BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Lesi arteri koroner pada pasien pasca Acute Coronary Syndrome didapati bahwa penderita Diabetes Mellitus lebih berat dibandingkan dengan
penderita non Diabetes Mellitus. 2. Laki-laki lebih sering menderita ACS dibandingkan perempuan dengan
ratio 11:3. 3. Kelompok usia yang tertinggi adalah kelompok usia 47 hingga 51 tahun
sebanyak 30 orang 30,6.
6.2 Saran
1. Pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas perlu meningkatkan penyuluhan mengenai pencegahan ACS, faktor-faktor risiko dan komplikasi yang
disebabkan oleh penyakit DM.
2. Masyarakat perlu mempunyai insiatif dan upaya sendiri seperti mengamalkan gaya hidup sehat sebagai langkah pencegahan ACS.
3. Masyarakat mempelbagaikan sumber informasi mengenai DM supaya tingkat pengetahuan lebih tinggi dan dapat mencegah dari terkenanya
penyakit jantung terutama ACS.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TIJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus DM 2.1.1 Definisi Diabetes
Diabetes merupakan penyakit yang heterogonik, baik karena manifestasinya maupun karena jenisnya. Diabetes adalah sindrom yang disebabkan oleh
terganggunya insulin di dalam tubuh sehingga menyebabkan hiperglikemia yang disertai abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes dapat
diklasifikasikan menjadi diabetes tipe I insulin–dependen diabetes mellitus atau IDDM, tipe II non insulin-dependent diabetes mellitus atau NIDDM Inzucchi,
2004. Selain itu diabetes juga dapat digolongkan menjadi diabetes gestational dan diabetes sekunder Tandra, 2007
Diabetes Tipe I IDDM muncul pada saat pankreas tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin sehingga insulin dalam tubuh kurang atau tidak ada
sama sekali. Glukosa di dalam darah menumpuk karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Diabetes tipe ini tergantung pada insulin, oleh karena itu penderita
memerlukan suntikan insulin Tandra, 2007. Menurut Brunner Suddarth Diabetes Melitus Tipe I disebabkan oleh faktor genetik, di mana penderita diabetes
mewarisi predisposisikecenderungan terhadap terjadinya diabetes melitus Tipe I, biasanya ditemukan pada individu yang memiliki antigen H. Selain itu disebabkan
oleh faktor imunologi, adanya respon autoimun yang abnormal, serta adanya kerusakan sel beta pankreas.
Diabetes Tipe II NIDDM merupakan diabetes yang paling sering ditemukan di Indonesia. Penderita tipe ini biasanya ditemukan pada usia di atas 40
tahun disertai berat badan yang berlebih. Selain itu diabetes tipe II ini dipengaruhi oleh faktor genetik, keluarga, obesitas, diet tinggi lemak, serta kurang gerak badan
Nabil, 2009. Kemungkinan lain terjadinya diabetes ini adalah karena sel-sel
Universitas Sumatera Utara
jaringan tubuh tidak peka atau resisten terhadap insulin Tandra, 2007. Resistensi terhadap insulin pada diabetes mselitus tipe II ini terjadi karena turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan menghambat produksi oleh sel hati.
Diabetes Gestational GDM adalah jenis diabetes yang muncul pada saat ibu hamil. Hal ini terjadi karena pengaruh beberapa hormon pada ibu hamil
menyebabkan resisten terhadap insulin. Diabetes ini dapat ditemukan sekitar 2-5 dalam kehamilan. Umumnya gula darah kembali normal bila sudah melahirkan,
tetapi resiko ibu terkena DM tipe II akan lebih besar Nabil, 2009.
Diabetes Melitus Sekunder adalah diabetes yang disebabkan oleh penyakit lain yang menyebabkan produksi insulin terganggu atau meningkatkan kadar gula
darah meningkat. Penyakit yang dimaksud misalnya infeksi berat, radang pankreas, penggunaan kortikosteroid, obat anti hipertensi Nabil, 2009.
