D. Pembuktian dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa
Dalam praktek hukum di masyarakat, untuk menentukan sejak kapan seorang debitur wanpestasi kadang-kadang tidak selalu mudah, karena kapan debitur harus memenuhi prestasi
tidak selalu ditentukan dalam perjanjian. Dalam perjanjian jual-beli sesuatu misalnya ditetapkan kapan penjual harus menyerahkan barang yang dijualnya kepada pembeli,dan kapan pembeli
harus membayar harga yang dibelinya itu kepada penjual, lain halnya dalam menetapkan kapan debitur wanprestasi pada perjanjian yang prestasinya untuk tidak berbuat sesuatu.
Perjanjian yang prestasinya untuk memberi sesuatu atau untuk berbuat sesuatu, yang tidak menetapkan kapan debitur harus memenuhi prestasi itu, sehingga untuk pemenuhan prestasi
tersebut debitur harus lebih dahulu diberi teguran sommatieingebrekestelling agar ia memenuhi kewajibannya. Kalau prestasi dalam perjanjian tersebut dapat seketika dipenuhi,
misalnya penyerahan barang yang dijual dan barang yang akan diserahkan sudah ada, prestasi itu dapat dituntut supaya dipenuhi seketika, tetapi kalau prestasinya dalam perjanjian itu tidak dapat
dipenuhi seketika, misalnya barang yang harus diserahkan masih belum berada di tangan debitur, kepada debitur penjual diberi waktu yang pantas untuk memenuhi prestasi tersebut .
Pada kenyataannya, dalam suatu peristiwa hukum termasuk transaksi jual beli secara elektronik tidak terlepas dari kemungkinan timbulnya pelanggaran yang dilakukan oleh salah
satu atau kedua pihak, dan pelanggaran hukum tersebut mungkin saja dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum Onrechtmatigedaad sebagaimana ditentukan dalam Pasal
1365 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Universitas Sumatera Utara
Kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum dapat berupa kerugian materiil dan atau kerugian immateriil. Kerugian materiil dapat terdiri kerugian nyata yang diderita dan
keuntungan yang diharapkan. Berdasarkan yurisprudensi, ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1243 sampai Pasal 1248 KUHPerdata
diterapkan secara analogis terhadap ganti kerugian yang disebabkan perbuatan melawan hukum. Kerugian immateriil adalah kerugian berupa pengurangan kenyamanan hidup seseorang,
misalnya karena penghinaan, cacat badan dan sebagainya, namun seseorang yang melakukan perbuatan melawan hukum tidak selalu harus memberikan ganti kerugian atas kerugian
immateril tersebut. Pasal 15 Undang-Undang Informasi dan Transaksi elektronik UUITE menjelaskan
bahwa sistem penyelenggaraan informasi dan transaksi elektronik harus dilakukan secara aman, andal dan dapat beroperasi sebagaimana mestinya. penyelenggaraan sistem elektronik
bertanggung jawab atas sistem yang diselenggarakannya. Pasal 16 UUITE menjelaskan bahwa sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap penyelenggaraan system
elektronik wajib mengoperasikan sistem elektronik secara minimum, yang harus dapat dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik adalah:
1. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik yang berkaitan dengan penyelenggaraan sistem elektronik yang telah berlangsung;
2. Dapat melindungi otentifikasi, integritas, rahasia, ketersediaan, dan akses dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
3. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
4. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk dengan bahasa, informasi, atau simbol yang
Universitas Sumatera Utara
dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
5. Memiliki fitur untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan pertanggungjawaban prosedur atau petunjuk tersebut secara berkelanjutan;
Dalam Pasal 9 UUITE dijelaskan bahwa pelaku usaha yang menawarkan produk melalui sistem elekronik harus menyediakan informasi yang dilengkap dan benar berkaitan dengan syarat
kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Dalam Pasal 10 ayat 1 UUITE dijelaskan bahwa setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan
Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh lembaga Sertifikasi keandalan. Dalam Pasal 10 ayat 2 UUITE menyebutkan “ketentuan mengenai pembentukan
Lembaga Sertifikasi keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan pemerintah.
Terkait dengan tanggung jawab seseorang mengenai tanda tangan elektronik maka dalam Pasal 12 ayat 1 UU ITE disebutkan bahwa
“setiap orang yang terlibat dalam tanda tangan elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas tanda tangan elektronik yang digunakannya”.
Untuk dapat menuntut ganti kerugian terhadap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum, selain harus adanya kesalahan, Pasal 1365 KUHPerdata juga mensyaratkan
adanya hubungan sebab akibathubungan kausal antara perbuatan melawan hukum, kesalahan dan kerugian yang ada, dengan demikian kerugian yang dapat dituntut penggantiannya hanyalah
kerugian yang memang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut. Perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata ini dapat pula digunakan sebagai
dasar untuk mengajukan ganti kerugian atas perbuatan yang dianggap melawan hukum dalam
Universitas Sumatera Utara
proses transaksi jual beli secara elektronik, baik dilakukan melaui penyelesaian sengketa secara litigasi atau melalui pengadilan dengan mengajukan gugatan, maupun penyelesaian sengketa
secara non litigasi atau di luar pengadilan misalnya dengan cara negosiasi, mediasi, konsiliasi atau arbitrase.
Bentuk-Bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli. Secara Online
Dalam menjalankan ataupun melakukan bisnis dalam dunia maya e-commerce sebenarnya banyak sekali hal yang dapat digolongkan terhadap suatu bentuk dari wanprestasi.
Namun terkadang hal tersebut sering kita abaikan dan kita anggap sebagai suatu bentuk kesalahpahaman biasa dan masih bersifat permitif. Adapun bentuk-bentuk wanprestasi dalam
perjanjian jual beli secara online adalah: 1.
