PENELITIAN PENDAHULUAN HASIL DAN PEMBAHASAN

30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

A.1. Analisa Bubuk Lengkuas Rimpang lengkuas hasil penggilingan secara visual memiliki bentuk serbuk halus dengan warna bubuk coklat agak kemerahan. Aroma bubuk lengkuas merah pedas menyengat khas rempah-rempah. Secara visual, bubuk lengkuas merah hasil penggilingan disajikan pada Gambar 10. Gambar 10. Bubuk Lengkuas Merah Hasil Penggilingan Bubuk lengkuas merah yang siap untuk diolah sebagai bahan campuran produk fitofarmaka, harus memiliki kriteria mutu bubuk simplisia rempah-rempah menurut Depkes RI 1989. Hasil analisa rimpang lengkuas bubuk disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisa Mutu Simplisia Lengkuas Merah kadar bahan, persen bk Kandungan pada Bahan Bubuk Lengkuas Merah Baku Mutu berdasarkan Depkes RI 1989 Kadar air persen bb 7,8 - Kadar abu 9,16 Maksimal 3,9 Kadar abu tidak larut dalam asam 2,93 Maksimal 3,7 Kadar sari larut dalam air 31,22 Minimal 5,2 Kadar sari larut dalam etanol 21,6 Minimal 1,7 31 Kadar air bubuk lengkuas yang diperoleh sebesar 7,8 persen. Kadar air ini merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Menurut Fardiaz et al . 1992, kandungan kadar air yang tinggi pada rimpang lengkuas segar merupakan kondisi yang memungkinkan mikrooganisme tumbuh dan dapat mengaktifkan enzim penyebab kerusakan bahan. Batas minimal kadar air bahan dimana mikroba masih dapat tumbuh berkisar 14-15 persen. Kadar air bubuk lengkuas sebesar 7,8 persen diharapkan dapat menjaga keawetan bubuk selama penyimpanan selain untuk menjaga kualitas hasil ekstraksi bubuk lengkuas. Karena, menurut Sudarmadji dan Suhardi 1996 di dalam Kholid 2000, kadar air bahan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan proses ekstraksi tidak berjalan optimal. Kadar air yang tinggi menimbulkan hambatan pada masuknya pelarut dalam jaringan yang mengandung berbagai komponen aktif, sehingga pelarut sulit untuk mengekstrak bahan aktif dari bahan. Hal ini menyebabkan pelarut menjadi jenuh dengan air dan menurunkan keefisienan kerja pelarut. Hasil kadar abu bubuk lengkuas sebesar 9,12 persen, melebihi batas baku mutu simplisia menurut Depkes RI yang mengandung maksimal 3,9 persen bahan anorganik. Apriyantono et al. 1989 menyatakan bahwa uji kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan anorganik dalam rimpang lengkuas. Abu dalam suatu bahan merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik. Abu yang terbakar sempurna adalah abu yang berwarna putih keabuan Tingginya bahan anorganik pada rimpang lengkuas dapat dipengaruhi oleh kondisi lahan, pengolahan selama proses penanaman lengkuas, varietas lengkuas, dan umur panen.oleh proses awal rimpang lengkuas. Kandungan mineral yang tinggi dalam lahan dan proses pemupukan yang baik selama penanaman dapat menambah tinggi kandungan bahan anorganik dalam bahan Wardhana et al., 2002. Hasil pengujian nilai kadar abu tidak larut asam dalam bubuk lengkuas sebesar 2,93 persen. Hasil ini mendekati nilai baku mutu kadar abu tidak larut asam menurut Depkes RI, yaitu maksimal sebesar 3,7 persen. 32 Pengujian kadar abu tidak larut asam dilakukan untuk melihat kandungan mineral yang tidak larut dalam pelarut asam kuat HCl. Hasil pengujian kadar sari bubuk lengkuas larut dalam air sebesar 31,22 persen. Sedangkan kadar sari bubuk lengkuas larut etanol sebesar 21,6 persen. Kedua nilai ini sudah termasuk dalam baku mutu menurut Depkes RI, yaitu minimal sebesar 5,2 persen dan 1,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa komponen-komponen rimpang lengkuas yang larut dalam air lebih banyak jika dibandingkan dalam alkohol. Pengujian kadar sari yang larut dalam air atau alkohol bertujuan untuk melihat besarnya komponen kimia yang dapat larut dalam suatu jenis pelarut yang digunakan Gaman dan Sherrington, 1992. Pelarut air lebih banyak mengekstrak komponen polar dari lengkuas merah, sedangkan pelarut etanol lebih optimal melarutkan komponen non polar Siswadi, 2002. Komponen polar pada bubuk lengkuas seperti pati, gula sederhana, dan senyawa glikosida. Sedangkan komponen non polar, seperti oleoresin, alkaloid, glikon, dan beberapa senyawa glikosida Rusmarilin, 2003. A.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Lengkuas Merah Hasil akhir dalam proses ekstraksi berupa ekstrak oleoresin berbentuk pasta berwarna coklat pekat dengan aroma khas lengkuas, yaitu aroma agak pedas. Dari bubuk lengkuas sebanyak 14,70 kg, diperoleh rendemen ekstrak sebesar 24,85 persen. Rendemen ekstrak menggambarkan besarnya bahan yang dapat diekstrak dari bubuk lengkuas. Bahan-bahan tersebut dapat berupa komponen flavour dan warna, resin, lemak, minyak atsiri, alkaloid, asam organik, garam anorganik, glikosida, dan lemak Hezmela, 2006. Jokopriyambodo et al. 1999 menyatakan bahwa hasil ekstraksi khususnya dari rimpang lengkuas dipengaruhi oleh jenis dan rasio pelarut, derajat kehalusan simplisia, serta teknik dan waktu ekstraksi. Ekstraksi bubuk lengkuas dilakukan dengan metode maserasi dengan penambahan pengadukan menggunakan mesin pengaduk. Menurut Voight 1994, maserasi merupakan proses ekstraksi dengan mencampur 33 antara pelarut dan bahan yang akan diekstrak dengan perbandingan tertentu. Pengadukan bertujuan untuk mempercepat pelarutan zat padat dengan jalan membentuk suspensi serta melarutkan partikel-pertikel ke dalam medium pelarut. Proses ekstraksi bubuk lengkuas menggunakan pelarut etil asetat 60 persen dengan perbandingan bubuk lengkuas dan air sebesar 1:10. Besarnya perbandingan antara bubuk dan etil asetat berdasarkan sifat bubuk lengkuas yang sangat mudah menyerap pelarut, sehingga untuk mengoptimalkan proses ekstraksi dan melancarkan pengadukan, etil asetat