Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik

(1)

PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM PARA PIHAK ATAS WANPRESTASI

DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

SKRIPSI

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Diajukan untuk melengkapitugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDRA PRASETYO 070200317

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

MEDAN

2014

   


(2)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapakan pada hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat dan kasih karunianya, sehingga penulis mampu menyusun dan menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul ”PERTANGGUNG JAWABAN PARA PIHAK ATAS TINDAKAN WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK. Penulisan skripsi ini, disusun untuk memenuhi dan melengkapi persyaratan tugas akhir dalam Mencapai dan memperoleh gelar Sarjana Hukum.

Telah banyak pihak memberikan semangat dan dorongan serta membantu memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulisan merasa berterima kasih dan berhutang budi pada mereka yang menjadi inspirasi dan smemberikan kontribusi dan wawasan bidang ilmu hukum. Melalui kesempatan ini, Penulis menyampaikan terima kasih, penghormatan dan Perhargaan yang tinggi kepada\:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.H., Selaku Pembantu Dekan Satu Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Haibuan, S.H., M.H., Selaku Pembantu Dekan Dua Fakultas Hukum Universitas Umatera utara.

4. Bapak Dr. O.K Saidin , S.H., M.Hum., Selaku Pembantu dekan Tiga Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Whinda, S.H., M.H., Selaku Ketua Departemen Kukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .


(3)

6. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., Selaku Sekertaris jurusan dan Dosen Pembimbing II 7. Ibu Dr. T. Keizerina, S.H., C.N., M.Hum., Selaku Dosen Pembimbing I

8. Ibu Maria Kaban, S.H., M.Hum., Selaku Dosen Penasehat Akademik

9. Dan seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas segala bimbingan,ilmu dan pengajaran yang diberikan. Dan tidak lupa juga kepada seluruh Staf dan Pegawai dalam ruang lingkup Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

10.Keluargaku : H. Hutajulu, S.H, Ayah; dr. R.M. Tambunan, Ibu; Romelia Junita, Adik, terima kasih atas segala perhatian dan dorongan semangat serta doa.

11.Teman, sahabat, dan Organisasi ( Ivan Stevanus, Chandra T.D. Manurung, Jeremy Diaz, GMNI FH USU serta sahabat –sahabat lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.yang selalu memberikan motivasi dan semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini


(4)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………..………

Daftar Isi ………...

Abstraksi ………..…... BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang... B.Perumusan Masalah... C.Tujuan dan Manfaat Penulisan... D.Keaslian Penulisan... E. Tinjauan Kepustakaan... F. Metode Penulisan... G.Sistematika Penulisan...

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN

A.Pengertian Perjanjian Pada Umumnya B.Objek dan Subjek Perjanjian

C.Syarat Sahnya Suatu Perjanjian D.Asas-asas Dalam Suatu Perjanjian

E. Jenis-Jenis dan Hapusnya Suatu Perjanjian

BAB III PRINSIP-PRINSIP UMUM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK (E COMMERCE)


(5)

B.Aturan Internasional Terkait Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik (E Commerce)

C.Proses Terjadinya Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik(E Commerce) D.Perbandingan Antara Jual Beli Umumnya Dengan Jual Beli Secara Elektronik(E

Commerce)

BAB IV TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK APABILA TERJADI WANPRESTASI

DALAM TRANSAKSI E COMMERCE

A.Para Pihak Yang Terkait Dalam Transaksi E Commerce

B.Wanprestasi Dalam Perjanjian Transaksi E Commerce

C.Tanggung Para Pihak Atas Wanprestasi Yang Terjadi Dalam Jual Beli Secara Elektronik(E Commerce)

D.Pembuktian dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN... B.SARAN...

DAFTAR PUSTAKA...


(6)

ABSTRAK

Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Tindakan Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik.

* HENDRA PRASETYO

** T.KEIZERINA DEVI AZWAR *** RAMLI SIREGAR

Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat disatu sisi memberikan dampak positif yaitu memperoleh pangsa pasar yang luas guna memperbanyak keuntungan ,di sisi lain hal ini juga dapat menimbulkan masalah dan juga kerugian akibat adanya ingkar janji atau wanprestasi oleh salah satu pihak. Sehingga, diperlukan alternatif penyelesaian sengketa yang efektif untuk menangani aktifitas online.

Pemanfaatan media E – commerce dalam dunia perdagangan sangat membawa dampak pada masyarakat internasional pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Bagi masyarakat Indonesia hal ini terkait masalah hukum yang sangat penting. Pentingnya permasalahan hukum di bidang E – commerce adalah terutama dalam memberikan perlindungan terhadap para pihak yang melakukan transaksi melalui internet.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif, yakni dengan mengumpulkan data dari berbagai refrensi baik melalui buku - buku, perundang – undangan, website, dan sumber – sumber refrensi lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bagaimana pihak – pihak dapat menyelesaikan suatu masalah dalam hal jual – beli tidak terlepas dari persyaratan dan syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Buku ke III tentang perikatan sebagaimana ditetapkan dan lebih lanjut diatur oleh Undang – Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, konsekuensi hukum dari perjanjian jual – beli melalui media elektronik akan dirasakan oleh salah satu pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Sehingga dalam transaksi jual – beli dibutuhkan ketelitianpara pihak terutama menyangkut bukti transaksi dan cara melakukan transaksi. Dengan demikian adanya bukti tersebut maka pertanggung jawaban hukum dapat diwujudkan dan semua masalah yang berkaitan dengan transaksi jual – beli elektronik dapat diselesaikan.

Kata Kunci : Wanprestasi, Transaksi Elektronik, Tanggung Jawab hukum.

 

* Penulis. **

Dosen Pembimbing satu. ***

Dosen Pembimbing dua.  


(7)

ABSTRAK

Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Tindakan Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik.

* HENDRA PRASETYO

** T.KEIZERINA DEVI AZWAR *** RAMLI SIREGAR

Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat disatu sisi memberikan dampak positif yaitu memperoleh pangsa pasar yang luas guna memperbanyak keuntungan ,di sisi lain hal ini juga dapat menimbulkan masalah dan juga kerugian akibat adanya ingkar janji atau wanprestasi oleh salah satu pihak. Sehingga, diperlukan alternatif penyelesaian sengketa yang efektif untuk menangani aktifitas online.

Pemanfaatan media E – commerce dalam dunia perdagangan sangat membawa dampak pada masyarakat internasional pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Bagi masyarakat Indonesia hal ini terkait masalah hukum yang sangat penting. Pentingnya permasalahan hukum di bidang E – commerce adalah terutama dalam memberikan perlindungan terhadap para pihak yang melakukan transaksi melalui internet.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum yuridis normatif, yakni dengan mengumpulkan data dari berbagai refrensi baik melalui buku - buku, perundang – undangan, website, dan sumber – sumber refrensi lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bagaimana pihak – pihak dapat menyelesaikan suatu masalah dalam hal jual – beli tidak terlepas dari persyaratan dan syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata Buku ke III tentang perikatan sebagaimana ditetapkan dan lebih lanjut diatur oleh Undang – Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, konsekuensi hukum dari perjanjian jual – beli melalui media elektronik akan dirasakan oleh salah satu pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Sehingga dalam transaksi jual – beli dibutuhkan ketelitianpara pihak terutama menyangkut bukti transaksi dan cara melakukan transaksi. Dengan demikian adanya bukti tersebut maka pertanggung jawaban hukum dapat diwujudkan dan semua masalah yang berkaitan dengan transaksi jual – beli elektronik dapat diselesaikan.

Kata Kunci : Wanprestasi, Transaksi Elektronik, Tanggung Jawab hukum.

 

* Penulis. **

Dosen Pembimbing satu. ***

Dosen Pembimbing dua.  


(8)

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah

Sudah menjadi kodratnya bahwa manusia harus hidup bermasyarakat dan saling membutuhkan satu sama lainya, manusia sebagai makhluk sosial saling berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, upaya untuk mencapai tujuan hidupnya antara lain dengan menjalin kerja sama yang baik antara sesama manusia dalam berbagai macam bidang kehidupan, di antara sekian banyak aspek kerja sama dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah aspek ekonomi yang di dalamnya mencakup masalah-masalah perdagangan, jual beli, dan sebagainya. Perdagangan atau jual beli merupakan salah satu cara yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perdagangan atau jual beli juga merupakan bukti bahwa setiap manusia memiliki ketergantungan terhadap sesamanya.

Saat ini transaksi E-Commerce telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Contoh untuk melakukan suatu perjanjian khususnya atau memesan alat – alat kebutuhan yang bersifat pribadi, sesorang cukup melakukan melalui internet. Keberadaan perdagangan atau jual beli melalui internet merupakan alternatif bisnis yang menjanjikan untuk diterapkan pada masa ini, karena lebih memberikan banyak kemudahan bagi para pihak dalam melakukan transaksi.

Dahulu orang melakukan transaksi jual beli dengan cara bertemu langsung antara penjual dan pembeli, dan bahkan sebelum adanya mata uang sebagai alat pembayaran transaksi jual beli dilakukan dengan cara barter atau pertukaran barang antara orang yang saling membutuhkan barang tersebut satu sama lain. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, telah banyak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada saat ini, segala macam bidang kegiatan


(9)

usaha manusia terasa semakin mudah, jika dibandingkan ketika teknologi yang digunakan belum mutakhir seperti sekarang ini. Perkembangan teknologi elektronik yang sangat pesat sangat mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia termasuk dalam transaksi jual beli.

Terbukanya jaringan informasi global yang serba transparan memungkinkan adanya transformasi secara cepat keseluruh dunia melalui dunia maya, dengan teknologi internet interaksi antar manusia mengalami perubahan yang cukup signifikan. Jaringan komunikasi global telah menciptakan tantangan-tantangan sekaligus permasalahan-permasalahan tersendiri terhadap cara pengaturan transaksi-transaksi perdagangan.

Keberadaan internet mengakibatkan semakin maraknya kegiatan perekonomian yang memanfaatkan internet sebagai media komunikasi dan transaksi dalam suatu perdagangan. Jual beli barang dan atau jasa secara elektronik melalui internet sering juga disebut dengan istilah e-commerce, jual beli seperti ini menimbulkan dampak tersendiri terhadap perkembangan hukum di Indonesia, termasuk pengaturan mengenai wanprestasi dalam jual beli secara elektronik karena hal tersebut menyangkut kepastian hukum dan kenyamanan bertransaksi melalui media elektronik. Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang jelas mengenai transaksi jual beli secara elektronik tersebut, mengingat di Indonesia belum ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah e-commerce, sedangkan tuntutan harus adanya perlindungan hukum terhadap pihak yang di rugikan apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli secara elektronik sangat mendesak.