Ditinjau dari sisi pembeli buyers, antara lain: a. keterlambatan membayar
Dalam hal ini kerlambatan pembayaran biasanya pihak yang sering melakukan hal keterlambatan tersebut adalah pembeli buyers. Beberapa merchant atau tahapan dalam urusan
pembayaran dalam bisnis jual-beli online salah satu contohnya adalah ketika buyers ingin membeli barang tertentu melalui internet maka biasanya mereka harus menyetujui berapa uang
yang harus mereka bayar. Setelah harga dirasa cocok atau pas, maka si pembeli harus melakukan semacam proses registrasi atau pra-dealing, kemudian pihak penjual akan mengkonfirmasi
pembeli yang didalamnya juga ada perintah untuk membayar DP Down Pointment melalui bank yang telah ditentukan, maka si pembeli harus melakukan pelaporan atas pembayarannya
kepada si penjual. Untuk selanjutnya penjual yang akan mengirim barang yang telah disepakati
Universitas Sumatera Utara
oleh kedua belah pihak bersamaan dengan pelunasan akhir dari si pembeli. sebagian penjual biasanya menunggu pelunasan dari si pembeli, setelah itu baru si penjual mengirim barangnya
kepada pembeli. Mengenai keterlambatan dalam proses pembayaran yang dilakukan oleh pembeli, ini
yang sering terjadi dalam jual beli online dan merupakan suatu bentuk wanprestasi. Hal tersebut ternasuk dalam tindakan wanprestasi jika dihubungkan dengan pendapat Prof. Subekti, SH. Yaitu
“Melakukan apa yang dijadikan tapi terlambat b. Tidak melakukan pembayaran.
Setiap pembeli biasanya berbeda-beda, artinya dalam melakukan transaksi secara online mereka mempunyai tujuan dan maksud sendiri-sendiri. Pada kenyataannya ada sebagian dari
pembeli yang tidak melakukan kewajiban mereka secara baik. Contohnya: tidak melakukan pembayaran. Disatu sisi si penjual telah terlanjur berbuat prestasi. Misalnya seorang yang
membeli baju pada online shop. Si A telah sepakat dengan penjualnya untuk bertransaksi secara elektronik atas baju tidur modelmerk ABC. Setelah semua proses dijalani, dalam artian baju
sudah terlanjur dikirim kepada pembeli namun pembeli tidak kunjung membayar sisakekurangan uang kepada penjual dalam batas waktu tertentu.
Jika terjadi kasus seperti diatas, maka sebaiknya penjual lebih berhati-hati dan melakukan pengiriman barang kepada pembeli jika uang pembayarannya sudah lunas dan hal itu dirasa
aman. Namun sebelumnya juga harus ada pembicaraan tantang aturan-aturan yang diberlakukan oleh si penjual yang harus disetujui oleh si pembeli terutama tentang proses pembayaran atas
suatu barang tertentu. c. Melakukan pembayaran namun tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan
disepakati.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini jarang terjadi dalam jual beli online. Pembeli yang melakukan bentuk wanprestasi seperti ini adalah pembeli yang bukan merupakan klienpelanggan tetap dari suatu marchant tertentu.
Lebih rinci lagi dapat dijelaskan bahwa si pembeli tepat waktu dalam melakukan pembayaran atas suatu barang baik yang merupakan DP Down Pointment atau pelunasan pembayaran atau
juga pembayaran secara totalkontan. Akan tetapi nilaiharganya tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati. Misalnya, harga baju pesta merk ABC RP. 950.000,- namun si pembeli hanya
membayar Rp. 920.000,-. Kasus tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk wanprestasi.
2. Ditinjau dari sisi penjual sellers, antara lain: a. Mengirim barang, namun tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati
Salah satu hal utama dan penting dalam menjalankan bisnis jual beli online adalah komunikasi. Karena apabila terjadi miss communication akan menimbulkan kerugian bai secara materiil
ataupun non materiil fungsional. Pada akhirnya itu juga itu semua akan menjadi bentuk wanprestasi. Misalnya, pembeli membeli kemeja dengan merk ABC dan warna merah muda
ditambah dengan enam kancing baju, namun pada saat barang tersebut dikirim oleh penjual dan telah diterima oleh si pembeli warna dari kemeja tersebut adalah merah bata dan kancing bajunya
hanya ada lima buah. Maka secara non materiil si pembeli kecewa dan mungkin sudah tidak sesuai dengan acara dan yang warna baju itu akan dipakai, secara fungsional juga demikian,
kancing baju yang semula enam namun ternyata hanya lima buah. Dapat juga menjadi suatu yang dapat mengurangi nilai fungsi dan kegunaan dari barang tersebut. Agar tidak terjadi
kesalahpahaman maka sebaiknya barang yang akan dijadikan objek jual beli mempunyai profil dan gambar detail tentang barang tersebut sehingga si pembeli tidak kebingungan dan dapat lebih
efektif dalam menentukan dan membeli barang. Si penjual juga harus lebih selektif dan berhati-
Universitas Sumatera Utara
hati dalam melakukan pengiriman barang agar pembeli tidak kecewa dan bisnisnya berjalan lancar.
b. Mengirim barang namun terlambat Bagi penjual dalam bisnis jual beli online harus berusaha tidak melakukan kesalahan terutama
dalam melakukan proses pengiriman barang kepada si pembeli. harus sesuai dengan apa yang diperjanjikan tetapi juga tidak mengalami keterlambatan. Masalah keterlambatan dapat
disebabkan oleh dua faktor yaitu: 1 Unsur kesengajaan dari si penjual.
Keterlambatan dari si penjual yang disebabkan karena kesengajaan penjual itu sendiri biasanya dikarenakan barang yang telah diperjual belikan tidak ada stok ataupun terjadi
kesalahan dalam proses pembuatan atau pengadaannya sehingga sipenjual sengaja memperlambat pengirimannya.
2 Unsur Force MajureOver MachtKeadaan Memaksa Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak penjual
karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya. Peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. Dalam hukum anglo sacon
inggris, keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah Fristration yang berarti kehilangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang
membuat perikatan perjanjian itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali. Misalnya, si penjual telah mengirim barang yang telah disepakati kepada pembeli akan tetapi
kurirpengantar barang terlambat tiba ditempat si pembeli. Selain itu, sulitnya mencari alamat si pembeli juga menjadi salah satu kendala yang menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam
Universitas Sumatera Utara
pengiriman barang. Jadi si pembeli seharusnya memberikan alamat dengan lengkap dan jelas agar tidak terjadi keterlambatan dalam proses pengiriman barang.
31
Pada transaksi jual beli secara elektronik terdapat beberapa kendala yang sering muncul antara lain :
1. Pilihan hukum choise of law dalam rangka penyelesaian sengketa yang timbul, walaupun
pada perjanjian biasanya telah dicantumkan mengenai pilihan hukum ini, tapi pada kenyataannya masalah baru justru muncul dalam hal penentuan mengenai hukum mana yang
akan digunakan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Meskipun komunikasi antara para pihak yang terkait dalam proses jual beli secara elektronik ini dapat dilakukan melalui
media internet, namun tidak seefektif dan seefisien komunikasi yang dilakukan secara langsung bertatap muka. dalam transaksi jual beli secara elektronik.
2. Proses pembuktian adanya suatu perbuatan melawan hukum agak sulit untuk dilakukan,
karena masing-masing pihak yang terkait dalam transaksi jual beli melalui internet ini tidak berhadapan secara langsung, baik masih dalam ruang lingkup satu negara bahkan tidak
menutup kemungkinan masing-masing pihak berada pada negara yang berbeda, sementara untuk dapat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum harus memenuhi unsur-unsur
sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata. Pada kenyataannya penyelesaian sengketa dalam transaksi jual beli secara elektronik dapat dilakukan melalui media internet,
tetapi tetap harus mengikuti ketentuan dalam penyelesaian sengketa yang berlaku, dan hal ini menjadi kendala pula sehingga pada akhirnya proses pembuktian adanya perbuatan melawan
hukum tersebut sulit untuk dibuktikan.
31
Jendela Hukum Universitas Wiraraja Sumenep2012, Mohamad Anwar, Tinjauan Yuridis tentang Tanggung Gugat Keprdataan Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual - Beli secara Online, hlm 58
Universitas Sumatera Utara
3. Minimnya pengetahuan dan keahlian pihak-pihak yang berwenang menyelesaikan sengketa
yang terjadi dalam dunia maya, khususnya transaksi jual beli secara elektronik. 4.
Belum adanya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dunia maya, termasuk transaksi jual beli secara
elektronik. Pada saat ini, di Indonesia telah dibuat Rancangan Undang-Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE, namun sampai saat ini belum diundangkan dan
belum diberlakukan, sehingga terhadap permasalahan hukum yang timbul dari berbagai macam kegiatan dalam internet termasuk masalah perbuatan melawan hukum pada transaksi
jual beli secara elektronik termaksud hanya dapat diterapkan ketentuan hukum yang ada seperti ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, dengan cara melakukan perbandingan atau
penafsiran hukum serta konstruksi hukum. 5.
Sulitnya pelaksaan putusan dari suatu proses penyelesaian sengketa atas perbuatan melawan hukum dalam transaksi jual beli secara elektronik ini, karena walaupun sengketa
yang ada dapat diselesaikan baik secara litigasi maupun secara non litigasi, namun pelaksanaan putusannya terkadang membutuhkan daya paksa dari pihak berwenang, dalam
hal ini lembaga peradilan yang mengadili kasus tersebut, sementara para pihak yang bersengketa mungkin berada dalam wilayah yang berbeda, dengan demikian secara teknis
akan menimbulkan kesulitan, karena daya paksa yang dimaksud harus diberikan secara langsung tanpa melalui internet.
Dengan demikian dalam menghadapi kasus perbuatan melawan hukum pada transaksi jual beli secara elektronik ini, dapat diterapkan ketentuan yang ada dan berlaku sesuai dengan
hukum yang dipilih untuk digunakan, mengingat transaksi jual beli melalui internet ini tidak ada batas ruang, sehingga dimungkinkan orang Indonesia bermasalah dengan warga negara
Universitas Sumatera Utara
asing. Pilihan hukum yang dimaksud tersebut di atas juga ditentukan oleh isi perjanjian awal pada saat terjadi transaksi jual beli secara elektronik.
Ketentuan hukum yang dapat diterapkan atas perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektronik adalah ketentuan hukum yang termuat dalam KUH
Perdata, antara lain Pasal 1365 KUH Perdata. Penerapan ketentuan pasal 1365 termaksud dilakukan dengan cara melakukan penafsiran hukum ekstensif yaitu memperluas arti kata
perbuatan melawan hukum itu sendiri, tidak hanya yang terjadi dalam dunia nyata, tetapi juga dimungkinkan perbuatan melawan hukum yang terjadi di dunia maya, dalam hal ini pada
transaksi jual beli secara elektronik. Selain itu, dapat pula diterapkan Pasal 1365 KUH Perdata dengan melakukan konstruksi hukum analogi yakni dengan cara membandingkan antara
perbuatan melawan hukum yang dilakukan di dunia nyata dengan dunia maya, sehingga pada akhirnya unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana disyaratkan tetap dapat
terpenuhi. Walaupun pada prakteknya muncul kesulitan-kesulitan dalam penerapannya, namun tetap diharapkan perbuatan melawan hukum yang terjadi harus tetap mendapat sanksi secara
hukum sehingga tidak ada kekosongan hukum. Namun demikian, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam bahwa jual – beli
melalui media elektronik atau E – commerce dilahirkan dengan maksud untuk meniadakan hambatan – hambatan dalam model transaksi bisnis yang konvensional berupa pertemuan
langsung, sehingga dibatasi oleh waktu dan tempat, serta diperlukannya suatu kertas sebagai dokumen.
Penyelesaian sengketa sendiri pada dasarnya melibatkan pihak – pihak tertentu atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk menengahi sengketa antara kedua belah pihak. Pada model
penyelesaian secara damai, biasanya dikenal dengan nama musyawarah mufakat. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
pada model penyelesaikan sengketa secara adversarial lebih menguatkan peran pihak ketiga sebagai penengah tetapi tidak terlibat langsung dalam sengketa. Dalam hal musyawarah mufakat
hanya mengusahakan para pihak agar menyelesaikan persengketaan mereka tanpa harus diproses secara lama dan berbelit – belit. Pada penyelesaian sengketa adversarial seperti ; Negosiasi,
Mediasi, dan konsiliasi pihak ketiga berperan lebih aktif untuk langsung menyelesaikan persengketaan para pihak.
Menurut ketentuan Undang – Undang Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE, khusunya Pasal 34 dikatakan bahwa masyarakat dapat mengajukan gugatan secara
perwakilan terhadap pihak yang menggunakan teknologi informasi yang berakibat merugikan masyarakat. Seseorang dapat melakukan gugatan secara perwakilan atas nama masyarakat
lainnya yang dirugikan tanpa harus terlebih dahulu memperoleh surat kuasa sebagaimana lazimnya kuasa hukum. Gugatan secara perwakilan dimungkinkan apabila telah memenuhi hal-
hal sebagai berikut : 1.
Masyarakat yang dirugikan sangat besar jumlahnya, sehingga apabila gugatan tersebut diajukan secara perorangan menjadi tidak efektif;
2. Sekelompok masyarakat yang mewakili harus mempunyai kepentingan yang sama dan
tuntutan yang sama dengan masyarakat yang diwakilinya, serta sama-sama merupakan korban atas suatu perbuatan melawan hukum dari orang atau lembaga yang sama.
3. Ada beberapa tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan atas
terjadinya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh pihak lain sehingga menimbulkan kerugian, yaitu menyelesaikan sengketa tersebut baik secara litigasi atau
pengajuan surat gugatan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai ketentuan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia atau berdasarkan hukum acara yang dipilih oleh para
Universitas Sumatera Utara
pihak, maupun secara non litigasi atau di luar pengadilan, antara lain melalui cara adaptasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi serta arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku. Penentuan cara
dalam menyelesaikan sengketa seperti tersebut di atas, tergantung kesepakatan para pihak yang bersengketa, dan biasanya telah dicantumkan pada perjanjian sebagai klausula baku
tertentu. Apabila dalam perjanjian jual beli semula beluam ada kesepakatan mengenai cara penyelesaian sengketanya, maka para pihak tetap harus sepakat memilih salah satu cara
penyelesaian sengketa yang terjadi, apakah secara litigasi atau non litigasi. 4.
Apabila penyelesaian sengketa yang dipilih adalah secara litigasi, maka harus diperhatikan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Di Indonesia, sesuai ketentuan hukum acara
perdatanya, maka suatu perbuatan melawan hukum harus dibuktikan melalui proses pemeriksaan di lembaga peradilan mulai dari tingkat pertama Pengadilan Negeri sampai
tingkat akhir Pengadilan Tinggi atau mungkin Mahkamah Agung dengan syarat adanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan pasti inkracht
vangewijsde. Gugatan yang diajukan didasari dengan ketentuan hukum perdata yaitu Pasal 1365 KUH
Perdata. Selanjutnya pada proses pembuktian, harus dapat dibuktikan unsur-unsur yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum ini melalui alat-alat bukti yang diakui dalam
Pasal 164 HIR Het Herziene Indonesisch Reglement, baik bukti secara tertulis misalnya print out dokumen-dokumen yang berhubungan dengan transaksi jual beli secara elektronik tersebut,
saksi-saksi termasuk saksi ahli sepeti ahli teknologi informasi dan sebagainya sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Berdasarkan ketentuan Uncitral Model Law, print out dari suatu transaksi jual beli secara elektronik dapat
digunakan sebagai bukti tertulis, oleh karena itu Indonesia dapat merujuk ketentuan termaksud,
Universitas Sumatera Utara
sebab Indonesia telah menjadi warga dunia yang ditandai dengan masuknya Indonesia menjadi anggota World Trade Organization. Dengan demikian hakim akan mendapatkan keyakinan
mengenai perbuatan melawan hukum yang telah terjadi. Sementara Pasal 35 RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE ini
menegaskan bahwa gugatan perdata dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan penyelesaian sengketa tersebut diatas khususnya sengketa yang timbul dalam
transaksi jual beli melalui media internet ini dapat diselesaiakan secara alternatif di luar pengadilan.
Ada beberapa tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan atas terjadinya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh pihak lain sehingga
menimbulkan kerugian, yaitu menyelesaikan sengketa tersebut baik secara litigasi atau pengajuan surat gugatan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai ketentuan hukum
acara perdata yang berlaku di Indonesia atau berdasarkan hukum acara yang dipilih oleh para pihak, maupun secara non litigasi atau di luar pengadilan, antara lain melalui cara adaptasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi serta arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku. Penentuan cara dalam menyelesaikan sengketa seperti tersebut di atas, tergantung kesepakatan para pihak yang
bersengketa, dan biasanya telah dicantumkan pada perjanjian sebagai klausula baku tertentu. Apabila dalam perjanjian jual beli semula beluam ada kesepakatan mengenai cara
penyelesaian sengketanya, maka para pihak tetap harus sepakat memilih salah satu cara penyelesaian sengketa yang terjadi, apakah secara litigasi atau non litigasi.
Apabila penyelesaian sengketa yang dipilih adalah secara litigasi, maka harus diperhatikan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Di Indonesia, sesuai ketentuan
hukum acara perdatanya, maka suatu perbuatan melawan hukum harus dibuktikan melalui proses
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan di lembaga peradilan mulai dari tingkat pertama Pengadilan Negeri sampai tingkat akhir Pengadilan Tinggi atau mungkin Mahkamah Agung dengan syarat adanya putusan hakim
yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan pasti inkracht vangewijsde. Gugatan yang diajukan didasari dengan ketentuan hukum perdata yaitu Pasal 1365 KUH
Perdata. Selanjutnya pada proses pembuktian, harus dapat dibuktikan unsur-unsur yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum ini melalui alat-alat bukti yang diakui dalam
Pasal 164 HIR Het Herziene Indonesisch Reglement, baik bukti secara tertulis misalnya print out dokumen-dokumen yang berhubungan dengan transaksi jual beli secara elektronik tersebut,
saksi-saksi termasuk saksi ahli sepeti ahli teknologi informasi dan sebagainya sebagaimana diatur dalam Pasal 153 HIR, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Berdasarkan ketentuan Uncitral Model Law, print out dari suatu transaksi jual beli secara elektronik dapat
digunakan sebagai bukti tertulis, oleh karena itu Indonesia dapat merujuk ketentuan termaksud, sebab Indonesia telah menjadi warga dunia yang ditandai dengan masuknya Indonesia menjadi
anggota World Trade Organization. Dengan demikian hakim akan mendapatkan keyakinan mengenai perbuatan melawan hukum yang telah terjadi.
Penyelesaian sengketa atas perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara elektroik dapat pula dilakukan secara non litigasi, antara lain :
1. Proses adaptasi atas kesepakatan antara para pihak sebagaimana dituangkan dalam
perjanjian jual beli yang dilakukan melalui media internet tersebut. Maksud adaptasi ini adalah para pihak dapat secara sepakat dan bersama-sama merubah isi perjanjian yang telah
dibuat, sehingga perbuatan salah satu pihak yang semula dianggap sebagai perbuatan melawan hukum pada akhirnya tidak lagi menjadi perbuatan melawan hukum;
Universitas Sumatera Utara
2. Negosiasi, yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersengketa, baik para pihak secara
langsung maupun melalui perwakilan masing-masing pihak; 3.
Mediasi, merupakan salah satu cara menyelesaikan sengketa di luar pengadilan, dengan perantara pihak ketigamediator yang berfungsi sebagai fasilitator, tanpa turut campur
terhadap putusan yang diambil oleh kedua pihak; 4.
Konsiliasi, juga merupakan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, namun mirip pengadilan sebenarnya, dimana ada pihak-pihak yang di nggap sebagai hakim semu;
5. Arbitrase, adalah cara penyelesaian sengketa secara non litigasi, dengan bantuan arbiter
yang ditunjuk oleh para pihak sesuai bidangnya. Di Indonesia telah ada lembaga khusus arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI. Putusan arbitrase memiliki
kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim di pengadilan, dan atas putusan arbitrase ini tidak dapat dilakukan upaya hukum baik banding maupun kasasi.
Oleh karena itu, perbuatan melawan hukum yang timbul dalam transaksi jual beli secara elektronikmelalui internet dapat diselesaikan baik secara litigasi ataupun secara non litigasi,
sesuai kesepakatan para pihak, sehingga tidak ada kekosongan hukum yang dapat berakibat menimbulkan kerugian yang lebih besar lagi.
Sementara Pasal 35 RUU Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE ini menegaskan bahwa gugatan perdata dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dan penyelesaian sengketa tersebut diatas khususnya sengketa yang timbul dalam transaksi jual beli melalui media internet ini dapat diselesaiakan secara alternatif di luar
pengadilan. Ada beberapa tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang berkepentingan atas
terjadinya perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh pihak lain sehingga
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan kerugian, yaitu menyelesaikan sengketa tersebut baik secara litigasi atau pengajuan surat gugatan melalui lembaga peradilan yang berwenang sesuai ketentuan hukum
acara perdata yang berlaku di Indonesia atau berdasarkan hukum acara yang dipilih oleh para pihak, maupun secara non litigasi atau di luar pengadilan, antara lain melalui cara adaptasi,
negosiasi, mediasi, konsiliasi serta arbitrase sesuai ketentuan yang berlaku. Penentuan cara dalam menyelesaikan sengketa seperti tersebut di atas, tergantung kesepakatan para pihak yang
bersengketa, dan biasanya telah dicantumkan pada perjanjian sebagai klausula baku tertentu. Apabila dalam perjanjian jual beli semula beluam ada kesepakatan mengenai cara
penyelesaian sengketanya, maka para pihak tetap harus sepakat memilih salah satu cara penyelesaian sengketa yang terjadi, apakah secara litigasi atau non litigasi.
Apabila penyelesaian sengketa yang dipilih adalah secara litigasi, maka harus diperhatikan ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Di Indonesia, sesuai ketentuan hukum acara
perdatanya, maka suatu perbuatan melawan hukum harus dibuktikan melalui proses pemeriksaan di lembaga peradilan mulai dari tingkat pertama Pengadilan Negeri sampai tingkat akhir
Pengadilan Tinggi atau mungkin Mahkamah Agung dengan syarat adanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap dan pasti inkracht vangewijsde.
Gugatan yang diajukan didasari dengan ketentuan hukum perdata yaitu Pasal 1365 KUH Perdata. Selanjutnya pada proses pembuktian, harus dapat dibuktikan unsur-unsur yang
menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum ini melalui alat-alat bukti yang diakui dalam Pasal 164 HIR Het Herziene Indonesisch Reglement, baik bukti secara tertulis misalnya print
out dokumen-dokumen yang berhubungan dengan transaksi jual beli secara elektronik tersebut, saksi-saksi termasuk saksi ahli sepeti ahli teknologi informasi dan sebagainya sebagaimana
diatur dalam Pasal 153 HIR, persangkaan, pengakuan dan sumpah. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
ketentuan Uncitral Model Law, print out dari suatu transaksi jual beli secara elektronik dapat digunakan sebagai bukti tertulis, oleh karena itu Indonesia dapat merujuk ketentuan termaksud,
sebab Indonesia telah menjadi warga dunia yang ditandai dengan masuknya Indonesia menjadi anggota World Trade Organization. Dengan demikian hakim akan mendapatkan keyakinan
mengenai perbuatan melawan hukum yang telah terjadi. Istilah Penyelesaian Sengketa Alternatif merupakan istilah yang umum dipergunakan
sebagai terjemahan dari Alternative Dispute Resolution ADR. Ada berbagai istilah yang dipakai untuk menunjuk pada bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, seperti
Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa MAPS, Pilihan Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan, Alternatif Penyelesaian Sengketa APS sebagaimana judul dari Undang-undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang - undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pasal 30 bahkan tidak
mempergunakan istilah khusus, tetapi hanya menyebut Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan.
