BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI JAMINAN FIDUSIA
A. Pengertian Jaminan Fidusia
Sebelum dibahas lebih jauh tentang pengertian Jaminan Fidusia hendaknya kita memahami pengertian jaminan. Dalam rangka pembangunan ekonomi
diperlukan tersedianya dana, yang salah satunya adalah dalam bentuk kredit yang diberikan oleh lembaga perbankan.
12
1. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit tanpa surat
perjanjian tertulis; Dana yang berupa kredit itu diperlukan oleh
debitur guna kepentingan pengembangan usaha atau keperluan lainnya.Penyaluran kredit kepada pelaku usaha selaku debitur sarat dengan resiko kemacetan. Oleh
karena itu, bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat di antaranya :
2. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit kepada usaha yang
sejak semula telah diperhitungkan kurang sehat dan akan membawa kerugian;
12
M. Khoidin, Problematika Eksekusi Sertifikat Hak Tanggungan, Yogyakarta : Laks Bank Pressindo, 2005 hal. 1
Universitas Sumatera Utara
3. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk pembelian
saham dan modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham, atau;
4. Memberikan kredit melampaui batas maksimum pemberian kredit
legal lending limit.
13
Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka bank dalam memberikan kreditnya wajib memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur
untuk melaksanakan kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank juga wajib melakukan peninjauan ke lapangan dan pengikatan terhadap jaminan yang
diserahkan oleh debitur sehingga jaminan yang diterima dapat memenuhi persyaratan dan kctcntuan yang berlaku.Untuk memperoleh keyakinan terhadap
kemampuan dan kesanggupan debitur maka bank melakukan penilaian yang dikenal dengan the five cs of credit 5C antara lain Character; Capital;
Capacity; Collateral; Condition of economy. Berbagai aspek penilaian yang dilakukan bank tidak selalu dapat
mencerminkan kinerja nasabah debitur di masa yang akan datang, maka pihak bank perlu berjaga-jaga terhadap resiko yang terburuk dari pelepasan kredit.
Antisipasi terhadap kemungkinan macetnya pemenuhan kewajiban oleh nasabah adalah kewajiban penyerahan jaminan sebelumdana diberikan kepada nasabah.
Jaminan merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit.
13
Muhammad Djumhana, Op. Cit, hal. 510.
Universitas Sumatera Utara
Namun dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan tidak disebutkan lagi
secara tegas mengenai kewajiban tersedianya jaminan atas kredit yang dimohonkan oleh debitur, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan
yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967. Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 menyebutkan :
“Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapapun juga”. Dalam kalimat tersebut tersirat bahwa siapapun yang ingin memperoleh kredit bank harus
menyerahkan jaminan kepada bank. Terdapat perubahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu Pasal 8 yang menyebutkan bahwa ”Bank Umum
wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai
dengan yang diperjanjikan”. Sebenarnya dalam literatur hukum tidak dikenal istilah hukum jaminan,
sebab kata recht dalam rangkaiannya sebagai zakerheidsrechten berarti ”hak”, sehingga zakerheidsrechten berarti hak-hak jaminan.
14
Dengan demikian kalau mau merumuskan hukum jaminan, maka dapat dikatakan sebagai ketentuan-
ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan pada umumnya, maksudnya jaminan tagihan kreditur atas hutang debitur.
15
14
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Bandung :Citra Aditya Bakti,2002 selanjutnya disebut J. Satrio I, hal. 154.
15
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung :Citra Aditya Bakti, 1996 selanjutnya disebut J. Satrio II, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ketentuan umum tentang jaminan diletakkan dalam Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1138. Dalam Pasal-
Pasal tersebut diatur prinsip tanggung jawab seorang debitur terhadap hutang- hutangnya dan juga kedudukan semua kreditur atas tagihan yang dipunyai olehnya
terhadap debiturnya.
16
Sutarno menyatakan, jaminan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk
pembayaran dari utang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur dan debitur.
Dalam Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2369KEPDIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan
Pemberian Kredit, bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang
diperjanjikan.
17
Hal penting dalam penyerahan agunan ini adalah keabsahan secara yuridis di perjanjian pengikatan agunan.Pihak bank harus yakin bahwa agunan atau
jaminan yang telah diserahkan telah berdasarkan perjanjian yang sah secara yuridis.