Berdasarkan kondisi diatas, penulis akan melakukan penelitian yang kemudian dituangkan dalam skripsi yang berjudul, “Pertanggung Jawaban Hukum Para Pihak Atas Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik “.


(10)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah di uraikan pada latar belakang diatas maka penulis mencoba untuk mengidentifikasikan permasalahan yang timbul, sebagai berikut :

1. Bagaimana Para Pihak Dalam Transaksi Elektronik ?

2. Bagaimana Terjadinya Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik ?

3. Bagaimana Tanggung Jawab Para Pihak Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Transaksi

Elektronik ?

4. Bagaimana Pembuktian dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Apabila Terjadi Wanprestasi Dalam Transaksi Elektronik ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui terjadinya wanprestasi dalam jual beli secara elektronik.

2. Untuk mengetahui akibat hukum apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli secara elektronik.

3. Untuk mengetahui tindakan hukum yang dapat dilakukan para pihak apabila terjadi wanprestasi dalam jual beli secara elektronik.

4. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian wanprestasi yang terjadi dalam transaksi elektronik.

Sebuah karya tulis yang dibuat diharapkan dapat memberikan suatu manfaat, demikian pula yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Adapun manfaat yang diharapkan tersebut adalah :


(11)

1. Secara teoritis , penulisan skripsi ini dapat diharapkan sebagai bahan kajian terhadap penyelesaian hukum khususnya dalam transaksi elektronik.

2. Secara praktis , dengan ditulisnya skripsi ini maka diharapkan dapat memberikan pengertian akan cara menangani masalah wanprestasi dalam jual-beli secara elektronik dan juga memberi sumbangan pemikiran yuridis terhadap perkembangan hukum agar nantinya lebih dapat mengikuti serta memahami perkembangan teknologi informasi yang semakin berkembang pesat. Dan selain itu diharapkan agar dapat memberikan pemahaman dan wawasan ilmiah baik secara khusus maupun secara umum berkenaan dengan masalah dan tanggung jawab para pihak atas wanprestasi dalam jual-beli secara elektronik.

Penulisan menyadari bahwa keberadaan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna , namun besar harapan penulis agar skripsi dapat berguna menjadi bahan bacaan bagi peminat hukum serta yang berkenaan dengannya pada khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran penulis secara pribadi yang didasarkan dengan melihat perkembangan media elektronik khususnya internet sebagai bagian dari teknologi informasi yang mendukung semakin canggih dan praktisnya sebuah proses jual-beli.

Berdasarkan observasi yang penulis lakukan baik melalui media internet maupun perpustakaan maka sepengetahuan penulis didapat fakta bahwa belum ada penulisan


(12)

HUKUM PARA PIHAK ATAS TINDAKAN WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK”

Sehingga penulis sampai pada suatu kesimpulan tulisan ini bukanlah hasil penggandaan ataupun jiplakan dari hasil karya maupun tulisan orang lain. Mengenai keberadaan kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah suatu hal yang tidak perlu untuk diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan wajar karena diajukan semata-mata demi penyempurnaan penulisan skripsi, jadi sama sekali tidak ada maksud penulis untuk melakukan suatu tindakan plagiat ataupun menjiplak hasil karya tulis orang lain.

E.Tinjauan Pustaka

Sesuai dengan tujuan dari penulisan skripsi ini yang ingin membahas lebih lanjut mengenai “PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM PARA PIHAK ATAS TINDAKAN WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK, maka ada baiknya penulis memaparkan terlebih dahulu tentang pendapat hukum yang dianggap relevan dan sekiranya dapat digunakan sebagai landasan teori dalam penulisan skripsi ini. Adapun teori yang dimaksud adalah Postal rule dan Acceptance rule, yang menjelaskan tentang kepada siapa beban

Karena permasalahan utama yang ingin diangkat dalam skripsi ini adalah masalah pertanggung jawaban hukum akibat wanprestasi maka pada bagian lain ada literatur :

1. Postal Rule

Pendapat hukum ini antara lain menyatakan bahwa ketika syarat-syarat dalam term of condition yang ditentukan penjual dalam sebuah situs atau website telah


(13)

disetujui oleh pembeli, maka dengan menekan tombol send pembeli telah menandakan persetujuan terhadap ketentuan perjanjian yang ditawarkan oleh penjual dalam situs atau website dalam media internet. Pendapat hukum ini disebut juga teori kantor pos.

Secara praktis teori ini mengandung pengertian bahwa dengan surat ditangan kantor pos, pembeli dianggap telah melepaskan tanggung jawabnya dan apabila suatu saat terdapat keadaan dimana penjual mengatakan surat atau pesan melaui E-mail belum diterima sehingga barang yang dipesan belum dapat dikirim maka pihak pembeli dapat menuntut pihak penjual bertanggung jawab karena telah melakukan wanprestasi.

2. Acceptance rule

Pendapat yang kedua menyatakan bahwa kata sepakat dalam transaksi internet terjadi pada saat surat pesanan produk melalui E-mail diterima oleh penjual atau informasi telah ada dibawah kontrol penual. Pendapat hukum ini berpedoman, walaupun pembeli telah memenuhi segala term of condition dalam suatu transaksi jual beli melaui internet, misalnya telah melakukan pembayaran, hal ini bukan merupakan jaminan penjual akan mengirim produknya karena pengiriman E-mail oleh pembeli harus diterima terlebih dahulu dan telah berada dibawah kontrol pihak penjual1

Dengan demikian seandainya surat atau pesan ( E-mail) hilang diperjalan, tanggung jawab tidak dibebankan atau diberatkan pada penjual karena adanya


(14)

wanprestasi atau tidak dipenuhinya kewajiban baru dapat ditentukan apakah saat penjual telah menerima pesan atau E-mail. Dalam pendapat kedua ini pihak pembeli mempunyai hak untuk mengecek apakah informasi atau keterangan E-mail tersebut benar-benar telah diterima atau tidak oleh pihak penjual.

Berkaca pada kedua teori diatas maka terjawab sudah permasalahan tentang pihak mana atau siapa yang harus bertanggung jawab, namun bila kita kembali kepada pokok masalah yang ingin dibahas dalam skripsi ini maka timbul sebuah pertanyaan yaitu Bagaimana bentuk pertanggung jawaban akibat dari tindakan wanprestasi tersebut?

3. Bentuk Tanggung Jawab akibat Wanprestasi

Tanggung jawab adalah kewajiban dalam melakukan tugas tertentu, tanggung jawab timbul akibat karena telah diterima wewenang, seperti sebuah wewenang tanggung jawab juga membentuk hubungan tententu anatar pemberi wewenang dan penerima wewenang

Perjanjian adalah sesuatu yang sangat bekaitan dengan tanggung jawab. Sebab perjanjian yang dibuat akan menimbulkan hubungan hukum. Sebuah perjanjian berisikan suatu tujuan bahwa pihak yang satu akan memperoleh prestasi dan pihak lain berhak atas pemenuhan prestasti atau kewajiban. Dalam setiap perjanjian debitur wajib bertanggung jawab melakukan kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap tuntutan kreditu akibat terjadinya wanprestasi.

4. Ketentuan Ganti Rugi

Uraian diatas menggambarkan bahwa ganti rugi merupakan hal dominan yang paling sering timbul akibat terjadinya suatu wanprestasi dalam sebuah


(15)

perjanjian, ganti rugi sendiri dapat diartikan sebagai sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perikatan untuk memberikan penggntian biaya, kerugian, atau bunga hal ini diatur dalam Pasal 1243 sampai dengan 1252 KUHPerdata.

F.METODE PENELITIAN

Untuk melengkapi penilisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode peneliatian yang digunakan antara lain:

1.Sifat Penelitian.

Dalam menyusun skripsi ini, digunakan metode penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian huukum yuridis normative dalah penelitian dengan mengolah dan mengumpulkan data – data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, yaitu Bahan – bahan hukum yang sifatnya mengikat, seperti : peraturan dasar, peraturan perundang – undangan, dan peraturan lain yang berkaitan. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil penelitian hukum dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum atau sarjana hukum, dan bahkan bahan hukum tersier yang memberi petunjuk maupun penjelesan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya kamus – kamus hukum, jurnal – jurnal hukum, majalah hukum dan ensiklopedia.

2. Bahan Penelitian

Untuk melengkapi materi skripsi ini, maka penulis mencari dan mengambil data sekunder dan studi dokumen. Studi dokumen merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan


(16)

melalui data tertulis2. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, diperoleh melalui studi kepustakaan (library research) meliputi:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan atau ketentuan yang mengikat antara lain :

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPer) b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang(KUHD)

c. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen

d. UNCITRAL Model Law on Elektronik Commerce(1996) with additional article 5 bis as adopted in 1998 and guide to enactment, dan

e. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. f. Undang- Undang Nomor 30 tahun 1999. Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyeleasaian Sengketa.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang member penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang – Undang, hasil penelitian hukum, jurnal hukum dan sumber hukum lainnya.

3. Bahan hkum Tersier, bahan penelitian yang member petunjun maupun penjelesan terhadap bahan primer dan sekunder.

3. Teknik Pengumpulan Data.

Data – data dikumpulkan dengan bahan dan alat penelitian kepustakaan ( Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang diperoleh dari Perundang – undangan, karya tulis, pendapat sarjana hukum artikel - artikel baik majalah maupun Koran ,atau media elektronmik lainnya

      

2

 Soerjono Soekanto, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit UI Press, hal . 21


(17)

4. Analisis data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka akan diidentifikasi dan digolongkan sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti. Data yang diperoleh kemudian disusun secara sitematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif, untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas3. Kemudian dianalisis secara deskriptif dengan metode dedukdif dan indukdif.

G.. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan skripsi ini seluruhnya merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan satu sama lain. Untuk memberikan kemudahan dalam hal penulsan skripsi ini maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan yang mencakup atas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, Tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN

Tinjauan umum tentang hukum perjanjian yang yang meliputi pengertian perjanjian pada umumnya, objek dan subjek perjanjian, syarat sahnya suatu perjanjian, asas-asas dalam suatu perjanjian, jenis-jenis dan hapusnya suatu perjanjian.