2.1.2 Faktor-faktor Penyebab Diabetes
Ada banyak faktor yang memicu terjadinya diabetes. Semakin cepat kondisi diabetes diketahui dan ditangani akan mencegah komplikasi yang terjadi Nabil,
2009. Faktor-faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab diabetes antara lain kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel
beta melepas insulin. Faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain adanya infeksi, pola diet, umur, obesitas, kegemukan, kehamilan, gangguan sistem
imunitas, kelainan insulin.
2.1.3 Komplikasi Diabetes menyebabkan Acute Coronary Syndrome ACS Jika gula darah tidak terkontrol dengan baik beberapa tahun kemudian akan timbul
komplikasi. Komplikasi akibat diabetes yang menimbullkan :
a Hiperglikemia b Resistensi Insulin dan Hiperinsulinemia
c Hiperamilnemi
Universitas Sumatera Utara
d Inflamasi pembuluh darah atrerosklerosis e TrombosisFibrinolisis
f Dislipidemia g Hiperhomosisteinemia
2.2 Acute Coronary Syndrome
ACS 2.2.1 Definisi Acute Coronary Syndrome ACS
Acute Coronary Syndrome ACS adalah penyakit jantung yang timbul
akibat penyempitan pada arteri koroner. Penyempitan tersebut dapat disebabkan oleh arterosklerosis. Arterosklerosis pada dasarnya adalah suatu kelainan yang
terdiri atas pembentukan fibrolipid local di dalam bentuk plak-plak yang menonjol atau penebalan yang disebut atheroma yang terdapat di dalam tunika intima dan
pada bagian dalam tunika media. Atheroma kemudian berkembang dan ia dapat mengalami berbagai komplikasi termasuk kalsifikasi, perdarahan, ulserasi dan
thrombosis.
2.2.2 Faktor-faktor penyebab terjadinya Acute Coronary Syndrome ACS
a Usia b Jenis Kelamin
c Faktor Genetik d Obesitas
e Hipertensi f Dislipidemia
g Merokok h Diabetes Mellitus
i Kurang Olahraga
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Proses terjadinya Arterosklerosis
Aterosklerosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan hilangnya elastisitas akibat penebalan dan pengerasan pembuluh darah, terutama arteri,
sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh darah dan terbatasnya aliran darah ke seluruh tubuh. Aterosklerosis adalah penebalan lapisan bagian pembuluh darah
karena adanya akumulasi plak yang kaya akan lipid pada bagian dalam pembuluh darah arteri intima pada tubuh. Penambahan plak terjadi akibat suatu akumulasi
kolesterol, ester kolesterol, fosfolipid, kalsium dan komponen lain yang meliputi kolagen, elastin dan proteoglikan. Adanya plak tersebut dapat membatasi aliran
pada jaringan atau dapat membatasi lumen pada arteri, membatasi aliran darah, elastisitas pembuluh darah, meransangan pembentukan pembekuan darah yang
dapat menghambat aliran darah, dan dapat mengakibatkan kerusakan pada jantung, otak dan jaringan paru-paru yang sifatnya sangat faal.
Kerusakan arteri pada aterosklerosis dapat dibagi kepada 3 tingkatan, yaitu : a
Fatty Streak Lesi ini mulai tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk
bercak berwarna kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam
cells . Sel-sel ini ialah sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung
lipid, terutama dalam bentuk ester kolesterol.
b Fibrous plaque
Lesi ini berwarna keputihan dan sudah menonjol ke dalam lumen arteri. Fibrous plaque
berisi sejumlah besar sel-sel otot polos dan makrofag yang berisi kolesterol dan ester kolesterol, di samping jaringan kolagen dan
jaringan fibrotic, proteoglikan, dan timbunan lipid dalam sel-sel jaringan ikat. Fibrous plaque biasanya mempunyai fibrous cap yang terdiri dari
otot-otot polos dan sel-sel kolegen. Di bagian bawah fibrous plaque terdapat daerah nekrosis dengan debris dan timbunan ester kolesterol.
Universitas Sumatera Utara
c Complicated lesion
Lesi ini merupakan bentuk lanjut dari atheroma, yang sertai kalsifikasi, nekrosis, trombosis dan ulserasi. Dengan membesarnya atheroma, dinding
arteri menjadi lemah, sehingga menyebabkan okulusi arteri.
Proses terjadinya aterosklerosis dapat dilihat pada Gambar 2.1. Proses ini dimulai dengan masuknya LDL ke dalam bagian subendotelia intima dan
selanjutnya LDL mengalami modifikasi teroksidasi. Modifikasi LDL akan menstimulasi sel endotel untuk mensekresikan beberapa molekul adesi
intracellular adhesion molecule ICAM, vascular cell adhesion molecule
VCAM, monosit chemotactic protein-I MCP-I, granulosit dan macrophage colony stimulating factor
MCSF. Molekul-molekul tersebut menyebabkan terjadinya adesi monosit pada endotel yang diikuti dengan kemotaksis kedalam
subendotel dan terjadi aktivasi serta diferensiasi makrofag. Produk dari reaksi ini membuat komponen protein LDL lebih bermuatan negative, selanjutnya LDL yang
telah teroksidasi sempurna oleh reseptor makrofag membuat sel busa foam cell.
Lipoprotein berkepadatan rendah yang telah teroksidasi bersifat sitotoksik pada sel vaskuler, merangsang lipid enzim lisosom ke dalam ekstrasel intima, dan
akhirnnya menghasilkan lesi aterosklerosis. Modifikasi LDL berperan penting dalam pembentukan formasi foam cell dan aterosklerosis. Antara oksidasi LDL dan
aterosklerosis memberikan suatu pemikiran yang sederhana dan tepat mengenai manfaat antioksidan pada kejadian penyakit jantung koroner. Native LDL meliputi
hilangnya antioksidan dan asam lemak tidak jenuh rangkap, fosfatidil kolin, ester kolesterol dan kelompok amino bebas pada protein apo-B. Selain itu, terjadi
peningkatan oksisterol, hidroksil, hidroperoksi asam lemak tidak jenuh rangkap, diena konjugasi, MDA dan aldehid lainya, yang dapat mempertinggi mobilitas
elektroforetik, fragmentasi, dan konformasi pengaturan ulang protein apo-B pada oksidasi LDL.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 : Proses Aterosklerosis
2.2.4 Manifestasi Klinis
Penyakit Jantung Koroner memberikan manifestasi klinis berupakan : 1.
Angina pektoris
Rasa nyeri dada dan sesak napas yang disebabkan gangguan suplai oksigen yang tidak mencukupi kebutuhan jantung. Keadaan ini terutama terjadi pada saat
latihan fisik atau adanya stress. Leonard S. Lilly, 2011
Universitas Sumatera Utara
2. Angina Pektoris tidak stabil
Dikatakan Angina Pektoris tidak stabil bila nyeri timbul untuk pertama kali atau bila Angina Pektoris sudah ada sebelumnya namun menjadi lebih berat.
Dan biasanya dicetuskan oleh faktor yang lebih ringin dibanding sebelumnya. Keadaan ini harus diwaspadai karena kelainan bias lanjut menjadi berat, bahkan
menjadi Infark MiokardMI. Leonard S. Lilly, 2011
3. Infark Miokard MI
a. Kerusakan otot jantung akibat blockade arteri koroner yang terjadi sevara total dan memdadak. Biasanya terjadi akibat rupture plak
aterosklerosis di dalam arteri koroner. b. Secara klinis MI ditandai dengan nyeri dada seperti pada Angina
Pektoris, namun lebih berat dan langsung lebih lama sampai beberapa jam. Tidak seperti pada Angina Pektoris yang dicetuskan
oleh latihan dan dapat hilang dengan pemakaian obat nitrat dibawah lidah, pada MI biasannya terjadi tanpa dicetuskan dengan latihan
dan tidak hilang memakaian obat nitrat.
c. Kadang-kadang gejala bias berupa sesak napas, atau sinkop Kehilangan Kesadaran.
d. Biasanya diserta komplikasi seperti : i. Gangguan Irama Jantung
ii. Renjatan Jantung Shock Cardiogenic iii. Gagal Jantung Kiri, bahkan kematian mendadak Sudden
Death Leonard S. Lilly, 2011
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Diagnosis
Diagnosis Penyakit Jantung Koroner pada pasien Diabetes Melitus ditegakkan berdasarkan Leonard S. Lilly, 2011:
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Pada pasien DM tipe-I, yang umumnya datang tanpa disertai factor-faktor
risiko tradisional, lamanya menderita DM dapat dijadikan sebagai predictor penting untuk Penyakit Jantung Koroner. Karena DM tipe-I sering terjadi
pada usia muda, Penyakit Jantung Koroner dapat terjadi pada usia antara 30-40tahun. Sebaliknya pada pasien DM tipe-II, sering disertai dengan
berbagai factor risiko, dan Penyakit Jantung Koroner biasanya terjadi pada usia 50 tahun keatas. Seringkali, DM baru terdiagnosis pada saat pasien
datang dengan keluhan angina, infark miokard atau payah jantung. Sedangkan pada pasien DM dengan Silent Myocardial Ishaemia atau Silent
Myocardial Infarction SMI, gejala yang timbul biasanya tidak khas seperti
mudah capek, dyspnoe d’effort atau dyspepsia.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Darah Rutin 2. Pemeriksaan KGD puasa
3. Pemeriksaan Profil Lipid
Kolestrol Total, HDL dan LDL
Trigliserida
4. Enzim-enzim Jantung 5. C-reactive protein CRP
6. Mikroalbumin atau proteinuria 7. Elektrokardiografi EKG
8. Uji latih Treadmill test 9. Pemeriksaan Foto Toraks
10. Ekokardiografi ECG 11. Pemeriksaan Baku adalah Angiografi Koroner Kateterisasi
Universitas Sumatera Utara
The American Diabetes Association ADA merekomendasikan
pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut Mohd K. Ali,2009 : 1. Elektrokardiografi EKG dilakukan pemeriksaan awal terhadap
setiap pasien Diabetes Melitus. 2. Uji latih Treadmill test dilakukan terhapad pasien DM dengan
Gejala-gejala angina pektoris
Dyspnoe d’effort
Gejala Gastrointestinal
EKG istirahat menunjukan tanda-tanda iskemi atau MI
Disertai penyakit arteri perifer atau oklusi arteri karotis
Disertai adanya dua2 atau lebih faktor-faktor
kardiovaskular sebagai berikut David L.Coven,2013 :
Kolestrol Total ≥240 mgdl
Kolestrol LDL ≥160 mgdl
Kolestrol HDL ≤35 mgdl
Tekanan Darah 14090 mmHg
Riwayat merokok
Riwayat Keluarga menderita PJK, Mikroalbuminuria atau proteinuria.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Angiografi Koroner
Angiografi merupakan suatu prosedur invasif yang paling sering dilakukan untuk melihat gambaran anatomi arteri koroner serta penyempitan lumen yang telah
terjadi pada penderita PJK. Sering dilakukan untuk menilai luasnya stenosis dan dapat menggambarkan tingkat keparahan arteri koroner. Angiografi merupakan
pemeriksaan gold standar. Angiografi hanya memberikan informasi tentang keadaan lumen arteri dan tidak dapat memberikan secara langsung komposisi plak
serta perobahan plak dalam dinding arteri. Inflamasi erat hubungannya dengan kejadian rupture plak dan trombosis dibandingkan dengan adanya atau beratnya
aterosklerosis dari hasil angiografi, sehingga derajat stenosis arteri koroner tidak berkaitan dengan resiko rupture. Derajat stenosis pada arteri koroner biasanya
diukur dengan evaluasi visual dari persentasi pengurangan diameter relatif terhadap segmen normal yang berdekatan.
Rachel Hoad -Robson, 2013
Gambar 2.2 : Cara tatalaksaan gambaran stenosis pada Angiografi Koroner
Rachel Hoad -Robson, 2013
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang