BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1   Tinjauan Umum 2.1.1  Tanah
Tanah  didefinisikan  sebagai  material  yang  terdiri  dari  agregat  butiran mineral-mineral  padat  yang  tidak  tersementasi  terikat  secara  kimia  satu  sama
lain  dan  dari  bahan-bahan  organik  yang  telah  melapuk  yang  berpartikel  padat disertai  dengan  zat  cair  dan  gas  yang  mengisi  ruang-ruang  kosong  di  antara
partikel-partikel padat tersebut Das,1991. Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Jika tanah
dalam keadaan kering maka tanah tersebut terdiri dari dua fase yaitu partikel padat dan pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri dari dua fase yaitu
partikel padat dan air pori. Sedangkan tanah dalam keadaan jenuh sebagian maka terdiri  dari  tiga  fase  yaitu  partikel  padat,  pori-pori  udara  dan  air  pori  Fadilla,
2014.  Fase-fase  tersebut  dapat  digambarkan  dalam  bentuk  diagram  fase  seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 a elemen tanah dalam keadaan asli; b tiga fase elemen tanah Hardiyatmo, 1992
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar tersebut diperoleh h persamaan hubungan antara volume-berat dari tanah berikut:
2.1 2.2
Dimana : : volume butiran padat  cm
3
:volume pori cm
3
: volume air di dalam pori cm
3
: volume udara di dalam pori cm
3
Apabila  udara  dianggap  tidak  mempunyai  berat,  maka  berat  total  dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
2.3 Dimana:
: berat butiran padat gr : berat air gr
2.1.2  Sifat-sifat Fisik Tanah 2.1.2.1 Porositas Porosity
Porositas  atau  porosity  n  didefinisikan  sebagai  persentase  perbandingan antara volume rongga
dengan volume total dalam tanah, atau :
2.4
Dimana: : porositas
Universitas Sumatera Utara
: volume rongga cm
3
: volume total cm
3
2.1.2.2 Angka Pori Void Ratio
Angka  pori  atau  void  ratio  e  didefinisikan  sebagai  perbandingan  antara volume rongga
dengan volume butiran dalam tanah, atau :
2.5 Dimana:
: angka pori : volume rongga cm
3
: volume butiran cm
3
2.1.2.3 Derajat Kejenuhan Degree of Saturation
Derajat  kejenuhan  atau  degree  of  saturation  S  didefinisikan  sebagai perbandingan antara volume air
dengan volume total rongga pori tanah .
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah
dapat dinyatakan dalam persamaan: 2.6
Dimana: : derajat kejenuhan
: berat volume air cm
3
:volume total rongga pori tanah cm
3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah Hardiyatmo, 1992
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering Tanah agak lembab
0 - 0,25 Tanah lembab
0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75 Tanah basah
0,76 - 0,99 Tanah jenuh
1
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo,  2002
2.1.2.4 Kadar Air Moisture Water Content
Kadar  air  atau  water  content  w  adalah  persentase  perbandingan  berat  air dengan berat butiran
dalam tanah, atau : 2.7
Dimana:
gr gr
2.1.2.5 Berat Volume Unit weight
Berat volume γ  adalah berat tanah per satuan volume.
γ 2.8
Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume unit weight sebagai berat volume basah moist unit weight.
Universitas Sumatera Utara
Dimana: : berat volume basah grcm
3
: berat butiran tanah gr : volume total tanah cm
3
2.1.2.6 Berat Volume Kering Dry Unit Weight
Berat  volume  kering adalah  perbandingan  antara  berat  butiran  tanah
dengan  volume  total  tanah .  Berat  volume  tanah
dapat  dinyatakan dalam persamaan :
2.9 Dimana:
: berat volume kering grcm
3
: berat butiran tanah gr : volume total tanah cm
3
2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat Soil Volume Weight
Berat  volume  butiran  padat adalah  perbandingan  antara  berat  butiran
tanah dengan  volume  butiran  tanah  padat
.  Berat  volume  butiran  padat dapat dinyatakan dalam persamaan :
2.10 Dimana:
: berat volume padat grcm
3
: berat butiran tanah gr : volume total padat cm
3
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.8 Batas-batas Atterberg Atterberg Limit
Atterberg  adalah  seorang  peneliti  tanah  berkebangsaan  Swedia  yang  telah menemukan  batas-batas  Atterberg  pada  tahun  1911.  Atterberg  mengusulkan  ada
lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar  air,  yaitu  batas  cair  liquid  limit,  batas  plastis  plastic  limit,  batas  susut
shrinkage  limit,  batas  lengket  sticky  limit  dan  batas  kohesi  cohesion  limit. Tetapi  pada  umumnya  batas  lengket  dan  batas  kohesi  tidak  digunakan  Bowles,
1991. Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg Soedarmo, 1997
2.1.2.8.1 Batas Cair Liquid Limit
Batas cair liquid limit adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas
cair  ditentukan  dari  pengujian  Cassagrande  1948,  yakni  dengan  meletakkan tanah  ke  cawan  dan  dibentuk  sedemikian  rupa,  kemudian  tanah  tersebut  dibelah
oleh  grooving  tool  dan  dilakukan  pemukulan  dengan  cara  engkol  dinaikkan  dan sampai  mangkuk  menyentuh  dasar,  dilakukan  juga  perhitungan  ketukan  sampai
tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan Grooving Tool Hardiyatmo, 1992
2.1.2.8.2 Batas Plastis Plastic Limit
Batas plastis plastic limit dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana  pada  batas  bawah  daerah  plastis  atau  kadar  air  minimum.  Untuk
mengetahui  batas  plastis  suatu  tanah  dilakukan  dengan  percobaan  menggulung tanah  berbentuk  silinder  dengan  diameter  sekitar  3,2  mm  18  inchi  dengan
menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah
batas plastis.