yang ditambahkan mencapai 10 kali bubuk yang diekstraksi. Perbandingan rasio pelarut yang kurang dari 1:10 dapat menghambat proses maserasi dengan pengadukan, seperti pada penggunaan rasio 1:5 hingga 1:8, pelarut akan diserap oleh bubuk sehingga proses maserasi dengan pengadukan tidak dapat dilakukan. Pemilihan pelarut berdasarkan hasil penelitian Rusmarilin 2003, yang menyatakan bahwa zat aktif antijamur lengkuas merah dalam minyak atsiri, yaitu 1-asetoksi khavikol asetat, serta dari golongan sesquiterpen, merupakan senyawa yang bersifat semipolar, sehingga lebih mudah larut dalam pelarut etil asetat yang bersifat semi polar. Selain itu, Guenther et al. 1988 menyatakan bahwa syarat pelarut dalam proses ekstraksi harus memiliki titik didih yang tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Persyaratan ini untuk memudahkan proses penguapan pelarut untuk memperoleh ekstrak lengkuas. Hal ini sesuai dengan sifat fisik pelarut etil asetat yang memiliki titik didih sebesar 77,1 C, lebih rendah jika dibandingkan titik didih etanol, 78,1 C. Penggunaan pelarut semipolar memungkinkan terekstraknya komponen lain yang bersifat polar maupun nonpolar, sehingga rendemen ekstrak yang diperoleh lebih banyak. Hasil rendemen dengan pelarut etil asetat 60 persen sebesar 24,85 persen, lebih banyak jika dibandingkan rendemen hasil ekstraksi dengan pelarut etanol 96 persen sebesar 7,63 persen pada penelitian Hezmela 2006. Persentase rendemen ekstrak lengkuas merah 34 menggambarkan kadar bahan aktif antijamur dari lengkuas merah. Semakin tinggi rendemen, maka kadar bahan aktif antijamur akan semakin tinggi. Bahan aktif antijamur lengkuas merah selain terdapat pada minyak atsiri juga terkandung dalam resin-resin lengkuas merah, seperti galangan, kaemferid, dan eugenol. Proses pengadukan dalam proses ekstraksi dilakukan selama 3 jam dengan kecepatan 150-200 rpm. Waktu ini adalah waktu yang optimal dibandingkan pengadukan selama 2 dan 4 jam. Pemilihan waktu berdasarkan banyaknya rendemen ekstrak yang diperoleh setelah penguapan. Waktu ekstraksi yang terlalu singkat mengakibatkan tidak optimalnya waktu penetrasi pelarut ke dalam protoplasma bahan untuk melarutkan semua zat yang diinginkan untuk diekstrak. Sebaliknya, waktu ekstraksi yang terlalu lama hingga larutan mencapai titik jenuhnya, tidak menaikkan kandungan zat aktif dalam ekstrak. A.3 Analisa Ekstrak Lengkuas Merah Analisa proksimat ekstrak lengkuas merah bertujuan untuk mengetahui sifat ekstrak lengkuas merah yang dapat mempengaruhi sifat produk yang akan dicampurkan. Sifat ekstrak yang diuji adalah nilai pH, sisa pelarut, dan kelarutan dalam etanol. Nilai pH ekstrak lengkuas merah yang diperoleh adalah sebesar 4,31. pH ekstrak yang bersifat asam ini jika dicampurkan pada larutan sampo dapat mempengaruhi nilai pH dan viskositas sampo. pH dan viskositas merupakan dua sifat yang mempengaruhi mutu produk sampo. pH dan viskositas sampo harus diatur agar sesuai dengan baku mutu sampo menurut Standar Nasional Indonesia 1992 tentang sampo. Ekstrak lengkuas jika dicampurkan dalam sampo yang bersifat basa, dapat menyebabkan penurunan nilai pH sampo dan menaikkan viskositasnya. Penambahan ekstrak dalam sampo harus dapat memperhitungkan pengaruhnya terhadap penurunan pH dan peningkatan viskositas, agar mutu sampo tetap terjaga. Sisa pelarut dalam ekstrak lengkuas yang diekstrak dengan pelarut etil asetat adalah sebesar 10,65 persen atau 10,65.10 4 ppm. Nilai sisa pelarut 35 ekstrak lengkuas merah dengan konsentrasi yang cukup besar ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti pada proses penguapan pelarut yang tidak sempurna sehingga pelarut masih banyak terdapat dalam ekstrak. Sisa pelarut dalam produk yang akan dikonsumsi harus diperhatikan, karena dapat mempengaruhi mutu produk dan kesehatan manusia sebagai penggunanya. Proses pencampuran ekstrak lengkuas merah dalam sampo sangat mempengaruhi kadar sisa pelarut dalam ekstrak. Hal ini disebabkan, karena ekstrak banyak melalui tahapan yang memungkinkan pelarut menguap, seperti pada proses pembentukan ekstrak bubuk dengan pengering semprot spray dryer , kemudian proses pemanasan campuran ekstrak dalam sampo hingga suhu 60 o C. Beberapa perlakuan ekstrak pada suhu tinggi dapat menguapkan sisa pelarut yang masih terkandung dalam ekstrak. Bagi poduk hasil ekstraksi dengan pelarut organik seperti oleoresin atau minyak atsiri, Federal Food Drug and Cosmetic Act menetapkan batas aman sisa pelarut dalam produk yang masih aman untuk dikonsumsi. Namun, Federal Food Drug and Cosmetic Act belum menetapkan batas aman bagi produk dengan hasil ekstraksi yang menggunakan pelarut etil asetat. Sebagai pembanding, untuk pelarut dengan jenis semipolar khloroform, memiliki nilai batas aman sebesar 30 ppm Federal Food Drug and Cosmetic Act di dalam Farrel, 1990. Uji kelarutan ekstrak dalam alkohol 80 persen memberikan nilai 1:30, artinya 1 ml ekstrak dapat larut dalam 30 ml alkohol. Kelarutan ekstrak dalam alkohol menggambarkan dalam perbandingan berapa, ekstrak dapat larut dalam pelarut. Besarnya nilai perbandingan ini, disebabkan karena ekstrak yang dihasilkan dari proses ekstraksi bubuk lengkuas merupakan ekstrak kasar, yang tidak hanya mengandung minyak atsiri, tetapi juga masih mengandung resin, seperti pati, lemak, atau karbohidrat. Sehingga untuk melarutkannya dibutuhkan lebih banyak pelarut. Nilai kelarutan dengan perbandingan 1:30 ini, menurut Anon 1998 masih termasuk ekstrak yang dapat larut dengan baik pada etanol. Rekapitulasi hasil analisa ekstrak lengkuas merah disajikan pada Tabel 7. 36 Tabel 7. Hasil Analisa Ekstrak Lengkuas Merah Analisa Hasil pH 4,31 Sisa pelarut 10,65 Kelautan 1:30 B. PENELITIAN UTAMA B.1 Karakteristik Sampo

