Tinjauan Hukum Tentang Wanprestasi Para Pihak Dalam Perjanjian Penggadaian Barang Pada Perum Pegadaian

(1)

1

DALAM PERJANJIAN PENGGADAIAN BARANG

PADA PERUM PEGADAIAN

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

O L E H

Sarwedy Sianipar NIM : 070200421

Bagian : Hukum Keperdataan

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

TINJAUAN HUKUM TENTANG WANPRESTASI PARA PIHAK

DALAM PERJANJIAN PENGGADAIAN BARANG

PADA PERUM PEGADAIAN

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Hukum

O L E H

Sarwedy Sianipar NIM : 070200421

Bagian : Hukum Keperdataan

Pembimbing I Pembimbing II

Ramli Siregar, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum

NIP. 195303121983031002 NIP. 1966022021991032002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin.

Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban bagi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat dalam mencapai gelar Sarjana Hukum.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis selalu terbuka untuk menerima saran, masukan maupun kritikan dari berbagai pihak guna perbaikan dikemudian hari.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof.DR.Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof.DR. Suhaidi,SH,MH selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH. MH. DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak M. Husni, SH, MH, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ramli Siregar, SH,M .Hum selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberi petunjuk dan bimbingan bagi penulis.

7. Ibu Rosnidar Sembiring, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah memberi petunjuk dan bimbingan sehingga skripsi ini selesai.


(4)

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan bagi penulis mulai dari awal hingga skripsi ini selesai.

Akhir kata penulis berharap semoga penulisan skripsi ini akan bermanfaat bagi para pembaca. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih dan pengharapan yang tak terbatas. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala budi baiknya.

Medan, Nopember 2012 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... v

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 5

D. Manfaat Penulisan ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 6

F. Metode Penelitian ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II : PEGADAIAN SEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK ... 11

A. Pengertian Lembaga Keuangan ... 11

1. Pengertian Bank ... 11

2. Bukan Bank ... 23

B. Sejarah Lahirnya Pegadaian ... 29

C. Perbedaan Instansi Pegadaian Sebelum dan Sesudah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian ... 36


(6)

BAB III : PERUSAHAAN UMUM PEGADAIAN DAN

NASABAH ... 41

A. Pengertian Perusahaan Umum ... 41

B. Sejarah dan Dasar Hukum Berdirinya Instansi Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum ... 43

C. Hubungan Hukum Antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan Nasabah Dalam Pemberian Kredit ... 58

D. Hak dan Kewajiban Perum Pegadaian ... E. Hak dan Kewajiban Nasabah ... 69

BAB IV : UPAYA HUKUM PARA PIHAK DALAM HAL WANPRESTASIPADA PERUSAHAAN UMUM PEGADAIAN ... 71

A. Kedudukan Perusahaan Umum Pegadaian Ditinjau dari Undang-undang Hukum Perdata ... 71

B. Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai ... 74

C. Upaya Hukum Para Pihak Dalam Hal Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Pada Perusahaan Umum Pegadaian ... 80

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83


(7)

A B S T R A K

Perusahaan Umum Pegadaian adalah salah satu bentuk perusahaan milik negara yang bergerak di bidang jasa dalam hal ini pemberian kredit. Kredit yang diberikan tersebut mempunyai peranan penting dalam membantu masyarakat memenuhi kebutuhan akan dana mendesak yang bersifat produktif serta berusaha untuk menghindarkan masyarakat dari jeratan lintah darat dan praktek sejenisnya.

Permasalahan yang dikemukakan adalah mengapa pegadaian disebut sebagai salah satu Lembaga Keuangan Bukan Bank ; bagaimana hubungan hukum antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan nasabah dalam pemberian kredit, serta apa hak dan kewajiban kedua belah pihak dan bagaimana upaya hukum yang harus dilakukan para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Metode yang dipergunakan adalah melalui library research (studi kepustakaan) dan field research (studi lapangan).

Kesimpulan yang diperoleh bahwa : Pegadaian terpisah dari lembaga keuangan yang lazim disebut bank dan turut aktif menyalurkan dana kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Hubungan hukum antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan nasabah terjadi pada saat kedua belah pihak menandatangani Surat Bukti Kredit (SBK). Dalam hal ini pemberi gadai berkewajiban melaksanakan ketentuan dalam perjanjian gadai dan berhak untuk memperoleh uang sebesar harga taksiran barang jaminan. Sedang Perusahaan Umum Pegadaian wajib untuk menyerahkan sejumlah uang berdasarkan harga taksiran barang jaminan, dan berhak memperoleh bunga dari modal tersebut dan menguasai barang jaminan selama berlangsungnya perjanjian gadai. Apabila terjadi wanprestasi dari pihak Perum Pegadaian, misalnya barang gadai hilang atau rusak berat, maka Perum Pegadaian wajib mengganti rugi kepada nasabah sebesar 125% dari harga taksiran. Sedangkan apabila pihak nasabah yang melakukan wanprestasi, maka barang gadai tersebut akan dilelang untuk pelunasan uang pinjaman, dan kelebihan harga barang gadai wajib dikembalikan kepada nasabah setelah dipotong sejumlah pinjaman bunga dan biaya lelang.

Untuk itu disarankan agar Perum Pegadaian mendirikan cabangnya sampai ke desa-desa agar terjadi pemerataan pembangunan di bidang ekonomi. Isi SBK perlu dilengkapi terutama menyangkut tentang hak dan kewajiban para pihak (antara Perum Pegadaian dengan nasabah). Hal ini bertujuan untuk menjaga kepastian hukum. Disamping itu sudah seharusnya pihak Perum Pegadaian, memperbanyak ragam jenis barang gadai yang diterima sebagai jaminan.


(8)

A B S T R A K

Perusahaan Umum Pegadaian adalah salah satu bentuk perusahaan milik negara yang bergerak di bidang jasa dalam hal ini pemberian kredit. Kredit yang diberikan tersebut mempunyai peranan penting dalam membantu masyarakat memenuhi kebutuhan akan dana mendesak yang bersifat produktif serta berusaha untuk menghindarkan masyarakat dari jeratan lintah darat dan praktek sejenisnya.

Permasalahan yang dikemukakan adalah mengapa pegadaian disebut sebagai salah satu Lembaga Keuangan Bukan Bank ; bagaimana hubungan hukum antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan nasabah dalam pemberian kredit, serta apa hak dan kewajiban kedua belah pihak dan bagaimana upaya hukum yang harus dilakukan para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Metode yang dipergunakan adalah melalui library research (studi kepustakaan) dan field research (studi lapangan).

Kesimpulan yang diperoleh bahwa : Pegadaian terpisah dari lembaga keuangan yang lazim disebut bank dan turut aktif menyalurkan dana kepada masyarakat atas dasar hukum gadai. Hubungan hukum antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan nasabah terjadi pada saat kedua belah pihak menandatangani Surat Bukti Kredit (SBK). Dalam hal ini pemberi gadai berkewajiban melaksanakan ketentuan dalam perjanjian gadai dan berhak untuk memperoleh uang sebesar harga taksiran barang jaminan. Sedang Perusahaan Umum Pegadaian wajib untuk menyerahkan sejumlah uang berdasarkan harga taksiran barang jaminan, dan berhak memperoleh bunga dari modal tersebut dan menguasai barang jaminan selama berlangsungnya perjanjian gadai. Apabila terjadi wanprestasi dari pihak Perum Pegadaian, misalnya barang gadai hilang atau rusak berat, maka Perum Pegadaian wajib mengganti rugi kepada nasabah sebesar 125% dari harga taksiran. Sedangkan apabila pihak nasabah yang melakukan wanprestasi, maka barang gadai tersebut akan dilelang untuk pelunasan uang pinjaman, dan kelebihan harga barang gadai wajib dikembalikan kepada nasabah setelah dipotong sejumlah pinjaman bunga dan biaya lelang.

Untuk itu disarankan agar Perum Pegadaian mendirikan cabangnya sampai ke desa-desa agar terjadi pemerataan pembangunan di bidang ekonomi. Isi SBK perlu dilengkapi terutama menyangkut tentang hak dan kewajiban para pihak (antara Perum Pegadaian dengan nasabah). Hal ini bertujuan untuk menjaga kepastian hukum. Disamping itu sudah seharusnya pihak Perum Pegadaian, memperbanyak ragam jenis barang gadai yang diterima sebagai jaminan.


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata secara material maupun spritual. Hal tersebut sesuai dengan Pola dasar pembangunan nasional Indonesia yang jelas tergambar dalam Garis-garis Besar Haluan Negara.

Peri kehidupan dalam keseimbangan adalah salah satu azas yang penting di dalam pembangunan nasional. Yang dimaksudkan adalah keseimbangan antara kepentingan-kepentingan keduniaan dan akhirat, antara jiwa dan raga, antara material dan spritual serta antara individual dan masyarakat.

Arti luasnya yakni pembangunan nasional pada akhirnya bermuara kepada peningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini berarti pula memberikan cukup kebutuhan kepada masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan pokok. Berdasarkan hasil-hasil yang telah dicapai didalam pelaksanaan pembangunan nasional di berbagai bidang sejak Repelita I sampai sekarang ini, masih ada beberapa masalah yang belum terpecahkan sepenuhnya antara lain, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah tertentu, peningkatan kemampuan yang lebih cepat dari golongan-golongan ekonomi lemah, serta masalah-masalah sosial lainnya.

Upaya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut di atas dan merupakan prioritas utama salah satunya adalah peningkatan pembangunan di bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan usaha jangka panjang yang terus-menerus untuk meningkatkan kemakmuran. Kemakmuran ini baru


(10)

meningkat apabila terjadi pertumbuhan produksi di berbagai sektor ekonomi yang lebih besar daripada pertumbuhan jumlah penduduk.

Pertumbuhan produksi ini dapat dilaksanakan apabila ada tambahan investasi. Bagi suatu unit usaha maka penambahan modal usaha ini kerap kali tidak digantungkan hanya pada sisa keuntungan atau pendapatan pada waktu yang lalu. Hal ini berarti bahwa dalam rangka mengembangkan usaha dalam banyak hal diperlukan tambahan dana dari luar. Disini diperlukan adanya lembaga-lembaga yang dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan akan dana.

Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perkreditan di mana lembaga ini mempunyai misi membantu masyarakat terutama golongan ekonomi lemah dengan cara pemberian pinjaman uang (pemberian kredit) dan prosedur yang mudah serta suku bunga yang terjangkau, atas dasar hukum gadai. Dengan demikian masyarakat khususnya golongan ekonomi lemah akan terhindar dari praktek ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.

Mengingat begitu pentingnya kedudukan Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian di dalam masyarakat terutama masyarakat golongan ekonomi lemah, maka pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dari lembaga ini. Salah satu upaya pemerintah tersebut adalah dengan merubah status lembaga Pegadaian ini dari bentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) Pegadaian kepada Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 dan mulai berlaku sejak tanggal 10 April 1990. Dengan beralihnya status lembaga ini dari PERJAN ke PERUM, maka fungsinya tidak semata-mata memberikan pelayanan kepada


(11)

masyarakat (public service), akan tetapi disamping memberikan pelayanan kepada masyarakat juga mengambil keuntungan (profit).

Melalui peralihan status lembaga ini maka diharapkan lembaga ini tidak ketinggalan dari badan-badan perkreditan lainnya, terutama didalam kualitas pelayanan kepada masyarakat ke arah yang lebih profesional.1

Pegadaian sebagai salah satu dari lembaga keuangan bukan bank, jika dibandingkan dengan lembaga keuangan bank maka pegadaian mempunyai Dengan memperhatikan misi yang diemban oleh lembaga ini sejak didirikannya pada tanggal 12 Maret 1901 menurut Staatblad 1901 A 1901 No. 131 dan sampai sekarang ini masih tetap bertahan.

Keberadaan PERUM Pegadaian dalam kehidupan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat golongan ekonomi lemah sudah tidak diragukan lagi. Hal ini terbukti dengan komitmen lembaga ini sejak berdirinya sampai sekarang tetap mempunyai prinsip membantu masyarakat terutama golongan ekonomi lemah dengan jalan memberikan kredit dengan prosedur yang mudah dan bunga yang rendah. Hal ini bertujuan agar masyarakat terhindar dari praktek-praktek ijon, pegadaian gelap dan sejenisnya yang sangat merugikan.

Perusahaan Umum Pegadaian adalah salah satu bentuk perusahaan milik negara yang bergerak di bidang jasa dalam hal ini pemberian kredit. Kredit yang diberikan oleh Perusahaan Umum Pegadaian kepada masyarakat mempunyai peranan penting dalam membantu masyarakat memenuhi kebutuhan akan dana mendesak yang bersifat produktif serta berusaha untuk menghindarkan masyarakat dari jeratan lintah darat dan praktek sejenisnya.

1

Warta Pegadaian dari Rapat Kerja Perum Pegadaian, 21-24 November 1990, Jakarta, hal. 7.


(12)

bentuk visi dan misi yang lebih sederhana, yaitu disamping menyalurkan kredit kepada masyarakat juga berusaha memupuk keuntungan. Disamping bila berurusan dengan lembaga pegadaian lebih mudah dan lebih cepat dalam memperoleh dana yang kita butuhkan.

Perusahaan Umum Pegadaian dalam menyalurkan pinjaman kredit terhadap masyarakat menggunakan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan oleh Perusahaan Umum Pegadaian. Peraturan dan ketentuan yang digunakan Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu bentuk peraturan yang telah distandarisasi sehingga dapat melayani masyarakat dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini jelas menjadi gambaran untuk melihat pengaturan yang dilaksanakan oleh Perusahaan Umum Pegadaian dalam memenuhi pelayanan yang maksimal sesuai dengan tujuan dan latar belakang dibentuknya Perusahaan Umum Pegadaian.

Masih banyak masyarakat kita yang belum begitu paham terhadap peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan di dalam perjanjian gadai oleh Perusahaan Umum Pegadaian.

Ditilik dari perkembangannya, lembaga pegadaian sudah mengalami beberapa perubahan bentuk, mulai dari Perusahaan Negara, Perusahaan Jawatan dan terakhir menjadi Perusahaan Umum yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990.

B. Perumusan Masalah

Setelah penulis mencermati inti dan makna dari judul skripsi ini, maka penulis merangkum beberapa perumusan masalah yang paling cocok dari skripsi ini, yaitu :


(13)

1. Mengapa pegadaian disebut sebagai salah satu Lembaga Keuangan Bukan Bank ?

2. Bagaimana hubungan hukum antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan nasabah dalam pemberian kredit, serta apa hak dan kewajiban kedua belah pihak ?

3. Bagaimana upaya hukum yang harus dilakukan para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui mengapa pegadaian disebut sebagai salah satu Lembaga Keuangan Bukan Bank.

2. Untuk mengetahui hubungan hukum antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan nasabah dalam pemberian kredit, serta apa hak dan kewajiban kedua belah pihak.

3. Untuk mengetahui upaya hukum yang harus dilakukan para pihak apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberikan informasi tentang kesiapan perangkat hukum yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam pemberian kredit oleh Perum Pegadaian kepada para nasabah yang membutuhkan dana.


(14)

2. Secara praktis, akan memberikan masukan kepada pemerintah khususnya para pengelola Perum Pegadaian untuk lebih mengefektifkan pemberian kredit kepada para nasabah yang membutuhkan dana tersebut.

E. Keaslian Penelitian

Penulisan tentang tinjauan hukum tentang wanpresasi para pihak dalam perjanjian penggadaian barang pada Perum Pegadaian belum pernah diteliti. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan penelitian yang pertama kali dilakukan, sehingga keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Metode Penelitian

Metodologi penelitian merupakan suatu cara yang dilakukan untuk memperoleh gambaran data keterangan dari suatu obyek yang diteliti.

Adapun metodologi penelitian yang dipergunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah dengan menetapkan :

1. Sifat Penelitian.

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan perjanjian. Selain itu dipergunakan juga bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan persoalan ini.


(15)

2. Bahan Penelitian

Bahan dalam skripsi ini diambil dari data-data sebagai berikut : 1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum ini mencakup ketentuan-ketentuan tentang perjanjian gadai yang ditelusuri dalam : perundang-undangan, Peraturan Pemerintah dan yurisprudensi

2. Bahan hukum sekunder

Dengan bahan ini ditingkatkan pemahaman peraturan-peraturan yang ditemukan dalam bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder diperoleh melalui kepustakaan serta artikel yang ada hubungannya dengan perjanjian gadai.

3. Bahan hukum tertier

Bahan ini berisi keterangan tentang hal-hal yang kurang atau belum dipahami mengenai data hukum primer dan data hukum sekunder. Bahan tertier ditemukan dalam : Kamus Hukum, kamus, brosur-brosur tentang pegadaian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pada hakekatnya suatu metode pengumpulan data adalah cara yang ditempuh untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dari perolehan data yang dikumpulkan. Dalam mewujudkan pembuatan skripsi ini, metode pengumpulan data ini dilakukan melalui :


(16)

1. Library Research (Studi Kepustakaan), berkenaan dengan bacaan yang

bersifat reference books, text books, majalah-majalah ilmiah, hasil-hasil seminar dan sebagainya.

2. Field Research (Studi Lapangan), yaitu usaha yang dilakukan secara

sistematis dan ilmiah untuk memperoleh suatu keterangan/informasi di lapangan. Terhadap data yang dikumpulkan melalui studi lapangan ini dilakukan pada Perum Pegadaian dalam wilayah kerja Kantor Daerah Medan. Di dalam studi lapangan ini penulis mengadakan interview atau wawancara dengan pihak Perum Pegadaian.

4. Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dan membantu para pembaca yang ingin memahami skripsi ini, penulis akan menguraikan secara singkat sistematika penulisan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Secara sistematis penulis membagi skripsi ini dalam beberapa bab, dan setiap bab dibagi-bagi atas beberapa sub bab yang dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan uraian awal yang berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat


(17)

penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : PEGADAIAN SEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK

Dalam bab ini diuraikan tentang Pengertian Lembaga Keuangan yakni Bank dan Bukan Bank, Sejarah Lahirnya Pegadaian serta Perbedaan Instansi Pegadaian Sebelum dan Sesudah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian serta Kedudukan Perusahaan Umum Pegadaian Ditinjau dari Undang-undang Hukum Perdata. BAB III : PERUSAHAAN UMUM PEGADAIAN DAN NASABAH

Bab ini menguraikan tentang Pengertian Perusahaan Umum, Dasar Hukum Berdirinya Instansi Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum, Hubungan Hukum Antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan Nasabah Dalam Pemberian Kredit, Hak dan Kewajiban Perum Pegadaian serta Hak dan Kewajiban Nasabah.

BAB IV : UPAYA HUKUM PARA PIHAK DALAM HAL WANPRESTASI PADA PERUSAHAAN UMUM PEGADAIAN

Bab ini berisikan tentang Kedudukan Perusahaan Umum Pegadaian Ditinjau dari Undang-undang Hukum Perdata, Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai yang terdiri dari Pengertian Wanprestasi, Faktor-faktor Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai dan Akibat Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai serta Upaya Hukum Para Pihak Dalam Hal Wanprestasi Dalam Perjanjian Gadai Pada Perusahaan Umum Pegadaian.


