Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perekonomian dunia yang mengglobal telah menciptakan kondisi saling ketergantungan ekonomi antar negara, dan cenderung menimbulkan proses penyatuan aktivitas ekonomi baik di sektor riel maupun di sektor keuangan, sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai praktik kegiatan ekonomi tersebut seakan-akan tidak berlaku lagi. 1 Para ahli ekonomi dan keuangan sependapat bahwa arus globalisasi ekonomi yang menimbulkan hubungan interdependensi dan integrasi dalam bidang finansial, produksi dan perdagangan telah membawa dampak pada pengelolaan ekonomi Indonesia. 2 Selama dekade 80-an hampir semua negara di Asia, termasuk juga Indonesia melakukan liberalisasi sistem keuangannya sebagai tuntutan dari globalisasi ekonomi. 3 Implikasi dari liberalisasi keuangan ini adalah tersedianya banyak pilihan bagi masyarakat akan jasa-jasa keuangan dan tuntutan akan kualitas sumber daya 1 Sebagai motor penggerak globalisasi ekonomi ini adalah “sistem persaingan”, yang oleh sebagian pihak dianggap akan dapat menghasilkan perbaikan kualitas pemenuhan kebutuhan dan pelayanan bagi para pelaku ekonomi di negara-negara yang terlibat. Marsuki, Analisis Perekonomian Nasional Internasional, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2005, hal. 207. 2 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung: BooksTerrace Library:2007, hal.2. 3 Liberalisasi ini merupakan gabungan dari proses deregulasi dan proses privatisasi . dimana proses deregulasi meliputi pengurangan peranan perencanan pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan intervensinya, dan sebagai akibatnya terjadilah peningkatan peranan pasar. Sedangkan proses privatisasi , yaitu proses peralihan kepemilikan dari tangan pemerintah ke tangan private, baik sebagai perusahaan maupun perorangan. Yanto Bashri, Mau Ke Mana Pembangunan Ekonomi Indonesia: Prisma Pemikiran Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Jakarta: Prenada, 2003, hal.22. Universitas Sumatera Utara manusia serta persaingan yang semakin ketat. Secara umum liberalisasi keuangan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi melalui pemberian peran yang lebih besar pada kekuatan pasar dan direfleksikan dengan pelonggaran aturan seperti kemudahan bagi masuknya modal asing dan penetapan nilai tukar yang lebih luwes. 4 Titik awal liberalisasi ekonomi Indonesia adalah saat dikeluarkannya Deregulasi Juni 1983. Saat itulah diluncurkan deregulasi perbankan yang pertama kali bersamaan dengan restrukturisasi ekonomi secara keseluruhan, terutama untuk memperbaiki sektor keuangan dan sektor produktif riil yang berorientasi ekspor. 5 Dalam deregulasi ini terdapat penekanan peningkatan peran swasta untuk menggantikan sebagian besar peran pemerintah. Sejalan dengan strategi ini maka kebijakan-kebijakan dibidang perekonomian difokuskan pada upaya mendorong tumbuhnya industri-indusrti baru, yang sepenuhnya dibangun oleh pihak swasta. Kemudian dalam rangka mendorong, mempertahankan, dan memelihara kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta perluasan kesempatan kerja, maka pada Oktober 1988 pemerintah kembali mengambil langkah kebijakan lanjutan yang dikenal dengan Pakto 88. 6 Kebijakan ini membuka jalan bagi perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dengan memberi kemudahan 4 HLB Hadori Rekan, BI dan BLBI: Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan dan Hukum, Jakarta: Bank Indonesia, 2002, hal. 9. 5 Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, Jakarta: Mardi Mulyo, 2000, hal. 43. 6 Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia: Seberapa Jauh Kebijakan Moneter Mewarnai Perekonomian Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008, hal.123. Universitas Sumatera Utara mendirikan bank, membuka kantor cabang dan memperluas instrumen pengerahan dana masyarakat. Kewajiban likuiditas minimum setiap bank diturunkan dari 15 menjadi hanya 3 saja, dimana hal ini berhasil mengundang para pemilik modal untuk mendirikan sejumlah besar bank baru. Akibatnya pertumbuhan bank baik dari sisi jumlah bank, volume usaha, kredit yang diberikan dan dana masyarakat yang dihimpun mengalami perkembangan pesat. 7 Deregulasi ini bertujuan meningkatkan kemampuan dunia perbankan dan sektor keuangan pada umumnya dalam menunjang perkembangan dunia usaha. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan merupakan lembaga yang amat penting baik ditinjau dari segi peranannya sebagai sarana pelaksanaan kebijakan moneter maupun sebagai lembaga pembiayaan dalam keseluruhan mata rantai proses pembangunan nasional. 8 Peran perbankan sangat menentukan bagi pertumbuhan perekonomian negara, karena dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi melalui liabilitas dan aset. 9 Kenyataan yang kemudian dihadapi bahwa keleluasaan yang diberikan melalui deregulasi tidak dibarengi dengan peningkatan profesionalisme dan integritas dari pemilik dan pengurus bank yang sebagian besar merupakan kelompok-kelompok bisnis besar. Liberalisasi telah memfasilitasi pertumbuhan perbankan yang cepat, 7 Pertumbuhan pesat dialami oleh bank umum swasta nasional, bank asing, dan campuran serta Bank Perkreditan Rakyat BPR. Secara nasional jumlah bank sebelum Pakto 88 diluncurkan baru mencapai 111 bank, tetapi pada akhir 1997 jumlahnya menjadi dua kalinya atau sebanyak 222 bank, bahkan pada akhir 1995 jumlah bank pernah mencapai 240 bank. Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, Op.Cit, hal .45. 8 Aulia Pohan,Op.Cit, hal. 180. 9 Ade Arthesa, Edia Handiman, Bank Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta: Indeks, 2006, hal. 4. Universitas Sumatera Utara sehingga juga memberikan peluang untuk masuknya individu yang tidak bermutu ke dalam bisnis perbankan. 10 Telah menjadi fakta bahwa bank-bank hanya dijadikan kendaraan untuk menggelembungkan konglomerasi usaha. Sejumlah bank yang tumbuh dan berkembang tidak lepas dari kepentingan bisnis pemiliknya, sehingga tidak ada ruang yang memadai untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi perbankan. Kondisi perbankan nasional akhirnya malah semakin buruk karena besarnya kredit macet non performing loans akibat kurang hati-hati dalam menyalurkan dana. Meningkatnya kredit macet itu antara lain juga disebabkan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit legal lending limit yang dilakukan oleh pengelola bank. 11 Perbankan yang dikuasi oleh kelompok usaha memungkinkan terjadinya praktik penyaluran kredit kepada perusahaan yang merupakan anggota kelompok usaha bank tersebut. Pemberian kredit kepada kelompok usahanya sendiri tersebut sering kali tidak diiringi dengan penyediaan jaminan yang memadai. 12 Dalam kondisi seperti ini bank telah kehilangan fungsi utamanya sebagai lembaga perantara keuangan financial intermediary 13 , yang seharusnya bertindak netral. Kemudahan untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan lainnya telah membuat jumlah bank berkembang sangat pesat sehingga jumlahnya melebihi kapasitas bank sentral untuk dapat melakukan pengawasan secara intensif dan 10 Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hal. 55. 11 Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, Op.Cit, hal. 8. 12 Ibid, hal. 6. 13 Peran bank sebagai perantara keuangan financial intermediaries maksudnya adalah sebagai lembaga yang menghimpun dana dari investor, mengumpulkannya dan menginvestasikan dana tersebut pada perusahaan lain. Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, hal. 23. Universitas Sumatera Utara mendetail sehingga terjadi kerawanan dalam struktur perbankan Indonesia. 14 Walaupun pada satu sisi kebijakan deregulasi perbankan digunakan sebagai instrumen untuk membuka partisipasi swasta setelah daya dorong pertumbuhan sektor pemerintah melemah, namun pada sisi lainnya ketika fondasi institusi pendukungnya lemah dan pengawasan tidak memadai, maka liberalisme perbankan tersebut menjadi bumerang dan ikut berperan besar menyumbang terjadinya krisis moneter di Indonesia. 15 Cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian global ternyata tidak mampu diikuti oleh infrastruktur perekonomiannya. Perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien ternyata belum tertata dengan baik. 16 Dinamisme perekonomian yang tinggi tersebut tidak sepenuhnya disertai dengan upaya untuk menata pengalaman dunia usaha dan menciptakan penyelenggaraaan pemerintahan yang baik, sebagaimana tercermin pada kurangnya transparansi dan konsistensi pelaksanaan kebijakan. Soedrajad Djiwandono, mantan Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa para ahli telah membagi krisis 1997 menjadi dua kelompok. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa krisis sebagai suatu kepanikan finansial yang melanda banyak 14 Situasi ini berdampak langsung kepada besaran ketidakseimbangan dalam perkembangan kredit, dimana kredit menumpuk pada sektor tertentu khususnya property yang memiliki risiko sangat tinggi. Demikian pula dengan pelanggaran batas minimum pemberian kredit kepada pemilik dan kelompok usaha milik bank baik yang nyata maupun yang terselubung. Selain itu juga konsentrasi pinjaman luar negeri menjadi meningkat sangat tajam yang sangat berisiko terhadap gejolak nilai tukar. HLB Hadori Rekan, Op.Cit, hal. 10. 15 H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994 hal. 88. 16 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005, hal.78. Universitas Sumatera Utara negara di dunia melalui proses penularan. Kedua, pendapat yang menyebutkan bahwa krisis sebagai akibat dari kelemahan fundamental ekonomi nasional karena pelaksanaan kapitalisme kroni yang mengandung banyak kelemahan struktural. Selanjutnya Soedrajad mengatakan bahwa timbulnya krisis merupakan kombinasi dua unsur yang bekerja secara bersamaan, yakni unsur eksternal berupa kepanikan keuangan dan lemahnya ekonomi nasional, baik sektor perbankan maupun sektor riil. 17 Krisis perbankan yang terjadi pada tahun 1997 tersebut telah memberikan pelajaran akan pentingnya menciptakan industri perbankan nasional yang memiliki ketahanan dan kemampuan yang memadai untuk menghadapi berbagai macam gejolak eksternal. Dalam rangka menghadapi segala perubahan dan tantangan tersebut, perbankan nasional perlu mempersiapkan segala sesuatunya agar memiliki ketahanan yang kuat dalam menghadapi berbagai macam perubahan serta memiliki daya saing yang sehat dan wajar baik di pasar nasional maupun internasional. 18 Industri perbankan nasional memerlukan adanya suatu kerangka acuan bagaimana perbankan nasional mampu mengatasi segala perubahan dan tantangan serta arah yang hendak dicapai di masa yang akan datang. Kerangka acuan tersebut diwujudkan oleh Bank Indonesia pada awal tahun 2004 dengan mengeluarkan cetak biru blue print perbankan nasional yang bersifat menyeluruh dan dapat dipakai 17 Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi,Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002, hal. 58. 18 Dahlan Siamat, Op.Cit, hal. 125. Universitas Sumatera Utara sebagai acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam industri perbankan dan dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan Nasional API . 19 Bank Indonesia menyatakan bahwa API dirancang sebagai rekomendasi kebijakan policy recommendation bagi industri perbankan nasional dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi di masa mendatang, sekaligus menjadi arah kebijakan policy direction yang harus ditempuh oleh perbankan dalam kurun waktu yang cukup panjang. 20 Dapatlah dikatakan bahwa API merupakan suatu blueprint mengenai tatanan industri perbankan ke depan, dimana isi dokumennya menyangkut hampir semua aspek yang berhubungan dengan perbankan, seperti kelembagaan, struktur, pengawasan, pengaturan dan lembaga penunjang lainnya. Penegakan API di Indonesia sesungguhnya juga berjalan seiring dengan wacana arsitektur keuangan global yang diprakarsai oleh Bank For Settlement BIS. BIS adalah organisasi internasional yang memprakarsai dan memfasilitasi kerjasama antar bank sentral berbagai negara ditambah dengan beberapa organisasi internasional. 21 BIS memiliki komite khusus yaitu suatu komite pengawas perbankan yang disebut The Basle Committee on Banking Supervision. Komite tersebut mempunyai tugas untuk merumuskan dan mensosialisasikan Prinsip-prinsip 19 Istilah “Arsitektur Perbankan” digunakan oleh Bank Indonesia karena dianggap memberikan nuansa yang bersifat komprehensif dan luas mengenai tatanan perbankan yang diinginkan sampai waktu yang akan datang. Ada banyak istilah lain yang memiliki pengertian serupa dengan arsitekur perbankan, serta kerap kali dipergunakan dalam analisis oleh para ahli atau pengamat perbankan. Istilah tersebut anatara lain: blueprint perbankan, landscape perbankan, stratifikasi perbankan, dan pemetaan perbankan. Awawil Rizky, Nasyith Majidi, Bank Bersubsidi Yang Membebani, Jakarta: E Publishing, 2008 hal. 17. 