klausula eigenmachtige verkoop diberi kuasa untuk secara sendiri-sendiri melakukan eksekusi atas benda yang jadi jaminan. Demikian pula yang terjadi bagi pemegang gadai, hak tanggungan dan fidusia. Ketentuan Pasal29 Undang-Undang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara : 1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia. Universitas Sumatera Utara 2. Penjualan bendayang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnyabdari hasil penjualan. 3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cra demikan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Sehingga pada prinsipnya adalah bahwa penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia harus melaui pelelangna umum, karenanya dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh harga yang paling tinggi. Namun demikian dalam hal penjualan melalui pelelangan umum diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi yang menguntungkan baik penerima fidusia maupun pemberi fidusia. Maka dimungkinkan penjualan di bawah tangan asalkan hak tersebut disepakati oleh pemberi fidusia dan penerima fidusia dan syarat dan jangka waktu pelaksanaan tersebut dipatuhi. Misalnya ada seorang kreditur memiliki piutang kepada debitur yang jumlah keseluruhannya adalah Rp. 1.500.000.000 satu miliar lima ratus juta rupiah dan oleh debitur dijaminkan dengan Jaminan Fidusia sebesar lima ratus juta rupiah. Pada waktu agunan tanah beserta bangunan diatasnya itu dijual dalam rangka eksekusi Hak Tanggungan tersebut, dapat terjadi kemungkinan sebagai berikut, yaitu tergantung kepada nilai jual dari agunan tersebut. Nilai jual agunan tersebut melebihi nilai hak tanggungan, dengan kata lain agunan itu berasal dijual dengan nilai di atas Rp. 500.000.000 lima ratus juta Universitas Sumatera Utara rupiah, harga jual yang terjadi dapat di bahwa nilai piutang kreditur, misalnya berhasil dijual dengan harga Rp. 600.000.000 enam ratus juta rupiah. Nilai jual agunan bukan saja melebihi nilai hak tanggungan tetapi bahkan berada di atas nilai piutang nya, misalnya berhasil dijual dengan harga Rp. 1.700.000.000 satu miliar tujuh ratus juta rupiah. Nilai jual agunan kurang dari nilai hak tanggungan dengan kata lain, hasil penjualan agunan itu kurang dari Rp. 500.000.000 lima ratus juta rupiah, misalnya laku dijual dengan harga Rp. 400.000.000 empat ratus juta rupiah. Di dalam ketiga kasus di atas, bagaimana sikap Undang-Undang Kepailitan ? Sikap Undang-Undang Kepailitan tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 60 ayat 3 Undang-Undang No.37 tahun 2004. Menurut Pasal 60 ayat 3 Undang-Undang No.37 tahun 2004, apabila hasil penjualan sebgaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat 1 tidak cukup melunasi piutang yang bersangkutan piutang pemegang hak jaminan tersebut, maka pemegang hak tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai kreditur konkuren, setelah mengajukan pencocokan utang. Bagaimana ketentuan Pasal 60 ayat 3 Undang- Undang No.37 tahun 2004 tersebut diterapkan dalam kedua kasus penjualan agunan diatas. Dalam kasus yang pertama dan kedua, kreditur preferen yang bersangkutan berhak memperoleh pelunasan dari hasil penjualan agunan itu hanya sampai nilai Rp. 500.000.000 lima ratus juta rupiah saja, sedangkan selisih harga Universitas Sumatera Utara penjualan setelah dikurangi nilai hak tanggungan itu, yaitu sisanya sebesar Rp. 100.000.000 seratus juta rupiah untuk kasus yang pertama atau sisanya sebesar Rp. 1.400.000.000 satu miliar empat ratus juta rupiah. Untuk kasus yang kedua, tidak berhak dipakai untuk melunasi sisa hutangnya.Sisa harga penjualan itu harus dimasukkan dan merupakan bagian dari harta pailit yang merupakan hak dari para kreditur konkuren. Untuk sisa piutangnya sebesar Rp. 1.000.000.000 satu miliar rupiah pada kasus pertama, yaitu setelah dikurangi pelunasan sebesar Rp. 500.000.000 lima ratus juta rupiah, menjadi piutang yang belum lunas, kreditur tadi berkedudukan sebgai kreditur konkuren yang harus berbagi secara pari passu atau secara proposional dengan semua kreditur konkuren lainnya sesuai dengan perbandingan besarnya piutang masing-masing kreditur konkuren tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, berarti di dalam kasus pertama dan di dalam kasus kedua itu kreditur tersebut berkedudukan sebagai kreditur preferen hanya sampai sebesar nilai hak tanggungan saja, yaitu sampai nilai Rp. 500.000.000 lima ratus juta rupiah . Sedangkan untuk nilai piutangnya di atas nilai hak tanggungan itu, yaitu untuk nilai piutang sebesar Rp. 1.000.000.000 satu miliar rupiah, kreditur berkedudukan sebgai kreditur konkuren. Pada kasus ketiga, kreditur berhak mengambil seluruh hasil penjualan jaminan itu.Sedangkan sisa piutangnya yang belum lunas, yaitu sebesar Rp. 1.300.000.000 satu miliar tiga ratus juta rupiah, ditagih dari hasil likuidasi harta Universitas Sumatera Utara pailit sebagai kreditur konkuren lainnya menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing kreditur konkuren. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Eksekusi Di Bawah Tangan Objek Jaminan Fidusia Atas Kredit Macet Kepemilikan Mobil Di Lembaga Keuangan Non-Bank PT. Batavia Prosperindo Finance Cabang Medan

2 115 132

Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank

0 27 2

Tanggungjawab Kreditur (Bank) Dalam Mengembalikan Piutang Dengan Jaminan Fidusia (Studi Pada Bank Perkreditan Rakyat Mitra Dana Madani Medan)

2 73 113

TINJAUAN YURIDIS STATUS DAN KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DIBEBANI FIDUSIA Tinjauan Yuridis Status Dan Kedudukan Benda Jaminan Yang Dibebani Fidusia Yang Diterima Kreditur Dalam Hal Debitur Pailit (Presfektif Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jam

0 3 18

Perlindungan Hukum Terhadap Bank Atas Eksekusi Jaminan Fidusia Yang Telah Dialihkan Dalam Hal Debitur Dinyatakan Pailit.

0 0 5

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITUR YANG DIRUGIKAN AKIBAT EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA BERIKUT BENDA- BENDA YANG BUKAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA.

0 0 2

KEDUDUKAN BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM HAL PEMBERI FIDUSIA DINAMAKAN PAILIT - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 318

BAB III TINJAUAN TENTANG KEPAILITAN A. Pengertian Kepailitan - Kedudukan Benda Jaminan Yang Di Bebani Jaminan Fidusia Jika Terdapat Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit (Studi Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H. Juanda Medan)

0 1 45

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA A. Pengertian Jaminan Fidusia - Kedudukan Benda Jaminan Yang Di Bebani Jaminan Fidusia Jika Terdapat Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit (Studi Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H. Juanda Medan)

1 2 38

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kedudukan Benda Jaminan Yang Di Bebani Jaminan Fidusia Jika Terdapat Eksekusi Dalam Hal Debitur Pailit (Studi Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H. Juanda Medan)

0 0 15