BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum 2.1.1 Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat butiran mineral-mineral padat yang tidak tersementasi terikat secara kimia satu sama
lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk yang berpartikel padat disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara
partikel-partikel padat tersebut Das,1991. Tanah merupakan komposisi dari dua atau tiga fase yang berbeda. Jika tanah
dalam keadaan kering maka tanah tersebut terdiri dari dua fase yaitu partikel padat dan pori-pori udara. Tanah yang jenuh seluruhnya juga terdiri dari dua fase yaitu
partikel padat dan air pori. Sedangkan tanah dalam keadaan jenuh sebagian maka terdiri dari tiga fase yaitu partikel padat, pori-pori udara dan air pori Fadilla,
2014. Fase-fase tersebut dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 a elemen tanah dalam keadaan asli; b tiga fase elemen tanah Hardiyatmo, 1992
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar tersebut diperoleh h persamaan hubungan antara volume-berat dari tanah berikut:
2.1 2.2
Dimana : : volume butiran padat cm
3
:volume pori cm
3
: volume air di dalam pori cm
3
: volume udara di dalam pori cm
3
Apabila udara dianggap tidak mempunyai berat, maka berat total dari contoh tanah dapat dinyatakan dengan :
2.3 Dimana:
: berat butiran padat gr : berat air gr
2.1.2 Sifat-sifat Fisik Tanah 2.1.2.1 Porositas Porosity
Porositas atau porosity n didefinisikan sebagai persentase perbandingan antara volume rongga
dengan volume total dalam tanah, atau :
2.4
Dimana: : porositas
Universitas Sumatera Utara
: volume rongga cm
3
: volume total cm
3
2.1.2.2 Angka Pori Void Ratio
Angka pori atau void ratio e didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga
dengan volume butiran dalam tanah, atau :
2.5 Dimana:
: angka pori : volume rongga cm
3
: volume butiran cm
3
2.1.2.3 Derajat Kejenuhan Degree of Saturation
Derajat kejenuhan atau degree of saturation S didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air
dengan volume total rongga pori tanah .
Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah
dapat dinyatakan dalam persamaan: 2.6
Dimana: : derajat kejenuhan
: berat volume air cm
3
:volume total rongga pori tanah cm
3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah Hardiyatmo, 1992
Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan
Tanah kering Tanah agak lembab
0 - 0,25 Tanah lembab
0,26 - 0,50 Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75 Tanah basah
0,76 - 0,99 Tanah jenuh
1
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002
2.1.2.4 Kadar Air Moisture Water Content
Kadar air atau water content w adalah persentase perbandingan berat air dengan berat butiran
dalam tanah, atau : 2.7
Dimana:
gr gr
2.1.2.5 Berat Volume Unit weight
Berat volume γ adalah berat tanah per satuan volume.
γ 2.8
Para ahli tanah kadang-kadang menyebut berat volume unit weight sebagai berat volume basah moist unit weight.