Pasal 1 angka 10 Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mendefinisikan Alternatif Penyelesaian Sengketa yaitu lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi , konsiliasi dll.
Faktor Pendorong dipilihnya Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR dalam penyelesaian sengketa electronic commerce.
Dipilihnya Penyelesaian Sengketa Alternatif Alternative Dispute Resolution sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa memang bukanlah tanpa sebab, banyak faktor yang
Universitas Sumatera Utara
menjadi penyebab para pihak memililih mekanisme penyelesaian sengketa alternatif Alternative Dispute.
ada beberapa faktor yang menyebabkan para pihak memilih lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif Alternative Dispute Resolution untuk menyelesaian sengketa yang timbul dalam
transaksi: a.
Murah, transaksi yang dilakukan oleh para pihak tujuannya tidak lain adalah untuk memperoleh uang investasi, sehingga dalam penentuan cara penyelesaian sengketa
pun, faktor ekonomi, dalam hal ini murahnya biaya yang dikeluarkan, menjadi bahan pertimbangan yang utama. Kenyataan membuktikan, penyelesaian sengketa melalui
lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR relatif lebih murah dibandingkan penyelesaian melalui lembaga pengadilan litigasi. Murahnya biaya yang dikeluarkan
dalam setiap penyelesaian sengketa melalui mekanisme ini tidak terlepas dari cepatnya proses pengambilan keputusan yang dihasilkan. Pada saat penyelesaian sengketa
berlangsung, para pihak tetap dapat selanjutkan aktivitasnya masing-masing tanpa takut terganggu oleh proses pemeriksaan sengketa, hal yang mustahil terjadi apabila
sengketa diselesaikan melalui proses pengadilan. Perlu ditambahkan, dengan dipergunakannya lembaga peradilan dalam penyelesaian suatu sengketa,
memungkinkan para pihakuntuk menempuh upaya hukum lain banding, kasasi, atau peninjauan kembali apabila salah satu pihak tidak puas dengankeputusan yang
dihasilkan. Akibatnya, proses penyelesaian sengketa menjadi semakin lama dan tentunya membutuhkan penambahan biaya.
b. Cepat, dibandingkan dengan penyelesaian melalui jalur pengadilan litigasi tentunya
Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR relatif lebih cepat dan tidak bertele-tele.
Universitas Sumatera Utara
Lamanya proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan terjadi mulai saat menunggu kepastian kapan sengketa akan diperiksadisidangkan hingga eksekusi
putusan, yang seringkali memerlukan waktu yang sangat lama. Di samping itu, adanya beberapa upaya hukum Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali yang menjadi hak
dari para pihak yang bersengketa, terlebih apabila hak tersebut dipergunakan, kondisi ini tentunya dapat menjadi penghambat bagi para pihak dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya. Oleh karena itu, dengan dipergunakannya mekanisme Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR diharapkan lamanya waktu pemeriksaan sengketa dapat
dikurangi, karena prosedur pemeriksaan sengketa ditentukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak ketiga.
c. .Dalam dunia bisnis, hubungan baik good relationships di antara para pihak
merupakan hal yang paling utama sekaligus pondasi dasar bagi berkembangnya suatu hubungan kerjasama. Begitu pula halnya dalam penyelesaian sengketa, sedapat
mungkin diselesaikan melalui cara-cara yang dapat menjaga hubungan di antara para pihak agar tetap harmonis. Keinginan tersebut dapat dicapai apabila sengketa
diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif ADR, karena melalui penyelesaian sengketa alternatif ADR tujuan yang hendak dicapai adalah
win-win solution, yaitu kedua belah pihak akan memperoleh penyelesaian yang memuaskan, tanpa ada yang merasa dirugikan. Hal ini berbeda dengan lembaga
pengadilan litigasi, pada umumnya hanya satu pihak saja yang menang, sementara yang lainnya berada di pihak yang kalah win and lose solution;
d. Kerahasiaan confidentiality bagi siapapun, terlebih bagi pihak pihak yang bergerak
dalam aktivitas bisnis, merupakan hal yang sangat vital. Oleh karena itu, dalam
Universitas Sumatera Utara
mekanisme penyelesaian sengketa melalui Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR masalah kerahasiaan relatif lebih dapat dijaga dibandingkan dengan penyelesaian
melalui cara konvensional pengadilan. Kerahasiaan sangat penting untuk tetap dijaga, khususnya apabila sengketa muncul berkaitan dengan lemahnyatidak
berfungsinya sistem keamanan yang dimiliki oleh satu perusahaan dalam transaksi electronic commerce masalah kelemahan sistem keamanan sering terjadi. Banyak
perusahaan tidak menginginkan masalah ini dipublikasikan pada pihak luar, karena dengan dipublikasikannya kelemahan perusahaan, kepercayaan konsumen terhadap
perusahaan akan memudar; e.
Penyelesaian sengketa melalui lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR dilakukan oleh para ahli expert di bidangnya, sehingga hal ini akan berdampak pada
kualitas putusan. Keahlian para pihak yang akan menyelesaikan sengketa sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan lembaga ini, terlebih
electronic commerce merupakan sistem yang relatif kompleks dibandingkan cara- cara konvensional.
f. Tidak berpihak Impartiality, untuk memperoleh suatu proses penyelesaian sengketa
yang menjunjung tinggi prinsip fairness, maka dalam setiap bentuk penyelesaian sengketa baik melalui non-litigasi, diperlukan adanya jaminan bahwa pihak ketiga
yang akan memutus atau menengahi sengketa adalah mereka yang berkedudukan bebas dan tidak berpihak pada pihak manapun.