BAB III PRINSIP – PRINSIP UMUM TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK ( E-COMMERCE)

Prinsip-prinsip umum transaksi jual-beli melalui media Elektronik menguraikan perkembangan transaksi melalui media elektronik, aturan internasional terkait


(18)

transaksi jual-beli melaui media elektronik, proses terjadinya transaksi jual-beli melalui media elektronik, perbandingan antara beli secara umum dengan jual-beli secara elektronik.

BAB IV TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK APABILA TERJADI WANPRESTASI

DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE

menerangkan tanggung jawab para pihak apabila terjadi wanprestasi didalam transaksi elektronik yaitu ; para pihak yang terkait dalam transaksi elektronik, wanprestasi dalam transaksi elektronik, pembuktian dan mekanisme peyelesaian sengketa.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh rangkaian bab – bab sebelumnya. Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi, dan dilengkapi dengan saran yang berguna bagi penyelesaian sengketa yang terjadi dalam transaksi melalui media elektronik apabila terjadi tindakan wanprestasi.

             


(19)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya

a.1 Pengertian pada umumnya

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah

“Overeenkomst” dari bahasa belanda atau “Agreement” dari bahasa inggris.

Sebelum diuraikan lebih jauh mengenai pengertian umum dari perjanjian maka ada baiknya dipaparkan terlebih dahulu mengenai pengertian dari perjanjian dan perikatan.

Subekti berpendapat bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara orang atau dua pihak berdasarkan mana satu pihak (Kreditor/si berpiutang) berhak menuntut suatu hak dan pihak yang lain (debitur/siberhutang) yang berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut4.

Sedangkan dalam hal perjanjian Subekti berpendapat bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perjanjian tersebut menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis5.

Perikatan dan perjanjian menunjukan dua hal yang berbeda, perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak sedangkan perjanjian adalah sesuatu hal yang

      


(20)

bersifat konkrit , suatu perikatan tidak dapat dilihat dengan mata kepala tetapi perjanjian dapat dilihat ,dibaca, atau diraba.

Hukum perikatan adalah istilah yang sangat luas cakupannya, istilah perikatan merupakan kesepadanan dari istilah belanda “Verbentenis” istilah hukum perikatan mencakup semua ketentuan dari buku III KUHPerdata, karena itu hukum perikatan terdiri atas dua golongan besar yaitu perikatan yang berasal dari undang-undang dan perikatan yang berasal dari perjanjian (Pasal 1233 KUHPerdata) . Eksistensi sebuah perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan juga berlandaskan pada ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “ suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”

Dengan membuat perjanjian berarti para pihak secara sukarela dan sadar telah mengikatkan diri untuk melakukan prestasi dengan jaminan berupa harta kekayaan yang dimiliki atau akan dimiliki oleh pihak-pihak yang berjanji. Sifat sukarela disini merupakan indikator bahwa perjanjian tersebut harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak-pihak yang membuat perjanjian, pernyataan sukarela ini menunjukan bahwa perikatan merupakan hasil dari sebuah perjanjian bukan Undang-undang.

Para pihak dalam perjanjian harus melaksanakan prestasi dan tahu konsekuensi dari pelaksanaan serta mengetahui bagaimana pemaksaan prestasi tersebut.

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah tidak lengkap dan tidak luas, tidak lengkap karena yang dirumuskan hanya perjanjian sepihak saja.Tidak luas karena mencakup mengenai perjanjian dalam hukum keluarga.


(21)

Dalam perikatan dan perjanjian terdapat suatu hal yang dapat dituntut itu dinamakan prestasi, yang berupa :

1. Menyerahkan suatu barang. 2. Melakukan suatu perbuatan. 3. Tidak melakukan suatu perbuatan.

Adapun sumber-sumber perikatan antara lain : Perikatan yang lahir dari undang-undang terdiri atas : 1. Yang lahir dari undang-undang saja.

2. Yang lahir dari undang-undang karena perbuatan orang, perbuatan orang ini dapat berupa perbuatan yang diperbolehkan, atau yang melanggar hukum atau ketentuan tertulis yang mengikat.

3. Perikatan yang lahir dari kontrak perjanjian.

4. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa “ suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu oran atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

5. Untuk perjanjian tertentu undang-undang menentukan harus dalam bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti, maka perjanjian itu tidak sah. Dengan demikian bentuk tertulis tadi tidak hanyalah semata-mata meupakan alat pembuktian semata saja, tetapi merupakan syarat untuk adanya

(bestaanwaarde) perjanjian itu6. B. Objek dan Subjek Perjanjian.

1. Objek Perjanjian


(22)

Inti dan hakekat dari perjanjian atau perikatan tiada lain :

Ialah prestasi, sesuai dengan Pasal 1234 KUHPerdata prestasi yang diperjanjikan itu adalah untuk menyerahkan, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Memberikan atau menyerahkan benda tidak hanya terbatas pada benda yang berwujud ataupun benda yang tertulis tetapi juga termasuk didalamnya penyerahan akan kenikmatan dari suatu barang, misalnya sewa-menyewa.

Menurut Pasal 1332 KUHPerdata hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok-pokok perjanjian. Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak bisa dijadikan objek perjanjian. Kemudian agar suatu perjanjian dapat dikatakan memenuhi kekuatan hukum yang sah, bernilai dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat maka prestasi yang menjadi objek perjanjian harus tertentu, atau sekurang-kurangnya jenis objek harus tertentu (Pasal 1332 KUHPerdata).

Prestasi yang dilaksanakan seorang debitur harus sesuatu yang benar-benar dapat dilaksanakan. Akan tetapi dalam mempersoalkan masalah prestasi yang tidak mungkin untuk dilaksanakan harus dapat dibedakan ketidakmungkinan mutlak dan ketidakmungkinan dari si debitur. Secara teoritis atas ketidakmungkinan tersebut terdiri atas dua pendapat yaitu :

a.) Ketidakmungkinan yang subjektif yaitu didasarkan pada anggapan subjektif debitur, hal ini tidak berimplikasi pada batalnya perjanjian.

b. ) Ketidakmungkinan objektif, prestasi secara nyata dan benar memang tidak dapat dilaksanakan debitur

Perjanjian yang prestasinya tidak mungkin dilakukan sejak dari semula membuat perjanjian yang demikian dengan sendirinya dianggap tidak sah, tidak mengikat, dan tidak


(23)

ada kewajiban dari debitur untuk memenuhinya, sebab ketidakmungkinan itu telah menghapus kewajiban itu sendiri dan menghapus resiko yang dapat diberatkan atau dibebankan pada debitur.

Apabila pada saat dibuat perjanjian semula memang benar-benar mungkin namun demikian oleh karena suatu hal menjadi tidak mungkin maka perjanjian seperti itu dianggap sah dan berharga. Adapun masalah sampai dimana pengaruh kejadian yang menyebabkan ketidakmungkinan tersebut masuk dalam ruang lingkup Overmacht.

Prestasi yang menjadi objek perjanjian bisa saja yang tidak bernilai uang, hal tersebut didasarkan pada pengertian penggantian suatu kerugian atau ganti rugi tidak berwujud berupa pemulihan kerugian dibidang moral dan kesopanan. Hal ini diatur dalam Pasal 1239,1240,1241,1243 7. KUHPerdata. Akan tetapi pendapat yang lain menyatakan bahwa setiap prestasi harus dapat dinilai dengan uang hal ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap prestasi harus mempunyai nilai ekonomi yang dapat dengan sendirinya menjadi bernilai uang.

2.Subjek Perjanjian

Yang dimaksud dengan subjek perjanjian ialah pihak - pihak yang terkait dalam suatu perikatan. Timbulnya perjanjian disebabkan oleh adanya hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang menduduki posisi berbeda. Dengan dilakukannya kata sepakat untuk melakukan perjanjian, maka kedua belah pihak telah mempunyai kebebasan dalam

      

7 Setiap perikatan harus terjadi pemenuhan kewajiban dalam penyelesaiannya yaitu memberikan penggantian

biaya, rugi dan bunga

Kreditur berhak menuntut akan hapusnya segala sesuatu yang telah diperbuat pada debitur tanpa mengurangi hak penggantian biaya, rugi dan bunga atas alasan itu.


(24)

berkehendak. Para pihak tidak mendapatkan suatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudtan prestasi tersebut.

Secara teori dan praktek umum subjek perjanjian dibagi tiga yaitu :

1. Individu yang bersangkutan pihak yang mengadakan perjanjian terdiri dari : a. Natuurlijke Persoon atau pihak yang mengadakan perjanjian.

b. Recht Persoon atau Badan yang hukum yang ditunjuk melakukan perjanjian 2. Seseorang atau keadaan tertentu menggunakan kedudukan atau hak orang lain

tertentu.

Pihak ketiga yang memiliki keterkaitan dengan para pihak, ialah yang dapat dilakukan pergantian kreditur telah ditetapkan dalam perjanjian.

C . Syarat-syarat Sahnya Perjanjian.

Ketentuan tentang tentang syarat sahnya perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu :

a. Kesepakatan meraka yang mengikatkan diri, ini dilihat dari rumusan aslinya berbunyi persetujuan dari mereka yang mengikatkan diri yang maksudnya didalam suatu perjanjian minimal harus ada dua subjek hukum yang dapat menyatakan kehendak untuk mengikatkan diri

b. Kecakapan untuk membuat perjanjian, secara yuridis yang dimaksud dengan kecakapan untutk membuat perikatan adalah kewenangan seseorang untuk mengikatkan diri. Hal ini didasarkan pada Pasal 1329 dan 1330 KUHPerdata. c. Suatu hal tertentu,


(25)

Bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok-pokok perjanjian atau objek yang diperjanjikan ditentukan jenisnya, sesuai pasal 1333 KUHPerdata tetapi harus dapat dilaksanakan dan dijelaskan.

d. Sebab atau kausa yang halal

Bahwa didalam suatu perjanjian disebutkan suatu perjanjian tanpa

sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan Pasal 1335 KUHPerdata.

Selain sebagai dasar kebebasan kontrak, KUHperdata juga mengatur tentang akibat dari perjanjian yaitu bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan semua perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik Pasal 1338 KUHPerdata. Terjadinya perjanjian menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai hal pokok dari pada objek yang diperjanjikan.

D. Asas-Asas Dalam Suatu Perjanjian

Pasal 1313 KUHPerdata mengatur tentang ketentuan perikatan yang mengatur mengenai perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian yang mana satu pihak atau lebih mengikatkan diri terhadap orang lain dengan perbuatan.

Asas-asas dalam Perjanjian antara lain :

1. Asas Konsesualisme yaitu, suatu perjanjian lahir manakala telah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini erat hubungannya dengan prinsip kebebasan dalam mengadakan perjanjian contohnya : pembeli dan penjual sama – sama sepakat akan harga barang atau jasa yang diperjanjikan.


(26)

2. Asas Kekuatan Mengikat yaitu, terikatnya para pihak pada apa yang telah disepakati dalam perjanjian dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang hal itu dikehendaki oleh para pihak adalah sama halnya dengan kekuatan - kekuatan mengikat undang-undang. Contohnya : Setiap syarat – syarat yang ada dalam perjanjian harus disepakati kedua pihak seperti jumlah harga yang disepakati,berapa lama waktu pembayaran, dan pengiriman barang

3. Asas Kepercayaan yaitu, Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan orang lain harus dapat menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasi tersebut dikemudian hari. Misalnya, Sipenjual percaya pada sipembeli akan kemampuan melakukan kewajiban pembayaran terhadap barang yang dia jual.

4. Asas Persamaan Hak yaitu, Asas ini menempatkan kedua belah pihak pada persamaan derajat, tidak ada perbedaan, masing-masing pihak melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua belah pihak untuk menghormati satu sama lain. Setiap pihak mempunyai hak dan kewajiban masing – masing yaitu pembeli harus membayarkan sejumlah uang kepada sipejual atas nilai dari pada barang yang diperjanjikan, setelah itu sipenjual harus menyerahkan barang yang telah dibeli oleh sipembeli sebagai haknya.

5. Asas keseimbangan yaitu, Menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Asas ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul beban melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dengan demikian kedudukan kreditur yang kuat juga


(27)

diimbangi dengan kewajiban untutk memperhatikan itikad baik melaksanakan segala kewajiban, sehingga kedudukan debitur dengan kreditur seimbang.

6. Asas Moral yaitu, Asas ini sangat terlihat pada perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menuntut kontra prestasi dari pihak debitur. Adapun faktor-faktor yang memberi motifasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan aspek kesusilaan sebagai panggilan hati nurani.

7. Asas Kepatutan yaitu, Hal ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang berhubungan isi perjanjian, dimana titik beratnya adalah mengenai aspek keadilan masyarakat.

8. Asas Kebiasaan yaitu, Suatu perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang diatur secara tegas akan tetapi hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan lazim diikuti.

9 Asas Kepastian hukum yaitu, Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan yang mengikatnya perjanjian tersebut, yaitu undang-undang bagi para pihak.

10 Asas Kebebasan Kontrak yaitu, Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

9 ketertiban umum dan kesusilaan.

E .Jenis – jenis Dan Hapusnya Suatu Perjanjian.

Ada dikenal dua macam bentuk perjanjian, yaitu Perjanjian Bernama (Nominaat) dan Perjanjian tidak Bernama ( Innominaat).


(28)

Perjanjian Bernama adalah bentuk perjanjian yang terdapat dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Sedangkan yang dimaksud dengan Perjanjian Tidak Bernama, adalah bentuk perjanjian yang tidak diatur dalam KUHPerdata maupun KUHDagang .

Namun bila tidak ada peraturan yang mengatur, maka pengaturannya kembali berdasarkan pada ketetapan KUHPerdata. Pada masa penjajahan Belanda diterapkan hukum belanda guna mengatur perjanjian pada masyarakat Indonesia yang kemudian diberlakukan suatu hukum barat tertulis yaitu Burgerlijk Wtboek (BW) .

Jenis – Jenis Perjanjian

a. Perjanjian Timbal Balik.

Perjanjian jenis ini sering disebut juga perjanjian bilateral atau bisa disebut perjanjian antara dua pihak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban – kewajiban kepada kedua belah pihak dan hal serta kewajiban itu saling berhubungan atau mengikat satu dengan yang lain.

Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan satu dengan yang lain adalah bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul perjanjian tersebut, yang satu mempunyai hak maka pihak lain disana sebagai pemikul kewajiban dari perjanjian tersebut. Misalnya sewa menyewa dan tukar menukar8.

b. Perjanjian Timbal Balik Tidak Sempurna.

Perjanjian timbal balik tidak sempurna pada dasarnya adalah perjanjian sepihak karena kewajiban pokoknya hanya terdapat pada salah satu pihaknya saja. Tetapi dalam hal – hal yang lain dapat timbul kewajiban pada pihak lain, misalnya Perjanjian memberi kuasa (latsgeving) tanpa upah.

c. Perjanjian Cuma – Cuma.

      

8


(29)

Perjanjian cuma – cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, contohnya : hibah, simpan pinjam cuma – cuma, penitipan barang cuma – cuma. Termasuk dalam perjanjian ini adalah perjanjian – perjanjian dimana ada prestasi pada kedua belah pihak tetapi prestasi pada pihak yang satu lebih kecil atau tidak seimbang, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa prestasi yang dimaksud terdapat kontra prestasi terhadap pihak lain.

d. Perjanjian atas Beban.

Defenisi perjanjian atas beban yang ada dalam Pasal 1314 KUHPerdata dianggap lebih mengarah kepada perjanjian timbal balik, untuk itu para sarjana telah memberikan perumusan lain tentang perjanjian atas beban yaitu :

Perjanjian atas beban yaitu persetujuan dimana terhadap prestasi yang satu selalu ada kontraprestasi pihak lain, dimana kontra prestasinya tidak semata-mata merupakan pembatasan atas prestasi yang satu atau hanya sekedar menerima kembali prestasinya sendiri.

Beberapa hal yang dapat diperhatikan dari defenisi di atas yaitu :

1) Kata terhadap “yang satu” mencerminkan bahwa prestasi yang satu mempunyai hubungan dengan prestasi yang lain.

2) “Yang kontra prestasinya bukan merupakan pembatasan atas prestasi yang lain” dapat dicontohkan dengan hibah bersyarat dimana satu pihak bersedia memberikan hibah (prestasi) asal si penerima hibah memberikan sesuatu kepada pemberi hibah

3) Kemudian dalam kalimat “yang kontra prestasinya bukan sekedar menerima prestasinya sendiri” dapat dicontohkan dengan perjanjian pinjam pakai dimana


(30)

kontra prestasinya adalah sekedar mengembalikan apa yang telah dipinjamkan yang tak lain adalah prestasi dari pihak lain itu sendiri.

e. Perjanjian Kebendaan.

Merupakan perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas suatu benda terhadap pihak lain yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada orang lain. Penyerahan tersebut merupakan perjanjian kebendaan. Dalam hal jual beli benda tetap maka perjanjian jual belinya disebut perjanjian jual beli sementara.

Perjanjian untuk kebendaan dimaksudkan untuk mengoper atau mengalihkan benda ( hak atas benda ) disamping untuk menimbulkan, mengubah atau menghapus hak – hak atas kebendaan. Hal lain yang perlu diingat bahwa peralihan, perubahan dan penghapusan hak – hak kebendaan tidak semata – mata didasarkan atas kesepakatan saja tetapi undang – undang sering menyaratkan bahwa bentuk kesepakatan tertentu misalnya membuat akta tertulis atau didaftarkan. Kalau dalam kesepakatan sudah tersimpul adanya kehendak untuk menimbulkan akibat kebendaan, timbul akibat hukum itu tidak cukup hanya dengan kata sepakat saja.

f. Perjanjian Obligatoir.

Adalah Perjanjian dimana pihak – pihak sepakat, mengikatkan diri unuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain, Menurut KUHPerdata perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari suatu benda dari penjual kepada pembeli.


(31)

g. Perjanjian Konsensuil.

Perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah cukup untuk menimbulkan perjanjian bagi yang bersangkutan.

h. Perjanjian Riil.

Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. Sebuah kesepakatan dianggap belum cukup menimbulkan perjanjian riil. Bahkan pada perjanjian riil sepakat mempunyai dua fungsi yaitu sebagai unsur dari perjanjian riil dan unsur lainnya dapat menimbulkan perjanjian yang berdiri sendiri.

i. Perjanjian Liberatoir.

Ialah perjanjian yang membebaskan seseorang dari keterikatanya dari suatu kewajiban tertentu, perjanjian yang menghapuskan perikatan yaitu perjanjian antara dua orang atau pihak yang maksudnya atau isinya adalah menghapus perikatan yang ada diantara mereka.

j. Perjanjian Pembuktian.

Perjanjian dimana para pihak menetapkan alat – alat bukti apa yang dapat atau dilarang digunakan dalam hal terjadinya perselisihan antara para pihak. Didalamnya dapat pula ditetapkan kekuatan pembuktian yang bagaimana akan diberikan oleh para pihak terhadap satu alat bukti tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan pembuktian pada perjanjian pembuktian adalah :

Memudahkan pembuktian dan karenanya menghindari proses perkara yang berkepanjangan.


(32)

1. Membatasi atau menyimpangi ketentuan undang – undang tentang pebuktian. 2. Membatasi atau menyimpangi ketentutan Undang – Undang tentang pembuktian

k. Perjanjian Untung – Untungan.

Bisa dikatakan bahwa hampir setiap perjanjian bermaksud menguntungkan atau merugikan pihak para pihak sebagai akibat dari pada peristiwa yang masih tidak pasti dan baru akan terjadi dikemudian hari. Hal yang istimewa dari perjanjian ini adalah bahwa prestasi – prestasi timbal balik tidak akan seimbang antara satu dengan yang lain, perjanjian ini bersifat timbal balik yaitu bahwa bagi kedua belah pihak timbul kewajiban meskipun dengan syarat konsuil atau kebetulan, dengan catatan bahwa kewajiban – kewajiban tersebut telah dimasukan kedalam daya berlakunya syarat yang konsuil tersebut dan bukan hanya merupakan tambahan, unsur untung – untungan harus domina merupakan bagian yang esensial dari perjanjian.9

l. Perjanjian Publik.

Merupakan perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya swasta.

m. Perjanjian Campuran.

Perjanjian jenis ini merupakan perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya Pemilik penginapan yang menyewakan kamar tetapi juga menyediakan makanan (jual beli ) dan juga jasa pelayanan

      

9 Pasal 1774 KUHPerdata; mengatur mengenai perbuatan untung – rugi, misalnya perjudian taruhan pada


(33)

n. Perjanjian Sepihak.

Perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada salah satu pihak saja, sedangkan pada pihak yang lain hanya ada hak saja.

o. Perjanjian Untuk Menetapkan Kedudukan Hukum.

Dalam perjanjian ini untuk menentukan kedudukan hukum para pihak sepakat untuk menetapkan dan mengetahui kedudukan hukum masing – masing, tidak dimaksudkan untuk menimbulkan atau menciptakan hak dan kewajiban baru, hanya dimaksud untuk menghapuskan ketidakpastian mengenai adanya atau isinya suatu hubungan hukum.

Hapusnya Suatu Perjanjian.

Perjanjian berakhir apabila terjadi hapusnya perikatan. Perikatan akan hapus apabila terjadi10 :

1. Pembayaran

Yang dimaksud dengan pembayaran disini bukan hanya sebatas pembayaran sejumlah uang, tetapi termasuk juga setiap tindakan, pemenuhan prestasi.

2. Pembaharuan Utang.

Dalam Pasal 1413 KUHPerdata ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu pembaharuan utang:

1. Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan baru guna orang yang menghutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapus karenanya,


(34)

2. Apabila seorang yang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang yang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya; 3. Apabila sebagai akibat dari suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru

ditunjuk untuk menggantikan kreditur yang lama, terhadap siapa yang berpiutang dibebaskan dari perikatannya.

3. Perjumpaan Hutang atau kompensasi.

Perjumpaan hutang atau kompensasi dengan jalan memperhitungkan piutang secara timbal balik antara kreditur dan debitur merupakan suatu cara penghapusan utang.

4. Pencampuran Utang

Apabila kedudukan orang sebagai berpiutang dan berutang berkumpulah pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu pencampuran utang dengan mana piutang – piutang itu dihapuskan.

5. Pembebasan Utang.

Pembebasan utang terjadi apabila berpiutang menyatakan dengan tegas tidak menginginkan lagi prestasi dari yang berhutang.

6. Musnahnya Barang Yang Terhutang.

Musnahya barang yang diperjanjikan akan menghapus perikatannya selama musnahnya barang tersebut diluar kesalahan yang berutang.


(35)

Perjanjian yang kekurangan syarat objektfnya dapat dimintakan pembatalan oleh orang tua atau wali dari pihak yang tidak cakap, atau pihak yang dalam paksaan atau karena khilaf atau tipu.

8. Berlakunya Syarat Batal.

Pada pasal 1266 KUHPerdata mengatur bahwa :

Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi menghentikan perikatannya, dan membawa segala sesuatu kembali, pada keadaan semula, seolah – olah tidak pernah ada suatu perikatan.

9. Daluarsa.

Menurut pasal 1946 KUHPerdata, yang dimaksud “daluarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat – syarat yang ditentukan oleh undang – undang.


(36)

BAB III

PRINSIP – PRINSIP UMUM TRANSAKSI JUAL BELI DALAM MEDIA ELEKTRONIK

A. Perkembangan Transaksi Melalui Media Elektronik.

Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi dan sistem transaksi elektronik telah menjadi industri yang telah diunggulkan. Selain memberi kemudahan dan efisiensi waktu, teknologi informasi juga memberikan keuntungan yang lainnya yaitu untuk memperluas pangsa pasar keseluruh dunia tanpa harus pergi atau mengirim orang ke negara – negara lain untuk memasarkannya. Teknologi informasi dapat memberikan suatu kemudahan dan bersifat praktis sebagai sarana penunjang bagi perindustrian. Pada kenyataannya hal ini membuat para pelaku bisnis begitu yakin untuk melakukan bisnis dengan menggunakan sarana teknologi informasi bahkan tidak hanya para pelaku bisnis saja yang memanfaatkan teknologi informasi ini tetapi Negara juga ikut menjadi bagian dari pelaku bisnis didalamnya.

Salah satu hasil perkembangan teknologi informasi adalah jual beli yang dilakukan melalui media elektronik dan dikenal dengan kontrak jual beli secara elektronik. Berdasarkan sumber hukum di Indonesia, suatu kontrak jual beli harus memiliki beberapa klausula – klausula yang tekstual yaitu bentuk kata atau kontrak tertulis, jelas, dan nyata, baik berupa akta otentik maupun akta dibawah tangan. Hal ini akan mempermudah pelaksanaan kontrak jual beli termasuk hak dan kewajiban dari para pelakunya.

Perkembangan perdagangan internasional tidak akan pernah terlepas dari perkembangan teknologi. Karenanya dalam upaya bangsa-bangsa mencapai kemakmuran, teknologi tidak terlepas dari upaya tersebut. Perkembangan aturan-aturan perdagangan juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Pengaruh tersebut dewasa ini semakin nyata dengan lahirnya e-commerce (electronic commerce). Perkembangan ini cukup signifikan antara lain tampak dari kuantitas transaksi melalui sarana ini. John Nielson, salah seorang pimpinan perusahaan Microsoft,


(37)

menyatakan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun, 30 % dari transaksi penjualan kepada konsumen akan dilakukan melalui e-commerce11.

Batasan e-commerce adalah transaksi-transaksi dalam perdagangan internasional yang dilakukan melalui pertukaran data elektronik dan cara-cara komunikasi lainnya 12 Pertukaran data elektronik tersebut dilakukan melalui berbagai teknologi.

Transaksi melalui e-commerce ini memiliki beberapa ciri - ciri berikut:

(1) transaksi secara e-commerce memungkinkan para pihak memasuki pasar global secara cepat tanpa dirintangi oleh batas-batas negara;

(2) transaksi secara e-commerce memungkinkan para pihak berhubungan tanpa mengenal satu sama lainnya;

(3) transaksi melalui e-commerce sangat bergantung pada sarana (teknologi) yang keandalannya kurang dijamin. Karena itu transaksi secara e-commerce ini keamanannya belum atau tidak begitu dapat diandalkan13.

Berdasarkan ketentuan hukum jual beli yang berlaku ada beberapa hal yang bersifat esensial dalam proses jual beli, yaitu mengenai hak dan kewajiban para pelakunya dalam melakukan kontrak jual beli yang ditegaskan pada saat adanya kesepakatan jual beli sebagai pendukung keabsahan pembuktian dari suatu perjanjian jual beli tersebut

Dewasa ini pengusaha kecil dan menengah dapat memasarkan produknya secara internasional cukup dengan membuat situs atau website dan memasang iklan penjualan disitus internet tanpa batas waktu, dan tentu saja pelanggan dari seluruh dunia dapat mengakses situs tersebut dan melakukan transaksi secara online.

      

11 Abu Bakar Munir, Cyber Law: Policies an challenge, Malaysia, Singapore, Hong Kong Butterworths Asia, 1999,

hal 205

12 Definisi UNCITRAL, dalam Resolusi Majelis Umum-PBB, 51/162 (“transactions in international trade which

are carried out by means of electonic data interchange and other means of communications”).


(38)

E-Commerce termasuk salah satu istilah pada ” perdagangan elektronik’ yang berubah sejalan dengan waktu. Awalnya, perdagangan elektronik merupakan aktivitas perdagangan yang memanfaatkan transaksi komersial, misalnya mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian secara elektronik. Kemudian berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunya istilah yang lebih tepat yaitu “perdagangan web” (pembelian barang dan jasa melalui World Wide Web).

Sejarah perkembangan internet

Pada awalnya ketika web mulai terkenal di masyarakat pada 1994, banyak jurnalis memperkirakan bahwa e-commerce akan menjadi sebuah sektor ekonomi baru. Sehingga Antara pada era 1998 dan 2000 banyak bisnis di AS dan Eropa mengembangkan situs web perdagangan ini14. Fakta sekarang ini transaksi elektronik sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari – hari, baik secara domestic maupun lintas Negara. Transaksi elektronik telah memiliki ketentuan hukum baik secara nasional ( pasal 1320 KUHPerdata dan Undang – Nomor. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik) maupun secara internasional dengan diberlakukannya United Nation Convention on the Use of Electronic Communication in International Contracts pada tahun 2005 ( selanjutnya disebut ECC )15

E-com, atau Electronic Commerce merupakan salah satu teknologi yang berkembang pesat dalam dunia bisnis dan per-internet-an. Penggunaann sistem E-commerce, sebenarnya dapat menguntungkan banyak pihak, baik pihak konsumen, maupun pihak produsen dan penjual (retailer). Misalnya bagi pihak konsumen, menggunakan E-Commerce dapat membuat waktu berbelanja menjadi singkat. Selain itu, harga barang-barang yang dijual melalui E-Commerce

      

14

 www.google.com/ sejarah perkembangan internet. 

15 Edmon Makarim, Notaris dan Transaksi Elektronik; ( Kajian Hukum Tentang Cybernotary atau Electronic


(39)

biasanya lebih murah dibandingkan dengan harga di toko, karena jalur distribusi dari produsen barang ke pihak penjual lebih singkat dibandingkan dengan toko konvensional.

Di Indonesia, sistem E-commerce ini kurang populer, karena banyak pengguna internet yang masih meragukan keamanan sistem ini, dan kurangnya pengetahuan mereka mengenai apa itu E-Commerce yang sebenarnya. Sehingga sampai saat ini, web resmi yang telah menyelenggarakan e-commerce di Indonesia adalah RisTI Shop. Risti, yaitu Divisi Riset dan Teknologi Informasi milik PT. Telkom, menyediakan layanan e-commerce untuk penyediaan informasi produk peralatan telekomunikasi dan non-telekomunikasi. Web ini juga telah mendukung proses transaksi secara online.

Selain RisTI, tampaknya belum ada web lain yang menyelenggarakan E-commerce di Indonesia. Padahal, untuk membuat sistem E-commerce, investasi yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Selain itu, lingkup pemasaran produknya bisa jauh lebih luas dan biaya penyelenggaraan serta promosi pada E-commerce juga lebih kecil jika dibandingkan dengan biaya pada sitem toko konvensional.

