4.1.6. Tampilan halaman menu help Halaman ini berisi tentang penjelasan serta informasi-informasi mengenai petunjuk
penggunaan dari tiap-tiap menu pada aplikasi. Hanya terdapat sebuah tombol pada halaman ini, yaitu tombol untuk kembali ke halaman utama. Berikut tampilan halaman
menu help yang dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Tampilan Form Halaman Menu Help
4.2. Pengujian Metode
4.2.1. Penentuan kriteria Dalam menganalisis sistem pada metode SAW dan metode Profile Matching
dibutuhkan kriteria-kriteria yang masing-masing bobotnya akan ditentukan. Pada metode SAW nilai bobot diberikan pada tiap-tiap kriteria, sedangkan pada metode
Profile Matching nilai bobot diberikan pada selisih nilai GAP pada setiap atribut,
semakin kecil selisih nilai GAP maka semakin besar nilai bobot. Dari wawancara dengan pihak terkait telah ditentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap
kriteria dan nilai ideal untuk setiap kriteria yang ada. Adapun kriteria-kriteria yang telah ditentukan yaitu Status Lahan C
1
, Unsur CN Tanah C
2
, Unsur pH Tanah
Universitas Sumatera Utara
C
3
, Unsur P
2
O
5
Tanah C
4
, Persentase Pokok Mati C
5
, Persentase Phytoptora C
6
, Persentase BPL Bakteri C
7
, Persentase TLCV Virus C
8
. Dari kriteria tersebut, dibuat rating kecocokan untuk setiap tingkat kepentingan
kriteria. Rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria adalah sebagai berikut:
Sangat Rendah SR = 0 Rendah R
= 1 Kurang K
= 2 Cukup C
= 3 Tinggi T
= 4 Sangat Tinggi ST
= 5
Berdasarkan kriteria dan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria yang telah ditentukan, maka dilakukan penjabaran setiap kriteria yang telah
dikonversikan dengan bilangan sesuai dengan rating kecocokan.
1. Kriteria Status Lahan
Kriteria Status Lahan merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan terpakai tidaknya suatu lahan pada tahun sebelumnya yang
akan berpengaruh terhadap penilaian lahan. Variabel status lahan dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Status Lahan
Status Lahan C
1
Bilangan Fuzzy Nilai
Tidak Terpakai Kurang
2 Terpakai
Tinggi 4
2. Kriteria Unsur CN Tanah
Kriteria Unsur CN Tanah merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan unsur CN yang terkandung di dalam tanah pada
lahan tembakau yang akan dipilih. Semakin baik unsur CN maka semakin bagus sifat tanah yang dimiliki. Variabel unsur CN tanah dikonversikan dengan bilangan dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Unsur CN Tanah
Unsur CN Tanah C
2
Bilangan Fuzzy Nilai
C
2
5 Sangat Rendah
1 C
2
= 5 – 10
Rendah 2
C
2
= 11 – 15
Sedang 3
C
2
= 16 – 25
Tinggi 4
C
2
25 Sangat Tinggi
5
3. Kriteria Unsur pH Tanah
Kriteria Unsur pH Tanah merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan unsur pH yang terkandung di dalam tanah pada lahan
tembakau yang akan dipilih. Unsur pH yang sesuai untuk persyaratan tumbuh tanaman tembakau yaitu berkisar antara 5,5
– 6,2 agak masam. Variabel unsur pH tanah dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Unsur pH Tanah