Penerapan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR dalam sengketa Transaksi Electronic Commerce
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, proses pemeriksaan sengketa secara online melalui pemeriksaan dikatakan menyeluruh apabila seluruh proses dilakukan secara online, mulai dari pemilihan lembaga yang
khusus menyediakan jasa online Alternative Dispute Resolution, perjanjian arbitrase, prosedur beracara, hingga penyampaian putusan dilakukan secara online pula. Sekalipun demikian,
Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan kemungkinan dipergunakannya e.mail dalam proses penyelesaian sengketa,
sekalipun baru dalam tahap penyampaian surat. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 4 ayat 3 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
yang berbunyi: “Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran
surat, maka pengiriman teleks, telegram, faksimil, e-mail atau dalam bentuk sarana komunikasi kainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak.” huruf miring dari
penulis. Pemilihan lembaga Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif ADR baik yang sifatnya offline maupun online untuk menjadi lembagayang akan menyelesaikan setiap masalah
yang timbul dalam transaksi electronic commerce, didasarkan pada adanya perjanjian clausule antara para pihak baik sebelum maupun setelah terjadinya sengketa yang intinya menyatakan
akan membawa sengketa kepada lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif atau Arbitrase, apapun alat yang dipergunakan untuk menyatakan perjanjian tersebut. Dalam kaitan dengan
penyelesaian sengketa alternatif yang sifatnya offline, khususnya melalui lembaga Arbitrase, adanya perjanjian yang mendasari dipilihnya lembaga tersebut untuk menyelesaikan sengketa
arbitration clause dengan jelas dapat dilihat pada Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyebutkan: Arbitrase
adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. huruf miring dari penulis, sedangkan perjanjian yang menjadi dasar dipilihnya lembaga Penyelesaian
Sengketa Alternatif untuk menyelesaikan sengketa dapat dilihat dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
32
.
Penerapan Arbitrase Online sebagai ODR dalam Penyelesaian Sengketa
Dalam penyelesaian sengketa e-commerce internasional dimungkinkan untuk diselesaikan-terutama yang meliputi sengketa bernilai kecil dalam forum yang tepat, yaitu
dengan “ODR” yang menjadi cara praktis untuk memberi konsumen yang tepat, murah dan efektif.
ODR mencakup sejumlah proses yang secara umum mempunyai dua ciri: “DR” yakni dispute resolution dan “O” yakni online. Dengan kata lain, menyelesaikan sengketa dan
dilakukan secara elektronik. Semua bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa APS tradisional terwakili di jaringan. Selain itu, ada proses penyelesaian sengketa baru: automated atau blind-
bidding negotiation, ini adalah contoh mekanisme yang hanya ada di online. Gambaran lain adalah non-binding arbitration. Meskipun tidak seluruhnya tidak ada di offline, tetapi ini
cenderung menggambarkan seluruh potensi online dan sebagai salah satu mekanisme ODR paling menonjol untuk jenis - jenis sengketa tertentu.
32
Penyelesaian sengketa secara online mulai dilakukan pada tahun 1995 dengan didirikannya Virtual Magistrate pada Vilanova Center for Law Technology. Tujuannya adalah menjadi penyedia jasa penyelesaian sengketa,
khusus untuk sengketa-sengketa secara online. Kasus pertama ditangani pada tahun 1996. Dalam kasus tersebut seseorang karena telah menerima iklan-iklan yang tidak diminta melalui e-mail yang dikirimkan dengan
menggunakan alamat dari America Online AOL. AOL setuju untuk menanggapi gugatan ini dan Virtual Magistrate yang menangani perkara tadi mengabulkan gugatan penggugat dan memerintahkan kepada AOL untuk
tidak lagi mengirim email yang berisi iklan. Lihat http:vmag.org.docspress052196.html diakses tanggal 3 Maret 2013. Abdul Halim Barkatullah, Penerapan Arbitrase Online Dalam Penyelesaian Sengketa Transaksi jual beli
melalui media elektronik E-Commerce Jurnal Hukum Nomor .3 volume 17 Juli 2007 hal 363 – 382.
Universitas Sumatera Utara
Keuntungan bagi pembeli dan pelaku usaha transaksi e-commerce dalam penyelesaian sengketa melalui ODR, antara lain: Pertama, penghematan waktu dan uang. Sesungguhnya hal
ini sudah tampak dalam APS secara “tradisional” dibandingkan dengan penyelesaian melalui jalur litigasi, namun, penyelesaian sengketa secara online akan lebih hemat dibandingkan dengan
alternatif penyelesaian sengketa offline. Keuntungan ini karena para pihak tidak perlu membayar biaya yang harus dikeluarkan
untuk menghadiri persidangan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan hal itu. Kecepatan ODR adalah salah satu keuntungan dasarnya. Pihak-pihak dan pihak netral tidak perlu melakukan
perjalanan untuk bertemu; mereka tidak penyerahan dapat singkat; penyelesaian dapat berdasarkan dokumen saja.
Kedua, biasanya biaya layanan penyelesaian sengketa perdata adalah gabungan dari biaya institusi penyelesaian sengketa, fee dan biaya pihak netral mediator atau arbiter, dan biaya para
pihak, termasuk ongkos hukum. Dalam ODR, beberapa biaya ini tidak ada atau berkurang signifikan. Sebagai contoh tidak ada biaya perjalanan bagi para pihak yang netral dan para pihak
yang bersengketa. Bagi konsumen E- commerce yang menghindari biaya besar dalam penyelesaian
sengketa, tentu akan lebih mudah menerima penyelesaian sengketa secara elektronik, karena mereka dapat mengerjakannya sendiri dengan fasilitas komputer yang dimiliki. Dalam
penyelesaian sengketa kasus B2C digunakan model unilateral user fees yang menetapkan pihak pelaku usaha yang bersengketa menanggung semua biaya. Hal ini dapat dilakukan dalam bentuk
kontribusi tahunan misalnya biaya keanggotaan atau trust mark atau dari pembayaran masing- masing kasus. Oleh karena itu, proses penyelesaian sengketa tergantung pada pendanaan oleh
salah satu pihak secara eksklusif.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga, pihak yang menggunakan akses internet lebih yakin dalam menghadapi proses yang akan dijalaninya, sebab mereka dapat dengan mudah mengontrol dan merespons apa yang terjadi
dalam proses. Keempat, jika para pihak enggan melakukan tatap muka, dapat menghindari pertemuan dengan
pihak lawannya. Para pihak dapat menghindarkan diri perasaan takut akan diintimidasi dalam proses. Hal ini merupakan persoalan psikologis.
