Pengaruh politik domestik malaysia terhadap hubungan bilaterial Indonesia-Malaysia periode 2004-2009

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ilmu Sosial

oleh

UMI KULSUM

NIM. 106083003677

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PERIODE 2004-2009

Skripsi

diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial

oleh:

Umi Kulsum

NIM: 106083003677

Menyetujui,

Pembimbing Penasehat Akademik

Drs, Armein Daulay, M.Si Nazaruddin Nasution, SH, MA

NIP.130 892 961 NIP. 020 001 548

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Skripsi yang berjudul Pengaruh Politik Domestik Malaysia Terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia Periode 2004-2009telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan llmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 21 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Program Strata 1 (S1) Jurusan Hubungan Intenasional.

Jakarta, 21 Maret 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Jurusan Sekretaris Jurusan

Dina Afrianty, Ph.D Agus Nilmada Azmi, M.Si. NIP. 1973041199032002 NIP.197808042009121002

Pembimbing

Drs. Armein Daulay M.Si. NIP. 130892961

Penguji I Penguji II

Kiky Rizky, M.Si. Mutiara Pertiwi, MA. NIP. 19730312008011002 NIP. 1973032120080110022


(4)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 1 Maret 2011


(5)

iii

dan pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009. Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dan wawancara. Peneliti menemukan, bahwa persoalan politik Malaysia relatif tidak terlalu mempengaruhi hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia. Seperti yang kita ketahui hubungan antara Indonesia-Malaysia telah diwarnai dengan berbagai isu yang hingga saat ini masih belum ada penyelesaiannya, adanya permasalahan dalam politik domestik Malaysia tidak begitu banyak pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. karena sejak awal Malaysia merupakan negara multikultural yang rentan terhadap konflik antar etnis, sehingga permasalahan domestik yang akan selalu dihadapi Malaysia adalah masalah etnis yang sangat rentan dengan konflik.

Sedangkan dilihat dari dinamika hubungan bilateral antara Indonesia-Malaysia dari awal kemerdekaan Malaysia hingga tahun 2009, masalah seperti perbatasan (Borderline) di laut antara Indonesia-Malaysia, dan perlakuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang dinilai melanggar HAM memang sudah ada dan hingga saat ini masih belum bisa terselesaikan dengan baik. Kedua negara masih melakukan upaya-upaya dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Penulis mendapatkan bahwa hal yang melatar belakangi terjadinya hubungan istimewa antara Indonesia dengan Malaysia selain mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan kebudayaan yang sama, tetapi karena telah membuat kedua negara menjadi simbiosis mutualistik (adanya saling ketergantungan) sehingga permasalahan politik domestik dimasing-masing negara tidak akan banyak berpengaruh terhadap hubungan bilateral kedua negara.

Dengan menggunakan kerangka pemikiran K.J Holsti mengenai politik internasional, serta kerangka pemikiran Arend Lijphart mengenai Consociational democracy dan Ahmad Atory Hussain tentang demokrasi “ala” Malaysia, yang menjadi acuan penulis dalam pembuatan skripsi ini. Penelitian ini menggunakan metoda penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Lebih lanjut penelitian ini merujuk kepada data primer (wawancara, dokumen-dokumen resmi, serta pernyataan resmi pemerintah RI) dan data sekunder berupa studi kepustakaan melalui buku-buku, Koran, hasil penelitian, jurnal, dan terbitan-terbitan lainnya.


(6)

iv

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammmad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya.

Alhamdulillah, dengan ridho-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Politik

Domestik Malaysia terhadap Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia Periode 2004-2009” dapat diselesaikan. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan, arahan, bantuan serta dorongan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Armein Daulay, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih atas kesabaran dan perhatiannya di tengah-tengah berbagai kesibukan.

2. Dina Afrianty, Ph.D., sebagai Ketua Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Agus Nilmada Azmi, M.Si., sebagai Sekretaris Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Kiky Rizky, M.Si., dan Mutiara Pertiwi, MA., sebagai Dosen Penguji Skripsi yang turut membantu mengarahkan dan memberi saran dan ilmunya.


(7)

v

7. Musni Umar sebagai Sekertaris Eminent Persolan Group Indonesia-Malaysia (EPG), yang telah meluangkan waktu nya dan membantu dalam penyediaan data-data yang berkaitan dengan skripsi penulis.

8. Ayah dan ibu tercinta, yang telah mendidik penulis dengan kasih sayang, memberikan pengorbanan baik materiil dan non materiil yang tidak terhitung nilainya, serta tidak henti-hentinya memberikan dukungan dan do’a restu pada penulis.

9. Adik-adikku, Yazid Albustomi dan Hizbu Agillah yang telah memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Puji Nia Rahmatika, Dwi Wahyuni dan Iyul Yanti, yang selalu memberikan motivasi, semangat dan perjalanan seru yang menjadi kenangan yang tidak terlupakan bagi penulis. Terima kasih karena selalu ada saat suka dan duka sejak awal kuliah hingga sekarang, semangat terus dan sukses buat kita semua.

11.Terima kasih kepada Natiqoh, Shinta Oktalia, Anne, Benardy, Rifqi, Siti Alfiah, yang telah sama-sama berjuang di detik-detik terakhir penyelesaian skripsi sampai pada proses sidang.

12. Seluruh teman-teman Mahasiswa/Mahasiswi jurusan Hubungan internasional angkatan 2006 terutama kelas B, yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

vi

14.Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari, skripsi ini hanyalah bagian kecil dari khazanah ilmu pengetahuan yang sangat luas. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih pada Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah khususnya dan masyarakat umumnya.

Penghargan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan semoga segala bantuan yang tidak ternilai harganya ini mendapat imbalan di sisi Allah SWT sebagai ibadah, Amin.

Jakarta, 13 Maret 2011


(9)

vii

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 7

C.Tujuan penelitian ... 7

D.Kerangka Pemikiran ... 7

D.1. Teori Consociational ... 7

D.2. Konseptual Demokrasi “Ala” Malaysia ... 11

D.3. Politik Internasional (International Politics) ... 18

E. Metoda Penelitian ... 20

F. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II POLITIK DOMESTIK MALAYSIA A.Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia ... 23

B.Kondisi Pemerintahan dan Politik Malaysia ... 23


(10)

viii

BAB IV PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE 2004-2009.

A.Pengaruh Politik Domestik Malaysia Terhadap Hubungan

Bilateral Indonesia-Malaysia ... 52 B.Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia………..54 C.Upaya Menyelesaikan Permasalahan Hubungan Bilateral

Kedua Negara ... 57 BAB V PENUTUP

Kesimpulan.………..64

DAFTAR PUSTAKA ... 68 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

ix

BA : Barisan Alternatif

BERJASA : Barisan Jemaah Islamiyah Se-Malaysia

BN : Barisan Nasional

DAP :Democratic Action Party

DUN : Dewan Undang Negeri

EPG : Eminent Person Group EXCO : Executive Councillor

MCA : Malaysian Chinese Association MIC : Malaysian Indian Congress NEP : New Ekonomi Policy

NOC : National Operations Council PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa PAP : Partai Aksi Rakyat

PAS : Partai Islam se-Malaysia PANAS : Partai Negara Serawak PBRS : Partai Bersatu Rakyat Sabah PBDS : Partai Bangsa Dayak Sarawak

PPP : People’s Progressive Party of Malaysia PBB : Partai Pesaka Bumiputera Bersatu Serawak


(12)

x PBS : Partai Bersatu Sabah. PKR : Partai Rakyat Malaysia PMIP : Pan-Malayan Islamic Party SAPP : Sabah Progressive Party SUPP : Serawak United People’s Party SNAP : Sabah National Party

STAR : State Reform Party Saraak TKI : Tenaga Kerja Indonesia

UPKO : Pasok Momogun Kadazandusun Organization UMNO : United Malays National Organization


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Skripsi ini membahas mengenai masalah politik domestik Malaysia dan pengaruhnya terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Malaysia merupakan nama baru bagi Persekutuan Tanah Melayu atau Malaya, yang memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tanggal 31 Agustus 1957. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1963 Inggris menggabungkan Singapura, Serawak dan Sabah dalam naungan satu negara bersama Persekutuan Tanah Melayu dan diberi nama Malaysia. Malaysia merupakan suatu negara federal yang terdiri dari 14 negara bagian.1 Fokus skripsi ini adalah pengaruh dari politik domestik Malaysia terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009.

Bila dilihat dari struktur penduduknya, Malaysia adalah negara dengan struktur masyarakat plural. Penduduk Malaysia terdiri dari tiga kumpulan etnis yaitu, etnis Bumiputera (Melayu) yang beragama Islam, China yang identik dengan Budha dan India yang menganut agama Hindu.2 Etnis muslim Melayu pada umumnya dianggap

1

Di antara negara bagian tersebut adalah: Johor, Kedah, Kelatan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perak, Perlis, Sabah, Serawak, Selangor, Terengganu, dan Kuala lumpur, yang merupakan wilayah khusus negara Malaysia. Lihat Syahbuddin Mangandaralam, 1988., Mengenal Malaysia dari Dekat. Negara Tetangga Kita dalam ASEAN. (Bandung: Remadja Karya,). h. 36-37. Namun pendirian negara Malaysia tersebut mendapat pertentangan dari Indonesia dalam wujud konfrontasi “Ganyang Malaysia” (Crush Malaysia).

2

Lihat Ding Choo Ming. 16-17 Mei 2005. Perpaduan Kaum dan Toleransi Agama di Malaysia. Prosiding Konvensi Kebangsaan Kecemerlangan Sosial dan Pembangunan Komuniti. (Banda Hilir Malaka: Penerbit Institut Sosial Malaysia dan Kementerian Pembangunan Wanita dan Masyarakat Malaysia). h. 47


(14)

sebagai penduduk asli di negara Malaysia yang dikenal dengan sebutan kaum Bumiputera. Mereka merupakan kelompok mayoritas dengan jumlah populasi 56%, Bumiputera yang bukan muslim ialah 6,0%. Sedangkan kelompok China mencapai 27%, dan kelompok India berjumlah 8%. Di samping itu terdapat kelompok kecil seperti orang Pakistan, Sri Lanka, dan Bangladesh dan beberapa penduduk pribumi yang banyak berdiam di Sabah dan Serawak yang berjumlah 3%.3

Dari uraian di atas, Malaysia yang dikenal sebagai negara multi etnis dan multi religius sangat rentan terhadap konflik. Sistem politik ini menghadapi masalah yang mengancam integrasi nasionalnya, yaitu potensi konflik antar etnik yang jumlahnya hampir seimbang. Elit politik yang dominan di Malaysia berasal dari kelompok etnis Melayu. Walaupun demikian, usaha untuk meredam konflik tersebut sementara dapat diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini berdampak bagi pembentukan nation-building

secara luas pada masyarakat.