Selanjutnya Pasal 1 ayat 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juga menyebutkan agunan adalah jaminan
tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
18
16
J. Satrio I, Op. Cit.
Kredit yang didukung dengan jaminan disebut secured loans, dengan
17
Sutarno, Op. Cit, hal. 142.
18
Sri Susilo, Sigit Triandaru Totok Budi S, 2000, Bank Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, hal. 73.
Universitas Sumatera Utara
menggunakan jaminan dalam penyaluran kredit dapat meyakinkan bank akan kemampuan debitur dalam pengembalian utangnya, sedangkan kredit yang tidak
didukung dengan jaminan disebut unsecured loans, pemberian kredit ini yaitu dengan mempertimbangkan bonafiditas dan prospek usaha debitur.
Kredit tanpa adanya jaminan sangat membahayakan posisi bank, mengingat jika nasabah mengalami kemacetan pembayaran maka akan sulit
menutupi kerugian terhadap kredit yang disalurkan. Dengan adanya harta debitur yang dijadikan jaminan atas utangnya dapat menimbulkan keyakinan bahwa
debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.
19
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa jaminan sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur yaitu memberikan kepastian
akan pelunasan utang debitur sesuai dengan perjanjian kredit. Jaminan dapat menutupi segala resiko terhadap kemungkinan macetnya suatu kredit baik yang
ada unsur kesengajaan atau tidak.Oleh karena itu, selain benda yang menjadi objek jaminan kredit diikat dengan asuransi tertentu, penilaian jaminan kredit
haruslah teliti jangan sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya. Fidusia berasal dari kata ”fides” yang berarti kepercayaan.
20
19
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta :Liberty, hal. 50.
Hubungan hukum yang terjadi antara kreditur dengan debitur merupakan hubungan hukum
yang berdasarkan atas kepercayaan.Istilah fidusia sudah lama dikenal dalam
20
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op. Cit, hal. 113.
Universitas Sumatera Utara
bahasa Indonesia dan merupakan istilah resmi dalam dunia hukum di Indonesia.
21
Undang-Undang Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 juga menggunakan istilah ”fidusia”. Namun terkadang, untuk fidusia ini juga dikenal dengan istilah
”Penyerahan Hak Milik Secara Kepercayaan”. Dalam terminologi Belandanya sering disebut dengan Fiduciare Eigendom Overdracht, sedangkan dalam bahasa
Inggrisnya sering disebut dengan istilah Fiduciary Transfer of Ownership.
22
Jaminan Fidusia ini lahir karena adanya kebutuhan dalam praktek untuk menjaminkan barang bergerak tetapi tanpa penyerahan barang secara
fisik.Mengingat lembaga gadai mensyaratkan adanya penyerahan benda maka dicarikanlah jalan untuk dapat menjaminkan barang bergerak tanpa penyerahan
fisik barang tersebut. Akhirnya muncullah suatu rekayasa untuk memenuhi kepentingan dalam praktek tersebut yaitu dengan jalan pemberian Jaminan
Fidusia.Jaminan Fidusia ini akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh yurisprudensi, baik di Belanda maupun di Indonesia.
23
Rekayasa hukum tersebut dilakukan lewat bentuk globalnya yang disebut dengan Constitutum Posessorium penyerahan kepemilikan benda tanpa
menyerahkan fisik benda sama sekali. Agar sahnya peralihan hak dalam kontruksi hukum tentang fidusia ini, haruslah memenuhi syarat-syarat antara
lain:
24
21
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Bandung :Citra Aditya Bakti,2003 selanjutnya disebut Munir Fuady II, hal. 3.
22
Ibid
23
Ibid.
24
Sri Soedewi Masjchoen, Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Jakarta : Badan Pembinaan Hukum Nasional,1980 hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
a. terdapat perjanjian yang bersifat zakelijk
b. adanya titel untuk suatu peralihan hak
c. adanya kewenangan untuk menguasai benda dari orang yang menyerahkan
benda d.
