BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perekonomian dunia yang mengglobal telah menciptakan kondisi saling ketergantungan ekonomi antar negara, dan cenderung menimbulkan proses penyatuan
aktivitas ekonomi baik di sektor riel maupun di sektor keuangan, sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai praktik kegiatan ekonomi tersebut seakan-akan tidak
berlaku lagi.
1
Para ahli ekonomi dan keuangan sependapat bahwa arus globalisasi ekonomi yang menimbulkan hubungan interdependensi dan integrasi dalam bidang
finansial, produksi dan perdagangan telah membawa dampak pada pengelolaan ekonomi Indonesia.
2
Selama dekade 80-an hampir semua negara di Asia, termasuk juga Indonesia melakukan liberalisasi sistem keuangannya sebagai tuntutan dari globalisasi
ekonomi.
3
Implikasi dari liberalisasi keuangan ini adalah tersedianya banyak pilihan bagi masyarakat akan jasa-jasa keuangan dan tuntutan akan kualitas sumber daya
1
Sebagai motor penggerak globalisasi ekonomi ini adalah “sistem persaingan”, yang oleh sebagian pihak dianggap akan dapat menghasilkan perbaikan kualitas pemenuhan kebutuhan dan
pelayanan bagi para pelaku ekonomi di negara-negara yang terlibat. Marsuki, Analisis Perekonomian Nasional Internasional, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2005, hal. 207.
2
Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, Bandung: BooksTerrace Library:2007, hal.2.
3
Liberalisasi ini merupakan gabungan dari proses deregulasi dan proses privatisasi . dimana proses deregulasi meliputi pengurangan peranan perencanan pemerintah dengan berbagai
kebijaksanaan intervensinya, dan sebagai akibatnya terjadilah peningkatan peranan pasar. Sedangkan proses privatisasi , yaitu proses peralihan kepemilikan dari tangan pemerintah ke tangan private, baik
sebagai perusahaan maupun perorangan. Yanto Bashri, Mau Ke Mana Pembangunan Ekonomi Indonesia: Prisma Pemikiran Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Jakarta: Prenada, 2003, hal.22.
Universitas Sumatera Utara
manusia serta persaingan yang semakin ketat. Secara umum liberalisasi keuangan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi melalui pemberian peran
yang lebih besar pada kekuatan pasar dan direfleksikan dengan pelonggaran aturan seperti kemudahan bagi masuknya modal asing dan penetapan nilai tukar yang lebih
luwes.
4
Titik awal liberalisasi ekonomi Indonesia adalah saat dikeluarkannya Deregulasi Juni 1983. Saat itulah diluncurkan deregulasi perbankan yang pertama
kali bersamaan dengan restrukturisasi ekonomi secara keseluruhan, terutama untuk memperbaiki sektor keuangan dan sektor produktif riil yang berorientasi ekspor.
5
Dalam deregulasi ini terdapat penekanan peningkatan peran swasta untuk menggantikan sebagian besar peran pemerintah. Sejalan dengan strategi ini maka
kebijakan-kebijakan dibidang perekonomian difokuskan pada upaya mendorong tumbuhnya industri-indusrti baru, yang sepenuhnya dibangun oleh pihak swasta.
Kemudian dalam rangka mendorong, mempertahankan, dan memelihara kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta perluasan kesempatan
kerja, maka pada Oktober 1988 pemerintah kembali mengambil langkah kebijakan lanjutan yang dikenal dengan Pakto 88.
6
Kebijakan ini membuka jalan bagi perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dengan memberi kemudahan
4
HLB Hadori Rekan, BI dan BLBI: Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan dan Hukum, Jakarta: Bank Indonesia, 2002, hal. 9.
5
Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, Jakarta: Mardi Mulyo, 2000, hal. 43.
6
Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia: Seberapa Jauh Kebijakan Moneter Mewarnai Perekonomian Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008, hal.123.
Universitas Sumatera Utara
mendirikan bank, membuka kantor cabang dan memperluas instrumen pengerahan dana masyarakat. Kewajiban likuiditas minimum setiap bank diturunkan dari 15
menjadi hanya 3 saja, dimana hal ini berhasil mengundang para pemilik modal untuk mendirikan sejumlah besar bank baru. Akibatnya pertumbuhan bank baik dari
sisi jumlah bank, volume usaha, kredit yang diberikan dan dana masyarakat yang dihimpun mengalami perkembangan pesat.