(18)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Adalah bab penutup yang merupakan kesimpulan dari pembahasan terhadap permasalahan yang ada dalam skripsi ini. Kemudian penulis menutup uraian dari skripsi ini dengan saran-saran demi pengembangan kegiatan perusahaan umum pegadaian serta berguna bagi para pembaca.


(19)

BAB II

PEGADAIAN SEBAGAI SALAH SATU

LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK

A. Pengertian Lembaga Keuangan 1. Pengertian Bank

Dalam kehidupan sehari-hari hampir setiap orang tahu apa yang dimaksud dengan bank dan apa yang menjadi tanda bahwa sesuatu itu adalah bank. Apabila kita menelusuri sejarah dari terminologi “bank” maka akan ditemukan bahwa kata bank berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti bance yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, pada zaman pertengahan, pihak bankir Italy yang memberikan pinjaman-pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku halaman pasar.

Istilah bank bukan lagi merupakan bahasa asing, tetapi juga telah masuk dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia yaitu :

Bank adalah badan usaha dibidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. 2

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk Pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian rupa, sehingga perumusannya dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah :


(20)

kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Beberapa ahli juga mengemukakan pendapatnya tentang pengertian bank. Walaupun masing-masing ahli mengemukakan pendapatnya namun pada dasarnya mengacu pada tugas dan fungsi bank. Di sini akan dikutip pendapat beberapa ahli.

Marulak Pardede mengemukakan bahwa bank adalah lembaga keuangan yang merupakan tempat masyarakat menyimpan dananya yang semata-mata dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai imbalan berupa bunga. 3

Menurut G.M. Verryn Stuart dari bukunya bank politik dalam O.P. Simorangkir merumuskan bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang berupa uang giral. 4

Ruddy Tri Santoso memberikan definisi bank adalah suatu industri yang bergerak dibidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan (financial intermediary) antara debitur dan kreditur dana. 5

Dengan demikian bank merupakan lembaga yang berperan sebagai

intermediatery antara masyarakat sebagai penyimpan dana dengan masyarakat

yang membutuhkan dana untuk keperluan pengembangan usahanya dalam rangka mendukung pelaksanaan pembangunan nasional (agent of development). Dalam

2

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 103-104.

3

Marulak Pardede, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1998, hal. 1.

4

O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, hal. 10.


(21)

menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk investasi, bank akan mendapat selisih bunga (spread) dari kredit yang disalurkannya tersebut.

Selanjutnya, fungsi utama dari perbankan dilihat dari sudut peranan ekonomi adalah :

1. Menerima dan menyelenggarakan tabungan-tabungan. Bank-bank memberikan suatu jasa-jasa yang penting dengan menerima uang tabungan atau surat-surat berharga (money instruments) dalam bentuk apapun sampainya ke tangan publik dan mengubahnya ke dalam rekening giro yang fleksibel dan dapat dipakai.

2. Menyelenggarakan pembayaran-pembayaran uang. Melalui cek-cek dan perintah-perintah lainnya untuk pembayaran dana-dana, bank-bank menawarkan cara yang mudah dan efisien untuk penyelesaian transaksi-transaksi.

3. Memberikan pinjaman-pinjaman dan melaksanakan investasi-investasi. Bank-bank menyediakan dana-dana untuk produsen-produsen, konsumen-konsumen dan pemerintah.

4. Menciptakan uang dengan pemberian kredit. Kecuali untuk jumlah uang logam dan mata uang yang relatif kecil yang dikeluarkan oleh pemerintah, bank-bank menciptakan seluruh uang yang kita pakai dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonomi kita. 6

Sedangkan fungsi utama perbankan Indonesia menurut Pasal 3 undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Wujud dari fungsi tersebut pada perbankan Indonesia tercermin melalui produk jasa yang dihasilkan.

Jasa-jasa perbankan dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat.

1. Penghimpunan dana

5

Ruddy Tri Santoso, Mengenal Dunia Perbankan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 1998, hal. 1.

6

American Institute of Banking, Penerjemah A. Hasyani Ali, Dasar-dasar Operasi Bank, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 12.


(22)

Penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan antara lain dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

(1) Giro

Adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan.

Penyetoran dana ke suatu rekening giro nasabah dapat dilakukan secara tunai atau melalui cek dan bilyet giro.

a. Cek

Adalah surat perintah nasabah, yang telah distandarisasi bentuknya, kepada bank penyimpan dana untuk membayar sejumlah uang kepada pembawa atau orang yang namanya tercantum di dalam cek tersebut.

b. Bilyet giro

Adalah surat perintah nasabah, yang telah distandarisasi bentuknya, kepada bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank lainnya. (2) Deposito

Adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.


(23)

Adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.

(4) Tabungan

Adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Penyaluran dana

Penyaluran dana masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dasar kredit adalah adanya kepercayaan.

Selain sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, bank umum juga mempunyai jasa-jasa lain sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 antara lain :

1. Menerbitkan surat pengakuan hutang.

2. Membeli dan menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.

a. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.

b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih dari kebiasaan dalam perdagangan dimaksud. c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.


(24)

d. Sertifikat Bank Indonesia (SBI). e. Obligasi.

f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.

g. Instrument surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.

3. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.

4. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel untuk, cek atau sarana lain.

5. Menerima pembayaran dari tagihan atau surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.

6. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

7. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak.

8. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat dalam bunga efek.

9. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.

10. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

11. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(25)

Selain mempunyai fungsi seperti apa yang telah diuraikan di atas, perbankan Indonesia juga mempunyai fungsi sebagai agen pembangunan (agent of

development), yaitu sebagai lembaga yang bertujuan mendukung pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. 7

1. Menurut fungsinya :

Fungsi tersebut sebagai penjabaran dari Pasal 4 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yaitu :

“Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kea rah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Selanjutnya, Ruddy Tri Santoso dalam bukunya Mengenal Dunia Perbankan membedakan bank dalam beberapa kelompok yaitu :

(1) Bank Sentral, adalah bank yang merupakan badan hukum milik Negara yang tugas pokoknya membantu pemerintah dalam :

- Mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

- Mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.

- Mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kartal (uang resmi dari pemerintah, yang berupa uang kertas dan logam).

Tugas-tugas bank yang lainnya adalah :

- Memajukan dan mengawasi perkembangan perkreditan.

7


(26)

- Melakukan pembinaan terhadap bank-bank yang ada di negara tersebut, baik itu bank pemerintah, bank swasta, maupun bank swasta asing.

- Bertindak sebagai pemegang kas pemerintah. - Mendorong pengerahan dana masyarakat.

(2) Bank Umum, adalah bank yang sumber utama dananya berasal dari simpanan masyarakat, terutama giro, tabungan dan deposito, serta pemberian kredit jangka pendek dalam penyaluran dananya.

Contoh :

- Bank umum pemerintah : BRI, BNI - Bank umum swasta : BCA, dll - Bank umum asing : Citibank.

(3) Bank Pembangunan, adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama berasal dari penerimaan simpanan dalam bentuk deposito serta commercial paper jangka menengah dan panjang. Usaha utamanya adalah memberikan kredit jangka menengah dan panjang dibidang pembangunan.

(4) Bank Desa, adalah kantor bank di suatu desa yang tugas utamanya adalah melaksanakan fungsi perkreditan dan penghimpunan dana dalam rangka program pemerintah memajukan sektor pedesaan serta peningkatan produksi pertanian, khususnya pangan.

(5) Bank Perkreditan Rakyat, adalah kantor bank di kota, kecamatan yang merupakan unsur penghimpun dana masyarakat maupun menyalurkan dananya di sektor pertanian/pedesaan.

Bakti, Bandung, 2000, hal. 86.


(27)

2. Menurut pemilikannya :

(1) Bank Pemerintah, adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah undang-undang tersendiri. Bank pemerintah, atau juga biasa disebut Bank Negara, terdiri dari beberapa jenis, yaitu bank umum, bank tabungan dan bank pembangunan.

(2) Bank Pembangunan Daerah, adalah bank yang pendiriannya berdasarkan Peraturan Daerah Kota dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten di wilyah bersangkutan dan modalnya merupakan harta kekayaan milik pemerintah daerah yang dipisahkan.

Contoh : Bank Sumut.

(3) Bank Swasta Nasiona, adalah bank milik swasta yang didirikan dalam bentuk hukum perseroan terbatas dimana seluruh sahamnya dimiliki oleh WNI dan atau badan-badan hukum di Indonesia, serta pengelolaan manajemennya ditangani oleh para WNI itu sendiri. Bank swasta terdiri dari Bank Umum, Bank Tabungan dan Bank Pembangunan.

Contoh : BCA, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.

(4) Bank Swasta Asing, adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang bank yang sudah ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara bank asing dengan bank nasional di Indonesia. Di Indonesia bank asing hanya diperkenankan menjalankan operasinya di lima kota besar Indonesia.


(28)

(5) Bank Koperasi, adalah bank yang pengoperasiannya berlandaskan hukum koperasi dan anggotanya terdiri dari badan-badan hukum koperasi.

Contoh : Bukopin (Bank Umum Koperasi Simpan Pinjam). 3. Berdasarkan kegiatan operasionalnya (hubungan formal) :

(1) Bank Devisa, adalah bank yang mempunyai hak dan wewenang yang diberikan oleh Bank Indonesia untuk melakukan transaksi valuta asing dan lalu lintas devisa serta hubungan koresponden dengan bank asing di luar negeri.