Sejalan dengan pendapat Francis Loh Koh Wah, Malaysia melakukan nation-building dengan didukung oleh sistem politik akomodasi yang menganut teori

consociational. Artinya masyarakat yang plural hidup dalam atmosfir komunal. Mereka terefleksi dalam koalisi besar partai-partai politik yang berbasis etnik, yang memainkan peranan penting bagi stabilitas politik dan bagi pertumbuhan ekonomi.4

3

Abdul Rahman Embong. 2007. “Budaya dan Praktik Pluralisme di Malaysia Pasca

-Kolonial”, dalam Robert W, Hefner, Politik Multikulturalisme. (Yogyakarta: Impluse-Kanisius) h. 105.

4

Francis Loh Koh Wah. 2009. Old Vs New Politics in Malaysia, (Selanggor: SIRD & ALIRAN) h.xiii.


(15)

Pada Tahun-tahun permulaan kemerdekaan, pemerintahan Malaysia diganggu oleh beberapa konflik baik secara internal maupun eksternal diantaranya: konflik dengan Indonesia atau yang lebih dikenal sebagai Konfrontasi (1962-1966) menyangkut pembentukan Federasi Malaysia. konflik internal dengan keluarnya Singapura pada 1965 karena politik diskriminasi, dan pertikaian antar-etnis di dalam kerusuhan 13 Mei pada 1969. Efek dari kerusuhan 13 Mei 1969 yang menyebabkan kematian ribuan orang menyadarkan bahwa jika ketimpangan tidak diatasi maka akan terjadi sebuah kehancuran dalam suatu negara. Hal ini lah yang memicu munculnya Kebijakan Ekonomi Baru (NEP)5 oleh Perdana Menteri Abdul Razak, dalam rangka penaikan hasil bagi dalam bidang ekonomi antara bumi putra dengan kelompok etnis lainnya. Malaysia sejak saat itu memelihara keseimbangan politik kesukuan, dengan sistem pemerintahan yang memadukan pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan kebijakan ekonomi dan politik yang menyokong keikutsertaan dari semua etnis.

Sistem kepartaian Malaysia menggunakan sistem multi partai (multy party system).6 Terdiri atas dua bagian yaitu: partai yang pro terhadap pemerintah, yang tergabung dalam Barisan Nasional yang didominasi oleh United Malays National Organization, kaum China dalam Malaysian Chinese Association, dan kaum India bergabung kedalam Malaysian Indian Congress. Selain itu, ada juga partai yang

5

NEP merupakan sebuah kebijakan yang ambisius dan kontroversial untuk mengubah struktur ekonomi sosial masyarakat Malaysia. Dibentuk pada tahun 1971 di bawah pimpinan Perdana Menteri Tun Abdul Razak, NEP bertujuan menghilangkan ketimpangan ekonomi antara minoritas etnis China yang kaya dengan mayoritas etnik Melayu yang miskin. Lihat Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. (Jogjakarta: Garasi) h.146.

6

Lihat Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi) h. 415.


(16)

berseberangan dengan pemerintah, yang tergabung dalam Barisan Alternatif sekarang berubah nama menjadi Pakatan Rakyat yang didominasi oleh Partai Keadilan Rakyat (PKR), Partai Islam se-Malaysia, dan Democratic Action Party.

Barisan Nasional merupakan satu-satunya partai politik yang bukan saja menguasai tumpuk pemerintahan, namun telah memenangi kesemua pemilu yang telah diadakan di Malaysia.7 Adanya keterlibatan pemerintahan Malaysia dalam pembangunan ekonomi-politik Malaysia, telah memberi ruang politik kepada Barisan Nasional yang telah mendominasi pemerintah Malaysia semenjak 1957. Hal ini yang menyebabkan pemerintah telah berhasil menanamkan suatu bentuk orientasi budaya politik terhadap masyarakat Malaysia bahwa hanya pemerintah yang mampu untuk mewujudkan kestabilan ekonomi-politik di Malaysia.

Namun pada pemilu ke-12 yang dilaksanakan Pada tanggal 8 Maret 2008 di Malaysia, telah membuktikan merosotnya popularitas Barisan Nasional. Dalam pemilu kali ini BN hanya memenangi 140 kursi, sedangkan BA berhasil memenangi 82 kursi parlemen dari 222 kursi parlemen.8 Hasil dari pemilu tahun 2008 ini mengalami banyak perubahan dalam perolehan jumlah kursi diparlemen, pada pemilu sebelumnya BN telah memenangi 198 kursi sedangkan BA hanya memperoleh 21 kursi dari 219 jumlah kursi diparlemen. Fakta ini juga mengindikasikan bahwa reformasi dalam sistem demokrasi di Malaysia sudah dinanti-nantikan, Hasil pemilu

7

Zaini Othman, dkk., 2009. Politik dan Perubahan antara Reformasi politik di Indonesia dan Politik baru di Malaysia (Yogyakarta: Graha Ilmu), h.169-170.

8

Diantaranya adalah Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perlis, Sabah, Serawak, Terengganu, dan Kuala lumpur.


(17)

tersebut juga harus mendorong partai berkuasa untuk melakukan intropeksi terhadap berbagai kebijakan mereka. Selain itu, Malaysia juga bisa belajar banyak dari Indonesia yang sudah menjalankan kehidupan berdemokrasi.

Skripsi ini akan memfokuskan bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dalam dinamika hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Periode yang akan digunakan dalam analisis skripsi ini yaitu periode 2004-2009, periode itu didasarknan pada pemikiran bahwa telah terjadi suatu perubahan politik domestik Malaysia yang memungkin terjadinya suatu pandangan baru dalam penyelesaian berbagai masalah dalam hubungan bilateral Indonesia-Malaysia.

Hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada masa pra kemerdekaan dianggap sebagai hubungan yang istimewa karena kedua negara tersebut merupakan salah satu tetangga di Asia Tenggara dan mempunyai warisan sejarah, bahasa, agama dan kebudayaan yang sama. Penduduk dari kedua negara mempunyai ikatan kekeluargaan yang erat khususnya antara Persekutuan Tanah Melayu dengan penduduk Sumatera, karena wilayah-wilayah Malaysia dan Indonesia pernah berada di bawah naungan kekuasaan kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit dan Malaka.9

Hingga saat ini hubungan Indonesia-Malaysia ini sering terusik oleh beberapa masalah yang mengakibatkan hubungan bilateral kedua negara tidak baik. Misalnya masalah perbatasan (Borderline) di laut antara Indonesia-Malaysia, kemudian

9

Kunaseelan a/I Muniandy. 1996. Hubungan Malaysia Indonesia 1957-1970. (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka) h.1-2.


(18)

sengketa pulau Sipadan-Ligitan (yang dimenangkan oleh Malaysia sebagai pemilik sah kedua pulau tersebut dalam Mahkamah Internasional tahun 2002). Di samping itu, muncul pula masalah Ambalat (Ambang Batas Laut). Sedangkan perbatasan di darat ditemukan beberapa "patok" yang menandakan batas wilayah antara Indonesia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) dengan Malaysia (Serawak dan Sabah) yang telah bergeser letaknya, dan penampungan kayu-kayu dari hasil illegal logging.

Kayu-kayu tersebut berasal dari hutan-hutan di Kalimantan dan Papua yang sebagiannya dijadikan produksi rumah tangga dan diekspor oleh Malaysia ke luar negeri. Selain itu, perlakuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI), yang dinilai melanggar HAM. Selanjutnya masalah yang berkaitan dengan klaim hak kekayaan intelektual, budaya dan kesenian khas Indonesia oleh negara tersebut. Misalnya seperti batik, angklung, lagu “Rasa Sayange”, dan reog ponorogo.10

Dari uraian di atas, terdapat beberapa tema penting dalam hubungan Indonesia-Malaysia yaitu: persaudaraan, kerjasama, konflik, keserantauan, yang mengakibatkan pasang surutnya hubungan antara Indonesia-Malaysia.11 Maka dengan adanya beberapa ganjalan-ganjalan tersebut rupanya memunculkan ide bersama untuk membuat sebuah lembaga konsultasi di mana lembaga tersebut akan menjadi jembatan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Ada pun lembaga yang beranggotakan para pakar dari kedua negara diberi nama Eminent Person Group

(EPG).

10

Taufik Adi Susilo. 2009. Indonesia Vs Malaysia: Membandingkan Peta Kekuatan Indonesia & Malaysia. (Jogyakarta: Garasi) h 101-102.

11


(19)

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh politik domestik Malaysia terhadap hubungan bilateral Indonesia-Malaysia pada periode 2004-2009, serta bagaimana upaya yang dilakukan antara kedua negara dalam menanggapi berbagai isu yang mewarnai hubungan bilateral tersebut?”.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini antara lain:

1. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hubungan bilateral Indonesia- Malaysia periode 2004-2009.

2. Memperoleh Informasi mengenai upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang mewarnai hubungan bilateral Indonesia-Malaysia periode 2004-2009.

D. Kerangka Pemikiran D.1 Teori Consociational.

Malaysia adalah negara yang pernah mencoba menerapkan mekanisme “consociational democracy” sebagai upaya untuk mengelola konflik-konflik yang mereka hadapi. Tetapi penerapan consociational democracy di Malaysia mengalami kegagalan dengan pecahnya kerusuhan rasial pada 13 Mei 1969. Membahas permasalahan Malaysia tersebut, digunakan konsep consociational democracy yang dikemukakan seorang ilmuan Belanda, Arend Lijphart. Dalam makalah World Politics, dengan judul Consociational Democracy. Apa yang


(20)

dikemukakan oleh Lijphart mendekati model politik plural yang berdasarkan pada faktor perkauman seperti yang terdapat di Malaysia.12

Teori ini menekankan kerjasama dan kompromi antara partai-partai politik yang mewakili berbagai kelompok yang membentuk pemerintahan. Partai-partai politik tersebut mewakili kelompok atau etnik masing-masing. Dampaknya ialah terdapat pergeseran kekuasaan yang secara relatif bersifat sama atau adil dari segi pembagian kursi parlemen. Hal ini menjadikan menteri-menteri yang duduk dalam jabatannya dipilih berdasarkan ketentuan etnis masing-masing.13

Secara etimologis consociation berasal dari consociato, adalah istilah yang pernah digunakan David Apter untuk menggambarkan situasi politik di Nigeria. Sementara itu orang Belanda menggunakan istilah verzuiling untuk menggambarkan situasi masyarakat yang terbagi dalam pilar-pilar yang menyangga suatu kubah, seperti pilar yang menyangga bangunan kuno di Yunani. Pada kubah atau bangunan sosial tersebut terjadi akomodasi dan kompromi antara elit dari masing-masing pilar. Dalam masyarakat yang

12

Intercollegiate Studies Institute (ISI), Consociational Democracy: The Views of Arend Lijphart and Collected Criticisms. www.mmisi.Org. diakses pada12 Januari 2007. Dikutip dari Penelitian Armein Daulay dan Eva Mushoffa. 2010. Perubahan Politik Malaysia Pasca Pemilu 2008 Implikasinya dalam Praktek Kehidupan Bermultietnis. (Jurusan Hubungan Internasional, FISIP. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). h. 11.