7
Deregulasi ini bertujuan meningkatkan kemampuan dunia perbankan dan sektor keuangan pada umumnya dalam menunjang perkembangan dunia usaha. Hal
ini menunjukkan bahwa perbankan merupakan lembaga yang amat penting baik ditinjau dari segi peranannya sebagai sarana pelaksanaan kebijakan moneter maupun
sebagai lembaga pembiayaan dalam keseluruhan mata rantai proses pembangunan nasional.
8
Peran perbankan sangat menentukan bagi pertumbuhan perekonomian negara, karena dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi melalui liabilitas dan
aset.
9
Kenyataan yang kemudian dihadapi bahwa keleluasaan yang diberikan melalui deregulasi tidak dibarengi dengan peningkatan profesionalisme dan integritas
dari pemilik dan pengurus bank yang sebagian besar merupakan kelompok-kelompok bisnis besar. Liberalisasi telah memfasilitasi pertumbuhan perbankan yang cepat,
7
Pertumbuhan pesat dialami oleh bank umum swasta nasional, bank asing, dan campuran serta Bank Perkreditan Rakyat BPR. Secara nasional jumlah bank sebelum Pakto 88 diluncurkan
baru mencapai 111 bank, tetapi pada akhir 1997 jumlahnya menjadi dua kalinya atau sebanyak 222 bank, bahkan pada akhir 1995 jumlah bank pernah mencapai 240 bank. Didik J. Rachbini, Suwidi
Tono, Op.Cit, hal .45.
8
Aulia Pohan,Op.Cit, hal. 180.
9
Ade Arthesa, Edia Handiman, Bank Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta: Indeks, 2006, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
sehingga juga memberikan peluang untuk masuknya individu yang tidak bermutu ke dalam bisnis perbankan.
10
Telah menjadi fakta bahwa bank-bank hanya dijadikan kendaraan untuk menggelembungkan konglomerasi usaha. Sejumlah bank yang
tumbuh dan berkembang tidak lepas dari kepentingan bisnis pemiliknya, sehingga tidak ada ruang yang memadai untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi perbankan.
Kondisi perbankan nasional akhirnya malah semakin buruk karena besarnya kredit macet non performing loans akibat kurang hati-hati dalam menyalurkan
dana. Meningkatnya kredit macet itu antara lain juga disebabkan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit legal lending limit yang dilakukan oleh pengelola
bank.
11
Perbankan yang dikuasi oleh kelompok usaha memungkinkan terjadinya praktik penyaluran kredit kepada perusahaan yang merupakan anggota kelompok
usaha bank tersebut. Pemberian kredit kepada kelompok usahanya sendiri tersebut sering kali tidak diiringi dengan penyediaan jaminan yang memadai.
12
Dalam kondisi seperti ini bank telah kehilangan fungsi utamanya sebagai lembaga perantara
keuangan financial intermediary
13
, yang seharusnya bertindak netral. Kemudahan untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan lainnya telah
membuat jumlah bank berkembang sangat pesat sehingga jumlahnya melebihi kapasitas bank sentral untuk dapat melakukan pengawasan secara intensif dan
10
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002, hal. 55.
11
Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, Op.Cit, hal. 8.
12
Ibid, hal. 6.
13
Peran bank sebagai perantara keuangan financial intermediaries maksudnya adalah sebagai lembaga yang menghimpun dana dari investor, mengumpulkannya dan menginvestasikan dana
tersebut pada perusahaan lain. Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
mendetail sehingga terjadi kerawanan dalam struktur perbankan Indonesia.
14
Walaupun pada satu sisi kebijakan deregulasi perbankan digunakan sebagai instrumen untuk membuka partisipasi swasta setelah daya dorong pertumbuhan
sektor pemerintah melemah, namun pada sisi lainnya ketika fondasi institusi pendukungnya lemah dan pengawasan tidak memadai, maka liberalisme perbankan
tersebut menjadi bumerang dan ikut berperan besar menyumbang terjadinya krisis moneter di Indonesia.
15
Cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian global ternyata tidak mampu diikuti oleh infrastruktur perekonomiannya. Perangkat
kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien ternyata belum tertata dengan baik.
16
Dinamisme perekonomian yang tinggi tersebut tidak sepenuhnya disertai dengan upaya untuk menata pengalaman dunia usaha dan menciptakan
penyelenggaraaan pemerintahan yang baik, sebagaimana tercermin pada kurangnya transparansi dan konsistensi pelaksanaan kebijakan.