Dokumen yang terkait

Uji Antimutagenik Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) Pada Mencit Jantan Yang Diinduksi Dengan Monosodium Glutamat (MSG)

12 118 94

UJI AKTIVITAS TONIKUM EKSTRAK ETANOL RIMPANG LENGKUAS MERAH (Alpinia purpurata K. Schum) dan LENGKUAS PUTIH (Alpinia galanga L.) PADA MENCIT JANTAN

10 58 20

Uji efektivitas ekstrak lengkuas merah (Alpina purpurata K.Schum) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli dengan metode disc diffusion.

4 24 70

Pemanfaatan lengkuas merah (Alpinia purpurata K.Schum) sebagai bahan antijamur dalam sampo

0 10 116

Daya Antijamur Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) dalam Sediaan Salep

8 55 96

Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Keragaman Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K. Schum)

0 12 78

Aktivitas Antimikroba Minyak Esensial Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) dan Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum) Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak Pangan

3 16 11

Perbandingan Efektivitas Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K Schum) dan Lengkuas Putih (Alpinia Galanga) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida Albicans Secara In Vitro

0 0 6

Efektivitas Air Rebusan dan Air Perasan Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K.schum) dalam Menghambat Pertumbuhan Trichophyton rubrum Jamur Penyebab Kutu Air (Tinea pedis)

0 0 7

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K. Schum) Terhadap Bakteri Propionibacterium Acnes - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 0 91