Bentuk cara penyelesaian sengketa dengan cara ODR tidak jauh berbeda dengan APS di dunia nyata, namun sarana yang digunakan berbeda, yakni dengan sarana internet. Bentuk cara
penyelesaian sengketa, yaitu: tidak ada pihak ketiga negosiasi, atau ada yang tidak dapat membuat keputusan pada sengketa tersebut mediasi, atau yang dapat membuat keputusan
arbitrase. Di offline, arbitrase dianggap bentuk penyelesaian sengketa alternatif yang utama, karena dari
sifat yudisialnya, syarat-syarat dan proses yang dapat digunakan, karakter yang mengikat dan kemudahan pelaksanaan hasilnya, serta bantuan secara hukum yang diwajibkan kepada
pengadilan dalam prosedur pelaksanaan putusan arbitrase.
Upaya hukum dalam hal transaksi e-commerce bersifat Internasional
Masalah yang muncul dalam hal terjadi sengketa pada transaksi e-commerce yang bersifat internasional adalah menentukan hukumpengadilan mana yang digunakan untuk
menyelesaikan sengketa. Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik UUITE, pengaturan
mengenai transaksi e-commerce yang bersifat internasional terdapat dalam Pasal 18. Menurut pasal 18 ayat 2 UU ITE para pihak berwenang untuk menentukan hukum yang berlaku bagi
transaksi e-commerce yang dilakukannya, maka dalam hal ini para pihak sebaiknya menentukan
Universitas Sumatera Utara
hukum mana yang berlaku apa bila terjadi sengketa di kemudian hari choice of law. Penentuan pilihan hukum pada awal terjadinya kontrak menghindari adanya
permasalahan hukum mana yang akan dipakai ketika terjadi sengketa. Kontrak yang disepakati oleh para pihak akan menjadi undang-undang yang mengikat kedua belah pihak dan kesepakatan
dalam menentukan pilihan hukum tersebut dapat dijadikan dasar kuat berlakunya hukum atas kontrak tersebut.
Permasalahan lebih lanjut muncul ketika tidak dicantumkannya pilihan hukum dalam perjanjian e-commerce-nya, ada beberapa teori yang berkembang untuk menentukan hukum
mana yang digunakanberlaku, diantaranya: 1. Mail box theory Teori Kotak Pos
Dalam hal transaksi e-commerce, maka hukum yang berlaku adalah hukum dimana pembeli mengirimkan pesanan melalui komputernya yang dapat berarti hukum si
customer. Untuk ini diperlukan konfirmasi dari merchant. Jadi perjanjian atau kontrak terjadi pada saat jawaban yang berisikan penerimaan tawaran tersebut dimasukkan ke
dalam kotak pos mail box. 2. Acceptance theory Teori Penerimaan
Hukum yang berlaku adalah hukum dimana pesan dari pihak yang menerima tawaran tersebut disampaikan. Jadi hukumnya si merchant.
3. Proper Law of Contract Hukum yang berlaku adalah hukum yang paling sering dipergunakan pada saat
pembuatan perjanjian. Misalnya, bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia, kemudian mata uang yang dipakai dalam transaksinya Rupiah, dan arbitrase yang dipakai
menggunakan BANI, maka yang menjadi pilihan hukumnya adalah hukum Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
4. The most characteristic connection Hukum yang dipakai adalah hukum pihak yang paling banyak melakukan prestasi. Teori
ini menjelaskan bahwa untuk menentukan suatu pilihan hukum yang akan digunakan adalah dengan mendasarkan terhadap prestasi, hal ini memberikan perlindungan terhadap pihak yang
memberikan prestasi yang paling banyak untuk mencegah timbulnya kerugian terhadap pihak tersebut, sehingga hukum yang digunakan adalah hukum si pemberi prestasi terbanyak
33
. Selain para pihak dapat menentukan hukum yang berlaku, para pihak juga dapat secara
langsung menunjuk forum pengadilan, arbitrase, dan lembaga penyelesaian sengketa lainnya yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka Pasal 18 ayat 4 UUITE.
Untuk menyelesaikan sengketa e-commerce yang bersifat internasional, sebaiknya menggunakan mekanisme ADR Alternative Dispute Resolution. Alasannya adalah bahwa
dengan menggunakan ADR maka para pihak tidak perlu dipusingkan dengan perbedaan sistem hukum, budaya dan bahasa. Dasar hokum ADR di Indonesia adalah Undang-undang No. 30
tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan e-commerce sepenuhnya bersifat online oleh karena itu sudah sewajarnya
apabila penyelesaian sengketanyapun dilakukan secara online, mengingat bahwa para pihak berkedudukan dinegara yang berbeda yang tentunya bila penyelesaian sengketa dilakukan
dengan pertemuan secara fisik akan memakan waktu dan biaya tinggi. Pelaksanaan penyelesaian sengketa e-commerce di Indonesia belum sepenuhnya bersifat
online, namun Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan kemungkinan penyelesaian sengketa secara online dengan menggunakan
e-mail, hal ini tercantum dalam ketentuan Pasal 4 ayat 3 UU No.30 tahun 1999 yakni “Dalam hal disepakati penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat,
33
http:hukumonline.comklinik_detail.asp?id=5517, diakse pada tanggal 21 mei 2013.
Universitas Sumatera Utara
maka pengiriman teleks, telegram, faksimil, e-mail atau dalam bentuk sarana komunikasi kainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak. Dengan
diperbolehkannya penggunaan e-mail untuk menyelesaikan sengketa, maka para pihak dapat menyelesaiakan sengketanya secara online tanpa harus bertemu satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN