Hipersensitifitas Rinitis Regresi Logistik

25 paralisis nervus fasialis, trombosis sinus lateralis, labirinitis, meningitis dan abses otak WHO, 2004. Komplikasi dari otitis media kronis akan minimal jika diberikan penanganan dengan antibiotik. Namun, akan ada akibat yang fatal jika infeksi terus berlanjut mengenai tulang mastoid sehingga terjadi meningitis, serta abses epidural, subdural, dan serebral Rubin, 2014. Menurut Elango 1991 dalam WHO 2004, komplikasi mastoiditis kronis juga dapat terjadi secara luas. Menurut Mawson 1979 dan Shenoi 1987 dalam WHO 2004, erosi pada dinding dari kavum telinga tengah yang jarang, dapat menjadi pemicu terpaparnya nervus fasialis, bulbus jugularis, sinus lateralis, labirin membranosa, dan dura lobus temporal. Selanjutnya, dapat terjadi paralisis nervus fasialis, trombosis, labirinitis, meningitis, dan abses otak. Selain itu, dapat terjadi ketulian. Ketulian dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu tuli kondukktif dan tuli sensorineural. Saluran mekanosensitif yang tersumbat di stereosilia pada sel rambut dapat menyebabkan sel berdegenerasi, sehingga terjadi tuli sensorineural dan abormalitas fungsi vestibula. Kerusakan sel rambut luar akibat pajanan terus- menerus juga dapat menyebabkan hal ini.

2.4. Hipersensitifitas

Pada kebanyakan reaksi hipersensivitas tipe I, antibodi IgE dibentuk dan terikat dengan reseptor berafinitas tinggi pada sel mast danatau sel basofil melalui domain Fc. Ikatan subsequent antara antigen dan ikatan silang IgE ini memicu sel ini bereaksi menghasilkan produk-produknya sehingga terjadi gejala seperti urtikaria, asma, dan anafilaksis. Pada reaksi hipersensitifitas tipe II, IgG atau IgM melawan antigen seperti protein yang terdapat pada permukaan sel. Antigen ini juga merupakan struktur intrinsik dari matriks ekstraseluler, meskipun jarang. Ikatan antigen-antibodi ini mengaktifkan komplemen yang akan melisiskan sel melalui sel sitotoksik atau dengan merusak matriks ekstraseluler. Pada reaksi hipersensitifitas tipe III, antigen beredar pada kompartemen pembuluh darah sampai berikatan dengan antibodi IgM atau IgG. Setelah itu, komoleks imun akan Universitas Sumatera Utara 26 terdepoosit di jaringan yang akan mengaktivasi komplemen dan memicu datangnya leukosit. Pada resksi hipersensitivitas tipe IV, antibodi Gambar 2.6 Klasifikasi Rinitis Alergi menurut lama dan keparahan gejala. Sumber: Small 2007 dan Bousquet et al. 2008 tidak termasuk namun limfosit T dan makrofag yang berperan menghasilkan sekresi produk yang akan menyebabkan kerusakan sel Shames, 1997.

2.5. Rinitis

Rinitis digolongkan berdasarkan etiologi terdiri atas: dimediasi-IgE, otonom, infeksius, dan idiopatik. Berikut adalah pembagian dari rinitis. Tabel 2.8. Klasifikasi rinitis berdasarkan etiologi Description Ig-E-mediated allergic - Ig-E mediated inflammation of the nasal mucose, resulting in eosinophilic and Th-2 cell infiltration of the nasal lining - Further classified as intermittent or persistent Autonomic - Drug-induced rhinitis medicamentosa - Hypothyroidism - Hormonal - Non-allergic rhiniti with eosinophilia syndrome NARES Infectious Precipitated by viral most common, bacterial, or fungal Universitas Sumatera Utara 27 infection Idiopatic Etiology cannot be determined Dulunya rinitis alergi digolongkan menjadi musiman dan menahun. Tetapi, tidak semua pasien cocok dengan klasifikasi tersebut Lee, 2009. Sehingga, sekarang rinitis alergi digolongkan berdasarkan durasi gejala yang terjadi kadang-kadang dan terus-menerus dan keparahannya ringan, sedang-berat Jean, 2008. Tabel 2.9. Rinitis Alergi dan Non-alergi Mastin, 2003 2.5.1. Rinitis Alergi Rinitis alergi dapat dikelompokkan menjadi: musiman,menahun, dan berhubungan dengan pekerjaan. Alergennya pun berbeda. Pohon rumput dan rumput liar menyebabkan gejala musiman. Spora jamur menyebabkan gejala musiman dan menahun. Alergen rumahan seperti tungau debu, sisa kulit hewan dan jamur biasanya menyebabkan gejala menahun. Rinitis yang berhubungan dengan pekerjaan dipicu oleh paparan zat iritan dan alergen. Jika alergen penyebabnya maka digolongkan sebagai rinitis alergi,sedangkan jika penyebabnya adalah zat iritan disebut rintis non-alergi Mastin, 2003. Universitas Sumatera Utara 28 2.5.2. Rinitis Non-Alergi Diagnosa rinitis non alergi ditegakkan sesudah menyingkirkn kemungkinan alergi. Penyebab yang umum antara lain: rinitis vasomotor, rinitis hormonal, rinitis nonalergi dengan sindrom eosinofilia, rinitis yang berhubungan dengan pekerjaan subtipe iritan, rinitis gustatori, rinitis medikamentosa, dan rinitis yang diinduksi oleh obat Quiller, 2006. Banyak penyakit imunologis tidak hanya diperantarai hanya satu, namun banyak jenis reaksi hipersensitifitas, rinitis salah satunya. Rinitis merupakan inflamasi pada membran mukosa pada kavum nasalis dan sinus. Penyebabnya bervariasi, mulai dari commmon cold sampai infeksi lain yang jarang terjadi, seperti difteri dan antraks. Menurut Rubin 2014, beberapa jenis rinitis antara lain: 1. Rinitis viral. Penyebab yang banyak menyebabkan rinitis akut adalah infeksi virus, khusunya common cold. Virus tersebut menggandakan diri di sel epitel, menyebabkan peluruhan sel. Mukosa terlihat edema dan akan terjadi penumpukan sel neutrofil dan mononuklear. Secara klinis, pembengkakan mukosa terasa seperti hidung yang sumbat. Sekresi mukus yang banyak meningkatkan permeabiitas pembuluh darah sehingga terjadi rinorhea. Rinitis viral juga dapat diikuti infeksi sekunder oleh flora normal hidung dan faring. Keluarnya cairan seosa yang banyak dapat berubah menjadi mukopurulen. Lalu, epitel sel akan berdegenerasi cepat setelah masa inflamasi selesai. 2. Rinitis kronis. Rinitis akut yang berulang dapat menjadi rinitis kronis. Deviasi septum nasalis sering menjadi faktor pencetus. Pada riniris kronis biasanya terjasi penebalan mukosa nasalis akibat hiperemis berkepanjangan, hiperplasia kelenjar mukus, dan infiltrasi sel plasma. 3. Rinitis alergi. Sejumlah alergen yang sering muncul pada lingkungan dapat menyebabkan rinitis alergi. Pada keadaan ini, terjadi alergi partikel yang ada di udara seperti: polen, jamur, dan hewan yang terdeposit di mukosa nasal. Rinitis alergi, atau hay fever, dapat terjadi akut dan musiman atau kronis dan perenial. Universitas Sumatera Utara 29

2.6. A