Universitas Sumatera Utara
Dimana: : berat volume basah grcm
3
: berat butiran tanah gr : volume total tanah cm
3
2.1.2.6 Berat Volume Kering Dry Unit Weight
Berat volume kering adalah perbandingan antara berat butiran tanah
dengan volume total tanah . Berat volume tanah
dapat dinyatakan dalam persamaan :
2.9 Dimana:
: berat volume kering grcm
3
: berat butiran tanah gr : volume total tanah cm
3
2.1.2.7 Berat Volume Butiran Padat Soil Volume Weight
Berat volume butiran padat adalah perbandingan antara berat butiran
tanah dengan volume butiran tanah padat
. Berat volume butiran padat dapat dinyatakan dalam persamaan :
2.10 Dimana:
: berat volume padat grcm
3
: berat butiran tanah gr : volume total padat cm
3
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.8 Batas-batas Atterberg Atterberg Limit
Atterberg adalah seorang peneliti tanah berkebangsaan Swedia yang telah menemukan batas-batas Atterberg pada tahun 1911. Atterberg mengusulkan ada
lima keadaan konsistensi tanah. Batas-batas konsistensi tanah ini didasarkan pada kadar air, yaitu batas cair liquid limit, batas plastis plastic limit, batas susut
shrinkage limit, batas lengket sticky limit dan batas kohesi cohesion limit. Tetapi pada umumnya batas lengket dan batas kohesi tidak digunakan Bowles,
1991. Batas-batas konsistensi dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Batas-batas Atterberg Soedarmo, 1997
2.1.2.8.1 Batas Cair Liquid Limit
Batas cair liquid limit adalah kadar air tanah ketika tanah berada diantara keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu pada batas atas dari daerah plastis. Batas
cair ditentukan dari pengujian Cassagrande 1948, yakni dengan meletakkan tanah ke cawan dan dibentuk sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut dibelah
oleh grooving tool dan dilakukan pemukulan dengan cara engkol dinaikkan dan sampai mangkuk menyentuh dasar, dilakukan juga perhitungan ketukan sampai
tanah yang dibelah tadi berhimpit. Untuk lebih jelasnya, alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan grooving tool dapat dilihat pada Gambar 2.3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Cawan Cassagrande dan Grooving Tool Hardiyatmo, 1992
2.1.2.8.2 Batas Plastis Plastic Limit
Batas plastis plastic limit dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk
mengetahui batas plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm 18 inchi dengan
menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah
batas plastis.
2.1.2.8.3 Batas Susut Shrinkage Limit
Batas susut shrinkage limit adalah kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana pengurangan
kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Dapat
Universitas Sumatera Utara
dikatakan bahwa tanah tersebut tidak akan mengalami penyusutan lagi meskipun dikeringkan secara terus menerus.
Percobaan batas susut dilakukan dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Pada bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi
dengan tanah jenuh sempurna yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan
dalam persamaan : {
} 2.12
dengan : = berat tanah basah dalam cawan percobaan gr
= berat tanah kering oven gr = volume tanah basah dalam cawan
= volume tanah kering oven = berat jenis air
2.1.2.8.4 Indeks Plastisitas Plasticity Index
Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih bersifat plastis.
Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka tanah tersebut
disebut tanah kurus, sedangkan apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Persamaan 2.13 dapat digunakan
untuk menghitung besarnya nilai indeks plastisitas dari suatu tanah. Tabel 2.2 menunjukkan batasan nilai indeks plastisitas dari jenis-jenis tanah.
Universitas Sumatera Utara
2.13 Dimana :
LL = batas cair PL = batas plastis
Tabel 2.2 Indeks Plastisitas Tanah
PI Sifat
Macam Tanah Kohesi
Non-Plastis Pasir
Non – Kohesif
7 Plastisitas Rendah
Lanau Kohesif Sebagian
7-17 Plastisitas Sedang
Lempung berlanau Kohesif
17 Plastisitas Tinggi
Lempung Kohesif
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002
2.1.2.8.5 Indeks Cair Liquidity Indeks
Kadar air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat didefinisikan oleh indeks cair liquidity indeks dan dinyatakan menurut
persamaan : LI
=
PI PL
wN PL
LL PL
wN
Dengan : LI
= indeks cair liquidity indeks
Wn =
Kadar air dilapangan Jika Wn = LL, maka LI = 1, sedangkan jika Wn = PL, maka LI = 0.
Jadi untuk lapisan tanah asli yang didalam kedudukan plastis . nilai LL Wn PL
. Jika kadar air bertambah dari PL menuju LL, maka LI bertambah dari
Universitas Sumatera Utara
0 sampai 1. lapisan tanah asli dengan wN LI, akan mempunyai LL 1. Tapi jika wN kurang dari PL, LI akan negatif.