Soedrajad Djiwandono, mantan Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa para ahli telah membagi krisis 1997 menjadi dua kelompok. Pertama, pendapat yang
menyebutkan bahwa krisis sebagai suatu kepanikan finansial yang melanda banyak
14
Situasi ini berdampak langsung kepada besaran ketidakseimbangan dalam perkembangan kredit, dimana kredit menumpuk pada sektor tertentu khususnya property yang memiliki risiko sangat
tinggi. Demikian pula dengan pelanggaran batas minimum pemberian kredit kepada pemilik dan kelompok usaha milik bank baik yang nyata maupun yang terselubung. Selain itu juga konsentrasi
pinjaman luar negeri menjadi meningkat sangat tajam yang sangat berisiko terhadap gejolak nilai tukar. HLB Hadori Rekan, Op.Cit, hal. 10.
15
H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994 hal. 88.
16
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan, Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005, hal.78.
Universitas Sumatera Utara
negara di dunia melalui proses penularan. Kedua, pendapat yang menyebutkan bahwa krisis sebagai akibat dari kelemahan fundamental ekonomi nasional karena
pelaksanaan kapitalisme kroni yang mengandung banyak kelemahan struktural. Selanjutnya Soedrajad mengatakan bahwa timbulnya krisis merupakan kombinasi dua
unsur yang bekerja secara bersamaan, yakni unsur eksternal berupa kepanikan keuangan dan lemahnya ekonomi nasional, baik sektor perbankan maupun sektor
riil.
17
Krisis perbankan yang terjadi pada tahun 1997 tersebut telah memberikan pelajaran akan pentingnya menciptakan industri perbankan nasional yang memiliki
ketahanan dan kemampuan yang memadai untuk menghadapi berbagai macam gejolak eksternal. Dalam rangka menghadapi segala perubahan dan tantangan
tersebut, perbankan nasional perlu mempersiapkan segala sesuatunya agar memiliki ketahanan yang kuat dalam menghadapi berbagai macam perubahan serta memiliki
daya saing yang sehat dan wajar baik di pasar nasional maupun internasional.
18
Industri perbankan nasional memerlukan adanya suatu kerangka acuan bagaimana perbankan nasional mampu mengatasi segala perubahan dan tantangan
serta arah yang hendak dicapai di masa yang akan datang. Kerangka acuan tersebut diwujudkan oleh Bank Indonesia pada awal tahun 2004 dengan mengeluarkan cetak
biru blue print perbankan nasional yang bersifat menyeluruh dan dapat dipakai
17
Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi,Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002, hal. 58.
18
Dahlan Siamat, Op.Cit, hal. 125.
Universitas Sumatera Utara
sebagai acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam industri perbankan dan dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan Nasional API .
19
Bank Indonesia menyatakan bahwa API dirancang sebagai rekomendasi kebijakan policy recommendation bagi industri perbankan nasional dalam
menghadapi segala perubahan yang terjadi di masa mendatang, sekaligus menjadi arah kebijakan policy direction yang harus ditempuh oleh perbankan dalam kurun
waktu yang cukup panjang.
20
Dapatlah dikatakan bahwa API merupakan suatu blueprint mengenai tatanan industri perbankan ke depan, dimana isi dokumennya
menyangkut hampir semua aspek yang berhubungan dengan perbankan, seperti kelembagaan, struktur, pengawasan, pengaturan dan lembaga penunjang lainnya.
Penegakan API di Indonesia sesungguhnya juga berjalan seiring dengan wacana arsitektur keuangan global yang diprakarsai oleh Bank For Settlement BIS.
BIS adalah organisasi internasional yang memprakarsai dan memfasilitasi kerjasama antar bank sentral berbagai negara ditambah dengan beberapa organisasi
internasional.
21
BIS memiliki komite khusus yaitu suatu komite pengawas perbankan yang disebut The Basle Committee on Banking Supervision. Komite tersebut
mempunyai tugas untuk merumuskan dan mensosialisasikan Prinsip-prinsip
19
Istilah “Arsitektur Perbankan” digunakan oleh Bank Indonesia karena dianggap memberikan nuansa yang bersifat komprehensif dan luas mengenai tatanan perbankan yang diinginkan
sampai waktu yang akan datang. Ada banyak istilah lain yang memiliki pengertian serupa dengan arsitekur perbankan, serta kerap kali dipergunakan dalam analisis oleh para ahli atau pengamat
perbankan. Istilah tersebut anatara lain: blueprint perbankan, landscape perbankan, stratifikasi perbankan, dan pemetaan perbankan. Awawil Rizky, Nasyith Majidi, Bank Bersubsidi Yang
Membebani, Jakarta: E Publishing, 2008 hal. 17.