13

Lihat Ahmad Atory Hussain. 1998. Dari Berantakan Menuju Pembangunan Politik Melayu 1990-2000. (Kuala Lumpur: Percetakan Cergas (M) SDN. BHD). h. 36.


(21)

sesungguhnya pilar-pilar tersebut mempunyai bentuk seperti pyramid.14 Lapisan atas dihuni oleh elit, kemudian lapisan bawah dihuni oleh massa pengikutnya sebagaiman tergambar dalam diagram di bawah ini:

Diagram D.I.I. Consociational Democracy

Elit

Masa Pengikut

Sumber: Nur Azizah, National Building, Satate Buiding, dan Pemabngunan Perekonomian di Asia Tenggara, diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

.

Dari diagram di atas, maka ciri khas dari consociational democracy

adalah: pertama, adanya pengelompokan masyarakat dalam masing-masing kubu yang sangat kedap, tertutup rapat-rapat dan sulit ditembus dari luar. Kedua, adanya komunikasi secara vertikal yang menghubungkan massa dengan

14

Dwi Rahayu Ningsih. 2003. Persaingan Partai Pemerintah dan Partai Oposisi di Malaysia. (Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) h. 17.

Consociational Democracy

UMNO Melayu

MCA China

MIC India


(22)

elitnya (pemimpinnya) dalam masing-masing kelompok (subculture), dan Ketiga, Adanya perlembagaan perundingan antar elit atau dengan kata lain, perundingan antar elit dijadikan proses negoisasi yang melembaga.

Sejalan dengan pendapat Francis Loh Koh Wah, yang mengatakan bahwa upaya Malaysia membentuk nation-building didukung oleh sistem politik akomodasi yang menganut teori consociational. Artinya masyarakat yang plural hidup dalam atmosfir komunal. Mereka terefleksi dalam koalisi besar partai-partai politik yang berbasis etnik, yang memainkan peranan penting bagi stabilitas politik dan bagi pertumbuhan ekonomi.15

Selanjutnya, Lijphart melihat bahwa teori consociational lebih tepat untuk masyarakat pluralis yang tersegmentasi dalam berbagai kelompok sosial yang berbeda, karena teori ini menjamin bahwa setiap kelompok akan berbagi kekuasaan dan mendorong para elit untuk memerintah bersama. Dengan demikian, teori ini merupakan cara yang ampuh untuk melindungi kelompok minoritas dan masyarakat budaya akomodasi pada elit perwakilan. Kesimpulan yang dikemukakan oleh Lijphart bahwa demokrasi consociational tidak hanya dapat diaplikasikan dalam masyarakat yang plural, tetapi juga untuk beberapa negara, yang merupakan cara dibutuhkan untuk mencapai kestabilan demokrasi. Karena prinsip yang mendasar bagi Lipjhart adalah “The realistic choice

is….between consociational democracy and no democracy at all” (pilihan yang

15

Francis Loh Koh Wah. 2009. Old Vs New Politics in Malaysia, (Selanggor: SIRD & ALIRAN). h. xiii.


(23)

realistis adalah antara demokrasi consociational, atau tidak demokratis sama sekali).16

D.2 Konseptual dari Demokrasi “Ala” Malaysia.

Konsep demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan berasal dari para filsuf Yunani. Akan tetapi pemakaian konsep ini di zaman modern dimulai sejak terjadinya pergolakan revolusioner dalam masyarakat barat pada akhir abad ke-18. Pada pertengahan abad ke-20 dalam perdebatan mengenai arti demokrasi muncul tiga pendekatan umum. Sebagai suatu bentuk pemerintah menurut Samuel P. Huntington, demokrasi didefinisikan berdasarkan sumber wewenang bagi pemerintah, tujuan yang dilayani oleh pemerintah, dan prosedur untuk membentuk pemerintah.17 Dari sisi yang lain, Huntington menjelaskan bahwa demokrasi berkaitan dengan kemakmuran. Oleh karena itu, peralihan menuju demokrasi akan berlaku di negara-negara yang mempunyai tahap perkembangan ekonomi yang tinggi. Pendapat Huntington ini di aplikasikan dalam konteks Malaysia yang merupakan sebuah negara yang masih dalam proses pengukuhan demokrasi atau lebih tepat lagi masih di peringkat pendemokrasian politik, di mana kemakmuran dan perpaduan antar kelompok sangat penting selain aspek ekonomi.18

16

Intercollegiate Studies Institute (ISI), Consociational Demokracy. h. 10.

17

Samuel P. Huntington. 1997. Gelombang Demokratisasi Ketiga. (Jakarta: PT Midas Surya Grafindo) h. 4.

18

Malike Brahim. 2002. (Dasar Awam di Malaysia; respons Kepada Isu-Isu Semasa. Dalam Majalah Pemikir; Membangun Minda Berwawasan. Penerbit UTUSAN Malaysia) h. 89.


(24)

Sidney Hook misalnya berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. Menurut pendapat Henry B. Mayo demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.19

Menurut Ahmad Atory Hussain, yang mengutip pendapat Diamond bahwa demokrasi terbagi atas demokrasi electoral (electoral democracy) sampai demokrasi liberal (liberal democracy), dan di antara dua varian ini ada beberapa varian lainnya. Dengan merujuk pada konsep demokrasi electroral dari Schumpeter, Diamond memandang demokrasi electoral sebagai konsep demokrasi yang sangat minimal, karena varian ini mengukur demokrasi dari hasil pemilihan umum (pemilu) dan mengabaikan aspek lainnya yang memastikan bahwa seluruh unsur masyarakat terlibat, atau menyisakan ruang bagi kemungkinan aktor-aktor yang tidak terseleksi dalam pemilu untuk mempengaruhi pembuatan keputusan.20 Sedangkan di sisi lain Demokrasi

19

Azyumardi Azra, 2003. Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani. (Jakarta. ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) h. 110.

20Larry Diamond, “Defining and Developing Democracy”, in The Democracy Source Book,

edited by Robert Dahl, Ian Shapiro and Jose Antonio Cheibub (Cambridge: The MIT Press, 2003), hal. 32-33, dikutip dari Ahmad Atory Hussain. 1998. Dari Berantakan Menuju Pembangunan Politik Melayu 1990-2000. (Kuala Lumpur: Percetakan Cergas (M) SDN. BHD) h.34.


(25)

Liberal, telah melampaui ukuran-ukuran pemilu karena varian ini dengan tegas menolak pembagian kekuasaan kepada militer atau elemen lain yang tidak dapat dipertanggung jawabkan di hadapan pemilih. Varian ini juga mengukur kewenangan eksekutif dengan akuntabilitas vertikal dan horizontal, serta memberikan kebebasan yang penuh bagi ekspresi kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai yang berseberangan.21

Berangkat dari uraian di atas, ada baiknya kita melihat pelaksanaan demokrasi di Malaysia, karena penerapannya agak “berbeda” dengan negara -negara demokratis lainnya, sehingga Ahmad Atory Hussain menamakannya sebagai demokrasi “ala” Malaysia. Konsep ini dirasakan berdasarkan pengamatannya sendiri. Walaupun istilah tersebut tidak ada dalam kamus ilmu politik, dalam hal ini Atory menambahkan bahwa tidak semua teori dan konsep politik barat itu sesuai atau serasi dengan Malaysia. Atas dasar itu maka kita merasa bahwa terdapat beberapa aspek demokrasi yang kalau di Barat dianggap mempunyai unsur-unsur positif pada mereka, tetapi sebaliknya di Malaysia mempunyai unsur negatif jika sampai diterapkan konsep demokrasi atau politik barat tersebut.

Dalam pelembagaan Malaysia terdapat beberapa pasal yang menyebut bahwa semua warga negara bebas berbicara, berbahasa, berkesatuan, bebas mengamalkan agama, menulis, mengeluarkan pendapat, menggunakan bahasa dan bebas menjalankan apa saja yang menjadi aktivitas dalam masyarakat. Hal

21


(26)

ini berhubungan dengan Hak Asasi Manusia, di mana secara definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.22

Selanjutnya, Hak Asasi Manusia sangat erat hubungannya dengan kebebasan, dan pada dasarnya setiap manusia di negara manapun berhak mendapatkan kebebasan dalam segala hal termasuk dalam berpolitik. Namun dalam hal ini tidak semua negara sama dalam menerapkan suatu kebebasan tersebut, seperti hal nya kebebasan yang dijalankan di Malaysia hampir mutlak dijalankan di barat dan sering membandingkan dengan kebebasan yang dijalankan di Malaysia, dan pihak oposisi di negara ini juga hampir senada selalumenghantam kerajaan karena dianggap selalu membatasi kebebasan.

Meskipun demikian dengan kebebasan “ala” Malaysia ini, negara Malaysia telah mencapai kemajuan ekonomi dan pembangunan yang sangat pesat. Jika Malaysia menerapkan kebebasan seperti yang dituntut oleh demokrasi barat atau Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), mungkin saja Malaysia tidak akan mencapai pembangunan seperti sekarang ini.

Jika media diberikan kebebasan mutlak seperti yang terjadi di barat, maka api perkauman akan merebak. Hal ini disebabkan karena tidak semua orang bisa mengerti atau memahami arti kebebasan dan demokrasi. Ada sebagian yang

22

Ahmad Atory Hussain. 1998. Dari Berantakan Menuju Pembangunan Politik Melayu 1990-2000. h. 35.


(27)

mengartikan kebebasan sebagai pihak yang beroposisi terhadap pemerintah (membangkang kerajaan). Jika tidak dipimpin secara jujur oleh para pemimpin-pemimpin politik, maka pergolakan antar kaum atau etnis akan terjadi. Terlebih lagi apalagi dalam kampanye pemilihan umum diijinkan seperti tahun 60-an dulu, tentu akan kembali terjadi pergolakan antar etnis. 23

Jadi Atory memberikan contoh pada pembentukan ideologi komunis jika diijinkan juga seperti yang dituntut dalam demokrasi barat, tentu akan terjadi revolusi dan pergolakan antar masyarakat. Bagaimanpun jika trend

pembangunan yang mapan, pendidikan di kalangan masyarakat yang merata serta budaya civic yang luas ditanamkan kepada rakyat yang tergolong dalam beberapa kaum, pastinya kampanye secara besar-besaran dalam pemilihan umum dapat dijalankan dengan beberapa peraturan dan etika. Akan tiba pada satu tahap nantinya, masyarakat Malaysia tidak akan bertindak primitif dan

nuncivilized. Kemudian akan mencoba mengadakan kampanye secara terbuka dan memberikan kebebasan kepada media namun secara bertahap.