Unsur pH Tanah C
3
Bilangan Fuzzy Nilai
C
3
4,5 Sangat Masam
C
3
= 4,5 – 5,5
Masam 1
C
3
= 5,6 – 6,5
Agak Masam 2
C
3
= 6,6 – 7,5
Netral 3
C
3
= 7,6 – 8,5
Agak Alkalis 4
C
3
8,5 Alkalis
5
4. Kriteria Unsur P
2
O
5
Tanah Kriteria Unsur P
2
O
5
Tanah merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan unsur P
2
O
5
yang terkandung di dalam tanah pada lahan tembakau yang akan dipilih. Semakin baik unsur P
2
O
5
maka semakin bagus sifat tanah yang dimiliki. Variabel unsur P
2
O
5
tanah dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4. Unsur P
2
O
5
Tanah
Unsur P
2
O
5
Tanah Bilangan Fuzzy
Nilai P
2
O
5
4 Sangat Rendah
1 P
2
O
5
= 5 – 7
Rendah 2
P
2
O
5
= 8 – 10
Sedang 3
P
2
O
5
= 11 – 15
Tinggi 4
P
2
O
5
15 Sangat Tinggi
5
5. Kriteria Persentase Pokok Mati
Kriteria Persentase Pokok Mati merupakan persyaratan yang dibutuhkan dalam pengambilan keputusan berdasarkan banyaknya persentase kematian tanaman pada
suatu lahan dalam suatu masa tanam dalam satu tahun. Semakin tinggi tingkat kematian tanaman maka semakin rendah tingkat produksi lahan, maka diperlukan
suatu penanganan agar dapat mengurangi tingkat kematian tanaman di dalam suatu lahan. Variabel persentase pokok mati dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Persentase Pokok Mati
Persentase Pokok Mati C
5
Bilangan Fuzzy Nilai
C
5
10 Sangat Rendah
1 C
5
= 5 – 9
Rendah 2
C
5
4 Cukup
3 Tidak Ada Pokok Mati
Tinggi 4
6. Kriteria Persentase Phytoptora
Persentase Phytoptora merupakan salah satu persentase dari pokok sakit tanaman tembakau. Pokok sakit merupakan salah satu persyaratan yang dibutuhkan dalam
pengambilan keputusan berdasarkan banyaknya persentase penyakit yang diderita tanaman pada suatu lahan. Semakin tinggi tingkat penyakit maka dapat mempengaruhi
produksi lahan. Dalam mengatasi hal ini maka diperlukan suatu pengobatan pada lahan yang terkena phytoptora agar dapat mengurangi tingkat kegagalan tanaman
dalam memproduksi tembakau. Variabel persentase phytoptora dikonversikan dengan bilangan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6. Persentase Phytoptora
Persentase Phytoptora C
6
Bilangan Fuzzy Nilai
C
6
10 Sangat Rendah
1 C
6
= 5 – 9
Rendah 2
C
6
4 Cukup
3 Tidak Ada Pokok Sakit
Tinggi 4
7. Kriteria Persentase BPL Bakteri
Persentase BPL Bakteri merupakan salah satu persentase dari pokok sakit tanaman tembakau. Pokok sakit akibat BPL ini merupakan penyakit yang diakibatkan oleh
bakteri. Semakin tinggi tingkat penyakit maka semakin rendah tingkat produksi lahan. Variabel persentase BPL bakteri dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Persentase BPL Bakteri
Persentase BPL Bakteri C
7
Bilangan Fuzzy Nilai
C
7
10 Sangat Rendah
1 C
7
= 5 – 9
Rendah 2
C
7
4 Cukup
3 Tidak Ada Pokok Sakit
Tinggi 4
8. Kriteria Persentase TLCV Virus
Persentase TLCV Virus merupakan salah satu persentase dari pokok sakit tanaman tembakau. Pokok sakit akibat TLCV ini merupakan penyakit yang diakibatkan oleh