20 Ibid, hal. 152. 21 Ibid, hal. 18-19. Universitas Sumatera Utara Pengawasan Bank Yang Efektif yang semuanya berjumlah 25 Butir 25 Core Principles For Effective Banking Supervision. Prinsip-prinsip ini pada dasarnya merupakan standar minimum yang digunakan sebagai referensi atau acuan dasar dalam melaksanakan pengawasan bank bagi otoritas pengawas perbankan secara internasional. 22 Sebagai sebuah rancangan bentuk industri perbankan yang ingin dicapai di masa depan, API memuat berbagai program yang terfokus pada upaya pembentukan industri perbankan melalui langkah-langkah penguatan pada semua sendi-sendi fundamental. Penguatan aspek kelembagaan, penyiapan infrastruktur pendukung, peningkatan pelaksanaan fungsi perbankan dalam melayani masyarakat, peningkatan kemampuan institusi dan sumber daya, peningkatan kualitas pengawasan dan pengaturan perbankan, sampai dengan menarik peran serta masyarakat dalam menjaga ketahanan dan daya saing perbankan. 23 Visi API adalah untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam rangka mewujudkan visinya, API menetapkan 6 pilar sasaran yang ingin dicapai dan diimplementasikan dalam program-program, sebagai berikut: 24 22 Dahlan Siamat, Op.Cit., hal. 197 23 Burhanuddin Abdullah, “Arah Kebijakan Perbankan”, dalam: http:www.bexi.co.idimages_resperbankan-Arah20Kebijakan20Perbankan.pdf . Diakses pada tanggal 20 November 2008. 24 Bank Indonesia, “Arsitektur Perbankan Indonesia API”, 2004, dalam: http:www.bi.go.idwebidPerbankanArsitektur+Perbankan+Indonesia . Diakses pada tanggal 5 Maret 2009. Universitas Sumatera Utara 1. Program penguatan struktur perbankan nasional 2. Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan 3. Program peningkatan fungsi pengawasan 4. Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional 5. Program pengembangan infrastruktur perbankan 6. Program peningkatan perlindungan nasabah Berkaitan dengan implementasi program API tersebut, Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah konsolidasi perbankan. Konsolidasi perbankan merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan yang sehat dan kuat. Dilaksanakannya konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank. Dalam rangka konsolidasi dilakukan penataan kembali srtuktur kepemilikan bank yang dimaksudkan untuk menciptakan struktur perbankan yang sehat sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. 25 Langkah penguatan struktur perbankan yang ditempuh melalui kebijakan konsolidasi antara lain dengan peningkatan modal bank. Kondisi permodalan yang kuat membuat bank dapat mengemban risiko yang tinggi. Itulah sebabnya kecukupan modal tetap merupakan fokus utama regulator dalam menciptakan bank yang sehat 25 Miranda. S. Gultom, Indonesia’s Banking Industry: Progress to Date, dalam Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan, Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, dalam http:zulsitompul.wordpress.com20080709merger-akuisisi-dan- konsolidasi-perbankan . Diakses tanggal 15 Februari 2009. Universitas Sumatera Utara dan aman. Untuk meningkatkan permodalan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan agar bank umum meningkatkan modal inti menjadi minimal Rp 80 Milyar pada Desember 2007 dan minimal Rp 100 Milyar pada Desember 2010. 26 Selain memperhatikan peningkatan aspek permodalan, untuk mendorong konsolidasi dan mendukung efektivitas pengawasan, khususnya consolidated bank supervision, 27 juga dilakukan dengan penataan struktur kepemilikan perbankan. Berkaitan dengan hal ini, Bank Indonesia pada tanggal 5 Okteber 2006 mengumumkan Paket Kebijakan Perbankan Otober 2006, dimana salah satu isi kebijakannya adalah penerapan Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy SPP yang dituangkan dalam Peraturan Bank Inonesia No.816PBI2006. 28 Pokok kebijakan SPP ini adalah bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi Pemegang Saham Pengendali PSP pada 1 satu bank umum di Indonesia. 