Pengimplementasian e-commerce di Indonesia masih harus menempuh jalan yang panjang dan berliku. Berbagai hambatan yang ada dalam pengimplementasiannya dapat berupa teknis dan non-teknis yang kesemua itu membutuhkan kerjasama yang utuh antara pemerintah, pengembang dari e-commerce, pebisnis dan para konsumen pemanfaatnya. Seperti produk-produk teknologi informasi lainnya seperti juga e-government, e-commerce masih membutuhkan waktu yang lama untuk dapat dikenal dan diterima di Indonesia. Berbagai hambatan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:


(40)

Dukungan pemerintah. Dukungan pemerintah yang masih belum jelas ditambah dengan belum adanya kebijakan - kebijakan yang mendukung perkembangan dari e-commerce ini dikeluarkan, belum jelasnya deregulasi dari system teknologi informasi khususnya internet yang merupakan salah satu tulang punggung dari perkembangan e-commerce, perbaikan sistem pabeanan dan deregulasi dalam ekspor impor barang.

Perkembangan infrastruktur yang lambat. Salah satu hambatan utama adalah masih kurangnya insfrastrukur yang ada dan belum merata kepelosok Indonesia. Dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk secara bertahap membangun infrastrukur yang baik dan terprogram sehingga secara bertahap, rakyat Indonesia mulai dapat dikenalkan dengan internet sebagai salah satu hasil dari perkembangan teknologi informasi dengan biaya yang murah dan terjangkau.

Kurangnya sumber daya manusia. Kurangnya SDM Indonesia yang benar-benar menguasai sistem e-commerce ini secara menyeluruh, yang tidak saja menguasai secara teknis juga non-teknis seperti sistem perbankan, lalu lintas perdagangan hingga sistem hukum yang berlaku. Salah satu alasan yang cukup utama yaitu masih kurangnya ketersediaan informasi, mulai dari buku-buku referensi, jurnal, majalah/tabloid yang membahas tentang e-commerce juga sarana pendidikan, seminar, workshop hingga pusat-pusat pengembangan yang dibangun antara pemerintah, pusat-pusat-pusat-pusat pendidikan dan tenaga ahli di bidang e-commerce.

Dukungan dari institusi finansial seperti bank dan asuransi. Belum banyaknya bank yang telah membangun system ’electronic banking’ nya dengan baik, selain itu perbankan Indonesia juga masih sulit untuk melakukan transaksi dengan menggunakan mata


(41)

uang lain, apalagi dalam jumlah nilai yang kecil serta belum adanya pihak ketiga sebagai penjamin transaksi secara online yang benar-benar berada di Indonesia.

Perbaikan sistem perdagangan yang ada. Adanya keseriusan dari pemerintah untuk menderegulasi sistem perdagangan yang memberi kesempatan luas bagi berkembangnya UKM, sistem jaringan pengiriman yang baik dan aman, tidak adanya gangguan diperjalanan dan di institusi yang berhubungan dengannya seperti pelabuhan, pintu-pintu perbatasan dan international airport. Serta yang paling penting deregulasi di bidang ke pabeanan dan pajak yang mendukung sistem e-commerce ini berkembang. Kesemuanya itu bukanlah penghalang yang menjadi hambatan bagi perkembangan e-commerce di Indonesia, diharapkan sekali hambatan tersebut menjadi poin penting untuk mulai mengembangkan e-commerce di Indonesia. Sedangkan jika kita melihat peluang-peluang yang ada, kesemuanya itu tentunya diharapkan memberikan energi atau semangat khusus bagi semua pihak bahwa sebenarnya ecommerce dapat menjadi solusi baru bagi ketertinggalan kita disemua bidang selama ini, seperti:

1. Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan pangsa pasar yang masih dapat banyak digarap.

2. Kondisi geografis yang sangat mendukung berkembangnya e-commerce, dengan begitu banyaknya pulau-pulau yang tersebar diseluruh nusantara, e-commerce merupakan salah satu jalan terbaik untuk meningkatkan bisnis antar pulau

3. Begitu banyaknya bahan alam yang dapat diolah menjadi produk-produk yang bagus dan istimewa


(42)

4. Begitu banyaknya adat-istiadat dan budaya yang ada, merupakan sumber inspirasi bagi perkembangan usaha kerajinan yang dapat menjadi sumber perdagangan dan komoditi pariwisata jika dikelola dengan baik.

Perkembangan Teknologi Informasi telah berhasil menciptakan infrastruktur informasi baru. Internet memiliki beberapa daya tarik dan keunggulan bagi para konsumen maupun organisasi, misalnya dalam hal kenyamanan, kecepatan data, akses 24 jam sehari, efisiensi, alternatif ruang dan pilihan yang tanpa batas, personalisasi, sumber informasi dan teknologi yang potensial dan lain lainnya. Dalam konteks bisnis, internet membawa dampak transformasional yang menciptakan paradigma baru dalam dunia bisnis berupa ‘DigitalMarketing’..

Pada awal penerapan electronic commerce yang bermula di awal tahun 1970-an dengan adanya inovasi semacam Electronic fund Transfer(EFT). Saat itu penerapan sistem ini masih sangat terbatas pada perusahaan berskala besar, lembaga keuangan pemerintah dan beberapa perusahaan menengah kebawah yang nekat, kemudian berkembang hingga muncullah yang dinamakan EDI ( Electronic Data Interchange). Bermula dari transaksi keuangan ke pemprosesan transaksi lainnya yang membuat perusahaan-perusahaan lain ikut serta, mulai dari lembaga-lembaga keuangan hingga ke manufacturing, ritel, jasa dan lainnya. Kemudian terus berkembang aplikasi-aplikasi lain yang memiliki jangkauan dari trading saham sampai ke sistem reservasi perjalanan. Pada waktu itu sistem tersebut dikenal sebagai aplikasi telekomunikasi.


(43)

Karakteristik Transaksi Elektronik ( E- Commerce)

Berbeda dengan transaksi perdagangan lainnya, transaksi elektronik atau yang dikenal e-commerce memiliki beberapa karakteristik khusus yaitu :

Pertama, Transaksi tanpa batas . Sebelum era internet, batas – batas geografis menjadi penghalang suatu perusahaan atau individu yang ingin go – international. Sehingga hanya segelintir perusahaan atau individu berbadan hukum dengan bermodal besar yang dapat memasarkan produknya ke luar negeri. Kegiatan bisnis perdagangan melaui internet dilakukan oleh banyak orang, karena selain dapat mengefektifkan waktu juga memaksimalkan pelayanan dan memperluas hubungan perdagangan bagi para pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya. Kedua, transaksi anonim : para penjual dan pembeli melalui transaksi elektronik tidak harus bertemu muka satu sama lain. Penjual tidak memerlukan nama dari pembeli sepanjang mengenai pembayaran telah diotorisasi oleh penyedia sistem pembayaran yang ditentukan, yang biasanya dilakukan dengan kartu kredit. Ketiga Produk

Digital dan Non Digital : Produk – produk digital seperti software komputer, musik dan produk lainnya yang bersifat digital dapat dipasarkan melaui internet dengan cara

mendownload secara elektronik. Keempat Produk barang yang tak berwujud. Banyak perusahaan yang bergerak di bidang E-commerce dengan menawarkan barang tak berwujud seperti data, software dan ide – ide yang dijual melalui internet.

Pada saat internet diperkenalkan pada masyarakat dunia, perubahan besar di era komunikasi mulai terjadi. Jika dahulu, untuk menjangkau seseorang ditempat yang jauh tidaklah mudah karena memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu yang relative lama, maka dengan adanya fasilitas internet sebagai media bertransaksi, menjadikan semua bentuk kegiatan jual beli semakin mudah dan ringan, dampaknya mengefisienkan dari


(44)

segi waktu dan biaya. Banyak hal – hal yang dahulu mustahil dilakukan kini bisa dilakukan.

Kemungkinan baru dalam berinternet tersebut semakin jelas terpola seiring dengan adanya kebutuhan untuk menjangkau masyarakat yang lebih luas dalam melakukan transaksi jual beli. Berdasarkan kebutuhan itu timbul sebuah pemikiran baru bahwa pasar yang berarti terjadi pertemuan penjual dan pembeli, tidaklah harus secara fisik lagi. Oleh karena itu kecenderungan pasar menjadi berubah, dimana pangsa pasar tidak lagi dibatasi oleh pembeli yang dapat dijumpai secara fisik dan dalam jumlah yang besar.

Dengan adanya internet terjadinya transaksi jual beli tanpa adanya pertemuan fisik tidak ada masalah lagi. Bahkan lebih dari itu, masyarakat juga mulai berpikir bahwa melakukan transaksi dengan pihak lain diseluruh penjuru dunia bisa menjadi kenyataan, karena batasan maupun letak geografis bukan menjadi halangan lagi. Dengan kata lain, peluang untuk melakukan penjualan pun semakin besar.

Manfaat yang dirasakan masyarakat dengan adanya internet dapat mengakses baik mengirim maupun menerima informasi, guna mempermudah aktifitas masyarakat seperti dalam melakukan transaksi, perdagangan, perbankan dan pendidikan, baik yang bersifat ekonomis maupun sosial. Teknologi informasi dan komunikasi ini sedang mengarah kepada konvergensi yang memudahkan kegiatan manusia sebagai pencipta, pengembang dan pengguna teknologi. Sebagai contoh dapat kita lihat dari pesatnya perkembangan media yang telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan .

Pemikiran itulah yang mendasari lahirnya istilah yang kini dikenal dengan sebutan


(45)

B. Aturan Internasional Terkait Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik.

Kontrak jual beli secara elektronik ini cenderung menggunakan sistem hukum yang mengacu kepada norma atau kaidah yang berlaku pada suatu negara, termasuk di Indonesia. Berdasarkan ketentuan hukum jual beli yang berlaku ada beberapa hal yang bersifat essensial dalam proses jual beli, yaitu mengenai hak dan kewajiban para pelakunya dalam melakukan kontrak jual beli yang ditegaskan pada saat adanya kesepakatan jual beli sebagai pendukung keabsahan pembuktian dari suatu perjanjian jual beli tersebut. Dipandang dari sudut pandang komunikasi suatu transaksi elektronik pada dasarnya adalah suatu pertukaran informasi melalui sistem komunikasi elektronik yang ditujukan untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu16.

Dalam hukum, keabsahan suatu kontrak sangat tergantung pada pemenuhan syarat-syarat dalam suatu kontrak. Apabila syarat-syarat kontrak telah terpenuhi, terutama adanya kesepakatan atau persetujuan antara para pihak, maka kontrak dinyatakan terjadi.