2.1.2.9 Berat Jenis Specific Gravity
Berat jenis tanah atau specific gravity Gs didefinisikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah
dengan berat volume air dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Berat jenis tanah
dapat dinyatakan dalam persamaan:
2.11 Dimana:
: berat volume padat grcm
3
: berat volume airgrcm
3
: berat jenis tanah Batas-batas besaran berat jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Berat Jenis Tanah
Macam Tanah Berat Jenis
Kerikil 2,65 - 2,68
Pasir 2,65 - 2,68
Lanau tak organik 2,62 - 2,68
Lempung organik 2,58 - 2,65
Lempung tak organik 2,68 - 2,75
Humus 1,37
Gambut 1,25 - 1,80
Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.10 Klasifikasi Tanah
Sistem klasisfikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda - beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok -
kelompok dan subkelompok - subkelompok berdasarkan pemakaiannya Das,1991. Sistem klasisfikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang
diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Tujuan dari pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis tanah dengan
mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah.
Beberapa sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian tersebut yaitu :
1. Klasifikasi tanah sistem USCS
2. Klasifikasi tanah sistem AASHTO
2.1.2.10.1 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System USCS
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Casagrande 1942 sebagai sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army
Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah
dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.
Klasifikasi berdasarkan Unified System Das, 1991, tanah dikelompokkan menjadi :
1. Tanah butir kasar coarse-grained-soil
Merupakan tanah yang lebih dari 50 bahannya tertahan pada ayakan no.200 0,075 mm. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G
Universitas Sumatera Utara
atau S. G adalah untuk kerikil gravel atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir sand atau tanah berpasir.
2. Tanah berbutir halus fine-grained-soil
Merupakan tanah yang lebih dari 50 berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 0,075 mm. Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf
awal M untuk lanau silt anorganik, C untuk lempung clay anorganik, dan O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk
tanah gambut peat, muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM dan SC. Adapun simbol-simbol lain yang digunakan dalam
klasifikasi tanah ini adalah : W : well graded tanah dengan gradasi baik
P : poorly graded tanah dengan gradasi buruk L : low plasticity plastisitas rendah LL 50
H : high plasticity plastisitas tinggi LL 50 Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:
1. Persentase butiran yang lolos ayakan no.200 fraksi halus.
2. Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan no.40.
3. Koefisien keseragaman Uniformity coefficient, Cu dan koefisien gradasi
gradation coefficient, Cc untuk tanah dimana 0-12 lolos ayakan no.200. 4.
Batas cair LL dan Indeks Plastisitas PI bagian tanah yang lolos ayakan no.40 untuk tanah dimana 5 atau lebih lolos ayakan no.200.
Bagan pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Klasifikasi Tanah Sistem USCS Das, 1991
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.10.2 Sistem Klasifikasi AASHTO
Sistem klasifikasi tanah sistem AASHTO American Association of State Highway Transportation Official
dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public Road Administration Classification System
. Kemudian sistem ini mengalami beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh
Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board
pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang
diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35 atau kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah
A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35 butirannya lolos ayakan no. 200.
Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data
pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair, batas plastis dan IP yang dihitung.
3. Batas susut.
Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus diidentifikasikan
lebih lanjut
dengan indeks
kelompoknya. Bagan
pengklasifikasian sistem ini dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO Das, 1991
2.1.3 Sifat-sifat Mekanis Tanah 2.1.3.1 Pemadatan Tanah Compaction
Pemadatan tanah compaction adalah suatu proses dimana udara pada pori- pori tanah dikeluarkan dengan cara mekanis digilasditumbuk sehingga partikel-
partikel tanah menjadi rapat. Dengan kata lain, pemadatan adalah densifikasi tanah yang jenuh dengan penurunan volume rongga diisi dengan udara, sedangkan
volume padatan dan kadar air tetap pada dasarnya sama. Hal ini merupakan cara yang paling jelas dan sederhana untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan
dukung tanah. Maksud pemadatan tanah menurut Hardiyatmo 1992, antara lain :
1. Mempertinggi kuat geser tanah
2. Mengurangi sifat mudah mampat kompresibilitas
3. Mengurangi permeabilitas
Universitas Sumatera Utara
4. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan
lainnya. Tanah granuler merupakan tanah yang paling mudah penanganannya untuk
pekerjaan lapangan. Setelah dipadatkan tanah tersebut mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume. Hal ini dikarenakan
permeabilitas tanah granuler yang tinggi. Berbeda dengan pada tanah lanau yang permeabilitasnya rendah sangat sulit dipadatkan bila dalam keadaan basah.
Tanah lempung mempunyai permeabilitas yang rendah dan tanah ini tidak dapat dipadatkan dengan baik dalam kondisi basah seperti halnya tanah lanau.
Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan daya dukung yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis
kandungan mineralnya. Pada tahun 1933, Proctor menemukan dasar-dasar pemadatan tanah, dimana
terdapat 4 empat variabel yang digunakan dalam fungsi compaction, yaitu: -
Usaha pemadatan -
Jenis tanah -
Kadar air tanah -
Berat isi kering tanah Bowles, 1991. Hubungan berat volume kering
dengan berat volume basah dan
kadar air dinyatakan dalam persamaan : 2.14
Pada pengujian compaction di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould
dengan volume 9,34 x , dan penumbuk dengan berat 2,5 kg
dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Pada pengujian compaction tanah dipadatkan dalam
Universitas Sumatera Utara
3 lapisan standart Proctor dan 5 lapisan modified Proctor dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan.
Pengujian-pengujian tersebut dilakukan dengan pemadatan sampel tanah basah pada kadar air terkontrol dalam suatu cetakan dengan jumlah lapisan
tertentu. Setiap lapisan dipadatkan dengan sejumlah tumbukan yang ditentukan dengan penumbuk dengan massa dan tinggi jatuh tertentu. Standar ASTM
maupun AASHTO hendaknya digunakan sebagai acuan untuk rincian pengujian tersebut.
Kadar air yang memberikan berat unit kering yang maksimum disebut kadar air optimum OMC. Usaha pemadatan diukur dari segi energi tiap satuan volume
dari tanah yang telah dipadatkan. Untuk usaha pemadatan yang lebih rendah kurva pemadatan bagi tanah yang sama akan lebih rendah dan tergeser ke kanan, yang
menunjukkan suatu kadar air optimum yang lebih tinggi. Hasil dari pengujian pemadatan berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat
volume kering tanah yamg ditunjukkan Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah Hardiyatmo, 1992
Garis ZAV Zero Air Void Line adalah hubungan antara berat isi kering dengan kadar air bila derajat kejenuhan 100, yaitu bila pori tanah sama sekali
Universitas Sumatera Utara
tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAV dan
biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAV maka
hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan mendekati 100 dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan
pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan kadar air optimum dan berat isi kering maksimum adalah percobaan pemadatan standar
standard compaction test.
2.1.3.2 Pengujian California Bearing Ratio CBR
California Bearing Ratio CBR adalah percobaan daya dukung tanah
yang dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam
benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang dipergunakan untuk membuat perkerasan. Pengujian CBR adalah perbandingan
antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR dihitung pada penetrasi sebesar 0.1
inci dan penetrasi sebesar 0.2 inci dan selanjutnya hasil kedua perhitungan tersebut dibandingkan sesuai dengan SNI 03-1744-2012 diambil hasil terbesar.
Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm 0,1” terhadap penetrasi
standard besarnya 70,37 kgcm2 1000 psi.
Universitas Sumatera Utara
Nilai CBR = PI70,37 x 100 PI dalam kg cm
2
2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm 0,2”
terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kgcm2 1500 psi Nilai CBR =PI105,56 x 100 PI dalam kg cm
2
Dari kedua hitungan tersebut digunakan nilai terbesar. Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR sesuai dengan SNI-1744-2012.Nilai
kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan dalam spesifikasinya.
a. CBR laboratorium rendaman soaked design CBR Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit
karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR laboratorium tanpa rendaman. Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR
rendaman.
b. CBR laboratorium tanpa rendaman Unsoaked Design CBR Hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu
menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR laboratorium rendaman.
2.2 Bahan-bahan Penelitian 2.2.1 Tanah Lempung Clay