virus. Semakin tinggi tingkat penyakit maka semakin rendah tingkat produksi lahan. Variabel persentase TLCV virus dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Persentase TLCV Virus
Persentase TLCV Virus C
8
Bilangan Fuzzy Nilai
C
8
10 Sangat Rendah
1 C
8
= 5 – 9
Rendah 2
C
8
4 Cukup
3 Tidak Ada Pokok Sakit
Tinggi 4
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Perhitungan metode simple additive weighting
Dalam perhitungan metode Simple Additive Weighting, nilai data pada setiap kriteria merupakan hasil dari proses penginputan data alternatif lahan yang sudah diinputkan
berdasarkan bobot kriteria yang sudah ditentukan melalui proses perhitungan. Di dalam perkebunan Bulu Cina terdapat lebih kurang 15 lahan yang terdiri dari Pasar 1,
Pasar 2T, Pasar 3T, Pasar 5K, Pasar 8, Pasar 8T, Pasar 9, Pasar 10, Pasar 10T, Pasar 11B, Pasar 11T, Pasar 12, Pasar 12T, Pasar 12KR dan Pasar 13. Data lahan yang
digunakan dalam perhitungan ini adalah berdasarkan data yang diambil dari BPTD Balai Penelitian Tembakau Deli pada tahun 2013, yang hanya terdapat 6 alternatif
lahan. Berikut ditampilkan data lahan yang dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Data Lahan Tembakau Tahun 2013
Kriteria Lahan
Pasar 9 Pasar 10
Pasar 11T Pasar 12
Pasar 11B Pasar 1
Status Lahan Tidak
Terpakai Tidak
Terpakai Terpakai
Terpakai Terpakai
Terpakai Unsur CN
Tanah 7,20
6,14 4,84
6,49 6,28
5,89 Unsur pH
Tanah 5,23
5,15 5,5
4,83 4,90
5,115 Unsur P
2
O
5
Tanah 39,62
38,95 133,165
11,09 5,41
7,84 Persentase
Pokok Mati 0,55
0,67 0,60
0,85 2,82
1,17 Persentase
Phytoptora Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
38,41 8,5
Persentase BPL Bakteri
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada Tidak
Ada Persentase
TLCV Virus 0,14
0,13 0,16
0,19 0,87
0,65
Setelah diketahui nilai data lahan yang dibutuhkan, selanjutnya adalah mengubah data tersebut kedalam kriteria yang telah ditentukan berupa nilai rating
Universitas Sumatera Utara
kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. Rating kecocokan dari setiap alternatif pada setiap kriteria terdapat dalam Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Rating Kecocokan Setiap Alternatif pada Setiap Kriteria
Lahan Kriteria
C
1
C
2
C
3
C
4
C
5
C
6
C
7
C
8
A
1
2 2
1 5
3 4
4 3
A
2
2 2
1 5
3 4
4 3
A
3
4 1
1 5
3 4
4 3
A4 4
2 1
4 3
4 4
3
A5 4
2 1
2 3
1 4
3
A6 4
2 1
2 3
2 4
3
Setelah didapat nilai dari rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria, langkah selanjutnya membuat matriks keputusan X berdasarkan kriteria kemudian
melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R. Berikut matriks keputusan X
yang dibuat berdasarkan tabel kecocokan pada tabel 4.10.
2 2 1 5 3 4 4 3 2 2 1 5 3 4 4 3
X = 4 1 1 5 3 4 4 3
4 2 1 4 3 4 4 3 4 2 1 2 3 1 4 3
4 2 1 2 3 2 4 3
Hitung normalisasi matriks keputusan X untuk menghitung nilai masing- masing kriteria berdasarkan kriteria keuntungan benefit yaitu C
1
, C
2
, C
3
, C
4
dan berdasarkan kriteria biaya cost yaitu C
5
, C
6
, C
7
, C
8
.
Universitas Sumatera Utara
Untuk Alternatif 1 A
1
, maka = r
11
= =
= 0.5 r
15
= =
= 1 r
12
= =
= 1 r
16
= =
= 0.25 r
13
= =
= 1 r
17
= =
= 1 r
14
= =
= 1 r
18
= =
= 1
Untuk Alternatif 2 A
2
, maka = r
21
= =
= 0.5 r
25
= =
= 1 r
22
= =
= 1 r
26
= =
= 0.25 r
23
= =
= 1 r
27
= =
= 1 r
24
= =
= 1 r
28
= =
= 1
Untuk Alternatif 3 A
3
, maka = r
31
= =
= 1 r
35
= =
= 1 r
32
= =
= 0.5 r
36
= =
= 0.25 r
33
= =
= 1 r
37
= =
= 1 r
34
= =
= 1 r
38
= =
= 1
Untuk Alternatif 4 A
4
, maka = r
41
= =
= 1 r
45
= =
= 1 r
42
= =
= 1 r
46
= =
= 0.25 r
43
= =
= 1 r
47
= =
= 1 r
44
= =
= 0.8 r
48
= =
= 1
Universitas Sumatera Utara
Untuk Alternatif 5 A
5
, maka = r
51
= =
= 1 r
55
= =
= 1 r
52
= =
= 1 r
56
= =
= 1 r
53
= =
= 1 r
57
= =
= 1 r
54
= =
= 0.4 r
58
= =
= 1
Untuk Alternatif 6 A
6
, maka = r
61
= =
= 1 r
65
= =
= 1 r
62
= =
= 1 r
66
= =
= 0.5 r
63
= =
= 1 r
67
= =
= 1 r
64
= =
= 0.4 r
68
= =
= 1
Selanjutnya membuat matriks ternormalisasi R yang diperoleh dari hasil normalisasi matriks X, sebagai berikut:
0.5 1 1 1 1 0.25 1 1 0.5 1 1 1 1 0.25 1 1
R = 1 0.5 1 1 1 0.25 1 1
1 1 1 0.8 1 0.25 1 1 1 1 1 0.4 1 1 1 1
1 1 1 0.4 1 0.5 1 1
Dari hasil normalisasi matriks yang telah didapat, kemudian dihitung nilai preferensi untuk setiap alternatif
∑ , berdasarkan nilai bobot preferensi
yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu W
1
= 3, W
2
= 4, W
3
= 4, W
4
= 4, W
5
= 5, W
6
= 5, W
7
= 5 dan W
8
= 5. Bobot preferensi atau tingkat kepentingan W pada setiap kriteria ditentukan
oleh pihak perusahaan bergantung pada tingkat kepentingan untuk setiap kriteria, sebagai contoh kriteria unsur CN tanah memiliki bobot lebih tinggi dari
pada kriteria status lahan karena sesuai dengan keputusan pada pihak BPTD untuk
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan lahan yang baik diperlukan unsur tanah yang sesuai tetapi status lahan hanya sebagai faktor pendukung tambahan. Berikut perhitungan nilai preferensi untuk
setiap alternatif.
V
1
= W
1
x r
11
+ W
2
x r
12
+ W
3
x r
13
+ W
4
x r
14
+ W
5
x r
15
+ W
6
x r
16
+ W
7
x r
17
+ W
8
x r
18
= 30.5 + 41 + 41 + 41 + 51 + 50.25 + 51 + 51 = 1.5 + 4 + 4 + 4 + 5 + 1.25 + 5 + 5
= 29.75
V
2
= W
1
x r
21
+ W
2
x r
22
+ W
3
x r
23
+ W
4
x r
24
+ W
5
x r
25
+ W
6
x r
26
+ W
7
x r
27
+ W
8
x r
28
= 30.5 + 41 + 41 + 41 + 51 + 50.25 + 51 + 51 = 1.5 + 4 + 4 + 4 + 5 + 1.25 + 5 + 5
= 29.75
V
3
= W
1
x r
31
+ W
2
x r
32
+ W
3
x r
33
+ W
4
x r
34
+ W
5
x r
35
+ W
6
x r
36
+ W
7
x r
37
+ W
8
x r
38
= 31 + 40.5 + 41 + 41 + 51 + 50.25 + 51 + 51 = 3 + 2 + 4 + 4 + 5 + 1.25 + 5 + 5
= 29.25
V
4
= W
1
x r
41
+ W
2
x r
42
+ W
3
x r
43
+ W
4
x r
44
+ W
5
x r
45
+ W
6
x r
46
+ W
7
x r
47
+ W
8
x r
48
= 31 + 41 + 41 + 40.8 + 51 + 50.25 + 51 + 51 = 3 + 4 + 4 + 3.2 + 5 + 1.25 + 5 + 5
= 30.45
V
5
= W
1
x r
51
+ W
2
x r
52
+ W
3
x r
53
+ W
4
x r
54
+ W
5
x r
55
+ W
6
x r
56
+ W
7
x r
57
+ W
8
x r
58
= 31 + 41 + 41 + 40.4 + 51 + 51 + 51 + 51 = 3 + 4 + 4 + 1.6 + 5 + 5 + 5 + 5
= 32.6
Universitas Sumatera Utara
V
6
= W
1
x r
61
+ W
2
x r
62
+ W
3
x r
63
+ W
4
x r
64
+ W
5
x r
65
+ W
6
x r
66
+ W
7
x r
67
+ W
8
x r
68
= 31 + 41 + 41 + 40.4 + 51 + 50.5 + 51 + 51 = 3 + 4 + 4 + 1.6 + 5 + 2.5 + 5 + 5
= 30.1
Alternatif dengan nilai terbesar akan terpilih sebagai alternatif terbaik. Dengan kata lain akan terpilih sebagai lahan terbaik dalam penanaman tembakau periode
selanjutnya. Hasil perankingan diperoleh : V
1
= 29.75, V
2
= 29.75, V
3
= 29.25, V
4
= 30.45, V
5
= 32.6, V
6
= 30.1. Nilai terbesar ada pada V
5
, dengan demikian Alternatif A
5
Pasar 11B adalah alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik. Pengurutan berdasarkan nilai tertinggi yang diperoleh dari perhitungan metode Simple Additive
Weighting dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Hasil Perankingan Metode SAW
Alternatif Nama Lahan
Nilai Akhir Ranking
A
5
Pasar 11B 32.6
1 A
4
Pasar 12 30.45
2 A
6
Pasar 1 30.1
3 A
2
Pasar 10 29.75
4 A
1
Pasar 9 29.75
5 A
3
Pasar 11T 29.25
6
4.2.3. Perhitungan metode profile matching Dalam perhitungan metode Profile Matching, penentuan bobot diberikan jika terdapat
selisih nilai GAP. Semakin kecil selisih nilai GAP maka semakin besar nilai bobot yang didapat. Dalam proses perhitungan, d
ata lahan yang digunakan adalah berdasarkan data yang diambil dari BPTD Balai Penelitian Tembakau Deli pada tahun 2013 yang
telah ditampilkan sebelumnya pada Tabel 4.9. Setelah mengetahui data lahan, selanjutnya dilakukan pemetaan nilai GAP pada setiap faktor yang terdapat pada
Tabel 4.12.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.12. Perhitungan GAP
Lahan Kriteria
C
1
C
2
C
3
C
4
C
5
C
6
C
7
C
8
A
1
2 2
1 5
3 4
4 3
A
2
2 2
1 5
3 4
4 3
A
3
4 1
1 5
3 4
4 3
A
4
4 2
1 4
3 4
4 3
A
5
4 2
1 2
3 1
4 3
A
6
4 2
1 2
3 2
4 3
PROFIL IDEAL
4 4
3 3
4 4
4 4
A
1
-2 -2
-2 2
-1 -1
G A
P A
2
-2 -2
-2 2
-1 -1
A
3
-3 -2
2 -1
-1 A
4
-2 -2
1 -1
-1 A
5
-2 -2
-1 -1
-3 -1
A
6
-2 -2
-1 -1
-2 -1
Setelah nilai GAP didapat, kemudian lakukan pembobotan terhadap nilai GAP. Semakin kecil selisih GAP maka semakin besar nilai bobot dan begitu pun sebaliknya.
Cara melakukan pembobotan terhadap nilai GAP adalah berdasarkan ketentuan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Bobot Nilai GAP
Selisih GAP Bobot Nilai
Keterangan 5
Kompetensi sesuai kebutuhkan tidak ada selisih 1
4.5 Kompetensi individu kelebihan 1 tingkat
-1 4
Kompetensi individu kekurangan 1 tingkat 2
3.5 Kompetensi individu kelebihan 2 tingkat
-2 3
Kompetensi individu kekurangan 2 tingkat 3
2.5 Kompetensi individu kelebihan 3 tingkat
-3 2
Kompetensi individu kekurangan 3 tingkat
Universitas Sumatera Utara
4 1.5
Kompetensi individu kelebihan 4 tingkat -4
1 Kompetensi individu kekurangan 4 tingkat
5 0.5
Kompetensi individu kelebihan 5 tingkat -5
Kompetensi individu kekurangan 5 tingkat
Berdasarkan ketentuan bobot penilaian GAP diatas, maka didapat hasil pembobotan seperti pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Hasil Pembobotan Nilai GAP
Lahan Kriteria
C
1
C
2
C
3
C
4
C
5
C
6
C
7
C
8
A
1
-2 -2
-2 2
-1 -1
G A
P A
2
-2 -2
-2 2
-1 -1
A
3
-3 -2
2 -1
-1 A
4
-2 -2
1 -1
-1 A
5
-2 -2
-1 -1
-3 -1
A
6
-2 -2
-1 -1
-2 -1
A
1
3 3
3 3.5
4 5
5 4
Nilai Bobot
GAP A
2
3 3
3 3.5
4 5
5 4
A
3
5 2
3 3.5
4 5
5 4
A
4
5 3
3 4.5
4 5
5 4
A
5
5 3
3 4
4 2
5 4
A
6
5 3
3 4
4 3
5 4
Setelah didapatkan nilai bobot GAP, langkah selanjutnya adalah menghitung dan mengelompokkan nilai Core Factor dan Secondary Factor. Yang termasuk
kedalam Core Factor adalah kriteria Unsur CN Tanah C
2
, Unsur pH Tanah C
3
, Unsur P
2
O
5
Tanah C
4
, Persentase Pokok Mati C
5
. Sedangkan yang termasuk kedalam Secondary Factor adalah kriteria Status Lahan C
1
, Persentase Phytoptora C
6
, Persentase BPL Bakteri C
7
, Persentase TLCV Virus C
8
. Berikut proses
Universitas Sumatera Utara
perhitungan Core Factor dan Secondary Factor beserta hasil perhitungan nilai Core Factor
dan Secondary Factor yang ditampilkan dalam Tabel 4.15.
Perhitungan Nilai Core Factor : Perhitungan Nilai Secondary Factor :
NCF
1
= NSF
1
= =
= =
= = 3.375
= 4.25
NCF
2
= NSF
2
= =
= =
= = 3.375
= 4.25
NCF
3
= NSF
3
= =
= =
= = 3.125
= 4.75
NCF
4
= NSF
4
= =
= =
= = 3.625
= 4.75
NCF
5
= NSF
5
= =
= =
= = 3.5
= 4
Universitas Sumatera Utara
NCF
6
= NSF
6
= =
= =
= = 3.5
= 4.25
Tabel 4.15. Nilai Core Factor dan Secondary Factor
Alternatif Core Factor
Secondary Factor A
1
3.375 4.25
A
2
3.375 4.25
A
3
3.125 4.75
A
4
3.625 4.75
A
5
3.5 4
A
6
3.5 4.25
Selanjutnya melakukan perhitungan nilai total berdasarkan persentase dari Core Factor
yaitu 60 dan Secondary Factor yaitu 40. Hasil akhir dari perhitungan metode Profile Matching dapat dilihat dalam Tabel 4.16.
Perhitungan Nilai Total : N
1
= 60 × NCF
1
+ 40 × NSF
1
= 60 × 3.375 + 40 × 4.25 = 2.025 + 1.7 = 3.725
N
2
= 60 × NCF
2
+ 40 × NSF
2
= 60 × 3.375 + 40 × 4.25 = 2.025 + 1.7 = 3.725
N
3
= 60 × NCF
3
+ 40 × NSF
3
= 60 × 3.125 + 40 × 4.75 = 1.875 + 1.9 = 3.775
Universitas Sumatera Utara
N
4
= 60 × NCF
4
+ 40 × NSF
4
= 60 × 3.625 + 40 × 4.75 = 2.175 + 1.9 = 4.075
N
5
= 60 × NCF
5
+ 40 × NSF
5
= 60 × 3.5 + 40 × 4
= 2.1 + 1.6 = 3.7
N
6
=
60 ×
NCF
6
+ 40 × NSF
6
= 60 × 3.5 + 40 × 4.25
= 2.1 + 1.7 = 3.8
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh: N
1
= 3.725, N
2
= 3.725, N
3
= 3.775, N
4
= 4.075, N
5
= 3.7, N
6
= 3.8. Nilai terbesar berada pada N
4
, dengan demikian Alternatif A
4
Pasar 12 adalah alternatif yang terpilih sebagai alternatif terbaik. Pengurutan berdasarkan nilai tertinggi yang diperoleh dari perhitungan metode Profile
Matching dapat dilihat pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16. Hasil Perankingan Metode Profile Matching
Alternatif Nama Lahan
Nilai Akhir Ranking
A
4
Pasar 12 4.075
1 A
6
Pasar 1 3.8
2 A
3
Pasar 11T 3.775
3 A
1
Pasar 9 3.725
4 A
2
Pasar 10 3.725
5 A
5
Pasar 11B 3.7
6
4.2.4. Pengujian Perbandingan Metode Hasil dari proses pemilihan yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tembakau Deli
BPTD dalam menilai status lahan terbaik ditampilkan dalam Tabel 4.17 dengan
menggunakan data hasil produksi lahan berdasarkan produksi picol of stapel daun reguler pada tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.17. Penilaian Hasil Produksi Tahun 2013
No Alternatif
Nama Lahan Hasil Produksi
1 A
1
Pasar 9 38311
2 A
2
Pasar 10 38850
3 A
3
Pasar 11T 36321
4 A
4
Pasar 12 41534
5 A
5
Pasar 11B 46923
6 A
6
Pasar 1 46297
Berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Balai Penelitian Tembakau Deli BPTD dalam pemilihan lahan terbaik pada tahun 2013 didapat hasil bahwa lahan
pada Pasar 11B merupakan lahan terbaik karena memiliki nilai produksi tertinggi yaitu sebanyak 46923
. Untuk menentukan metode mana yang lebih akurat
dalam penilaian lahan terbaik dilakukan perbandingan hasil metode Simple Additive Weighting
dan Profile Matching dengan nilai hasil produksi pada pihak BPTD.
Tabel 4.18. Hasil Penilaian BPTD dan Metode SAW dan Profile Matching
No Nama Lahan
BPTD SAW
Profile Matching 1
Pasar 9 38311
29.75 3.725
2 Pasar 10
38850 29.75
3.725 3
Pasar 11T 36321
29.25 3.775
4 Pasar 12
41534 30.45
4.075
5 Pasar 11B
46923 32.6
3.7 6
Pasar 1 46297
30.1 3.8
Berdasarkan nilai pada Tabel 4.18 didapat solusi lahan terbaik berdasarkan metode Simple Additive Weighting
adalah lahan pada Pasar 11B, sesuai dengan hasil yang
didapat pada pihak BPTD yaitu lahan pada Pasar 11B. Sedangkan pada metode
Profile Matching lahan terbaik yang didapat adalah lahan pada Pasar 12. Oleh karena
itu setelah dilakukan perbandingan antara kedua metode dengan pihak BPTD Terbaik
Universitas Sumatera Utara
didapatkan bahwa metode Simple Additive Weighting dianggap lebih akurat dibandingkan dengan metode Profile Matching karena hasil lahan terbaik metode
Simple Additive Weighting sama dengan hasil pada pihak BPTD.
4.3. Pengujian Sistem