Perlu dipahami, bahwa dalam perkembangannya beberapa negara yang mewarisi tradisi eropa kontinental telah merevisi ketentuan dan peraturan – peraturan mereka tentang bukti dokumen tertulis. Terkait dengan adanya suatu kepentingan utuk memperoleh kepastian subjek hukumnya terhadap suatu informasi elektronik atau dokumen elektronik. Untuk itu berikut ini adalah beberapa aturan – aturan internasional yang telah disusun berdasarkan kesepakatan dunia internasional mengenai transaksi jual – beli dalam media elektronik :


(46)

UNCITRAL sebagai salah satu organisasi internasional yang memiliki fokus dalam perkembangan teknologi informasi merupakan organisasi yang pertama kali membahas mengenai dampak penting teknologi informasi terhadap perniagaan elektronik. Hasil dari

UNCITRAL berupa Model law, yang sifatnya tidak mengikat, namun menjadi acuan atau model bagi negara-negara untuk mengadopsinya atau memberlakukannya dalam hukum nasional. Pada tanggal 16 Desember 1996 PBB kemudian mengeluarkan UNCITRAL Model law on Electronic Commerce.

Model law merupakan model hukum yang ditujukan untuk menawarkan model hukum kepada negara-negara yang sudah atau belum mempunyai peraturan mengenai materi ini. Model law ini bersifat bebas bagi negara untuk mengikuti atau tidak. Diharapkan melalui model law ini negara-negara di dunia melalui mengkontruksi hukum nasionalnya untuk mengadaptasi dengan transaksi elektronik yang terus berkembang. UNCITRAL telah menjadi dasar dan kerangka untuk hukum e-commerce di banyak negara di dunia. Model law ini pertama kali dikeluarkan pada 1995 yang kemudian disetujui oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi 51/162 pada tanggal 16 Desember 1996. UNCITRAL model law merupakan landasan untuk mengatur otentikasi, perlengkapan, dan dampak pesan elektronik berbasis komputer dalam perdagangan. Pasal 5 kemudian diadopsikan oleh UNCITRAL sebagai amandemen di Juni 1998. Model law yang seluruhnya dapat diperoleh dari website UNCITRAL .

Tujuan utama atau tujuan khusus dari Model Law ini adalah:

(1) memberikan aturan-aturan mengenai e-commerce yang ditujukan kepada badan-badan legislatif nasional atau badan pembuat UU suatu negara;


(47)

(2) memberikan aturan-aturan yang besifat lebih pasti untuk transaksi- transaksi perdagangan secara elektronik17.

Pada intinya muatan UNCITRAL Model Law memuat ketentuan - ketentuan umum berikut:

(1) suatu data elektronik seperti halnya dokumen-dokumen hukum lainnya harus mengikat secara hukum;

(2) suatu data elektronik dapat berisikan informasi yang dapat digunakan sebagai referensi;

(3) suata data elektronik adalah suatu tulisan untuk tujuan hukum, apabila dapat diakses sebagai referensi di kemudian hari;

(4) suatu data elektronik mencakup suatu tanda tangan, apabila dapat diidentifikasi orang yang mengirim pesan tersebut dan indikasi bahwa orang tersebut telah menyetujui informasi dalam data tersebut;

(5) suatu data elektronik merupakan suatu dokumen asli (original) apabila informasi yang dikandung dapat secara terpercaya dipertahankan dalam bentuk aslinya; dan

(6) suatu pertukaran data elektronik dapat menimbulkan suatu penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) dan karenanya membentuk suatu kontrak yang sah18.

2. General Usage for International Digitally Ensured Commerce (GUIDEC) dari ICC.

GUIDEC merupakan panduan yang dibuat oleh International Chamber of Commerce (ICC) bagi penggunaan suatu metode yang akan menjamin (ensured) keberadaan suatu dokumen

      

17

 Abdul Bakar Munir, op cit hal 213 

18 

Mieke Komar Kantaatmadja, “Pengaturan Kontrak Untuk Perdagangan Elektronik (E-Contracts),” dalam: Mieke


(48)

/ data elektronik dalam penggunaannya dalam dunia internasional. Pengaturan tentang electronic commerce menjadi salah-satu wujud kepastian hukum bagi penerapan tanda tangan elektronik.

Dalam transaksi perdagangan internasional ini tidak lepas dari suatu perjanjian/kontrak. Perjanjian atau kontrak ini menjadi jembatan pengaturan dari suatu aktivitas komersial ataupun aktivitas bisnis. Karena konteksnya perdagangan internasional, maka kontrak yang digunakan adalah kontrak dagang internasional. Kontrak dagang internasional ini mencakup kontrak jual beli barang, jasa (contohnya, arsitektural, atau jasa telekomunikasi), perjanjian lisensi paten dan perjanjian lisensi Hak Kekayaan Intelektual lainnya, joint ventures, dan perjanjian waralaba.

Pada umumnya masing-masing yang terkait dalam transaksi perdagangan internasional menginginkan agar kontrak yang mereka buat tunduk pada hukum di Negara mereka. Padahal setiap Negara memiliki peraturan mengenai kontrak yang berbeda-beda. Hal ini dapat menyebabkan suatu perselisihan dalam pelaksanaan kontrak. Dengan begitu menjadi sangat penting peranan perjanjian regional dan internasional dalam perdagangan internasional. Tujuan dari diperlukannya kerjasama regional atau internasional adalah untuk mengharmonisasikan dan unifikasi hukum akibat dari adanya perbedaan sistem hukum pada setiap Negara yang warga negaranya melakukan perdagangan internasional.

3.UN Convention on International Sales of Goods 1980

UN Convention on International Sales of Goods tahun 1980 mengatur tentang Jual Beli Barang Internasional yang cukup komprehensif dan menggambarkan hasil harmonisasi dari berbagai sistem hukum yang berbeda. Konvensi ini mencoba merumuskan hak dan kewajiban para pihak dalam jual beli barang internasional secara transparan. Sampai dengan 30 September 2011, Konvensi telah diratifikasi oleh 77 negara yang mencerminkan dua-pertiga dari volume perdagangan internasional.


(49)

Sangat banyak kajian akademik yang terkait dengan Konvensi ini dan lebih dari 2500 kasus yang terkait telah tersedia dari berbagai sumber. Kontribusi Konvensi ini bagi unifikasi hukum dagang internasional sangat signifikan. Salah satu alasan bagi penerimaan yang luas terhadap Konvensi ini terletak pada aspek fleksibilitasnya. Perumus Konvensi mampu menciptakan fleksibilitas dengan menggunakan berbagai teknik, khususnya dengan mengadopsi terminologi yang netral, mendorong penghormatan atas prinsip itikad baik dalam perdagangan internasional, dengan menerapkan suatu ketentuan bahwa prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar pembentukan .

4 Convention on The Law Applicable to Contracts of International Sales of Goods 1986

Ketentuan-ketentuan pokok dari Konvensi mencakup: ruang lingkup berlakunya konvensi; hukum yang berlaku ketentuan umum Mengenai hukum yang berlaku (applicable law), terdiri dari ketentuan tentang cara penetapan hukum yang berlaku (determination of the applicable law) serta ruang lingkup hukum yang berlaku (scope of theapplicable law).

5. Convention Relating to a Uniform Law on The International Sales of Goods 1964

Dalam peraturan diatur ketentuan-ketentuan seperti ruang lingkup berlakunya ketentuan umum kewajiban penjual untuk menyerahkan barang sesuai dengan tempat dan waktu yang telah ditetapkan, kewajiban mengganti rugi dalam hal wanprestasi, kewajiban menyerahkan barang sesuai dengan kualitas, kewajiban penyerahan dokumen, dan lain-lain kewajiban pembeli untuk melakukan pembayaran sesuai dengan waktu dan tempat yang ditetapkan,menerima penyerahan barang ketentuan bersama terkait kewajiban penjual maupun pembeli ,ketentuan tentang pengalihan resiko (passing the risk)19.

      


(50)

6. Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods 1955

Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi ini mencakup: ruang lingkup berlakunya; hukum yang berlaku bagi para pihak; dalam hal apa ketentuan-ketentuan Konvensi tidak dapat diberlakukan; hubungan antara kebijakan publik dikaitkan dengan keberlakuan Konvensi, serta inkorporasi atas ketentuan Konvensi dalam hukum nasional masing-masing negara anggota.

Mengenai ruang lingkupnya ditegaskan bahwa konvensi ini hanya berlaku untuk jual beli barang dan tidak dapat diterapkan untuk jual beli saham, jual beli kapal laut atau pesawat udara, atau jual beli atas perintah pengadilan. Mengenai hukum yang berlaku adalah hukum nasional dari salah satu pihak yang bertransaksi sebagaimana disepakati dalam kontrak. Dengan pertimbangan kebijakan publik (public policy) penerapan ketentuan hukum dapat dikecualikan. Negara pihak dalam perjanjian ini sepakat untuk menginkorporasikan ketentuan pasal 1-6 dari perjanjian ke dalam hukum nasional masing-masing Negara.

7. Singapore Electronic Transaction Act (ETA).

Terdapat Lima hal yang perlu digaris bawahi yaitu:

1. Tidak ada perbedaan antara data elektronik dengan dokumen tertulis. 2. Suatu data elektronik dapat menggantikan suatu dokumen tertulis.

3. Penjual atau pembeli atau pihak – pihak yang melakukan bisnis dapat melakukan kontrak secara elektronik.


(51)

5. Jika data elektronik telah diterima oleh pihak – pihak yang berkesepakatan, maka mereka harus bertindak sebagaimana kesepakatan kesepakatan yang terdapat pada data atau dokumen tersebut20.

8. EU Direct on Electronic Commerce.

Peraturan ini menjadi Undang – undang tanggal 8 juni tahun 2000, terdapat beberapa hal yang perlu digaris bawahi yaitu :

1. Setiap negara – negara anggota akan memastikan bahwa sistem hukum negara yang bersangkutan memperbolehkan kontrak dibuat dengan menggunakan sarana elektronik. 2. Para negara anggota dapat pula membuat pengecualian dengan terdapat ketentuan dalam

hal :

a. Kontrak untuk membuat atau mengalihkan hak atas Real Estate. b. Kontrak yang diatur dalam hukum keluarga.

c. Kontrak Penjaminan.

d. Kontrak yang melibatakan kewenangan pengadilan. e. Certification Authority.

9. Certification Authority (CA)

Adalah konsep yang baru berkembangyakni suatu provider jasa pihak ketiga yang netral dan independen. CA mengeluarkan sertifikat’ untuk menghubungkan suatu kunci dengan

      


(52)

sipenanda tangan’.CA juga bertugas mendaftarkan suatu Public Key bersama – sama dengan nama dari sipelanggan (pengguna) sertifikat sebagai subjek sertifikat.21

C .Proses Terjadinya Transaksi Jual Beli Melalui Media Elektronik.