Adanya perbedaan proses sosialisasi politik di tiap negara dapat menimbulkan budaya politik yang berbeda di tiap negara. Kemudian dengan adanya budaya politik yang berbeda di tiap negara dapat menyebabkan perbedaan kinerja sistem politik tiap negara tersebut. Budaya politik juga dapat

23


(28)

membentuk identitas nasional karena budaya politik merupakan sikap, tingkah laku, dan orientasi pemikiran politik dari masyarakat.24

Pendapat lain dikemukakan oleh Ahmad Nidzammuddin Sulaiman, yang dikutip dari Abdul Monir Yaacob dan Suzalie Mohamad bahwa latar belakang budaya politik di Malaysia memiliki pengaruh yang besar dari budaya politik Melayu. Budaya dan pemikiran politik Melayu sedang mengalami transformasi. Budaya politik Melayu bersifat feodal dengan ciri-ciri yang jelas seperti pada masa kesultanan Melayu Malaka. Sifat atau struktur budaya politik ini bercirikan agrarian, patron-client, pasif, non-political, setia, sensitif, dengan derajat dan kedaulatan pemimpin (Raja). Budaya politik tersebut tidak mengenal nilai demokrasi, persaingan dan kebebasan yang dituntut oleh kebanyakan masyarakat sekarang.25

Akan tetapi dalam perkembangannya budaya politik tersebut dapat berkembang, berubah ataupun tetap. Walaupun kemungkinan besar budaya politik akan lebih cenderung untuk terus berkembang atau berubah. Namun hal ini tergantung pada sosialisasi politik karena sosialisasi politik merupakan proses pewarisan nilai dan norma politik dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Begitu juga dengan Malaysia, dengan kedatangan penjajah yang

24

Toto Pribadi, dkk. 2007. Sistem Politik Indonesia. (Jakarta: Universitas Terbuka) h. 2.9.

25

Ahmad Nidzammuddin Sulaiman. Budaya Politik dalam Masyarakat Majmuk di Malaysia. Dalam buku Abdul Monir Yaacob dan Suzalie Mohamad. 2002. Etika dan Budaya Politik dari Perspektif Islam. (Malaysia. Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM) h. 34-35.


(29)

membawa pendidikan barat telah membawa sedikit perubahan walaupun tidak menyeluruh.26

Demokrasi dan kebebasan mulai berkembang, baik di Filipina yang dijajah oleh Amerika Serikat maupun Malaysia yang dijajah oleh British (Inggris). Secara jelas kedatangan penjajah tersebut telah menggeserkan nilai politik tradisional dengan nilai politik yang baru, diantaranya telah mengenalkan institusi politik yang baru seperti pelembagaan, dewan perwakilan, pemilihan umum, partai politik dan mahkamah.

Selepas perang dunia kedua zaman penjajahan secara berangsur-angsur berakhir. Tanah-tanah jajahan mulai mencapai kemerdekaan, setelah mendapat kemerdekaan kebanyakan negara baru memiliki semangat yang tinggi untuk membangun negaranya baik dalam sudut sosial, ekonomi, maupun politik. Kemudian kebanyakan negara membangun dan melaksanakan sistem pemerintahan dengan demokrasi seperti yang dilaksanakan di barat tanpa mengambil perbedaan atas latar belakang masyarakat, seperti taraf pendidikan yang masih rendah, elemen feodal yang masih kuat, tingkat ekonomi yang masih rendah serta sifat budaya politik yang parokial.

Dalam masyarakat seperti ini identifikasi individu masih terikat dengan sentiment primordium. Ikatan kesetiaan masih terpusat pada sentiment perkauman yang menonjolkan ciri-ciri etnik, agama, bahasa dan budaya. Sehingga etnis bukan Melayu masih belum merasakan negara ini sebagai

26


(30)

negara mereka, seperti hal nya terjadi di Malaysia yang menyebabkan terjadinya kerusuhan 13 Mei 1969 hingga meruntuhkan kerajaan dan keseluruhan sistem pemerintahan. Dari uraian di atas, maka dibuatlah konsep demokrasi yang cocok dengan latar belakang masyarakat Malaysia yaitu, demokrasi “ala” Malaysia seperti yang sudah dijelaskan di atas. 27

D.3 Politik Internasional (International Politics).

Politik internasional menurut K.J Holsti adalah studi mengenai pola tindakan negara terhadap lingkungan eksternal sebagai reaksi atas respon negara lain.28 Selain mencakup unsur power, kepentingan, dan tindakan, politik internasional juga mencakup perhatian terhadap sistem internasional

deterrence, dan perilaku para pembuat keputusan dalam situasi konflik. Jadi politik internasional menggambarkan hubungan dua arah, menggambarkan reaksi dan respon bukan aksi.29

Politik internasional merupakan salah satu wujud dari interaksi dalam hubungan internasional. politik internasional membahas keadaan atau soal-soal politik di masyarakat internasional dalam arti yang lebih sempit, yaitu dengan

27

Pribadi, dkk. 2007. Sistem Politik Indonesia. h. 35-37.

28

Lingkungan eksternal juga dijelaskan oleh Rosenau dalam konsep politik luar negeri yang mengatakan bahwa kebijakan luar negeri yaitu, upaya suatu negara melalui keseluruhan sikap dan aktivitasnya untuk mengatasi dan memperoleh keuntungan dari lingkungan eksternalnya. Selain itu, kebijakan luar negeri menurutnya ditunjukan untuk memelihara dan mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara. James N. Rosenau. 1980. The Scientific Study of Foreign Policy. New York: The Free Press. hal. 171-173.

29

K.J Holsti. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis. (Banndung: Bina Cipta) h. 26.


(31)

berfokus pada diplomasi dan hubungan hubungan antar negara dan kesatuan-kesatuan politik lainnya. Politik internasional seperti halnya politik domestik terdiri dari elemen-elemen kerjasama dan konflik, permintaan dan dukungan, gangguan dan pengaturan. Negara membuat pembedaan antara kawan dan lawan. Politik internasional memandang tindakan suatu negara sebagai respon atas tindakan negara lain. Dengan kata lain, politik internasional adalah proses interaksi antara dua negara atau lebih.30

Politik internasional merupakan suatu proses interaksi yang berlangsung dalam suatu wadah atau lingkungan, atau suatu proses interaksi, interrelasi, dan

interplay, antar aktor dalam lingkungannya. Secara umum, objek yang menjadi kajian politik internasional juga merupakan kajian politik luar negeri, dimana keduanya menitik beratkan pada penjelasan mengenai kepentingan, tindakan serta unsur power. Suatu analisis mengenai tindakan terhadap lingkungan eksternal serta berbagai kondisi domestik yang menopang formulasi tindakan merupakan kajian politik luar negeri, dan akan menjadi kajian politik internasional apabila tindakan tersebut dipandang sebagai salah satu pola tindakan suatu negara serta reaksi atau respon oleh negara lain, seperti dapat dilihat pada tabel berikut:

30

Dikutip dari Howard Lentner. 1974. Foreign Policy Analysis: A Comparative and Conceptual Approach. Ohio: Bill and Howell Co.,hal 2. Dalam buku Anak Agung Banyu Perwita, Yayan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset). h. 40


(32)

Tabel D.3.I. Politik Internasional

Negara A Negara B Tujuan Tindakan

Tindakan Tujuan

Dalam interaksi antar negara terdapat hubungan pengaruh dan respons. Pengaruh dapat langsung ditujukan pada sasaran tetapi dapat juga merupakan limpahan dari suatu tindakan tertentu. Apapun alasannya, negara yang menjadi sasaran pengaruh yang langsung maupun tidak langsung, harus menentukan sikap melalui respons., manifestasi dalam hubungan dengan negara lain untuk mempengaruhi atau memaksa pemerintah negara lainnya agar menerima keinginan politiknya.31 Kerangka pemikiran politik internasional ini akan digunakan untuk menganalisis proses apa saja yang diambil oleh kedua negara dalam menyelesaikan berbagai permasalahan antara Indonesia-Malaysia. hal ini penting untuk dikaji dan dibahas secara mendalam karena menyangkut kepentingan kedua negara.

E. Metoda Penelitian

Metoda yang digunakan adalah metoda kualitatif dengan studi kepustakaan. Menurut Bogdan dan Taylor, motoda kualitatif ialah prosedur penelitian yang

31

Anak Agung Banyu Perwita, Yayan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. h. 41.


(33)

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.32 Berkaitan dengan isu yang hendak penulis kemukakan, maka penulis menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer ini diperoleh melalui pernyataan-pernyataan resmi pemerintah Indonesia, dan beberapa dokumen lainnya serta melakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang berkompeten di bidangnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini berupa pencarian data melalui bacaan-bacaan yang berkaitan dengan tema yang diusung dalam penelitian. Sumber-sumber data tersebut berupa hasil catatan lapangan, dokumen pribadi atau dokumen resmi, buku hasil penelitian dan penerbitan-penerbitan lainnya.33

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian

D. Kerangka Pemikiran E. Metoda Penelitian F. Sistematika Penulisan

32

Lexy J. Moleong. 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung. PT Remaja Rosdakarya) h. 3.

33


(34)

BAB II POLITIK DOMESTIK MALAYSIA

A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia B. Kondisi Pemerintahan dan politik Malaysia C. Etnisitas dalam Poliitik Malaysia

BAB III HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA

A. Sejarah Hubungan Indonesia-Malaysia

B. Permasalahan yang Dihadapi Antara Indonesia-Malaysia

BAB IV PENGARUH POLITIK DOMESTIK MALAYSIA TERHADAP HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA-MALAYSIA PERIODE 2004-2009.

A. Pengaruh Pergolakan Politik Malaysia terhadap Indonesia B. Dinamika Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia

C. Upaya Penyelesaian Permasalahan Hubungan Bilateral Kedua Negara

BAB V PENUTUP

Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA


(35)

23

Bab kedua ini membahas tentang politik domestik Malaysia. Pembahasan terdiri dari tiga sub bab, yaitu dimulai membahas struktur penduduk dan masyarakat Malaysia, kondisi pemerintahan dan politik Malaysia, perkembangan politik Malaysia hingga terjadinya perubahan politik Malaysia pasca pemilu 2008.

A. Struktur Penduduk dan Masyarakat Malaysia

Malaysia sebagai negara federal, telah dibagi menjadi beberapa negara bagian (states) dan tiga „negara persekutuan’ (federal territories). Malaysia Barat yang terletak di Semenanjung Malaysia terdiri dari negara-negara bagian Johor, Kedah, Kelatan, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Perak, Perlis, Pulau Pinang atau penang, Selangor, Terengganu, dan dua wilayah persekutuan (Putrajaya dan Kuala Lumpur). Sedangkan Malaysia Timur yang terletak di Pulau Borneo (Kalimantan), terdiri dari tiga negara bagian satu wilayah persekutuan (Labuan), Sabah dan Serawak.1

B. Kondisi Pemerintahan dan Politik Malaysia

Negara Malaysia adalah monarki konstitusional yang dikepalai Dipertuan Agong (paramount ruler), yang secara adat disebut dengan Raja. Ia dipilih lima tahun

1

Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. (Jogjakarta: Garasi) h. 26.


(36)

sekali di antara sembilan sultan dari negara-negara semenanjung Malaysia. Di samping sebagai kepala negara (head of state), Raja juga berfungsi sebagai pemimpin agama Islam Malaysia. Kekuasaan eksekutif dijalankan kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri, sebagai kepala pemerintahan (chief exsekutif).2 Konstitusi Malaysia menyaratkan bahwa Perdana Menteri harus merupakan anggota Dewan Rakyat yang memimpin mayoritas kekuasaan politik di parlemen. Menteri-menteri yang duduk dalam Kabinet diangkat dari anggota Dewan Rakyat dan bertanggung jawab kepada lembaga tersebut. Sistem administrasi pemerintahan Malaysia dibagi dalam tiga struktur, yaitu: Pemerintah Pusat (federal) di Kuala Lumpur, Pemerintah Negara Bagian di setiap negara bagian, dan Pemerintah setempat (local government).3

Parlemen Malaysia menganut sistem bikameral yang terdiri dari Dewan Negara (States Assembly) dan Dewan Rakyat (House of Representatives). Anggota Dewan Negara terdiri dari 58 anggota, 26 orang diantaranya dipilih oleh Dewan Undangan Negeri dan 13 anggota dipilih oleh Majelis negara bagian, dan selebihnya dibentuk oleh kepala negara atas usul dari Perdana Menteri. Para anggota Dewan Negara menduduki jabatannya selama 6 tahun.4 Sedangkan untuk anggota Dewan Rakyat berjumlah 219 orang yang dipilih 5 tahun sekali dalam pemilu distrik.

Pada setiap negara bagian terdapat pemerintahan negara bagian yang dipimpin oleh Menteri Besar atau Ketua Menteri yang dibantu oleh Sekretaris Negara (Daerah)

2

Anissa, Ibid., h. 40.

3

Lihat A Effendy Choirie. 2008. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. (Jakarta: Pensil-324) h.39.

4

Anissa. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. h. 43.


(37)

dan sejumlah Exco (Executive Councillor) yang jumlahnya sesuai dengan masing-masing undang-undang negara bagian. Di setiap negara bagian terdapat badan legislatif yang disebut Dewan Undang Negeri (DUN) yang dipilih dalam pemilu. 5

Badan Yudikatif dalam bentuk Pengadilan Tinggi Malaysia yang mengakui dan menjamin berlakunya konstitusi masing-masing negara dan struktur pemerintahannya. Badan peradilan mencontoh lembaga-lembaga hukum Inggris dan India, dan merupakan sebuah badan yang independen, yang terdiri dari Hakim Agung, Mahkamah Agung, dan badan-badan peradilan yang lebih rendah. Mahkamah Agung berwewenang untuk menafsirkan konstitusi federal maupun negara bagian, dan dapat bertindak sebagai penengah kalau sampai terjadi perselisihan antara Kuala Lumpur dan Pemerintah Negara Bagian.6

Malaysia menganut sitem multi partai (multy party system). Artinya dari masing-masing etnis membentuk suatu partai yang mewakili kelompoknya. Partai-partai politik di Malaysia, antara lain:

1. United Malays National Organization (UMNO), didirikan pada tahun 1946 oleh Dato’ Onn Ja’far.

2. Malaysian Chinese AssocIation (MCA), didirikan pada tahun 1949 oleh Tan Cheng Lock.

3. Malaysian Indian Congress (MIC), didirikan pada tahun 1946 oleh John Thivy, bergabung dengan BN 1955.

5

Choirie. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. h.41-42.

6Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.


(38)

4. Malaysian People’s Movement party (Partai gerakan Malaysia/Gerakan), didirikan pada tahun 1968 oleh Lim Chong Eu dan Tan Chee Koo, bergabung dengan BN 1973.

5. People’s Progressive Party of Malaysia (PPP), didirikan pada tahun 1953

oleh Seenivagasan bersaudara, bergabung dengan BN pada 1973.

6. Partai Pesaka Bumiputera Bersatu Serawak (PBB), didirikan pada tahun 1973 sebagai gabungan dari Partai Pesaka dan Partai Bumiputera.

7. Serawak United People’s Party (SUPP), didirikan oleh Ong Kee Hui dan Stephen Yong pada tahun 1959, partai pertama di Serawak, bergabung dengan BN pada tahun 1976.

8. Sabah National Party (Partai Kebangsaaan Sabah/SNAP), didirikan oleh Stephen Kalong Ningkan. Bergabung dengan BN pada tahun 1963, Kemudian pernah keluar dari BN pada 1966 dan bergabung kembali pada 1976.

9. Partai Bangsa Dayak Sarawak (PBDS), didirikan pada tahun 1983 merupakan pecahan dari partai SNAP Kemudian bergabung dengan BN 1984.

10. Sabah Progressive Party (SAPP), didirikan pada tahun 1994 merupakan pecahan dari partai Bersatu Sabah (PBS).

11. Liberal Democration Party, didirikan oleh Hiew Ming Kong dan Chong Kah KIat pada tahun 1989 bergabung dengan BN 1991.


(39)

12. Partai Bersatu Rakyat Sabah (PBRS), didirikan oleh Datuk Clarence Bongkos, yang merupakan pecahan PBS Kemudian bergabung dengan BN pada tahun 1994.

13. Pasok Momogun Kadazandusun Organization (UPKO), yang merupakan pecahan dari PBS, bergabung dengan BN pada 1994.

14.Partai Islam se-Malaysia (PAS), didirikan tahun 1951. Pada awal terbentuknya partai ini merupakan Biro Agama UMNO dan pernah bergabung dengan BN pada tahun 1971 Kemudian keluar pada tahun 1977.

15.Democratic Action Party (DAP), partai ini merupakan pecahan dari PAP (Partai Aksi Rakyat) yang menjadi partai berkuasa di Singapura. Dipimpin oleh Lim Kit SIang, DAP semula bergabung dalam Barisan Alternatif namun keluar dari koalisi pada September 2001. Dalam pemilu 2004 DAP bertanding sebagai partai independen.

16.State Reform Party Saraak (STAR), partai ini merupakan pecahan dari SNAP dan didirikan oleh Dr. Patau pada tahun 1995.

17.Partai Keadilan (KEADILAN), didirikan oleh pendukung mantan Deputi PM Anwar Ibrahim dan dipimpin oleh Datin Seri Dr. Wan Azizah Ismail.

18.Malaysian People’s Party (Partai Rakyat Malaysia/PKR), merupakan kelanjutan dari partai Rakyat yang dibentuk kembali pada tahun 1974.

19.Barisan Jemaah Islamiyah Se-Malaysia (BERJASA), didirikan oleh H. Mohammad Nasir dan tokoh pecahan PAS bergabung dengan BN pada tahun 1977 Kemudian keluar tahun 1989.


(40)

20.Partai Negara Serawak (NEGARA), didirikan pada 1974 oleh mantan anggota Partai Negara Serawak (PANAS). 7

Partai besar yang paling berpengaruh di Malaysia adalah The United Malays National Organization (UMNO) yang dibentuk pada 11 Mei 1946 oleh Dato Onn Jafar. UMNO adalah partai mewakili etnis Melayu dan beragama Islam, dengan tujuan untuk memperjuangkan kepentingan bangsa/suku Melayu mengingat sebelumnya etnis Melayu terpinggirkan dalam lapangan ekonomi dan politik.8

Selain itu adanya alasan bahwa pemerintah kolonial Inggris bersikeras untuk memindahkan kekuasaannya hanya kepada pemerintahan yang multirasial, dikarenakan pemerintahan Inggris tidak ingin memerdekakan Malaysia jika tidak terjamin stabilitas dan kepentingannya di masa depan. Di samping itu pemerintah Inggris percaya bahwa pemerintahan Melayu tidak akan dapat mengatasi pemberontakan komunis di bawah pimpinan Chinpeng, yang didukung oleh China. Inggris mendukung UMNO sebagai partai besar di Malaysia untuk bekerjasama dengan kelompok non-Melayu.9

Semenjak terbentuknya rangkaian elit politik sampai pada pemilu 2008, UMNO merupakan satu-satunya partai politik yang bukan saja menguasai tumpuk

7

Choirie. Islam-Nasionalisme UMNO-PKB: Studi Komparasi dan Diplomasi. h. 44-46.

8

Anissa. Malaysia Macan Asia: Ekonomi, Politik, Sosial-Budaya, & Dinamika Hubungannya dengan Indonesia. h. 46-47.

9

Seperti halnya dalam pemilihan Kotapraja 1952, UMNO bekerjasama dengan organisasi konservatif MCA, bersekutu melawan partai multi rasial Melayu. Persekutuan berhasil dan bertambah dengan MIC. Lihat Dwi Rahayu Ningsih. 2003. Persaingan Partai Pemerintah dan Partai Oposisi di Malaysia. (Skripsi Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) h. 33.


(41)

pemerintahan, namun telah memenangi semua pemilu yang telah berlangsung di Malaysia. Hal ini bisa dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel B.I

Hasil-Hasil Pemilu Dewan Rakyat Malaysia Pada Tahun 1959-2008

Tahun Pemilu Pemerintah (Barisan Nasional) Oposisi (Barisan Alternatif) Total Jumlah Kursi Persentase Kursi Jumlah Kursi Persentase Kursi Jumlah Kursi 1959 1964 1969 1974 1978 1982 1986 1990 1995 1999 2004 2008 74 89 95 135 130 132 148 127 162 148 198 140 71,15 85,58 66,00 87,66 84,42 85,71 83,62 70,55 84,38 76,68 90,32 63,06 30 15 49 19 24 22 29 53 30 45 21 82 28,85 14,42 34,00 12,34 15,58 14,29 16,38 29,45 15,62 23,32 9, 68 36,94 104 104 144 154 154 154 177 180 192 193 219 222

Sumber: A Effendy Choirie, Islam-Nasionalisme UMNO-PKB Studi Komparasi dan Diplomasi, hal. 49

Dari tabel diatas bisa dilihat dari hasil pemilu dari tahun 1959 semenjak kemerdekaan Malaysia pada tahun 1957, hampir 80% dari persentase kursi di Parlemen didominasi oleh BN. Hal ini telah memberi ruang politik yang dominan kepada BN untuk mengkonstruksi suatu bentuk ideologi populis terhadap masyarakat Malaysia. Hal ini yang menyebabkan pemerintah telah berhasil menanamkan suatu bentuk orientasi budaya politik terhadap masyarakat Malaysia bahwa hanya


(42)

pemerintah yang mampu untuk mewujudkan kestabilan ekonomi-politik di Malaysia.10

Namun pada pemilu 2008, BN yang hanya memenangi 140 kursi dan hanya menguasai sembilan negara bagian.11 Sedangkan BA memenangi 82 kursi parlemen dan berhasil menguasai lima negara bagian, diantaranya Ialah Penang, Kelantan, Perak, Selangor, Kedah. Pada pemilu kali ini, BA kehilangan 51 kursi dari 222 kursi parlemen.12 Apabila dikaitkan dengan peraturan dalam konteks sistem demokrasi berparlemen di Malaysia, kemenangan 140 kursi tersebut menang cukup untuk BN memerintah di Malaysia. Namun tidak berarti semua keputusan dapat diambil dalam parlemen karena adanya pendapat lain dari BA.