2.1.2.8.3 Batas Susut Shrinkage Limit
Batas susut shrinkage limit adalah  kadar air tanah pada kedudukan antara daerah  semi  padat  dan  padat,  yaitu  persentase  kadar  air  di  mana  pengurangan
kadar  air  selanjutnya  tidak  mengakibatkan  perubahan  volume  tanahnya.  Dapat
Universitas Sumatera Utara
dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus.
Percobaan batas susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi
dengan  tanah  jenuh  sempurna  yang  kemudian  dikeringkan  dalam  oven.  Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan
dalam persamaan : {
} 2.12
dengan : = berat tanah basah dalam cawan percobaan gr
= berat tanah kering oven gr = volume tanah basah dalam cawan
= volume tanah kering oven = berat jenis air
2.1.2.8.4 Indeks Plastisitas Plasticity Index
Indeks  plastisitas  adalah  selisih  batas  cair  dan  batas  plastis.  Indeks plastisitas  merupakan  interval  kadar  air  dimana  tanah  masih  bersifat  plastis.
Indeks  plastisitas  dapat  menunjukkan  sifat  keplastisitasan  tanah  tersebut.  Jika tanah  memiliki  interval  kadar  air  daerah  plastis  yang  kecil,  maka  tanah  tersebut
disebut  tanah  kurus,  sedangkan  apabila  suatu  tanah  memiliki  interval  kadar  air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.13 dapat digunakan
untuk  menghitung  besarnya  nilai  indeks  plastisitas  dari  suatu  tanah.  Tabel  2.2 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.
Universitas Sumatera Utara
2.13 Dimana :
LL = batas cair PL = batas plastis
Tabel 2.2 Indeks Plastisitas Tanah
PI Sifat
Macam Tanah Kohesi
Non-Plastis Pasir
Non – Kohesif
7 Plastisitas Rendah
Lanau Kohesif Sebagian
7-17 Plastisitas Sedang
Lempung berlanau Kohesif
17 Plastisitas Tinggi
Lempung Kohesif
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo,  2002
2.1.2.8.5 Indeks Cair Liquidity Indeks
Kadar  air  tanah  asli  relatif  pada  kedudukan  plastis  dan  cair,  dapat didefinisikan  oleh  indeks  cair  liquidity  indeks  dan  dinyatakan  menurut
persamaan : LI
=
PI PL
wN PL
LL PL
wN 
 
Dengan : LI
= indeks cair liquidity indeks
Wn =
Kadar air dilapangan Jika Wn = LL, maka LI = 1, sedangkan jika Wn = PL, maka LI = 0.
Jadi untuk lapisan tanah asli yang didalam kedudukan plastis . nilai LL Wn PL
. Jika kadar air bertambah dari PL menuju LL, maka LI  bertambah dari
Universitas Sumatera Utara
0  sampai  1.  lapisan  tanah  asli  dengan  wN    LI,  akan  mempunyai  LL    1. Tapi jika wN  kurang dari PL, LI akan negatif.
2.1.2.9 Berat Jenis Specific Gravity
Berat  jenis  tanah  atau  specific  gravity  Gs  didefinisikan  sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah
dengan berat volume air dengan  isi  yang  sama  pada  temperatur  tertentu.  Berat  jenis  tanah
dapat dinyatakan dalam persamaan:
2.11 Dimana:
: berat volume padat grcm
3
: berat volume airgrcm
3
: berat jenis tanah Batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo,  2002
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.10 Klasifikasi Tanah
Sistem  klasisfikasi  tanah  adalah  suatu  sistem  pengaturan  beberapa  jenis tanah yang berbeda - beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok -
kelompok  dan  subkelompok  -  subkelompok  berdasarkan  pemakaiannya Das,1991.  Sistem  klasisfikasi  tanah  didasarkan  atas  ukuran  partikel  yang
diperoleh  dari  analisa  saringan  dan  plastisitasnya.  Tujuan  dari  pengklasifikasian tanah  ini  adalah  untuk  memungkinkan  memperkirakan  sifat  fisis  tanah  dengan
mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah.
Beberapa  sistem  klasifikasi  telah  dikembangkan  dan  pengklasifikasian tersebut yaitu :
1. Klasifikasi tanah sistem USCS
2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System USCS
Sistem  ini  pertama  kali  dikembangkan  oleh  Casagrande  1942  sebagai sebuah  metode  untuk  pekerjaan  pembuatan  lapangan  terbang  oleh  The  Army
Corps  of  Engineers pada  Perang  Dunia  II.  Pada  saat  ini  sistem  ini  telah
dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Klasifikasi berdasarkan Unified System Das, 1991, tanah dikelompokkan menjadi :
1. Tanah butir kasar coarse-grained-soil
Merupakan tanah yang lebih dari 50 bahannya tertahan pada ayakan no.200 0,075 mm. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G
Universitas Sumatera Utara
atau S. G adalah untuk kerikil gravel atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir sand atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus fine-grained-soil
Merupakan tanah yang lebih dari 50  berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 0,075 mm. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf
awal M untuk lanau silt anorganik, C untuk lempung clay anorganik, dan O  untuk  lanau-organik  dan  lempung-organik.  Simbol  PT  digunakan  untuk
tanah gambut peat, muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
Tanah  berbutir  kasar  ditandai  dengan  simbol  kelompok  seperti  :  GW,  GP, GM, GC, SW, SP, SM dan SC. Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam
klasifikasi tanah ini adalah : W : well graded tanah dengan gradasi baik
P  : poorly graded tanah dengan gradasi buruk L : low plasticity plastisitas rendah LL  50
H : high plasticity plastisitas tinggi  LL  50 Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 fraksi halus.
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.
3. Koefisien  keseragaman  Uniformity  coefficient,  Cu  dan  koefisien  gradasi
gradation coefficient, Cc untuk tanah dimana 0-12 lolos ayakan no.200. 4.
Batas cair LL dan Indeks Plastisitas PI bagian tanah yang lolos ayakan no.40 untuk tanah dimana 5 atau lebih lolos ayakan no.200.
Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Klasifikasi Tanah Sistem USCS Das, 1991
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem  klasifikasi  tanah  sistem  AASHTO  American  Association  of  State Highway Transportation Official
dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road  Administration  Classification  System
.  Kemudian  sistem  ini  mengalami beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board
pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah  kedalam  tujuh  kelompok  besar,  yaitu  A-1  sampai  A-7.  Tanah  yang
diklasifikasikan  ke  dalam  A-1  sampai  A-3  adalah  tanah  berbutir  yang  35  atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah
A-4  sampai  A-7  adalah  tanah  yang  lebih  dari  35  butirannya  lolos  ayakan  no. 200.
Pengklasifikasian  tanah  dilakukan  dengan  cara  memproses  dari  kiri  ke kanan  pada  bagan  tersebut  sampai  menemukan  kelompok  pertama  yang  data
pengujian  bagi  tanah  tersebut  memenuhinya  dan  pada  awalnya  membutuhkan data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair, batas plastis dan IP yang dihitung.
3. Batas susut.
Khusus  untuk  tanah-tanah  yang  mengandung  bahan  butir  halus diidentifikasikan
lebih lanjut
dengan indeks
kelompoknya. Bagan
pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO Das, 1991
2.1.3  Sifat-sifat Mekanis Tanah 2.1.3.1 Pemadatan Tanah Compaction
Pemadatan tanah compaction adalah suatu proses dimana udara pada pori- pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis digilasditumbuk sehingga partikel-
partikel  tanah  menjadi  rapat.  Dengan  kata  lain,  pemadatan  adalah  densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan
volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal ini merupakan cara yang  paling  jelas  dan  sederhana  untuk  memperbaiki  stabilitas  dan  kekuatan
dukung tanah. Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo 1992, antara lain :
1. Mempertinggi kuat geser tanah
2. Mengurangi sifat mudah mampat kompresibilitas
3. Mengurangi permeabilitas
Universitas Sumatera Utara
4. Mengurangi  perubahan  volume  sebagai  akibat  perubahan  kadar  air  dan
lainnya. Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan  lapangan.  Setelah  dipadatkan  tanah  tersebut  mampu  memberikan  kuat geser  yang  tinggi  dengan  sedikit  perubahan  volume.  Hal  ini  dikarenakan
permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.
Tanah lempung mempunyai permeabilitas  yang rendah dan tanah ini tidak dapat  dipadatkan  dengan  baik  dalam  kondisi  basah  seperti  halnya  tanah  lanau.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan daya dukung yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis
kandungan mineralnya. Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana
terdapat 4 empat variabel yang digunakan dalam fungsi compaction, yaitu: -
Usaha pemadatan -
Jenis tanah -
Kadar air tanah -
Berat isi kering tanah Bowles, 1991. Hubungan  berat  volume  kering
dengan  berat  volume  basah dan
kadar air  dinyatakan dalam persamaan : 2.14
Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould
dengan  volume  9,34  x ,  dan  penumbuk  dengan  berat  2,5  kg
dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian compaction tanah dipadatkan dalam
Universitas Sumatera Utara
3  lapisan  standart  Proctor  dan  5  lapisan  modified  Proctor  dengan  pukulan sebanyak 25 kali pukulan.
Pengujian-pengujian  tersebut  dilakukan  dengan  pemadatan  sampel  tanah basah  pada  kadar  air  terkontrol  dalam  suatu  cetakan  dengan  jumlah  lapisan
tertentu.  Setiap  lapisan  dipadatkan  dengan  sejumlah  tumbukan  yang  ditentukan dengan  penumbuk  dengan  massa  dan  tinggi  jatuh  tertentu.  Standar  ASTM
maupun  AASHTO  hendaknya  digunakan  sebagai  acuan  untuk  rincian  pengujian tersebut.
Kadar air yang memberikan berat unit kering yang maksimum disebut kadar air optimum OMC. Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume
dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang
menunjukkan  suatu  kadar  air  optimum  yang  lebih  tinggi.  Hasil  dari  pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat
volume kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah Hardiyatmo, 1992
Garis  ZAV  Zero  Air  Void  Line  adalah  hubungan  antara  berat  isi  kering dengan kadar  air bila derajat kejenuhan 100,  yaitu bila pori tanah sama sekali
Universitas Sumatera Utara
tidak  mengandung  udara.  Grafik  ini  berguna  sebagai  petunjuk  pada  waktu menggambarkan  grafik  pemadatan.  Grafik  tersebut  berada  di  bawah  ZAV  dan
biasanya  grafik  tersebut  tidak  lurus  tetapi  agak  cekung  ke  atas.  Apabila  kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka
hal  tersebut  menunjukan  tanah  yang  dipadatkan  memiliki  derajat  kejenuhan mendekati  100  dan  sedikit  mengandung  udara.  Pada  penelitian  ini,  percobaan
pemadatan  tanah  di  laboratorium  yang  digunakan  untuk  menentukan  kadar  air optimum  dan  berat  isi  kering  maksimum  adalah  percobaan  pemadatan  standar
standard compaction test.
2.1.3.2 Pengujian California Bearing Ratio CBR
California  Bearing  Ratio CBR  adalah  percobaan  daya  dukung  tanah
yang  dikembangkan  oleh California  State  Highway  Departement.  Prinsip pengujian  ini  adalah  pengujian  penetrasi  dengan  menusukkan  benda  ke  dalam
benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan  untuk  membuat  perkerasan.  Pengujian  CBR  adalah  perbandingan
antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan  penetrasi  yang  sama.  Nilai  CBR  dihitung  pada  penetrasi  sebesar  0.1
inci  dan  penetrasi  sebesar  0.2  inci  dan  selanjutnya  hasil  kedua  perhitungan tersebut  dibandingkan  sesuai  dengan  SNI  03-1744-2012  diambil  hasil  terbesar.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm 0,1” terhadap penetrasi
standard besarnya 70,37 kgcm2 1000 psi.
Universitas Sumatera Utara
Nilai CBR = PI70,37 x 100   PI dalam kg  cm
2
2.  Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm 0,2”
terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kgcm2 1500 psi Nilai CBR =PI105,56  x 100   PI dalam kg  cm
2
Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar. Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-2012.Nilai
kekuatan  tanah  tersebut  digunakan  sebagai  acuan  perlu  tidaknya  distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.
a. CBR laboratorium rendaman soaked design CBR Pada  pengujian  CBR  laboratorium  rendaman  pelaksanaannya  lebih  sulit
karena  membutuhkan  waktu  dan  biaya  relatif  lebih  besar  dibandingkan  CBR laboratorium tanpa rendaman. Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR
rendaman.
b. CBR laboratorium tanpa rendaman Unsoaked Design CBR Hasil  pengujian  CBR  laboratorium  tanpa  rendaman  sejauh  ini  selalu
menghasilkan  daya  dukung  tanah  lebih  besar  dibandingkan  dengan  CBR laboratorium rendaman.
2.2   Bahan-bahan Penelitian 2.2.1  Tanah Lempung Clay