Landasan Otonomi Daerah Konsep Otonomi Daerah

commit to user 21 tinggi. Hal ini akan membawa dampak negatif dari otonomi daerah yaitu setiap daerah mempunyai kebebasan untuk mengelola pemerintah daerah sesuai dengan kehendak dan aspirasi daerah sendiri yang cendenung keluar dari konsep NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah semakin memperluas kewenangan daerah untuk melaksanakan program-program pembangunan di daerahnya. Konsekuensi dari semakin meluasnya kewenangan, tugas dan tanggung jawab, suatu daerah harus merespon untuk segera menetapkan suatu pandangan baru perencanaan pembangunan sebagai suatu konsep dasar untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan sesuai kondisi daerah. Kebijakan otonomi daerah yang lebih luas membuat kewenangan daerah untuk melaksanakan program-program pembangunan di daerah semakin meluas. Perhatian pemerintah daerah harus diperlukan untuk menghasilkan perencanaan daerah yang dapat berperan sebagai dasar kebijakan pembangunan ekonomi. Para perencana daerah diharapkan mampu menyusun rencana-rencana pembangunan yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan lokal Aziz; 2008.

b. Landasan Otonomi Daerah

Kebijakan otonomi daerah berakar dari konsep tentang desentralisasi yaitu pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Konsep desentraIisasi merupakan kebalikan commit to user 22 dari sistem sentralisasi. di mana seluruh kewenangan dikuasai oleh pemerintah pusat. Ciri -ciri dari teori desentralisasi adalah pemerintah lokal harus diberi otonomi dan kebebasan, dan harus dianggap sebagai wilayah terpisah yang tidak mendapatkan kontrol langsung dari pemerintah pusat. Karakteristik lainnya adalah pemerintah lokal seharusnya memiliki batas-batas kewilayahan yang ditetapkan secara hukum, agar tataran administrasi sebuah pemerintah lokal mampu melaksanakan fungsi-fungsinya yang secara otomatis sinergis dengan pemerintah lokal lainnya dan memperoleh status kelembagaan yang jelas sekaligus wewenang kekuasannya Sa fi’i; 2007. Kebijakan Otonomi Daerah dipandang perlu untuk lebih menekankan prinsip-prinsip demokrasi peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi daerah yang beraneka ragam. Kebijakan Otonomi Daerah ini memberikan wewenang yang lebih luas kepada daerah, yang diwujudkan dengan wewenang dalam pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah seperti yang tercamtum dalam Undang-undang 22 tahun 1999 dan Undang-undang 25, tahun 1999. Pada masa pemerintahan Orde Baru yang bersifat sentralistik, aparat daerah cenderung hanya menjadi pelaksana tugas pemerintah pusat tanpa kewenangan yang memadai. Keinginan untuk memperoleh kewenangan ini muncul pada era Otonomi Daerah ini. Salah satu kewenangan yang mendasar bagi pemerintah daerah adalah berupa kesempatan untuk mengelola Pendapatan Asli Daerah PAD. Dalam kaitan ini Pemda commit to user 23 menerbitkan berbagai perda tentang pajak, retribusi dan pungutan lainnya. Disamping itu Pemda juga mengeluarkan berbagai kebijakan diseputar kegiatan usaha, terutama melalui pengaturan kegiatan perdagangan. Pada dasarnya selain untuk meningkatkan PAD, perda dibuat untuk menertibkan dan memperlancar suatu aktivitas di daerahnya, tetapi pada prakteknya berbagai perda dan kebijakan tersebut menciptakan ekonomi biaya tinggi yang menghambat perkembangan ekonomi di daerah tersebut. Akhirnya situasi ini akan mengganggu iklim usaha dan memperlemah daya saing usaha di Indonesia.

3. Kebijakan Optimal Prioritas Sektoral.