20
Ibid, hal. 152.
21
Ibid, hal. 18-19.
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan Bank Yang Efektif yang semuanya berjumlah 25 Butir 25 Core Principles For Effective Banking Supervision. Prinsip-prinsip ini pada dasarnya
merupakan standar minimum yang digunakan sebagai referensi atau acuan dasar dalam melaksanakan pengawasan bank bagi otoritas pengawas perbankan secara
internasional.
22
Sebagai sebuah rancangan bentuk industri perbankan yang ingin dicapai di masa depan, API memuat berbagai program yang terfokus pada upaya pembentukan
industri perbankan melalui langkah-langkah penguatan pada semua sendi-sendi fundamental. Penguatan aspek kelembagaan, penyiapan infrastruktur pendukung,
peningkatan pelaksanaan fungsi perbankan dalam melayani masyarakat, peningkatan kemampuan institusi dan sumber daya, peningkatan kualitas pengawasan dan
pengaturan perbankan, sampai dengan menarik peran serta masyarakat dalam menjaga ketahanan dan daya saing perbankan.
23
Visi API adalah untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu dan
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam rangka mewujudkan visinya, API menetapkan 6 pilar sasaran yang ingin dicapai dan diimplementasikan dalam
program-program, sebagai berikut:
24
22
Dahlan Siamat, Op.Cit., hal. 197
23
Burhanuddin Abdullah, “Arah Kebijakan Perbankan”, dalam: http:www.bexi.co.idimages_resperbankan-Arah20Kebijakan20Perbankan.pdf
. Diakses pada tanggal 20 November 2008.
24
Bank Indonesia, “Arsitektur Perbankan Indonesia API”, 2004, dalam: http:www.bi.go.idwebidPerbankanArsitektur+Perbankan+Indonesia
. Diakses pada tanggal 5 Maret 2009.
Universitas Sumatera Utara
1. Program penguatan struktur perbankan nasional
2. Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan
3. Program peningkatan fungsi pengawasan
4. Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional
5. Program pengembangan infrastruktur perbankan
6. Program peningkatan perlindungan nasabah
Berkaitan dengan implementasi program API tersebut, Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah konsolidasi perbankan. Konsolidasi perbankan
merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan yang sehat dan kuat. Dilaksanakannya konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi
sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank. Dalam rangka konsolidasi dilakukan penataan kembali srtuktur kepemilikan bank yang
dimaksudkan untuk menciptakan struktur perbankan yang sehat sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang
berkesinambungan.
25
Langkah penguatan struktur perbankan yang ditempuh melalui kebijakan konsolidasi antara lain dengan peningkatan modal bank. Kondisi permodalan yang
kuat membuat bank dapat mengemban risiko yang tinggi. Itulah sebabnya kecukupan modal tetap merupakan fokus utama regulator dalam menciptakan bank yang sehat
25
Miranda. S. Gultom, Indonesia’s Banking Industry: Progress to Date, dalam Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan, Relevansinya dengan Kebijakan Single
Presence Policy”, dalam http:zulsitompul.wordpress.com20080709merger-akuisisi-dan-
konsolidasi-perbankan . Diakses tanggal 15 Februari 2009.
Universitas Sumatera Utara
dan aman. Untuk meningkatkan permodalan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan agar bank umum meningkatkan modal inti menjadi minimal Rp 80 Milyar
pada Desember 2007 dan minimal Rp 100 Milyar pada Desember 2010.
26
Selain memperhatikan peningkatan aspek permodalan, untuk mendorong konsolidasi dan mendukung efektivitas pengawasan, khususnya consolidated bank
supervision,
27
juga dilakukan dengan penataan struktur kepemilikan perbankan. Berkaitan dengan hal ini, Bank Indonesia pada tanggal 5 Okteber 2006
mengumumkan Paket Kebijakan Perbankan Otober 2006, dimana salah satu isi kebijakannya adalah penerapan Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single
Presence Policy SPP yang dituangkan dalam Peraturan Bank Inonesia No.816PBI2006.
28
Pokok kebijakan SPP ini adalah bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi Pemegang Saham Pengendali PSP pada 1 satu bank umum di Indonesia.
29
Bank- bank diberi waktu untuk menyesuaikan struktur kepemilikan sampai dengan akhir
26
Peraturan Bank Indonesia No. 715PBI2005 Tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum jo Peraturan Bank Indonesia No. 916PBI2007 tentang Perubahan Atas PBI No.
715PBI2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum
27
Consolidated Bank Supervision adalah pengawasan bank secara konsolidasi, baik downstream dengan anak perusahaan maupun upstream hingga ke perusahaan induk. Metode
pengawasan bank secara consolidated supervision merupakan tambahan dari metode pengawasan bank secara solo solo-basis yang umumnya dilakukan oleh otoritas pengawas. Melalui metode tersebut,
otoritas pengawas turut memperhitungkan potensi risiko yang ada di anak perusahaan dan perusahaan induk dari bank. Bank Indonesia, ”Glosari Laporan Pengawasan Perbankan 2007”, dalam
http:www.scribd.comdoc6455650Bank-Indonesia-Laporan-Pengawasan-Perbankan-2007 . Diakses
tanggal 20 Maret 2009.
28
Bank Indonesia, “Kebijakan Baru Mendorong Intermediasi dan Konsolidasi Perbankan”, Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat, 2006, dalam
http:www.bi.go.idNRrdonlyresA185B4F2-C181-4F03-A93C-46731FBE841B10536Boks2.pdf .
Diakses tanggal 5 Maret 2009.
29
Pasal 1ayat 2 PBI No. 816PBI2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Desember 2010. Pada prinsipnya SPP pada perbankan Indonesia diberlakukan untuk kepemilikan saham bank oleh PSP yang diperolehnya setelah berlakunya ketentuan
ini. Namun demikian untuk mendukung tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut , maka PSP bank yang telah mengendalikan lebih dari 1 satu bank umum pada saat
berlakunya ketentuan ini wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikan sahamnya pada bank-bank yang dikendalikannya.
30
Kewajiban penyesuaian struktur kepemilikan saham bank memberikan beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh pihak-pihak yang telah menjadi PSP pada
lebih dari satu bank, antara lain:
31
a. Mengalihkan sebagian sahamnya atau seluruh kepemilikan sahamnya pada
salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 satu
bank; atau b.
Melakukan merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya, atau
c. Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan Bank Holding Company
dengan cara: 1
Mendirikan badan hukum baru sebagai Bank Holding Company, atau
30
Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia No.816PBI2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia
31
Pasal 3 ayat 1 PBI No. 816PBI2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia
Universitas Sumatera Utara
2 Menunjuk salah satu bank yang dikendalikannya sebagai Bank Holding
Company Saat ini pelaksanaan dari kebijakan kepemilikan tunggal ini dapat dilihat dari
disahkannya merger antara PT Bank Niaga Tbk dan PT Bank Lippo Tbk pada bulan oktober 2008, dimana sebelumnya Bank Niaga dan Bank Lippo telah sepakat untuk
melakukan konsolidasi terhadap bisnis mereka pada bulan Juni 2008. Konsolidasi ini memungkinkan Khazanah Berhad selaku pemegang saham pengendali kedua bank
untuk melakukan langkah penyesuaian struktur kepemilikan dalam memenuhi tenggat waktu yang telah ditentukan dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kepemilikan
Tunggal Perbankan Indonesia, yakni pada tahun 2010.
32
Konsentrasi kepemilikan bank selama ini telah memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Situasi yang
sama telah mengakibatkan fungsi pengawasan internal menjadi kurang efektif.
33
Keberadaan Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau SPP yang merestrukturisasi kepemilikan bank di Indonesia berupaya mewujudkan tujuan konsolidasi perbankan
dan peningkatan efektifitas pengawasan bank dengan tetap memperhatikan kepentingan para PSP yang sudah menanamkan modalnya di perbankan Indonesia,
sehingga tercapailah sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien sesuai dengan visi
32
KOMPAS,dalam
http:properti.kompas.comreadxml2008101708341378bi.setujui.m erger.cimb.niaga-lippo
, Diakses tanggal 17 oktober 2008.
33
Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan.....”, Loc.Cit.
Universitas Sumatera Utara
API guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
B. Rumusan Masalah