Ada beberapa Faktor yang menyebabkan menurunnya suara yang di peroleh oleh BN diantaranya: merosotnya wibawa pemerintah karena mengerasnya ketegangan etnis hingga menguatnya ISA,13 terjadi konflik internal dalam UMNO yang menyebabkan semakin kompaknya BA, selain dari itu, maraknya isu korupsi,

10

Zaini Othman. Fase Perubahan Dalam Pembangunan Politik Malaysia. Dalam Buku Leo Agustino. 2009. Politik dan Perubahan antara Reformasi Politik di Indonesia dan Politik Baru di Malaysia (Yogyakarta: Graha Ilmu). h.169-170.

11

Diantaranya adalah Johor, Melaka, Negeri Sembilan, Pahang, Pulau Pinang, Perlis, Sabah, Serawak, Terengganu, dan Kuala lumpur.

12

Zaini Othman. Dalam Buku Leo Agustino, Ibid.,h. 190.

13

hal ini terlihat pada awal November 2007, puluhan ribu etnik India yang tergabung dalam HIDRAF (Gerakan Aksi Hak Asasi Hindu/Hindu Rights Action Force), melakukan protes berkenaan kebijakan timpang yang mengutamakan Suku Melayu, mereka menuntut dihapuskannya diskriminasi dalam hal RAS, membuat pemerintahan PM Abdullah Badawi semakin terpojok. Malaysiakini.com. 25 November 2007. Diakses 19 Januari 2011.


(43)

naiknya harga BBM dan kebutuhan pokok hingga upaya untuk mencegah kembalinya tokoh oposisi Anwar Ibrahim ke panggung politik.14

Dari gambaran di atas, pelaksanaan pemilu 2008 di Malaysia BN telah disandingkan secara ketat dengan BA. Walaupun presentase BN dalam setiap pemilu selalu mendominasi BA, namun tidak mustahil bagi BA mengambil kekuasaan dari tangan BN. Hal ini dikarenakan dari beberapa hasil pemilu jelas sekali presentase jumlah suara yang didapatkan BA semakin mengejar BN.

C. Etnisitas dalam Politik Malaysia

Membahas etnisitas dalam politik Malaysia berkaitan erat dengan keberadaan tiga etnis yang membawa partai masing-masing. Pada masa pra kemerdekaan, Islam dan Nasionalisme diterima sebagai paket kehidupan semua kekuatan politik yang mempunyai tujuan menjamin keutuhan Melayu.15 Selain itu, Malaysia juga menggunakan hukum-hukum syariat Islam dalam proses kehidupan bernegara yang menjadikan etnis Melayu sebagai kelompok mayoritas muslim merasa bangga, hal itu terlihat dengan banyaknya etnis Melayu yang menduduki birokrasi dan pertanian, sementara etnis non-Melayu dominan di bidang perdagangan, dan hanya berprofesi sebagai kelas pekerja.16

14

http://www.indopos.com. A. Effendy Choirie. Meneropong Wajah Pemilu Malaysia. Senin, 10 Mar 2008.

15

Hussin Mutalib, 1996. Islam dan Etnisitas: Perspektif Politik Melayu. (Jakarta: LP3ES) h. 38.

16


(44)

Adanya konsep Ketuanan Melayu yang menjadikan etnis Melayu sebagai "tuan" atau "pengsuasa" Malaysia, seperti yang tertuang dalam artikel 153 Konstitusi Malaysia.17 Konsep ketuanan Melayu ini dibentuk oleh politikus-politikus Malaysia, terutama yang berasal dari Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partai yang memiliki pengaruh kuat di Malaysia.18

Adanya ketimpangan sosial antara etnis Melayu dengan etnis non-Melayu ini telah menyebabkan etnis non-Melayu masih belum merasakan negara Malaysia sebagai negara mereka dan masih merasa didiskriminasikan di negaranya sendiri. Lee Kuan Yew seorang pemimpin pemerintahan Singapura dari Partai Aksi Rakyat (PAP), secara publik mendeklarasikan penolakannya atas ketuanan Melayu, dan sebaliknya menyerukan "Malaysian Malaysia" (Malaysia-nya orang Malaysia). menurut pendapat Lee Kuan Yew, bangsa Melayu mulai bermigrasi ke Malaysia dalam jumlah besar hanya sekitar 700 tahun yang lalu. Dari 39% kaum Melayu di Malaysia, sepertiganya adalah imigran baru yang datang ke Malaya dari Indonesia. Oleh karena itu sangat tidak logis bagi kelompok rasial tertentu untuk berpikir bahwa merekalah yang paling dibenarkan disebut sebagai bangsa Malaysia dan mendapatkan jaminan hak-hak khusus dari pemerintah Malaysia.19

17

Maksud dari artikel 153 tersebut adalah menghilangkan ketidakseimbangan antara etnik China dan Malaysia untuk menciptakan kesetaraan ekonomi. Tetapi, dimasa-masa awal pembangunan untuk mengisi kemerdekaan Malaysia, pendapatan ekonomi bumiputera tidak juga meningkat dan hanya mendapatkan 2,4 % dari seluruh ekonomi, sisanya dikuasai China dan pihak-pihak luar negeri. Inilah yang memicu kerusuhan rasial pada 13 Mei 1969 tersebut. Khoridatul Anissa. 2009. Malaysia Macan Asia. (Jogjakarta: Garasi). h. 146-147.

18

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/09220510/politik.rasialis.warisan.kolonial.di Malaysia. diakses. 19 Februari 2011.

19


(45)

Hubungan antar etnis Melayu dan non-Melayu yang tidak harmonis tersebut mencapai puncaknya pada kerusuhan rasial 1964 di Singapura yang masih merupakan wilayah Malaysia. Dalam hal ini Lee Kuan Yew pada tahun 1965 terus bersikap melancarkan kampanyenya dengan membentuk Dewan Solidaritas Malaysia (Malaysian Solidarity Council/MSC) yang terdiri dari partai-partai multirasial seperti Partai Aksi Rakyat (People’s Action Party, PAP), Partai Progresif Rakyat (People's Progressive Party, PPP) dan Partai Demokrasi Bersatu (United Democratic Party, UDP).20

Setelah adanya reaksi seperti yang dikemukakan di atas, akhirnya anggota parlemen dari UMNO Mahathir Mohamad menyerang Lee Kuan Yew dalam parlemen. Ia mengatakan bahwa orang China Singapura tidak pernah mengetahui kekuasaan Melayu dan tidak dapat menerima gagasan bahwa orang-orang yang telah mereka tundukkan (etnis Melayu) sekarang berada dalam posisi memerintah mereka.

Melihat kejadian tersebut, Tunku Abdul Rahman dari UMNO yakin bahwa perseteruan ini jika dilanjutkan lebih jauh maka akan berakhir pada kekerasan, sehingga ia meminta Singapura untuk memisahkan diri dari Malaysia. Pernyataan ini ditanggapi secara positif oleh Lee Kuan Yew sehingga Singapura keluar dari Malaysia, menjadi negara merdeka pada tahun 1965 dengan Lee Kuan Yew sebagai perdana menteri.

Pemisahan Singapura dari Malaysia, ternyata tidak meredakan isu-isu etnik yang ada di Malaysia. Justru dengan adanya pemisahan Singapura tersebut dipandang

20


(46)

oleh sebagian besar bangsa Malaysia sebagai isu etnik yang telah mendorong fanatisme etnik sampai pada tingkat yang tidak dapat ditolerir lagi. Keadaan ini terlihat pada saat Malaysia Barat melangsungkan pemilihan umum untuk anggota parlemen pada tanggal 10 Mei 1969. Pemilihan umum ini adalah yang pertama yang diikuti oleh partai-partai oposisi non-Melayu secara besar-besaran.21 Walaupun pada pemilihan umum sebelumnya isu-isu etnik selalu muncul namun dapat dibungkam.

Strategi yang diterapkan UMNO pada pemilihan umum tahun 1969 adalah mengarahkan kampanye kepada kalangan bangsa Melayu untuk menandingi pengaruh dari Pan-Malayan Islamic Party (PMIP) yang sekarang bernama Partai Islam se-Malaysia (PAS). Akibatnya UMNO kurang memperhatikan perlunya mencari dukungan dari kalangan etnik non-Melayu, dan membiarkan tugasnya itu dilakukan oleh rekannya dari Partai Aliansi MCA dan MIC namun usaha mereka ternyata tidak begitu berhasil.22

Dalam pemilihan umum tahun 1969, partai oposisi ternyata lebih sukses dengan menggeser pemerintahan UMNO di tiga negara bagian yaitu Kelantan, Terengganu, Perak. Hal ini hampir menjatuhkan mayoritas dua pertiga kursi parlemen yang dipegang oleh UMNO. Kemudian Partai Aliansi menyerang dan menuduh kaum oposisi non-Melayu, terutama yang dari DAP, GRM, dan PPP, sebagai partai-partai

21

Pada saat itu terjadi konflik karena adanya isu-isu golongan dan ras yang menyentuh emosi dan sentimen menjadi tema sepanjang kampanye pemilu 1969 yang mengakibatkan meningkatnya semangat masyarakat Melayu dan China di Malaysia. Selama kampanye Pemilu 1969, para calon serta anggota-anggota partai politik, khususnya dari partai oposisi, mengangkat soal-soal sensitif yang berkaitan dengan bahasa nasional (Bahasa Melayu), kedudukan istimewa orang Melayu (Bumiputera) dan hak kerakyatan warga non-Melayu. Hal ini menimbulkan sentimen rasial dan kecurigaan.

22Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.

2006. Perbandingan Sistem Politik. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press). h. 236.


(47)

etnik yang anti Melayu. Tetapi serangan terbesar ditujukan pada DAP, Partai ini berkampanye untuk menciptakan Malaysia yang multi rasial, menyerukan penghapusan hak-hak khusus orang Melayu dan mendorong terciptanya masyarakat yang terbuka dan menghargai orang berdasarkan kepandaian.23

Di Kuala Lumpur para pendukung partai oposisi meneriakkan kata-kata rasialis yang menghina orang Melayu, hal ini telah menyebabkan meningkatnya suasana ketakutan dan kebencian. Sehingga pada tanggal 13 Mei 1969 terjadi kerusuhan antar kelompok etnik pecah keadaan ini berawal dari kelompok Melayu yang mengalami provokasi yang ekstrim. Selama dua minggu etnik Melayu menyerang orang China dan etnik India.24

Setelah kerusuhan yang terjadi di Malaysia pada bulan Mei 1969 terjadi kemerosotan kepercayaan dikalangan penduduk non-Melayu terhadap pemerintah terutama pada aparat keamanan, karena ketidak mampuan mereka untuk memelihara ketertiban umum secara adil. 25

Pada akhirnya pemerintah mengambil suatu kebijakan dengan membekukan parlemen selama periode yang tidak ditentukan. Pada saat yang sama pula menunda

23

Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas, Ibid., 236-237.