cara tertentu untuk penyerahan yaitu dengan cara constitutum posessorium bagi benda bergerak yang berwujud, atau dengan cessie untuk hutang
piutang. Berkaitan dengan Fidusia dan Jaminan Fidusia, dalam Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia memberikan pengertian mengenai masing-masing tersebut:
Pasal 1 butir 1: Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Pasal 1 butir 2: Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda benda bergerak
baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka unsur-unsur fidusia dalam upaya pemberian hak jaminan kepada kreditur dengan tujuan :
1. Sebagai agunan
Sebagai agunan menunjuk ciri umum dari hak jaminan, bahwa pengalihan hak milik terhadap suatu benda hanya diperuntukkan sebagai agunan atau
jaminan kredit, konsepsi pengalihan hak milik dengan kepcrcayaan dalam Jaminan Fidusia, adalah semata-mata untuk mcmbcrikan jaminan
kepastian pengembalian kredit, sebagai perlindungan bagi keamanan kreditur. Memang apabila dilihat lebih jauh terhadap konstruksi Jaminan
Fidusia akan membingungkan dan dapat menimbulkan salah tafsir apabila dikaitkan dengan unsur dari pengertian fidusia tentang ”pengalihan hak
milik” yang sering ditafsirkan bahwa penerima Jaminan Fidusia semestinya menjadi pemilik atas benda yang bersangkutan. Apabila
ditinjau lebih jauh riwayat sebenarnya merupakan penyelundupan atas ketentuan gadai yang diatur pada Pasal 1152 ayat 1 KUH Perdata untuk
membedakan dari gadai berdasarkan kebutuhan praktek hukum jaminan. Karena hukum merupakan suatu sistem yang tidak memungkinkan untuk
adanya pertentangan sehingga digunakan istilah pengalihan hak milik untuk membedakan dengan gadai.
2. Untuk kepentingan pelunasan tertentu
Unsur ini menunjuk pada penjelasan bahwa pemberian Jaminan Fidusia memiliki tujuan yang sama dengan jaminan lainnya yaitu untuk jaminan
Universitas Sumatera Utara
agar debitur memenuhi kewajibannya yaitu dalam pelunasan utang tertentu. Dengan demikian terlihat bahwa perjanjian pokoknya adalah
hutang piutang dan perjanjian pemberian Jaminan Fidusianya sebagai perjanjian tambahan accessoir. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 4
Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan : ”Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Sedangkan ciri perjanjian tambahan accessoir adalah perjanjian tersebut
tidak dapat berdiri sendiri, kemudian berakhirnya adalah tergantung pada berakhirnya perjanjian pokoknya.
3. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia
terhadap kreditur lain dari pelunasan atau kewajiban debitur pemberi Jaminan Fidusia. Unsur ini menunjukkan bahwa kreditur penerima fidusia
akan mempunyai posisi lebih baik di depan hukum dalam penagihan, demikian pula apabila terjadi eksekusi terhadap benda Jaminan Fidusia,
maka kedudukannya lebih diutamakan atau didahulukan daripada kreditur lainnya dalam mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi dari
benda Jaminan Fidusia. Hal demikian dinamakan hak preferen. Dalam perkembangannya di zaman Romawi, ada dua bentuk Jaminan
Fidusia yaitu fiducia cum amino dan fiducia cum creditore.Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti dengan
Universitas Sumatera Utara
penyerahan hak.
25
Lembaga ini sering digunakan dalam hal seorang pemilik suatu benda harus mengadakan perjalanan keluar kota dan sehubungan dengan itu menitipkan
kepemilikan benda tersebut kepada teman dengan janji bahwa teman akan mengembalikan benda tersebut jika pemiliknya sudah kembali dari perjalanannya.
Dalam fiducia cum amino contracta ini kewenangan diserahkan kepada pihak pcnerima akan tetapi kepentingan tetap ada pada pihak pemberi.
Fiducia cum amino contracta yang artinya janji kepercayaan yang dibuat dengan teman.
26
Fiducia cum creditore contracta berarti janji kepercayaan yang dibuat dengan debitur, bahwa debitur akan mengalihkan suatu benda kepada kreditur
sebagai suatu jaminan utang dengan kesepakatan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali benda jaminan tersebut apabila utang debitur sudah dibayar
lunas, karena debitur bertindak dengan kepercayaan, hubungan seperti ini dinamakan hubungan yang didasarkan atas fides atau hubungan fiduciair.
27
Timbulnya fiducia cum creditore ini disebabkan adanya suatu kebutuhan akan hukum jaminan yang belum diatur oleh konstruksi hukum. Dengan fiducia
cum creditore ini maka kewenangan yang dimiliki kreditur akan lebih besar yaitu sebagai pemilik atas barang yang dialihkan sebagai jaminan. Debitur percaya
bahwa kreditur tidak akan menyalahgunakan wewenang yang diberikan itu.
25
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Loc. Cit.
26
Ibid, hal. 115.