29 Bank- bank diberi waktu untuk menyesuaikan struktur kepemilikan sampai dengan akhir 26 Peraturan Bank Indonesia No. 715PBI2005 Tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum jo Peraturan Bank Indonesia No. 916PBI2007 tentang Perubahan Atas PBI No. 715PBI2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum 27 Consolidated Bank Supervision adalah pengawasan bank secara konsolidasi, baik downstream dengan anak perusahaan maupun upstream hingga ke perusahaan induk. Metode pengawasan bank secara consolidated supervision merupakan tambahan dari metode pengawasan bank secara solo solo-basis yang umumnya dilakukan oleh otoritas pengawas. Melalui metode tersebut, otoritas pengawas turut memperhitungkan potensi risiko yang ada di anak perusahaan dan perusahaan induk dari bank. Bank Indonesia, ”Glosari Laporan Pengawasan Perbankan 2007”, dalam http:www.scribd.comdoc6455650Bank-Indonesia-Laporan-Pengawasan-Perbankan-2007 . Diakses tanggal 20 Maret 2009. 28 Bank Indonesia, “Kebijakan Baru Mendorong Intermediasi dan Konsolidasi Perbankan”, Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat, 2006, dalam http:www.bi.go.idNRrdonlyresA185B4F2-C181-4F03-A93C-46731FBE841B10536Boks2.pdf . Diakses tanggal 5 Maret 2009. 29 Pasal 1ayat 2 PBI No. 816PBI2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia Universitas Sumatera Utara Desember 2010. Pada prinsipnya SPP pada perbankan Indonesia diberlakukan untuk kepemilikan saham bank oleh PSP yang diperolehnya setelah berlakunya ketentuan ini. Namun demikian untuk mendukung tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut , maka PSP bank yang telah mengendalikan lebih dari 1 satu bank umum pada saat berlakunya ketentuan ini wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikan sahamnya pada bank-bank yang dikendalikannya. 30 Kewajiban penyesuaian struktur kepemilikan saham bank memberikan beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh pihak-pihak yang telah menjadi PSP pada lebih dari satu bank, antara lain: 31 a. Mengalihkan sebagian sahamnya atau seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 satu bank; atau b. Melakukan merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya, atau c. Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan Bank Holding Company dengan cara: 1 Mendirikan badan hukum baru sebagai Bank Holding Company, atau 30 Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia No.816PBI2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia 31 Pasal 3 ayat 1 PBI No. 816PBI2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia Universitas Sumatera Utara 2 Menunjuk salah satu bank yang dikendalikannya sebagai Bank Holding Company Saat ini pelaksanaan dari kebijakan kepemilikan tunggal ini dapat dilihat dari disahkannya merger antara PT Bank Niaga Tbk dan PT Bank Lippo Tbk pada bulan oktober 2008, dimana sebelumnya Bank Niaga dan Bank Lippo telah sepakat untuk melakukan konsolidasi terhadap bisnis mereka pada bulan Juni 2008. Konsolidasi ini memungkinkan Khazanah Berhad selaku pemegang saham pengendali kedua bank untuk melakukan langkah penyesuaian struktur kepemilikan dalam memenuhi tenggat waktu yang telah ditentukan dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia, yakni pada tahun 2010. 32 Konsentrasi kepemilikan bank selama ini telah memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Situasi yang sama telah mengakibatkan fungsi pengawasan internal menjadi kurang efektif. 33 Keberadaan Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau SPP yang merestrukturisasi kepemilikan bank di Indonesia berupaya mewujudkan tujuan konsolidasi perbankan dan peningkatan efektifitas pengawasan bank dengan tetap memperhatikan kepentingan para PSP yang sudah menanamkan modalnya di perbankan Indonesia, sehingga tercapailah sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien sesuai dengan visi 32 KOMPAS,dalam http:properti.kompas.comreadxml2008101708341378bi.setujui.m erger.cimb.niaga-lippo , Diakses tanggal 17 oktober 2008. 33 Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan.....”, Loc.Cit. Universitas Sumatera Utara API guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

B. Rumusan Masalah