24

Dampaknya ialah menyebabkan banyak penduduk terbunuh dan luka-luka, dan beribu-ribu rumah dan bangunan lainnya dibakar. Dalam kerusuhan ini orang China dan India menjadi korban yang paling parah. Angka resmi menunjukkan 196 mati, 439 cedera, 39 hilang dan 9.143 ditahan, 211 kendaraan musnah. Tapi spekulasi mengatakan 700 orang mati terbunuh. Insiden 13 Mei ini memicu kemarahan di negara tetangga Singapura. Orang-orang Tionghoa Singapura yang merasa tidak senang atas apa yang terjadi terhadap orang-orang Tionghoa Malaysia di Malaysia, mulai melakukan kerusuhan terhadap orang-orang Melayu Singapura di Kampong Glam dan daerah Pecinan (Chinatown). Barikade-barikade jalan dipasang oleh militer untuk mencegah kekerasan lebih jauh.

Namun korban yang jatuh tidak setinggi yang di Malaysia. Dikutip dari

http://www.mediaindonesia.com/berita.kerusuhan 13 Mei. Diakses pada tanggal 31 Mei 2010.

25


(48)

pemilihan umum di Serawak dan Sabah. Kemudian setelah itu, dibentuk Dewan Operasi Nasional (National Operations Council atau NOC), yang terdiri dari Tun Razak (yang waktu itu menjadi Wakil Perdana Menteri/ Timbalan Perdana Menteri) sebagai ketua.26 Dibentuknya kebijakan NOC dengan tujuan membentuk serangkaian ”Komite Niat Baik” pada tingkat federal dan negara bagian, menyingkirkan tokoh-tokoh UMNO yang mempelopori tindakan-tindakan radikal untuk memperkokoh dominasi politik orang Melayu, dan meningkatkan posisi ekonomi bangsa Melayu. Secara perlahan-lahan NOC membuat berbagai kebijakan baru, yakni mendirikan Departemen Persatuan Nasional pada bulan Juli 1969 dengan sebuah mandat untuk mewujudkan suatu ideologi negara yang baru, Kemudian dikenal sebagai ”Rukun Negara”.

Rukun negara sebagai suatu ideologi baru diumumkan pada pertengahan tahun 1970 yang terdiri dari lima ”keyakinan” (Persatuan bangsa, demokrasi, Keadilan, Liberal, dan Kemajuan) dan lima ”asas” Kepercayaan pada Tuhan, Kesetiaan kepada penguasa tertinggi yaitu Yang Dipertuan Agong dan kepada Negara mendukung konstitusi, berperilaku baik, dan moralitas. Selanjutnya dibentuk pula Dewan Permusyawaratan Nasional pada bulan Januari 1970 yang terdiri dari para pemimpin Aliansi, para ahli hukum, para ahli ekonomi, kelompok profesional lain, dan beberapa wakil partai oposisi seperti: SNAP (Serawak National Party) dan GRM (Gerakan

26


(49)

Rakyat Malaysia) diperbolehkan turut serta dalam dewan tersebut, namun terhadap DAP ditolak.27

Ada dua hasil utama yang dapat dipetik dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas:

pertama, rencana Pembangunan Malaysia Kedua dirumuskan dan dilaksanakan, serta

kedua, diciptakannya pra kondisi untuk mengaktifkan kembali parlemen dan kembali kepada demokrasi konstitusional. Masa kekuasaan peralihan NOC, oleh banyak pengamat dianggap menandai berakhirnya demokrasi di Malaysia jelas sangat bermanfaat. NOC telah meredakan perselisihan etnis dan dari sudut pandangan pemerintah.

Keputusan-keputusan yang telah dibuat oleh NOC, diantaranya berisi larangan untuk mempermasalahkan isu-isu sensitif yang mungkin membangkitkan emosi rasial misalnya berkenaan dengan Bahasa Nasional (yakni Bahasa Melayu), kedudukan khusus bangsa Melayu dan penduduk Bumiputra lainnya, hak-hak kewarganegaraan warga China dan India, serta kedaulatan Raja-raja Melayu.28

Etnisitas dalam politik Malaysia memperkuat argumen tentang pentingnya faktor domestik dalam pembentukan keamanan nasional. Dominasi politik Melayu dalam politik Malaysia merefleksikan adanya interplay antara keamanan etnis Melayu dankonsepsi keamanan nasional. Rasa aman dan tidak aman yang dirasakan etnis Melayu terefleksi dalam kebijakan keamanan pemerintah. Bahkan rasa aman dan tidak aman UMNO pun secara bertahap berhimpitan dengan rasa aman dan tidak

27 Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas.

Perbandingan Sistem Politik. h. 238-239.

28


(50)

aman etnis Melayu, dengan memperkuat rasa aman etnis Melayu maka Malaysia seolah-olah telah melakukan usaha untuk memperkuat keamanan nasionalnya.29

Secara keseluruhan keamanan domestik Malaysia ditentukan oleh kemampuan mengembangkan dan mempertahankan stabilitas politik, kemajuan perekonomIan dan kemajuan industri. Di bawah PM Mahathir Mohamad dulu, Malaysia berusaha keras untuk memelihara stabilitas politiknya melalui kebijakan politik yang cenderung otoriter. Salah satu alat hukum yang sangat ditakuti kawan dan lawan adalah Internal Security Act (ISA)30 atau Akta Keamanan Dalam Negeri. Undang-undang ini memungkinkan pemerintah Malaysia mengambil tindakan represif guna memelihara stabilitas rezim yang berkuasa. Dengan ISA pemerintah Malaysia telah menahan lebih dari 9000 hingga tahun 1993, termasuk diantaranya mantan wakil perdana menteri Anwar Ibrahim.

Pada masa pemerintahan PM Mahathir Mohamad (1986-2003) dianggap sebagai kelanjutan dari “kontrol hegemoni" politik Malaysia oleh kaum Melayu dan UMNO khususnya. Namun pada tanggal 2 September 1998 Mahathir memecat Anwar Ibrahim sebagai Wakil PM, dengan dugaan melakukan tindakan yang tidak senonoh (sodomi). Dampaknya Ia harus melepaskan jabatan Wakil PM yang dijabatnya dalam pemerintah dan partai politik UMNO.31 Menurut sebagian pengamat Internasional tuduhan yang dilontarkan terhadap Anwar Ibrahim

29

Mohtar Mas’od dan Colin MacAndreas, Ibid., h.122-124.

30

Dwi Rahayu Ningsih. 2003. Persaingan Partai Pemerintah dan Oposisi di Malaysia. (Skripsi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. FISIP. Universitas Muhamadiyah Yogyakarta). h. 9.


(51)

dikarenakan telah terjadinya perselisihan dengan Mahathir Mohammad terutama ketika krisis ekonomi Malaysia 1997-1999.32 Selama menjabat sebagai Perdana Menteri Mahathir Mohammad telah memberikan konstribusi besar bagi keberhasilan pembangunan ekonomi Malaysia dalam mengurangi kemiskinan dan membawa kemakmuran ekonomi. Namun pada 31 Oktober 2003, Mahathir secara resmi mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri dengan alasan untuk memulihkan stabilitas sosial-politik Malaysia dan digantikan oleh Abdullah Ahmad Badawi.33

Pada masa pemerintahan PM Ahmad Badawi. kasus korupsi yang semakin merajalela, tingkat kriminalitas yang semakin meningkat tajam, dan ketegangan antar etnis belakang ini, padahal etnis yang kurang mendapatkan perhatian dari pemerintahan Malaysia adalah etnis China dan India. Selama ini etnis Melayu lebih diistimewakan. Padahal etnis India dan China tersebut telah tinggal cukup lama di Malaysia, akan tetapi haknya tidak disamakan serta didiskriminasikan.

Gambaran diatas merupakan beberapa penyebab mengapa PM Abdullah Badawi tidak mendapatkan simpati dari rakyat, Mahathir Mohamad yang mengangkat Abdullah Badawi sebagai Perdana Menteri untuk menggantikannya mengaku kecewa telah memilih Abdullah Badawi. Karena Abdullah Badawi dianggap tidak mampu mempertahankan hegemoni BN, terbukti dengan hasil pemilu

32

Mahathir dan Anwar Ibrahim terlibat konflik kebijakan karena berbeda pendapat dalam merespon krisis ekonomi. Mahathir membuat kebijakan ekonomi nasionalistik kontrol devisa sedangkan Anwar Ibrahim membuat kebijakan reformasi ekonomi neo-liberalisme. Mahathir meyakini terdapatnya persengkokolan kekuatan neokolonialisme negara-negara industri Barat, yang bekerja melalui krisis ekonomi dalam melanjutkan dominasi terhadap negara-negara berkembang. Lihat Endi Haryono. 2008. Ketahanan Rezim Mahathir Dalam Menghadapi Krisis Ekonomi Asia. (Disertasi Program Studi Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta) h. 245-246.

33


(52)

2008 yang merupakan keputusan terburuk yang pernah diperoleh oleh BN semenjak menguasai politik Malaysia dari tahun 1957 hingga sekarang ini. Keputusan tersebut telah meniadakan penguasaan mayoritas.34 Selain itu, menurut PM Mahathir Mohamad tindakan lain yang dilakukan Abdullah Badawi ialah telah banyak menghamburkan uang negara serta menangguhkan proyek-proyek yang semula telah di rencanakan oleh Mahathir.35

Dari uraian diatas, walaupun pemerintahan PM Abdullah Badawi kurang mendapatkan simpatik dari berbagai kalangan dan rakyat Malaysia, namun disisi lain pada masa pemerintahannya telah menetapkan nada baru dalam hubungan luar negeri, seperti hubungan bilateral antara Malaysia-Indonesia.36 hal ini terbukti dengan adanya pertemuan tingkat tinggi antara PM Abdullah Badawi dengan Susilo Bambang Yudhoyono, yang dilaksanakan di Bukit Tinggi (Sumatera Barat) sebagai upaya untuk mencari pemecahan berbagai permasalahan bilateral kedua negara (perbatasan, tenaga kerja illegal, dan pembajakan liar).

34 http://www.seputarindonesia.com. Andika Hendra. “

PM Badawi Didesak Mundur”. 10 Maret

2008.

35

Abdul Rashid Moten. 2008. Government and Politics in Malaysia. (Malaysia: Cengange Learning). h 287

36

Anak Agung Banyu Perwita. Pasang Surut Hubungan Bilateral Indonesia-Malaysia. (Biro hubungan internasional, Deputi sekertaris Wakil Presiden. Bidang Politik. Sekertaris Wakil Presiden Republik Indonesia. Pekan Baru, 15 Maret 2008.).h. 72-73.

36


(53)

41

Bab ini akan membahas mengenai dinamika hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Penjelasan tersebut dibutuhkan untuk memberikan gambaran umum mengenai awal sejarah hubungan Indonesia-Malaysia, hingga permasalahan-permasalahan yang dihadapi kedua negara tersebut yang diwarnai isu-isu yang cukup fluktuatif intesitas konflik nya. Pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai hubungan bilateral Indonesia-Malaysia yang lebih berfokus pada periode 2004-2009 sebagai mana dalam judul skripsi ini.

A. Sejarah Hubungan Indonesia-Malaysia

Hubungan antara Indonesia dan Malaysia sudah terjalin sejak abad ke-14, di mana saat itu terjadi perpindahan kelompok dari Malaysia ke wilayah Indonesia, dan dari Indonesia ke Malaysia, dengan membawa budaya tradisi masing-masing, yang kemudian berkembang sampai sekarang. Indonesia-Malaysia merupakan tetangga yang paling dekat di Asia Tenggara dan mempunyai warisan sejarah.

Hubungan baik itu sudah terjalin di masa Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 hingga kejayaan Kerajaan Samudera Pasai pada abad ke-17, semasa kegemilangan kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya, Majapahit, Malaka, yang pernah menyatukan Indonesia-Malaysia di bawah naungan kekuasaan kerajaan-kerajaan Melayu tersebut. Itulah sebabnya hingga kini dapat ditelusuri berbagai keturunan dari Indonesia yang


(54)

tinggal di Semenanjung Malaysia seperti keturunan Jawa berdiam di Pantai Barat Johor, Selangor, Perak. Keturunan Bugis tersebar di Pantai Timur Johor, Pahang dan Terengganu. Keturunan Aceh berdiam di sekitar Pulang Pinang, Kedah dan Perak. Keturunan Batak Mandailing tersebar di Selangor dan Perak,

Sedangkan keturunan Kerinci berdiam di sekitar Pahang dan Selangor. Keturunan Minangkabau tersebar di Negeri Sembilan, Melaka dan Selangor dan keturunan Banjar tersebar di Perak serta Pahang.1 Hingga pada masa penjajahan, hubungan antar penduduk dan kekerabatan telah terjalin dengan erat satu sama lain.

Hubungan istimewa antara Indonesia-Malaysia dapat dilihat dari kunjungan resmi Tunku Abdul Rahman sebagai Ketua Menteri Tanah Melayu pada tahun 1955 ke Indonesia. Kunjungan tersebut merupakan awal dilakukannya kerjasama antara Indonesia-Malaysia Hal ini terbukti dengan dengan pembukaan kantor-kantor perwakilan Indonesia di Malaysia. Hubungan diplomatik antara Indonesia-Malaysia secara resmi terjalin sejak 31 Agustus 1957 saat Malaya menyatakan kemerdekaannnya.2

Indonesia sebagai salah satu dari 14 negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Malaysia, langsung menaikkan status Kantor Perwakilannya dari Konsulat Jenderal menjadi Kedutaan Besar Republik Indonesia dan menempatkan Dr. Mohd Razif sebagai Duta Besar RI yang pertama untuk Malaysia. Hubungan kedua

1

http://www.kbrikualalumpur.org/id/politik-keamanan.html. Diakses pada tanggal 15 Februari 2011.

2

Kunaseelan a/I Muniandy. 1996. Hubungan Malaysia Indonesia 1957-1970. (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka). h. 2.


(1)

71

Jurusan Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Jakarta).

Amalia Sustikarini. 2004. Dual-Track Diplomacy Government-NGO. Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI. (GLOBAL: Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas ILmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia).

ARTIKEL

Kompas, Kamis, 30 September 2010. Kompas, 31 Maret 2010.

Kompas, 8 Sepetember 2010 “Ganyang Malaysia” Republika, 1 Oktober 2010

Kompas, 10 Februari 2007

Laporan Tahunan KBRI Kuala Lumpur Tahun 1998-1999.

Majalah Pemikir: Membangun Minda Berwawasan. 2002. (Penerbit UTUSAN Malaysia).

INTERNET

http://www.seputarindonesia.com. Andika Hendra. “PM Badawi Didesak Mundur”. 10 Maret 2008.

http://www.indopos.com. Choirie, A. Effendy .Meneropong Wajah Pemilu Malaysia. Senin, 10 Maret 2008.

http://www.mediaindonesia.com/berita.kerusuhan 13 Mei. Diakses pada Tanggal 31 Mei 2010.

http://www.indonesiaontime.com. Membangun hubungan Indonesia-Malaysia yang lebih bermartabat. Diakses pada Tanggal 11 Januari 2008.


(2)

72

http://www.dutamasyarakat.com/rubrik/RI-Malaysia Bentuk Tim Penengah Perseteruan/2008. Diakses pada Tanggal 11 Januari 2008.

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/05/09220510/politik.rasialis.warisan.kolo nial.di.malaysia. Diakses. 19 Februari 2011.

http://www.kbrikualalumpur.org/id/politik-keamanan.html. Diakses pada Tanggal 15 Februari 2011.

http://www.kbrikualalumpur.org/id/politik-keamanan.html. Diakses Tanggal 18 Februari 2008.

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/10/06/waw/mbm.20081006. Diakses pada Tanggal 19 Januari 2011.

http://Www.Icj-Cij.Org/Docket/Files/102/7177.Pdf For Submission To The International Court Of Justice Of The Dispute Between Indonesia And Malaysia Concerning Sovereignty Over Pulau Ligitan And Pulau Sipadan, Jointly Notified To The Court On 2 November 1998. Diakses pada Tanggal 19 Januari 2011.

http://hukum.kompas.com/2010/10/17/keputusan-mahkamah-internasional-tentang-pulau-sipadan-dan-ligitan. Diakses Tanggal 19 Januari 2010.

http://www.indonesiaontime.com/editorial/12-editorial/2881--membangun-hubungan-indonesia-malaysia-yang-lebih-bermartabat-.html Diakses pada 15 Februari 2011.

http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2009/11/24/brk,20091124210197,id.html. Diakses Tanggal 19 Januari 2011.

http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&jd=Evaluasi+Hubungan+Bilatera l+Indonesia-Malaysia. Diakes pada Tanggal 15 Februari 2011.

http://www.Malaysiakini.com. Diakses 19 Januari 2011.


(3)

(4)

Lampiran 1

Wawancara Dr. Musni Umar (Sekretaris EPG Indonesia-Malaysia)

Tanggal: 26 Oktober 2010 dan 19 Februari 2011

1. Bagaimana sejarah awal dibentuknya EPG?dan siapa saja pendirinya?

Jawab: EPG ini didirikan pada tanggal 7 Juli 2008 di Kuala Lumpur oleh Presiden Republik Indonesia dan Perdana Menteri Malaysia. Try Sutrisno yang mewakili Indonesia, dan Tun Musa Hitam yang mewakili Malaysia, ditunjuk sebagai Ketua EPGs di masing-masing negara. Kerangka acuan untuk EPG adalah untuk membuat rekomendasi mengenai lebih memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia dan untuk mengidentifikasi isu-isu yang dapat menimbulkan iritasi potensi untuk kedua belah pihak.

2. Bagaimana cara EPG dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi antara Malaysia-Indonesia?

Jawab: EPG merupakan forum yang lebih menangani masalah people to people. EPG beberapa kali mengadakan acara diskusi baik di Indonesia maupun Malaysia dengan tujuan agar masyarakat antar kedua negara ini bisa lebih saling memahami. EPG hanya menjebatani berbagai permaslahan di kedua negara agar tidak semakin meluas, untuk itu peran NGO, media massa, masyarakat sangat membantu proses kerja EPG.


(5)

3. Kemudian apa saja fungsi EPG?

Jawab: Fungsi EPG seperti yang tertera dalam keppres mengenai pembentukan EPG, fungsi utamanya yaitu sebagai forum yang menangani kerjasama seperti kerjasama budaya, pertukaran pelajar, dan permasalahan TKI illegal.

4. Bagaimana tanggapan Bapak, mengenai adanya perubahan politik di Malaysia pasca pemilu 2008?

Jawab: Hasil pemilu 2008 dimana oposisi memperoleh lingkungan suara yang signifikan hingga mempengaruhi konsitalasi politik yang tadinya pemerintah monolid artinya didominasi oleh UMNO. Namun setelah pemilu tersebut, sepertinya sekarang UMNO tidak bisa lagi menguasai pemerintah sepenuhnya karena UMNO harus berbagi kekuasaan dengan oposisi. Khususnya dibeberapa negara bagian seperti Selangor yang dikuasai oleh partai oposisi yang merupakan partainya Anwar Ibrahim. Namun secara keseluruhan tidak ada perubahan yang mendasar, karena sejak dulu hingga sekarang UMNO masih tetap berkuasa.

5. Apakah ada pengaruh besar dengan masuknya oposisi di parlemen terhadap kebijakan dalam dan luar negeri Malaysia?

Jawab: Oposisi di parlemen banyak berbicara tentang demokrasi, HAM, isu nasional, maupun internasional. Khususnya oposisi tidak lagi bisa menerima pengutamaan Bumiputera, namun menyarankan adanya persaingan bebas tapi hal itu ditentang kaum Bumiputera. Karena seperti yang diketahui Bumiputera selalu diutamakan dalam bidang pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap pembuat kebijakan, mereka harus berhati-hati karena takut digugat oleh oposisi.


(6)

6. Adanya pengutamaan Bumiputera (etnis Melayu), telah menyebabkan terjadinya kerusuhan 1969 di mana etnis non-Melayu merasa didiskriminasikan oleh etnis Melayu. Bagaimana pendapat Bapak mengenai hal tersebut?

Jawab: Kerusuhan etnis yang terjadi di Malaysia tahun 1969, yang disebabkan oleh adanya kebijakan pengutamaan Bumiputera. Memang menjadi suatu pembelajaran agar Malaysia lebih mengurangi kecemburuan sosial antar etnik. Belajar dari peristiwa tersebut maka saat ini Malaysia dengan dipimpin oleh PM

Najib Razak telah membuat kebijakan baru yaitu „one Malaysia’ yang intinya tidak ada lagi diskriminasi. China, India dan Melayu sama-sama diberikan kesempatan yang sama. Walaupun ada etnis Melayu yang menilai hal ini membahayakan karena Bumiputera dinilai belum mapan. Namun PM Najib Razak melakukan hal tersebut karena alasan untuk menghimpun kekuatan dalam negeri.

7. Dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Malaysia-Indonesia, seperti masalah perbatasan, TKI, dan sebagainya. Menurut pendapat Bapak solusi apa yang terbaik bagi kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut?

Jawab: Pada dasarnya hubungan bilateral Malaysia-Indonesia antara Government to Government selama ini baik-baik saja, yang menjadi masalah terbesar adalah Government to People’s. Untuk itu perlu dilakukan diplomasi yang bersifat

multi channel” dengan mengadakan kerjasama dengan pemerintah baik pusat maupun daerah, NGO, partai politik, media, dan lain-lainnya. Dengan dilakukannya berbagai kerjasama tersebut maka diharapkan akan membuat hubungan bilateral Malaysia-Indonesia lebih baik lagi.