27
J. Satrio II, Op. Cit, hal 166.
Universitas Sumatera Utara
Kekuatannya hanya terbatas pada kepercayaan dan secara moral saja dan bukan kekuatan hukum.
Debitur tidak akan dapat berbuat apa-apa jika kreditur tidak mau mengembalikan hak milik atas barang yang diserahkan sebagai jaminan itu. Hal
ini merupakan kelemahan fidusia pada bentuk awalnya jika dibandingkan dengan sistem hukum jaminan yang kita kenal sekarang.
28
Ketika negara-negara Eropa Kontinental seperti Perancis dan Belanda mengadopsi hukum Romawi, dalam hukum Romawi lembaga fidusia sudah
lenyap sehingga dalam Burgerlijk Wetboek BW tidak dikenal lembaga fidusia, yang diatur hanya hipotek hak tanggungan dan pand gadai. Baru kemudian
terasa lagi kebutuhan dalam praktek hukum di negeri Belanda sehingga lembaga fidusia dimunculkan lagi dalam praktek dan diakui oleh yurisprudensi.
Karena kelemahan itu maka ketika gadai dan hipotek berkembang sebagai hak-hak jaminan serta adanya
hukum tertulis yang mengaturnya, akhirnya fidusia hilang dari Hukum Romawi.
Lahirnya lembaga fidusia di negeri Belanda tidak terlepas dari kebutuhan dan keadaan perekonomian pada saat itu.Pada abad 19, di negeri Belanda terjadi
kemerosotan hasil panen, sehingga perusahaan pertanian sangat membutuhkan modal. Lembaga hipotik tidak dapat diandalkan saat itu karena petani memiliki
tanah yang sangat terbatas, apalagi lembaga gadai, para petani tidak dapat menyerahkan barang-barang pertanian yang justru sangat dibutuhkan untuk proses
28
R. Soebekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Bandung : Alumni, 1978 selanjutnya disebut R. Soebekti III, hal. 29.
Universitas Sumatera Utara
produksi pertaniannya. Hal yang sama juga berlaku untuk wilayah Hindia Belanda Indonesia saat itu.
Dengan keadaan seperti itu, di negeri Belanda saat itu ada usaha-usaha untuk menanggulangi masalah tersebut antara lain dengan jalan memformulasi
pinjaman dalam bentuk bank-bank koperasi. Di Indonesia Hindia Belanda saat itu ditanggulangi dengan cara mengintrodusir jaminan hutang dalam bentuk
“ikatan panen” oogstverband. Oogstverband adalah suatu jaminan untuk pinjaman uang, yang diberikan atas panen yang akan diperoleh dari suatu
perkebunan teh, kopi, dan sebagainya berdasarkan Koninklijk Besluit tanggal 24 Januari 1886 Stbl. 1886-57.
Dari pengertian oogstverband, ada 3 tiga hal yang cukup penting harus diketahui yaitu pertama, oogstverband sebagai lembaga jaminan memiliki
karakter kebendaan zakenlijke caracter berarti lembaga oogstverband mempunyai sifat-sifat kebendaan antara lain haknya dapat dipertahankan terhadap
siapapun juga, hak mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada dan mudah dieksekusi; kedua, objek oogstverband adalah hasil-hasil pertanian yang
belum dipetik beserta perusahaan serta peralatan yang dipakai untuk mengolah hasil pertanian; ketiga, hakikat oogstverband.
Atas satu panenan hanya dapat berlaku satu oogstverband, apabila ada beberapa maka yang berlaku hanya yang pertama diletakkannya sedangkan yang
kemudian dapat berlaku apabila yang pertama telah hapus sebagai suatu jaminan accesoir tentunya oogstverband ini hapus kalau utangnya telah dibayar. Menurut
Universitas Sumatera Utara
R. Soebekti, kelemahan dari lembaga ini adalah bahwa Oogstverband hapus apabila hasil panen yang dijadikan jaminan musnah.
29
Bentuk jaminan “ikatan panen atau bank-bank koperasi” di dalam kenyataannya dirasakan tidak memadai sehingga yang terjadi saat itu adalah
perkembangan kebutuhan perekonomian lebih cepat dibandingkan perkembangan hukum perkreditan dan jaminan.Di samping itu hukum positif saat itu tidak
mengatur mengenai jaminan utang terhadap benda bergerak gadai tanpa penyerahan barangnya.
B. Macam-Macam Lembaga Jaminan