Dalam pengertian konvensional, suatu transaksi terjadi jika terdapat kesepakatan (dua orang atau lebih terhadap suatu hal) yang dapat dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis. Kesepakatan tertulis lazim dituangkan dalam suatu perjanjian yang ditanda-tangani oleh para pihak yang berkepentingan. Tanda tangan membuktikan bahwa seseorang mengikatkan diri terhadap klasul-klausul yang dituangkan dalam perjanjian tersebut. Di dunia internet, kesepakatan terjadi secara elektronik. UU ITE mengakui transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik yang mengikat para pihak (Pasal 18 ayat (1). Menjadi pertanyaan adalah kapan suatu suatu transaksi elektronik yang dilakukan melalui internet terjadi. Berdasarkan Pasal 20 UU ITE, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh Pengirim diterima dan disetujui oleh Penerima. Namun persetujuan tersebut harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik (misalnya dengan mengirimkan email konfirmasi).

Pasal 20 UU ITE tersebut merupakan konsepsi dari pengaturan sistem hukum civil law

yang dianut oleh Eropa daratan. Pihak yang memberikan penawaran (pengirim) adalah pihak yang mengiklankan barang/jasa melalui internet (misalnya amazon.com). Mengenai hal tersebut, dalam sistem hukum common law (Eropa continental) dikenal pengaturan mengenai invitation to trade, tentang pelaku dalam transaksi elektronik. Namun demikian invitation to trade dalam sistem hukum common law tersebut mengatur hal yang sebaliknya, yaitu bahwa pihak yang dianggap memberikan penawaran adalah calon pembeli barang/jasa, dan pihak penerima adalah

      

21 Huala Adolf, HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL,BAB VI, (E-COMMERCE MENURUT UNCITRAL


(1)

maka pengiriman teleks, telegram, faksimil, e-mail atau dalam bentuk sarana komunikasi kainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak. Dengan diperbolehkannya penggunaan e-mail untuk menyelesaikan sengketa, maka para pihak dapat menyelesaiakan sengketanya secara online tanpa harus bertemu satu sama lain.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.

Perkembangan pengguna layanan e-commerce untuk bertransaksi oleh manusia yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, maka diperlukan pengaturan yang secara khusus mengatur mengenai masalah e-commerce

1. Mengingat di Indonesia belum ada suatu produk undang-undang yang mengatur tentang transaksi secara elektronik khususnya jual beli software secara elektronik maka agar tidak terjadi kokosongan dan ketiadaan hukum yang mengatur sehingga pada akhirnya dapat berakibat pada chaos dan kekacauan, terhadap transaksi jual beli secara elektronik tersebut dapat diberlakukan aturan perundangan yang telah ada, berlaku serta relevan. Namun aktivitas jual beli secara elektronik tidak dapat didasarkan hanya pada satu bentuk undang-undang saja karena mustahil dapat menjawab, mengatasi, dan mengakomodasi masalah yang mungkin timbul dari perjanjian jual beli secara elektronik yang sifatnya kompleks. Jadi dapatdikatakan bahwa suatu proses jual beli secara elektronik harus dipayungi oleh beberapa produk perundang-undangan dan dalam persfektip nasional produk perundang-undangan dimaksud meliputi : KUHPerdata,

2. Transaksi elektronik termasuk juga di dalamnya jual beli secara elektronik merupakan transaksi yang menggunakan media elektronik sebagai perantaranya. Media elektronik di sini dapat meliputi telepon, faximile, atau internet dan e-mail . Media internet yang berbasiskan web merupakan metode yang paling lazim dan jamak digunakan dalam jual beli secara elektronik.

Walaupun pada dasarnya jual beli secara elektronik memiliki kesamaan dengan jual beli konvensional pada umumnya yaitu sama-sama melalui proses penawaran dan penerimaan


(3)

namun pada prakteknya bentuk jual beli secara elektronik memiliki perbedaan dengan jual beli pada umumnya, bentuk yang berbeda tersebut dapat meliputi :

a) Kedudukan pihak penawar dan pihak penerima yang permanen, tidak dapat saling berganti kedudukan selam proses jual beli berlangsung seperti halnya dalam proses jual beli konvensional.

b) Sifat jual beli yang tidak “face to face” mengakibatkan bukan hanya pihak penjual dan pembeli yang akan terlibat dalam jual beli tetapi juga akan melibatkan pihak ketiga.

c) Tidak seperti sistem jual beli konvensional yang mengenal pembayaran secara langsung dan tidak langsung (uang giral dan uang kartal), dalam jual beli secara elektronik yang dikenal hanya pembayaran secara tidak langsung.

d) Dalam jual beli secara elektronik pembatalan pembelian bersifat terbatas yaitu hanya diperbolehkan ketika barang belum sampai pada tahap pengiriman.

e) Kemungkinan terjadi benturan aturan hukum dalam jual beli secara elektronik akan lebih besar dibandingkan dengan jual beli pada umumnya karena jangkauan internet yang dapat melewati batas yurisdiksi.

B. Saran

1. Bagi para pihak khususnya pemerintah dan pihak yang terlibat dalam ecommerce pada umumnya dengan belum adanya aturan yang khusus mengatur mengenai transaksi e-commerce di Indonesia, maka dapat menggunakan analogi terhadap Buku III KUHPerdata .

2. Bagi pembentuk undang-undang hendaknya memperhatikan kebiasaan yang terjadi pada kontrak dalam dunia maya, yaitu mengenai batas umur kedewasaan untuk dapat melakukan


(4)

transaksi dalam dunia maya, maka ketika hendak menyusun aturan khususnya yang berkaitan dengan dunia maya hendaknya memperhatikan hal tersebut sehingga dapat memberikan kepastian hukum mengenai kecakapan seseorang.

3. Bagi merchant (penjual) perlu meningkatan keamanan webstore yang dimiliki termasuk juga keamanan terhadap jaringan internet yang digunakan sebagai antisipasi terhadap meningkatnya transaksi e-commerce serta terhadap ancaman kejahatan yang mengancam e-commerce itu sendiri.

4. Bagi customer agar lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi dalam ecommerce serta memeperhatikan keamanan webbrowser yang digunakan termasuk perlindungan keamanan data-data dalam transaksi misalnya nomor kartu kredit, printout dan sebagainya yang kelak dapat dijadikan sebagai alat bukti.

5. Kepada DPR, Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa perlu diganti dengan undang – undang yang baru untuk mengisi kekosongan hukum mengenai arbitrase online demi kepastian hukum.

6. Kepada para penyedia jasa penyelesaian sengketa yaitu badan arbitrase tidak ragu – ragu untuk menyelenggarakan penyelesaian sengketa secara online.

7. Kepada Pemerintah untuk menyediakan infrastruktur telekomunikasi dan membentuk lembaga baru untuk menangani perkara arbitrase online karena tidak menutup kemungkinan nantinya akan timbul sengketa online.


(5)

DAFTAR PUSTAKA  

A. Buku-Buku.

Abdul Kadir Muhammad, 1998, Hukum Perjanjian, Gramedia, Jakarta.

Abu Bakar Munir, Cyber Law: Policies an challenge, Malaysia, Singapore, Hong Kong Butterworths Asia, 1999.

Chandra Ahmadi E-Business & E-Commerce Penerbit Andi

Edmon Makarim, Komplikasi Hukum Telematika, Jakarta: PT. Grafindo Persada. Edmon Makarim, Notaris dan Transaksi Elektronik. Edisi kedua, Rajawali Pers. Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia (Jakarta : PT. Buku Kita, 2009)

Huala Adolf, Hukum Perdagangan International(prinsip – prinsip dan konsepsi dasar), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi.

Mieke Komar Kantaatmadja, “Pengaturan Kontrak Untuk Perdagangan Elektronik (E- Contracts),” dalam: Mieke Komar Kantaatmadja, et.al. (eds.), Cyber Law: Suatu Pengantar, Jakarta: ELIPS, 2002,R . Subekti dan R Tjitosudibio, hukum perjanjian (PT Intermasa, 2005)

Sanusi, Arsyad, M, (2001), Transaksi Bisnis dalam Elektronic Commerce

(E. Commerce) Studi tentang Permasalahan-permasalahn Hukumdan Solusinya, artikel dalam Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, No. 16

Vol. 8, 2001

Subekti , Hukum perikatan, cetakan XXI, (Jakarta: PT. Intermasa 2005)

Soerjono Soekanto, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit UI Press Yahya, M. Harahap, segi – segi hukum perjanjian

B. Undang – Undang

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.

Peratutan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi elektronik.

Undang – Undang Nomor 11. Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)


(6)

UNCITRAL Model Law on Elektronik Commerce(1996) with additional article 5 bis as adopted in 1998 and guide to enactment.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen

Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa.

C. Jurnal.

Evi Retnowulan, S.H, M.Hum. Jurnal hukum, volume. XIX, No.19,Oktober 2010/hal 17-32, ( Tinjauan Hukum Tentang Jual Beli Secara Online).

Jendela Hukum Universitas Wiraraja Sumenep/2012.

- Yayuk Sugiarti, S.H, M.H (Wanprestasi membawa konsekuensi dalam melakukan transaksi bisnis).

- Mohamad Anwar, S.H, M.M, M.H. (Tinjauan Yuridis Tentang Gugat Keperdataan Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli secara Online.

Rahadi Wasi Bintoro, “ Tuntutan Hak dalam Persidangan Perkara Perdata”, Jurnal Dinamika Hukum,volume .10/No.2, mei 2010, Purwokerto : Fakultas Hukum UNSOED.

Abdul Halim Barkatullah, Penerapan Arbitrase Online Dalam Penyelesaian Sengketa Transaksi jual beli melalui media elektronik ( E-Commerce) / Jurnal Hukum Nomor .3 volume 17 / Juli 2007 .

______ Urgensi Pelindungan Hak – hak konsumen Dalam Transaksi E-Commerce / jurnal hukum nomor. 2 / volume 14 / April 2007.

D. Website

Wizii”Bloghttp://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/e-commerce-defenisi-jenis tujuan.html. http://a-bong.blogspot.com/2010/08/aspek-hukum-perdagangan-melalui internet_16.html www.wikipedia.org/wiki/perdagangan_elektronik