Demikianlah harta kekayaan setiap orang akan selalu berada dalamkeadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Setiap
perjanjian maupun perikatan yang dibuat dapat mengakibatkan harta kekayaan seseorang bertambah atau berkurang, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya
bahwa kebendaan yang merupakan harta kekayaan seseorang baik yang telah ada, maupun yang akan ada dikemudian hari akan selalu menjadi jaminan bagi
perikatan orang tersebut dari waktu ke waktu. Jika ternyata bahwa dalam hubungan hukum harta kekayaan tersebut,
sesoarang memiliki lebih dari satu kewajiban yang harus dipenuhi terhadap lebih dari satu orang yang berhak atas pemenuhan kewajiban tersebut, maka Pasal 1132
KUH Perdata menentukan bahwa setiap pihak atau kreditur yang berhak ataspemenuhan perikatan, haruslah mendapatkan pemenuhan perikatan dari harta
kekayaan pihak yang berkewajiban debitur tersebut secara : a
Pari passu, yaitu secara bersama-sama memperoleh pelunasan, tanpa ada yang didahulukan.
b Pro rata atau proposional, yang dihitung berdasarkan pada besarnya
piutang masing-masing dibandingkan terhadap piutang mereka secara keseluruhan, terhadap seluruh harta kekayaan debitur tersebut.
E. Tujuan Hukum Kepailitan
Berdasarkan UU No.37 tahun 2004 maka tujuan UU Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang
sama ada beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur. b.
Untuk menghindari ada kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa
memperhatikan kepentingan debitur atau para kreditur lainnya. c.
Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditur atau debitur sendiri. Misalnya debitur berusaha
untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya dirugikan atau adanya perbuatan curang dari
debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur.
Sedangkan tujuan hukum kepailitan menurut Louis E. Levinthal dalam bukunya yang berjudul “The Early of bankrupicy Law” adalah :
a. Untuk menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitur
dan diantara nya para kreditur. b.
Mencegah para debitur tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan para kreditur.
c. Memberikan perlindungan kepada kreditur yang beritikad baik dari para
krediturnya dangan cara memperoleh pembebasan hutang.
Universitas Sumatera Utara
F. Kepailitan Harus Dinyatakan Dengan Putusan Hakim
Berhubung pernyataan pailit terhadap debitur itu harus melalui proses pengadilan, maka segala sesuatu yang menyangkut tentang peristiwa pailit itu
disebut dengan istilah kepailitan. Seseorang debitur yang berutang baru dapat dikatakan dalam keadaan pailit, apabila telah dinyatakan oleh hakim atau
pengadilan dengan suatu keputusan hakim.Kewenang pengadilan untuk menjatuhkan putusan kepailitan itu telah ditentukan secara tegas dalam Pasal 2
UUK. Campur tangan pemerintah Pembentuk Undang-Undang sangat perlu,
karena dengan demikian pengadilan dapat melakukan langkah-langkah preventif, dapat melakukan pensitaan umum eksekusi missal terhadap harta kekayaan
debitur demi kepentingan para kreditur
47
Dalam peraturan kepailitan yang lama disebutkan, bahwa pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan adalah read van justitie. Read van justitie
merupakan lembaga peradilan yang diperuntukan bagi orang-orang Eropa hakim, gubernemen, baik untuk daerah Jawa dan Madura hal ini diatur dalam Reglement
of de rechtterlijke organisatie en Hett Beleid der Justitie, atau disingkat RO. Tetapi read justitie dapat pula merupakan peradilan tingkat banding, terhadap
perkara-perkara yang telah diputus, baik oleh Residentie-gerecht maupun oleh Landread
48
47
Ronald Anderson business Law, South Western, Publising, 1999, hal. 510
48
Supomo, Sistem Hukum di Indonesia, Jakarta : Pradnya Paramita,2000, hal 25-47
Universitas Sumatera Utara
Dengan lahirnya UUK, maka pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus permohonan kepailitan adalah sebuah pengadilan khusus dengan nama
pengadilan niaga. Akan tetapi mengingat kebutuhan yang mendesak dan keterbatasan sumber dana sumber daya yang ada, maka untuk pertama kali
pengadilan niaga didirikan di Jakarta Pusat dengan lingkup kewenangan yang mencakup seluruh wilayah Indonesia.
Berbeda dari ketentuan sebelumnya, Pasal 1 UUK menegaskan bahwa paling sedikit harus ada dua kreditur dan debitur sedikitnya membayar satu utang
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Keharusan adanya sedikitnya dua kreditur adalah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1132 KUHPerdata dimana
ditetapkan bahwa pada dasarnya pembagian kekayaan debitur antara para krediturnya harus dilakukan secara pari passu pro rata parte.
Selanjutnya Pasal 1 UUK menetapkan pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit dan terhadap siapa saja permohonan tersebut dapat
diajukan.Yang menjadi persoalan ialah, apakah yang menjadi ukuran bagi keadaan tidak membayarberhenti membayar tersebut? Hal ini tidak dijumpai
perumusannya, baik di dalam Undang-Undang yuridprundensi, maupun pendapat para sarjana. Hanya ada pedoman umum yang disetujui oleh para pengarang, yaitu
untuk pernyataan kepailitan tidak mampu untuk membayar utangnya dan tidak diperdulikan, apakah berhenti membayar itu sebagai akibat dari tidak dapat atau
tidak mau membayar.
49
49
Siti Soemari Hartono, Op. Cit, hal. 8
Universitas Sumatera Utara
Pembuktian tentang keadaan debitur yang berhenti membayar itu cukup dilakukan secara sederhana sumir, artinya pengadilan di dalam memeriksa
perkara kepailitan itu tidak perlu terikat dengan sistem pembuktian dan alat-alat bukti yang ditentukan dalam hukum acara perdata. Di dalam hukum acara perdata
Pasal 164 HIR, Pasal 248 Rbg, Pasal 1866 KUHPerdata dikenal beberapa alat bukti, yaitu :
a. Alat bukti tertulis
b. Pembuktian dengan saksi
c. Persangkaan-persangkaan
d. Pengakuan
e. Sumpah
Selain itu masih dikenal beberapa alat bukti yang lain yaitu : a.
Pemeriksaan setempat Pasal 1 53 HIR b.
Keterangan ahli Pasal 154 HIR c.
Pembukuan Perusahaan Pasal 138 HIR
Pengetahuan hakim Pasal 78 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009
. Tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berdasarkan peraturan peralihan Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung an Yurisprudensi.
Semangat pemeriksaan secara sumir itu terlihat dalam Pasal 5 ayat 3 UUK yang dengan tegas disebutkan ”Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila
terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa pernyataan
Universitas Sumatera Utara
untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 1 telah terbukti.
G .Akibat Hukum Putusan Pailit
Pada umumnya setiap pengusaha takut dinyatakan pailit atau bangkrut oleh pengadilan kecuali dalam keadaan terpaksa, karena konsekuensi atau akibat
hukumnya sangat berat. Ada beberapa akibat hukum dari pernyataan pailit. Secara umum antara lain:
50
1. Boleh dilakukan kompensasi Pasal 52, 53, 54 2. Kontrak timbal balik boleh dilanjutkan Pasal 36
3. Berlaku penangguhan eksekusi Pasal 56 a ayat 1 4. Berlaku Actio Paulina Pasal 41
5. Berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur Pasal 19, 20 56 6. Debitur kehilangan hak mengurus Pasal 22
Sebagaimana dapat disimpulkan dari urutan terdahulu, yang menjadiobyek Undang-Undang kepailitan adalah Debitur, yaitu Debitur yang tidakmembayar
utang-utangnya kepada para Krediturnya. Undang-Undang berbagai Negara membedakan antara aturan kepailitan bagi Debitur orang perorangan individu
dan Debitur
bukan perorangan atau badan hukum.
50
Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, Penerbit Literata Lintas Media, Yogyakarta, 2007, hal.131.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DI BEBANI JAMINAN