Contoh : BCA, Bank Niaga

(2) Bank Swasta Non Devisa, adalah bank yang dalam operasionalnya hanya melaksanakan transaksi di dalam negeri (rupiah) dalam bentuk simpanan dan pinjaman serta tidak melaksanakan transaksi valuta asing atau hubungan dengan luar negeri. Bank Swasta Non Devisa biasanya meminta bantuan bank devisa apabila akan melaksanakan transaksi valuta asing atau hubungan koresponden dengan bank luar. Contoh : YAMA Bank, Guna Bank, Synergy Bank

4. Berdasarkan penciptaan uang giral :

(1) Bank Primer, adalah bank yang dalam kegiatan operasionalnya tidak hanya sekedar mengumpulkan dana dan menyalurkan pinjaman, tetapi juga melaksanakan segala macam transaksi yang berhubungan langsung dengan kas, seperti misalnya yang berhubungan langsung dengan kas, seperti misalnya menerbitkan cheque dan bilyet giro, serta ikut dalam transaksi kliring yang diselenggarakan oleh BI dan merupakan bank yang berdiri sendiri, tidak tergantung bank lain.


(29)

Contoh : Lippo, BCA, dan lain-lain.

(2) Bank Sekunder, adalah bank yang kegiatan operasionalnya hanya sekedar melayani transaksi kas langsung, seperti pencairan kuitansi dan pemberian pinjaman. Dalam hal pelayanan transaksi kas yang lain seperti penerbitan cheque dan bilyet giro serta keikutsertaannya dalam kliring, bank sekunder biasanya membuka rekening di bank primer untuk membantu transaksinya.

Contoh : Bank Pasar, Bank Desa. 5. Berdasarkan sistem organisasi :

(1) Unit Banking, adalah system organisasi perbankan di mana jasa perbankan hanya diberikan melalui satu kantor bank saja, tidak lebih dan tidak kurang. Satu bank hanya mempunyai satu kantor operasional. Sistem ini timbul dari kebiasaan di mana bank hanya membatasi diri pada pelayanan yang kecil dan pemilik tidak mau dicampuri oleh orang lain. Unit bank merupakan embrio tumbuhnya

Branch Banking karena sifat operasinya yang kecil. Unit bank tidak

bias berkembang menjadi besar jika tidak mau membuka diri terhadap pengembangan sistem organisasi yang lain.

(2) Branch Banking, adalah sistem operasional bank yang kegiatannya pada dua tempat atau lebih. Cabang-cabang ini dikendalikan serta diawasi oleh kantor pusatnya.

(3) Correspondent Banking, adalah hubungan sistem antarbank di mana terdapat suatu pengaturan informasi antara bank, sehingga bank-bank kecil mempunyai deposit pada bank-bank besar untuk membantu jasa pelayanannya (misalnya : transfer uang). Correspondent Banking


(30)

beroperasi baik di dalam satu daerah, juga secara nasional maupun internasional. 8

Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 hanya membedakan bank menurut jenisnya yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Hal ini disebutkan secara jelas dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, hanya saja terdapat varian lainnya, yakni Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Perbedaan terakhir ini didasarkan pada sistem operasi yang dilandasi oleh ketentuan syariah dan bukan berdasarkan jenis usahanya.

Pengertian Bank Umum berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah :

Bank yang melakanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka (4) disebutkan mengenai pengertian Bank Perkreditan Rakyat, yaitu :

Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bukan Bank

8


(31)

Sebagai mana diketahui untuk melaksanakan kegiatan pembangunan diperlukan biaya yang cukup tinggi. Biaya pembangunan tersebut dapat ditargetkan dan dibiayai dari dana masyarakat sendiri. Hal ini sejalan dengn strategi pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang berorientasi pada prinsip pembangunan dari bawah. Sumber tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh sektor perbankan, pasar modal serta dari sektor dunia usaha lainnya.

Pemberian peluang untuk kesempatan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah termasuk pengusaha golongan ekonomi lemah antara lain diwujudkan dalam program-program penyediaan kredit seperti kredit bimas, kredit investasi kecil dan kredit candak kulak dan melalui peranan lembaga-lembaga perkreditan yang ada. Dalam hal inilah pegadaian sebagai sebuah lembaga perkreditan memegang peranannya. Selain itu pegadaian memberikan kemudahan sebagai satu-satunya lembaga pemerintah yang memberikan pinjaman dengan jaminan barang bergerak. Dalam rangka ikut mensukseskan pembangunan nasional seiring dengan arah kebijaksanaan pemerintah dan untuk lebih memanfaatkan potensi perekonomian Indonesia, pegadaian mempunyai peranan penting dalam membantu masyarakat melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai, khususnya dalam membantu masyarakat ekonomi lemah dalam memenuhi kebutuhan akan dana mendesak yang bersifat produktif, serta menghindarkan mereka dari jeratan lintah darat dan praktek sejenisnya.

Dengan memanfaatkan sumber daya ekonomi yang relatif sangat terbatas yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka membantu memecahkan masalah keterbatasan dana untuk pengembangan usahanya, peranan pegadaian semakin sangat penting dan menjadi ujung tombak alternatif pendanaan bagi masyarakat


(32)

umum, khususnya bagi pengusaha ekonomi menengah dan kecil yang belum terlayani oleh lembaga perkreditan lain.

Lembaga keuangan terdiri dari dua jenis, yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Pada dasarnya lembaga keuangan adalah sebagai perantara dari pihak yang kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds), sehingga peran dari lembaga keuangan yang sebenarnya adalah sebagai perantara keuangan masyarakat (finansial inter

mediary). 9

1. Mereka yang mengutamakan kegiatannya di bidang pembiayaan pembangunan (development type) ; dan

Tetapi meskipun demikian kedua jenis lembaga keuangan tersebut mempunyai perbedaan fungsi dan kelembagaan. Maka dalam hal ini penulis membahas lembaga keuangan bukan bank secara keseluruhan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep. 38/MK/IV/1972 tanggal 18 Januari 1972, pemerintah Indonesia telah membentuk lembaga keuangan bukan bank (LKBB) sebagai salah satu usaha untuk mendorong perkembangan pasar uang dan modal di Indonesia.

Kegiatan utama lembaga tersebut ialah mengerahkan dana dari masyarakat dengan cara mengeluarkan kertas berharga. Dana yang dikerahkan itu dipakai untuk membantu pembiayaan perusahaan-perusahaan dalam bentuk pinjaman atau penyertaan modal, disamping dana yang juga telah disediakan oleh bank-bank untuk maksud yang sama.

Untuk membentuk lembaga keuangan bukan bank ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan dua jenis badan usaha, yaitu :


(33)

2. Mereka yang bergerak sebagai perantara dlam penerbitan dan perdagangan surat-surat berharga (investment type).

Badan-badan usaha ini telah didirikan berkat kerjasama (joint venture) antara bank-bank pemerintah dan bank-bank/perusahaan-perusahaan swasta nasional di satu pihak dan bank-bank/LKBB-LKBB luar negeri di pihak lain.

Tugas utama mereka yang tergolong dalam development type adalah memberikan pinjaman jangka menengah dan jangka panjang dan mengikut sertakan modal dalam perusahaan-perusahaan. Tugas utama mereka yang tergolong investment type adalah memasarkan efek-efek yang dikeluarkan perusahaan-perusahaan melalui bursa (underwriting). Dalam hal tersebut belakangan ini, Bank Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 7/164/Kep/Dir/UPUM tanggal 17 Februari 1975 yang menentukan bahwa pemasaran efek-efek kepada masyarakat melalui bursa harus dilakukan melalui lembaga keuangan bukan bank.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep. 1382/MK/6/11/1975 tanggal 28 November 1975, lembaga keuangan bukan bank, seperti juga bank-bank dari pelbagai jenis, baik pemerintah maupun swasta nasional dan asing, tidak boleh memberikan keterangan-keterangan tentang keadaan keuangan nasabahnya kecuali :

1. Untuk keperluan perpajakan kalau diminta secara tertulis dan

2. Untuk kepentingan pengadilan dalam perkara tindakan pidana kalau diminta secara tertulis oleh jaksa atau hakim.

Dewasa ini jumlah badan usaha yang bergerak di bidang ini ada 12 buah terdiri dari development type 2 buah dan investment type 10 buah, termasuk

9


(34)

sebuah perusahaan yang dibentuk semata-mata untuk menolong penduduk pribumi yaitu PT. Bahana.

Baik kedua perusahaan development type maupun kesepuluh perusahaan investment type itu menunjukkan perkembangan yang berarti selama periode 1976/1977. Perusahaan-perusahaan tipe investasi dapat berkembang karena banyaknya dana yang berhasil dikumpulkan dari penjualan surat-surat berharga dan pinjaman, sedangkan meningkatnya penanaman dana disebabkan oleh bertambahnya pembelian surat-surat berharga dan warkat-warkat niaga lainnya terutama promes.

Lembaga keuangan bukan bank tidak diperkenankan menerima tabungan berupa deposito berjangka atau checking account. Selain lembaga keuangan tersebut di atas, di Indonesia kini terdapat tiga buah kantor perwakilan lembaga keuangan bukan bank luar negeri yang berkedudukan di Jakarta, yaitu :

1. Arbuthnol Latham & Co., Ltd. London ;

2. Private Investment Company for Asia (PICA), Tokyo ; 3. Commonwealth Development Corporation London.

Selanjutnya, Lembaga Keuangan Bukan Bank merupakan salah satu jenis lembaga keuangan, seperti telah disinggung di muka didirikan dengan SK Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 792/MK/IV/12/1970 dan No. Kep. 38/MK/IV/1/1972 serta disempurnakan dengan No. 562/KMK/011/1982. Lembaga Keuangan Bukan Bank dikenal sebagai suatu badan atau lembaga keuangan yang dapat menghimpun dana masyarakat selain modal/dana sendiri, dengan jalan mengeluarkan surat berharga. Menurut keputusan Menteri Keuangan No. 38/1972, yang dikeluarkan pada tanggal 18 Januari 1972, yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah :


(35)

Lembaga-lembaga keuangan yang secara langsung atau tidak langsung mengeluarkan uang, terutama dengan mengeluarkan surat-surat berharga yang dapat dinegosiasikan menyalurkannya melalui masyarakat untuk membiayai usaha-usaha dagang, pada umumnya lembaga-lembaga didirikan untuk mengatasi soal-soal keuangan yang ditangani oleh sektor perbankan. 10

Sejak pembentukannya LKBB telah turut berperan aktif dalam perkembangan pasar uang dan modal di negara kita. LKBB dalam usaha menggerakkan pasar uang berjangka pendek di Jakarta misalnya telah berhasil menciptakan hubungan baik antara lembaga-lembaga keuangan bank dan bukan bank dan badan-badan usaha lain. Hubungan tersebut terjalin dalam persatuan pada pedagang uang (money dealers) yang secara teratur/berkala mengadkan pertemuan-pertemuan.

Sejak digiatkannya pasar modal pada bulan Agustus 1977, LKBB telah mengambil peranan yang cukup berarti yakni antara lain sebagai menjamin emisi. Selain itu, LKBB juga bergiat dalam penyediaan dana bagi perusahaan-perusahaan, khususnya perusahaan swasta yang merupakan perusahaan patungan (joint venture).

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1990 tentang perubahan status Perusahaan Jawatan menjadi Perusahaan Umum Pegadaian menyebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha pegadaian adalah menyalurkan uang pinjaman kepada masyarakat berdasarkan pegadaian. Begitu juga Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah suatu badan yang melakukan kegiatan dibidang keuangan berupa usaha menghimpun dana, memberikan kredit, sebagai perantara dalam usaha mendapatkan sumber pembiayaan dan usaha penyertaan modal itu selalu dilakukan secara langsung atau tidak langsung melalui penghimpunan dana

10


(36)

terutama dengan menyalurkan kertas berharga. Dengan demikian Lembaga Keuangan Bukan Bank beroperasi lebih banyak di pasar uang dan modal. Adapun dana yang diperolehnya bersifat jangka panjang dan disalurkan kepada masyarakat terutama guna pembiayaan pembangunan industri dan prasarananya serta pembangunan ekonomi lainnya.

Melihat dari usaha pokok yang dilakukan Lembaga Keuangan Bukan Bank, maka kita mengenal dua sektor yang ditelitinya yaitu pertama sektor pembiayaan pembangunan, berupa pemberian kredit jangka menengah/jangka panjang serta melakukan penyertaan modal. Dan yang kedua, berupa usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang-bidang tertentu, seperti memberikan pinjaman kepada masyarakat berupa pegadaian. 11

Adapun bila kita lihat dari sektor yang ditelitinya berupa pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bidang-bidang tertentu maka secara garis-garis besar Lembaga Keuangan Bukan Bank terdiri dari, perusahaan asuransi, penyelenggaraan dana pensiun, perusahaan keuangan, holding company, perusahaan yang memberikan potongan/diskonto, perusahaan pemutar kredit dan "pegadaian".

Lembaga pegadaian ini dimaksudkan untuk memberikan pinjaman kepada masyarakat perorangan. Kredit atau pinjaman yang diberikan didasarkan pada nilai barang jaminan yang disesuaikan. Perusahaan bentuk pegadaian ini mempunyai aset yang berjatuh tempo pendek, adapun pasivanya berbentuk modal sendiri yang berjatuh tempo jangka panjang. 12

11

Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 64.

12


(37)

Maka dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa Perum Pegadaian sebagai suatu Lembaga Keuangan Bukan Bank, karena Perum Pegadaian ikut serta dalam penyaluran pinjaman kepada masyarakat untuk membantu jalannya perekonomian masyarakat disamping itu juga tidak lepas dari penimbunan pendapatan.

B. Sejarah Lahirnya Pegadaian

Sejak berdirinya Perusahaan Umum Pegadaian di Indonesia sampai sekarang ini, masih tetap menempatkan posisinya sebagai lembaga yang memberikan pinjaman uang atau kredit kepada masyarakat yang membutuhkan terutama golongan ekonomi lemah. Hal ini terbukti dari missi yang diemban oleh lembaga ini sejak lahir sampai saat ini, secara umum yaitu mencegah masyarakat supaya terhindar dari cengkraman praktek ijon, pegadaian gelap dan sejenisnya, melalui penyaluran pinjaman uang dengan prosedur yang sederhana serta bunga yang dapat dijangkau. Sedangkan pengembalian pinjaman tersebut dilakukan oleh pihak yang dipinjam (nasabah) sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditentukan oleh pihak Perusahaan Umum Pegadaian.

Peranan Perusahaan Umum Pegadaian bila ditinjau dari Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990, maka dapat kita lihat pada tujuan, tugas pokok dan fungsi Perusahaan Umum Pegadaian. Tujuan dari Perusahaan Umum Pegadaian tercantum dalam pasal 5 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian jo pasal 3 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Perusahaan Umum Pegadaian No. Sm/2/1/29 tanggal 27 Oktober 1990 tentang Organisasi dan Tata


(38)

Kerja Perusahaan Umum Pegadaian sebagai Peratuan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990.

Adapun pasal 5 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 menyatakan sebagai berikut :

a. Turut melaksanakan dan menjunjung pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai.

b. Mencegah praktek ijon, pegadai gelap, riba dan pinjaman lain yang tidak wajar.

Tugas pokok dari Perusahaan Umum Pegadaian sebagaimana tercantum dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 jo pasal 3 ayat 2 Surat Keputusan Direksi Pegadaian tanggal 27 Oktober 1990 adalah : "Menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan usaha lain yang berhubungan dengan tujuan perusahaan atas dasar persetujuan menteri".

Fungsi dari Perusahaan Umum Pegadaian tercantum dalam pasal 4 Surat Keputusan Direksi Pegadaian tanggal 27 Oktober 1990 adalah sebagai berikut : a. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara

yang sederhana, mudah, murah, tepat dan aman.

b. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi perusahaan maupun masyarakat.

c. Mengelola keuangan. d. Mengelola kelengkapan.

e. Mengelola kepegawaian, pendidikan dan latihan. f. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana. g. Melakukan penelitian dan pengembangan.


(39)

h. Mengawasi pengelolaan perusahaan.

Perusahaan Umum Pegadaian disamping berperan sebagai pemberantas lintah darat, pegadaian juga diarahkan untuk tujuan-tujuan yang produktif sejalan dengan upaya pemerintah di dalam melaksanakan program pembangunan. Usaha-usaha berskala kecil dalam masyarakat memerlukan dana kecil dan berjangka pendek. Pada umumnya uang pinjaman yang disalurkan oleh Perusahaan Umum Pegadaian digunakan untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Berdasarkan tujuan tersebut penggunaan kredit dibagi dalam 5 sektor yaitu :

1. Pertanian, dengan sasaran pemberian uang pinjaman kepada para petani yang membutuhkan biaya untuk tanaman, obat-obatan, hama, padi, pupuk, ongkos olah dan sebagainya.

2. Perikanan, sasaran pemberian pinjaman kepada para nelayan yang membutuhkan biaya untuk membeli alat-alat penangkapan ikan atau perbaikan dari alat-alat penangkapan serta perbaikan dari perahu dan sebagainya.

3. Industri rumah tanga, sasaran pemberian uang pinjaman kepada pengrajin kecil atau industriawan yang memerlukan biaya untuk tambahan modal atas perbaikan alat-alat atau pembelian alat-alat.

4. Perdagangan, sasaran pemberian uang pinjaman kredit kepada pedagang kecil yang membutuhkan modal usaha ataupun untuk penamahan modal usaha. 5. Kebutuhan lain, dengan sasaran pemberian uang pinjaman kepada para

pegawai atau karyawan, para mahasiswa atau pelajar atau yang membutuhkan uang untuk kebutuhan yang mendesak, misalnya biaya pendidikan sekolah, biaya pengobatan, hajatan atau biaya hidup sehari-hari.


(40)

Bahwa, gadai menggadai merupakan perbuatan yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam komunikasi penghidupan sehari-hari istilah gadai dapat berarti hubungan pinjam-meminjamkan dengan menyerahkan barang atau tanah kepada yang berpiutang sebagai jaminan atas pinjaman yang berhutang. Gadai dapat juga berarti barang atau tanah yang dijadikan jaminan. Demikian bunyi data sekunder tentang gadai dalam hukum adat.

Ter Haar menerangkan untuk perbuatan menggadaikan ada istilah setempat seperti ”megangkan” dan ”nyekelake”. 13 Kerancuan pemakaian istilah gadai tersebut ditemukan pula dalam sejarah gadai di zaman Romawi, yang mempergunakan istilah ”pignus”. Algra cs, 14menerangkan : istilah gadai atau hak gadai (pand) berarti hak kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan. Barang yang digadaikan, dinamakan gadaian (pand). Keterangan kamus tentang istilah ”pand” itu dapat diartikan hak dan juga barang yang digadaikan. Pengertian dalam kamus itu bersandar kepada hukum Perdata Barat yang sama juga dikandung dalam Pasal 1150 KUH Perdata.

Sedangkan brosur yang disirkulasikan Humas Kantor Pusat Pegadaian menerangkan : istilah ”gadai” berarti ”kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang harus dipenuhi pada saat itu juga. Selanjutnya terdapat pergantian istilah :

- Nasabah untuk pengganti istilah penggadai ;

- Kredit dipergunakan untuk uang yang dipinjamkan Perum Pegadaian

13

B. Ter Haar Bzn, Terjemahan K.Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-asas dan Susunan

Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, 1980, hal. 131.

14

N.E. Algra cs., Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1983, hal. 384-385.


(41)

- Sewa modal untuk bunga dan biaya yang dikenakan atas pelunasan kredit ; - Barang polisi untuk barang jaminan (pand) yang masih dalam urusan polisi.

Di luar Perum Pegadaian, di kalangan masyarakat dilakukan gadai dengan tidak menyebutkan barang bergerak atau tidak bergerak. Dari sejarah ilmu hukum Perdata Barat keadaan tersebut terdapat juga dalam masyarakat Romawi, sebagai bangsa cikal bakal pemikir hukum Perdata Barat.

Fungsi obyek gadai sejak zaman Romawi maupun sejak zaman akta-akta menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat Indonesia sampai sekarang ini tidak berubah yaitu untuk menghindari kerugian kreditur akibat kredit tidak dibayar atau tidak dilunasi debitur. Yang berubah adalah sifat kebendaan dari barang yang menjadi obyek gadai yang sah.

Sejak KUH Perdata dinyatakan berlaku di Indonesia tahun 1848, dikenal masyarakat perbedaan sifat kebendaan obyek gadai. Hanya barang bergerak saja yang dinyatakan sah sebagai obyek gadai di Perusahaan Umum Pegadaian yang dikelola oleh Pemerintah. KUH Perdata Bab Kedua Puluh dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 mengatur tentang gadai. Dalam Bab Kesatu Bagian Keempat Pasal 509 dan Pasal 513 ditetapkan pula tentang benda bergerak.

Diarahkan oleh uraian Kartono, 15 barang bergerak yang diterima oleh Perum Pegadaian merupakan hasil usaha Perum Pegadaian untuk mendapat jaminan yang lebih kuat dari pada yang ditentukan oleh Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.

Asser mengemukakan bahwa perincian mengenai barang-barang untuk dimasukkan ke dalam jenis barang bergerak bagi barang-barang berwujud


(42)

Perdata merupakan perbuatan mubazir karena ”alles, wat onroerend is, geldt als

roerend”. 16

Pendapat Asser ini tidak tepat untuk barang-barang yang dijadikan obyek gadai. Tidak pula semua barang bergerak yang diatur Pasal 1152 sampai 1513 itu dapat digadaikan di Perum Pegadaian.

ADP Perum Pegadaian Pasal 6 menentukan pengecualian yang dapat dijadikan gadai sebagai berikut :

a. Barang milik negara

b. Surat hutang, surat actie, surat efek dan surat-surat berharga lainnya. c. Hewan yang hidup dan tanaman

d. Segala makanan dan benda yang sudah busuk ; e. Benda-benda yangkotor ;

f. Benda-benda yang untuk menguasainya dan memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain memerlukan izin ;

g. Barang yang karena ukurannya yang besar tidak dapat disimpan dalam gadaian ;

h. Barang yang berbau busuk dan mudah merusakkan barang yang lain, jika disimpan bersama-sama ;

i. Benda yang hanya berharga sementara atau yang harganya naik turun dengan cepat, sehingga sulit menaksir oleh pejabat gadai ;

15

Kartono, Hak-hak Jaminan Kredit, Cetakan Kedua, Pradnya Paramita, Jakarta,1998, hal. 12-13.

16

C. Asser, Handleiding Tot de Beoefening Van Het Nederlands Burgerlijk Recht, Tweede Deel Zakenrecht, Uitgevers Maatschappij, W.E.J. Tjeenk Willink, Netherland, 1967, hal. 83.


(43)

j. Benda yang digadaikan oleh seorang yang mabuk atau seorang yang kurang ingatan atau seorang yang tidak dapat memberi keterangan-keterangan cukup tentang barang yang mau digadaikan itu.

Pengecualian itu memberi kesimpulan tentang barang-barang yang tidak dapat dijadikan obyek gadai ialah :

a. Yang penerimaannya harus bekerja sama dengan pihak ketiga ; b. Yang dapat menyulitkan penaksir menentukan harganya ; c. Yang menghendaki tempat penyimpanan yang khusus.

Namun, sejalan dengan itu barang jaminan atau obyek gadai yang diterima juga terus berkembang. Kemudahan serta minat untuk menjamin kredit dengan barang bergerak, membuahkan pemikiran tentang bagaimana ius constituendum mengatur kategori barang yang bergerak dan tidak bergerak. Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional mengenai hipotik dan lembaga-lembaga jaminan lainnya di Yogyakarta tahun 1977 menghasilkan keputusan :

Yang dapat digadaikan adalah barang-barang yang dinamakan ”bergerak” menurut kwalifikasi undang-undang tentang hukum benda tersebut. Dengan demikian merupakan prasyarat bahwa undang-undang hukum benda itu mengadakan suatu perbendaan (penggolongan) antara barang-barang bergerak dan barang-barang-barang-barang tidak bergerak. 17

Diperkirakan ius constituendum akan mengatur barang bergerak dan tidak bergerak. Barang yang hendak dijadikan obyek gadai mengalami proses sebagai yang tercantum dalam brosur-brosur yang dapat diperoleh di loket-loket Perum Pegadaian.

17


(44)

C. Perbedaan Instansi Pegadaian Sebelum dan Sesudah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian

Mengenai perbedaan Instansi Pegadaian sebelum dan sesudah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian dapat kita lihat dari perkembangannya mulai dari berdirinya sampai saat ini. Dalam hal ini kita harus menilik kembali sejarah berdirinya pegadaian.

Pada bab terdahulu telah disinggung mengenai sejarah pegadaian yakni sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dan sesudah proklamasi. Sebelum masa kemerdekaan Republik Indonesia sejarah instansi pegadaian dibagi empat golongan yaitu :

a. Masa VOC (tahun 1746-1811)

b. Masa penjajahan Inggris (tahun 1811-1816) c. Masa penjajahan Belanda (tahun 1816-1942) d. Masa penjajahan Jepang (tahun 1942-1945)

Fungsi pegadaian pada periode tersebut di atas sebagai penyalur pinjaman dengan jaminan benda bergerak.

a. Masa VOC (1746-1811)

Pada masa VOC lembaga gadai dikenal dengan nama "Bank Van Leening". Pertama didirikan pada tahun 1746 berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Von Sinhoff, tanggal 28 Agustus 1746. Lembaga ini merupakan perusahaan patungan VOC (pemerintah) dengan pihak swasta.


(45)

b. Masa Penjajahan Inggris (1811 - 1916)

Raffles sebagai pimpinan tertinggi di Indonesia pada masa itu tidak menyetujui adanya Bank Van Leening dikelola pemerintah, maka dikeluarkanlah peraturan yang menyatakan bahwa setiap orang dapat mendirikan badan perkreditan ini asal mendapat izin dari penguasa. Peraturan ini disebut Licentie Stelsel. Dalam perkembangannya ternyata bahwa tujuan licentie stelsel, yaitu memperkecil peranan woeker (lintah darat) tidak mencapai sasaran, artinya tidak menguntungkan pemerintah malahan menimbulkan kerugian terhadap masyarakat karena timbulnya penarikan bunga yang tidak wajar.

Oleh karena itu pada tahun 1814, licentie stelsel dihapuskan dan diganti dengan "Pacht Stelsel" dimana anggota masyarakat umum dapat menjalankan usaha gadai dengan syarat sanggup membayar sewa kepada pemerintah.

c. Masa Penjajahan Belanda (1816-1942)

Pada masa ini Pacht Stelsel dihapuskan dan diganti lagi dengan Licentie Stelsel dengan maksud untuk mengurangi pelanggaran-pelanggaran yang merugikan masyarakat dan pemerintah. Tetapi usaha ini tidak berhasil, karena ternyata penyelewengan-penyelewengan masih tetap berjalan tanpa menghiraukan peraturan yang berlaku. Maka pada tahun 1880 Pacht Stelsel diberlakukan kembali. Kemudian pada tanggal 1 April 1901 di Sukabumi didirikan pegadaian negeri pertama di Indonesia dengan Staatsblaad No. 131 tanggal 12 Maret 1901. Pegadaian negara yang dikuasai pemerintah ini berkembang dengan baik sehingga mendorong dikeluarkannya peraturan tentang monopoli. Peraturan monopoli ini dulu hanya berlaku terbatas pada kota-kota dimana pegadaian negara berdiri. Tetapi dengan dikeluarkannya Staatsblaad No. 794 tahun 1914 dan Staatsblaad


(46)

No. 28 jo 420 tahun 1921 sifat monopoli ini berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.

Yang dimaksud dengan monopoli disini ialah adanya larangan terhadap anggota masyarakat umum lainnya untuk berusaha dengan cara menerima gadai dan pemberian uang pinjaman maksimum ƒ 100 atau kurang. Sanksi terhadap pelanggaran monopoli ini diatur dalam pasal 509 KUH Pidana.

Sampai akhir pemerinthan Belanda, usaha dalam bidang pinjaman gadai merupakan monopoli pemerintah dengan status jawatan di dalam Departemen Keuangan.

Kemudian melalui Staatsblaad No. 266 tahun 1930 status jawatan diubah menjadi Perusahaan Negara, sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 IBW (Indonesische Bedrijvenwet) Staatsblaad No. 419 tahun 1927 dimana harta kekayaan pegadaian negara dipisahkan dari kekayaan negara (pemerintah).

d. Pegadaian pada Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)

Pada masa zaman Jepang pegadaian masih merupakan instansi pemerintah (jawatan) di bawah pimpinan dan pengawasan kantor besar keuangan.

Pada masa ini lelang atas barang jaminan yang tidak ditebus (sudah daluwarsa) dihapuskan sama sekali dan barang berharga seperti emas, intan dan berlian yang ada di pegadaian diambil oleh pemerintah Jepang.

Sesudah proklamasi kemerdekan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, penguasan atas Pegadaian Negara beralih kepada Pemerintah Republik Indonesia dan statusnya adalah sebagai jawatan di bawah Menteri Keuangan.


(47)

Dengan Peraturan Pemerintah No. 178 tahun 1961 terhitung mulai tanggal 1 Januari 1961 Pegadaian Negara diubah statusnya menjadi Perusahaan Negara Pegadaian. Status sebagai perusahaan negara ternyata menyebabkan pegadaian terus menerus mengalami kemerosotan di bidang keuangan atau pendapatan sehingga statusnya perlu dikembalikan menjadi jawatan. Tetapi kemudian pada tahun 1965 Perusahaan Negara Pegadaian diintegrasikan ke dalam urusan bank sentral.

Berdasarkan Peratuan Pemerintah No. 7 tahun 1969, Perusahaan Negara Pegadaian diubah status hukumnya menjadi Jawatan Pegadaian. Dalam rangka deregulasi dan debirokratisasi guna membantu iklim ekonomi yang menunjang perkembangan ekonomi, dipandang perlu untuk lebih meningkatkan peranan Lembaga Kredit atas dasar hukum gadai yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan produktivitas pengolahan Perusahaan Jawatan Pegadaian yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1969 dipandang perlu mengalihkan bentuknya menjadi Perusahaan Umum Pegadaian.

Atas dasar pasal 32 Undang-undang No. 19 Prp tahun 1960 maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tanggal 10 April 1990 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian.

Maka setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 status dari instansi pegadaian berubah menjadi Perusahaan Umum sampai saat ini, dimana tugasnya selain menyalurkan dana kepada masyarakat yang memerlukannya juga dapat memupuk keuntungan pendapatan.


(48)

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa perbedaan instansi pegadaian sebelum dan sesudah Peratuan Pemerintah No. 10 tahun 1990 terletak pada status instansi pegadaian tersebut. Dimana sebelum Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 status pegadaian adalah Perusahaan Negara dan Perusahaan Jawatan.


(49)

BAB III

PERUSAHAAN UMUM PEGADAIAN DAN NASABAH

A. Pengertian Perusahaan Umum

Mengenai pengertian Perusahaan Umum secara umum dapat kita lihat dalam Undang-Undang No. 19/PRP/1960, LN. 1960-59, dimana dalam hal ini Perusahaan Umum dikategorikan dalam perusahaan negara.

Perusahaan negara adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat : a. memberi jasa

b. menyelenggarakan kemanfaatan umum c. memupuk pendapatan

Tujuan perusahaan negara ialah untuk turut membangun ekonomi nasional dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur materil dan spritual. Berdasarkan Perusahaan Negara inilah maka dibentuk beberapa Usaha Negara, seperti yang termaktub dalam pasal 1 Undang-undang No. 9 tahun 1969, LN. 1969-40 yaitu :

1. Perusahaan Jawatan (PERJAN) 2. Perusahaan Umum (PERUM) 3. Perusahaan Perseroan (PERSERO)

Selanjutnya akan dibahas mengenai Perusahaan Umum, karena Perusahaan Umum inilah yang berhubungan langsung dengan judul skripsi penulis. Maka dalam hal ini perlu dikemukakan sifat usaha dari Perusahaan Umum yaitu berusaha di bidang penyediaan pelayanan bagi kemanfaatan umum disamping mendapatkan keuntungan Pembinaan dari perusahaan umum dilakukan


(50)

oleh Menteri. Dalam melaksanakan tugasnya menteri dibantu oleh Direktur Jenderal sesuai dengan bidang tugasnya, Direktur Jenderal dalam melakukan tugasnya selalu menerima petunjuk dari dan melaorkan segala sesuatunya kepada menteri.

Disamping itu juga dikenal istilah pengawasan yaitu seluruh proses kegiatan penilaian terhadap Perusahaan Umum dengan tujuan agar badan usaha tersebut melaksanakan fungsinya dengan baik dan berhasil mencapai tujuannya yang telah ditetapkan. Pengawasan terhadap Perusahaan Umum ini dilaksanakan oleh Dewan Pengawas, yang bertanggungjawab terhadap menteri.

Pemeriksaan juga merupakan bagian dari kegiatan Perusahaan Umum yaitu untuk menilai Perusahaan Umum, dengan cara membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dilakukan, baik dalam bidang keuangan dan atau dalam bidang teknis operasional. Dengan memahami seluruh hal di atas maka dapat disimpulkan bahwa maksud dan tujuan dari kegiatan Perusahaan Umum adalah :

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

b. Mengadakan pemupukan keuntungan-keuntungan atau pendapatan.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa barang dan jasa yang bermutu dan memadai bagi hajat hidup orang banyak.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.

e. Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan swasta dan koperasi dengan antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, baik


(51)

dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa dengan memberikan pelayanan yang bermutu dan memadai.

f. Turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya kepada golongan ekonomi lemah dan sektor koperasi.

g. Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.

B. Sejarah dan Dasar Hukum Berdirinya Instansi Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum

Sejak berdirinya Perusahaan Umum Pegadaian di Indonesia sampai sekarang ini, masih tetap menempatkan posisinya sebagai lembaga yang memberikan pinjaman uang atau kredit kepada masyarakat yang membutuhkan terutama golongan ekonomi lemah. Hal ini terbukti dari missi yang diemban oleh lembaga ini sejak lahir sampai saat ini, secara umum yaitu mencegah masyarakat supaya terhindar dari cengkraman praktek ijon, pegadaian gelap dan sejenisnya, melalui penyaluran pinjaman uang dengan prosedur yang sederhana serta bunga yang dapat dijangkau. Sedangkan pengembalian pinjaman tersebut dilakukan oleh pihak yang dipinjam (nasabah) sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditentukan oleh pihak Perusahaan Umum Pegadaian.

Peranan Perusahaan Umum Pegadaian bila ditinjau dari Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990, maka dapat kita lihat pada tujuan, tugas pokok dan fungsi Perusahaan Umum Pegadaian. Tujuan dari Perusahaan Umum Pegadaian tercantum dalam pasal 5 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tentang pengalihan bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Umum Pegadaian jo pasal 3 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Perusahaan Umum


(52)

Pegadaian No. Sm/2/1/29 tanggal 27 Oktober 1990 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Umum Pegadaian sebagai Peratuan pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990.

Adapun pasal 5 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 menyatakan sebagai berikut :

c. Turut melaksanakan dan menjunjung pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai.

d. Mencegah praktek ijon, pegadai gelap, riba dan pinjaman lain yang tidak wajar.

Tugas pokok dari Perusahaan Umum Pegadaian sebagaimana tercantum dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 jo pasal 3 ayat 2 Surat Keputusan Direksi Pegadaian tanggal 27 Oktober 1990 adalah : "Menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan usaha lain yang berhubungan dengan tujuan perusahaan atas dasar persetujuan menteri".

Fungsi dari Perusahaan Umum Pegadaian tercantum dalam pasal 4 Surat Keputusan Direksi Pegadaian tanggal 27 Oktober 1990 adalah sebagai berikut : i. Mengelola penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan cara

yang sederhana, mudah, murah, tepat dan aman.

j. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi perusahaan maupun masyarakat.

k. Mengelola keuangan. l. Mengelola kelengkapan.

m. Mengelola kepegawaian, pendidikan dan latihan. n. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana.


(53)

o. Melakukan penelitian dan pengembangan. p. Mengawasi pengelolaan perusahaan.

Perusahaan Umum Pegadaian disamping berperan sebagai pemberantas lintah darat, pegadaian juga diarahkan untuk tujuan-tujuan yang produktif sejalan dengan upaya pemerintah di dalam melaksanakan program pembangunan. Usaha-usaha berskala kecil dalam masyarakat memerlukan dana kecil dan berjangka pendek. Pada umumnya uang pinjaman yang disalurkan oleh Perusahaan Umum Pegadaian digunakan untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Berdasarkan tujuan tersebut penggunaan kredit dibagi dalam 5 sektor yaitu :

1. Pertanian, dengan sasaran pemberian uang pinjaman kepada para petani yang membutuhkan biaya untuk tanaman, obat-obatan, hama, padi, pupuk, ongkos olah dan sebagainya.

2. Perikanan, sasaran pemberian pinjaman kepada para nelayan yang membutuhkan biaya untuk membeli alat-alat penangkapan ikan atau perbaikan dari alat-alat penangkapan serta perbaikan dari perahu dan sebagainya.

3. Industri rumah tanga, sasaran pemberian uang pinjaman kepada pengrajin kecil atau industriawan yang memerlukan biaya untuk tambahan modal atas perbaikan alat-alat atau pembelian alat-alat.

4. Perdagangan, sasaran pemberian uang pinjaman kredit kepada pedagang kecil yang membutuhkan modal usaha ataupun untuk penamahan modal usaha. 5. Kebutuhan lain, dengan sasaran pemberian uang pinjaman kepada para

pegawai atau karyawan, para mahasiswa atau pelajar atau yang membutuhkan uang untuk kebutuhan yang mendesak, misalnya biaya pendidikan sekolah, biaya pengobatan, hajatan atau biaya hidup sehari-hari.


(54)

Bahwa, gadai menggadai merupakan perbuatan yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam komunikasi penghidupan sehari-hari istilah gadai dapat berarti hubungan pinjam-meminjamkan dengan menyerahkan barang atau tanah kepada yang berpiutang sebagai jaminan atas pinjaman yang berhutang. Gadai dapat juga berarti barang atau tanah yang dijadikan jaminan. Demikian bunyi data sekunder tentang gadai dalam hukum adat.

Ter Haar menerangkan untuk perbuatan menggadaikan ada istilah setempat seperti ”megangkan” dan ”nyekelake”. 18 Kerancuan pemakaian istilah gadai tersebut ditemukan pula dalam sejarah gadai di zaman Romawi, yang mempergunakan istilah ”pignus”. Algra cs, 19menerangkan : istilah gadai atau hak gadai (pand) berarti hak kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan. Barang yang digadaikan, dinamakan gadaian (pand). Keterangan kamus tentang istilah ”pand” itu dapat diartikan hak dan juga barang yang digadaikan. Pengertian dalam kamus itu bersandar kepada hukum Perdata Barat yang sama juga dikandung dalam Pasal 1150 KUH Perdata.

Sedangkan brosur yang disirkulasikan Humas Kantor Pusat Pegadaian menerangkan : istilah ”gadai” berarti ”kredit jangka pendek guna memenuhi kebutuhan dana yang harus dipenuhi pada saat itu juga. Selanjutnya terdapat pergantian istilah :

- Nasabah untuk pengganti istilah penggadai ;

- Kredit dipergunakan untuk uang yang dipinjamkan Perum Pegadaian

18

B. Ter Haar Bzn, Terjemahan K.Ng. Soebakti Poesponoto, Asas-asas dan Susunan


(55)

- Sewa modal untuk bunga dan biaya yang dikenakan atas pelunasan kredit ; - Barang polisi untuk barang jaminan (pand) yang masih dalam urusan polisi.

Di luar Perum Pegadaian, di kalangan masyarakat dilakukan gadai dengan tidak menyebutkan barang bergerak atau tidak bergerak. Dari sejarah ilmu hukum Perdata Barat keadaan tersebut terdapat juga dalam masyarakat Romawi, sebagai bangsa cikal bakal pemikir hukum Perdata Barat.

Fungsi obyek gadai sejak zaman Romawi maupun sejak zaman akta-akta menjadi kebiasaan di kalangan masyarakat Indonesia sampai sekarang ini tidak berubah yaitu untuk menghindari kerugian kreditur akibat kredit tidak dibayar atau tidak dilunasi debitur. Yang berubah adalah sifat kebendaan dari barang yang menjadi obyek gadai yang sah.

Sejak KUH Perdata dinyatakan berlaku di Indonesia tahun 1848, dikenal masyarakat perbedaan sifat kebendaan obyek gadai. Hanya barang bergerak saja yang dinyatakan sah sebagai obyek gadai di Perusahaan Umum Pegadaian yang dikelola oleh Pemerintah. KUH Perdata Bab Kedua Puluh dari Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 mengatur tentang gadai. Dalam Bab Kesatu Bagian Keempat Pasal 509 dan Pasal 513 ditetapkan pula tentang benda bergerak.

Diarahkan oleh uraian Kartono, 20 barang bergerak yang diterima oleh Perum Pegadaian merupakan hasil usaha Perum Pegadaian untuk mendapat jaminan yang lebih kuat dari pada yang ditentukan oleh Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.

Asser mengemukakan bahwa perincian mengenai barang-barang untuk dimasukkan ke dalam jenis barang bergerak bagi barang-barang berwujud

19

N.E. Algra cs., Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1983, hal. 384-385.


(56)

(lichamelijke zaken) yang diatur oleh Pasal 1152 sampai dengan Pasal 1513 KUH

Perdata merupakan perbuatan mubazir karena ”alles, wat onroerend is, geldt als

roerend”. 21

Pendapat Asser ini tidak tepat untuk barang-barang yang dijadikan obyek gadai. Tidak pula semua barang bergerak yang diatur Pasal 1152 sampai 1513 itu dapat digadaikan di Perum Pegadaian.

ADP Perum Pegadaian Pasal 6 menentukan pengecualian yang dapat dijadikan gadai sebagai berikut :

k. Barang milik negara

l. Surat hutang, surat actie, surat efek dan surat-surat berharga lainnya. m. Hewan yang hidup dan tanaman

n. Segala makanan dan benda yang sudah busuk ; o. Benda-benda yangkotor ;

p. Benda-benda yang untuk menguasainya dan memindahkannya dari satu tempat ke tempat yang lain memerlukan izin ;

q. Barang yang karena ukurannya yang besar tidak dapat disimpan dalam gadaian ;

r. Barang yang berbau busuk dan mudah merusakkan barang yang lain, jika disimpan bersama-sama ;

s. Benda yang hanya berharga sementara atau yang harganya naik turun dengan cepat, sehingga sulit menaksir oleh pejabat gadai ;

20

Kartono, Hak-hak Jaminan Kredit, Cetakan Kedua, Pradnya Paramita, Jakarta,1998, hal. 12-13.

21

C. Asser, Handleiding Tot de Beoefening Van Het Nederlands Burgerlijk Recht, Tweede Deel Zakenrecht, Uitgevers Maatschappij, W.E.J. Tjeenk Willink, Netherland, 1967, hal. 83.


(57)

t. Benda yang digadaikan oleh seorang yang mabuk atau seorang yang kurang ingatan atau seorang yang tidak dapat memberi keterangan-keterangan cukup tentang barang yang mau digadaikan itu.

Pengecualian itu memberi kesimpulan tentang barang-barang yang tidak dapat dijadikan obyek gadai ialah :

d. Yang penerimaannya harus bekerja sama dengan pihak ketiga ; e. Yang dapat menyulitkan penaksir menentukan harganya ; f. Yang menghendaki tempat penyimpanan yang khusus.

Namun, sejalan dengan itu barang jaminan atau obyek gadai yang diterima juga terus berkembang. Kemudahan serta minat untuk menjamin kredit dengan barang bergerak, membuahkan pemikiran tentang bagaimana ius constituendum mengatur kategori barang yang bergerak dan tidak bergerak. Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional mengenai hipotik dan lembaga-lembaga jaminan lainnya di Yogyakarta tahun 1977 menghasilkan keputusan :

Yang dapat digadaikan adalah barang-barang yang dinamakan ”bergerak” menurut kwalifikasi undang-undang tentang hukum benda tersebut. Dengan demikian merupakan prasyarat bahwa undang-undang hukum benda itu mengadakan suatu perbendaan (penggolongan) antara barang-barang bergerak dan barang-barang-barang-barang tidak bergerak. 22

Diperkirakan ius constituendum akan mengatur barang bergerak dan tidak bergerak. Barang yang hendak dijadikan obyek gadai mengalami proses sebagai yang tercantum dalam brosur-brosur yang dapat diperoleh di loket-loket Perum Pegadaian.

Pegadaian sebagai lembaga yang memberikan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang bergerak telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak

22


(1)

Kantor Perum Pegadaian Cabang Medan. Pada hari yang ditentukan lelang ditentukan dan pembeli yang berhak adalah yang menawar dengan harga tertinggi, setelah kepada umum ditanyakan penawaran ini dua kali tetapi tidak disambut dengan penawaran yang lebih tinggi oleh penawar yang lebih tinggi.

Lelang benda gadai yang termasuk golongan A dan B dilakukan pada awal bulan ke delapan (bulan kalender) terhitung mulai dari bulan digadaikan. Misalnya benda yang digadaikan dalam bulan Nopember 2003 akan dilelang awal bulan Juni 2004, setelah jangka waktu pinjaman tujuh bulan dilalui. Dan bulan ketujuh merupakan satu bulan yang bebas bunga oleh karena maksimal pengenaan bunga terhadap uang pinjaman adalah 180 hari dan pada bulan ketujuh ini merupakan waktu pertimbangan apakah benda gadai ditebus atau tidak.

Lelang benda gadai yang termasuk golongan pinjaman C dan D dilakukan pada awal bulan ke lima (bulan kalender) terhitung mulai bulan digadaikan. Misalnya terhadap suatu benda yang digadaikan pada bulan Nopember 2003, maka pelelangannya dilakukan pada awal bulan Maret 2004. Mengenai tanggal pelelangan maupun setelah lelang dilakukan beserta hasil lelang (berita acaranya) harus dilaporkan kepada Balai Lelang. Dan satu hari setelah lelang dilaksanakan, maka Perum Pegadaian harus memberitahukan kepada nasabah yang barangnya dilelang, seluruh hasil lelang harus diberitahukan dan kalau ada kelebihan uang pelelangan atas barang gadai tersebut akan dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi uang pinjaman, bunga serta biaya lelang sebesar 3%.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Pegadaian adalah salah satu Lembaga Keuangan Bukan Bank, karena pegadaian terpisah dari lembaga keuangan yang lazimnya disebut bank dan turut aktif menyalurkan dana kepada masyarakat melalui lembaga Perusahaan Umum Pegadaian atas dasar hukum gadai.

2. Hubungan hukum antara Perusahaan Umum Pegadaian dengan nasabah terjadi pada saat kedua belah pihak menandatangani Surat Bukti Kredit (SBK), yaitu antara pihak nasabah dengan pihak Perum Pegadaian yang dalam hal ini dilakukan oleh kepala cabang Perum Pegadaian. Dengan ditanda tanganinya Surat Bukti Kredit oleh pemberi gadai (nasabah) berarti pihak pemberi gadai telah menyetujui isi perjanjian yang ditetapkan oleh Perusahaan Umum Pegadaian. Dengan demikian telah terjadi hubungan hukum antara pihak pemberi gadai (nasabah) dengan pihak penerima gadai (Perusahaan Umum Pegadaian) yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban antara kedua belah pihak.

Adapun pemberi gadai berkewajiban melaksanakan peraturan dan ketentuan yang diberlakukan dalam perjanjian gadai dan mempunyai hak untuk memperoleh uang pesantren sebesar harga taksiran dari barang jaminan. Sedang Perusahaan Umum Pegadaian berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah uang kepada pemberi gadai berdasarkan harga taksiran barang


(3)

jaminan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan Perusahaan Umum Pegadaian mempunyai hak untuk memperoleh bunga modal dari perjanjian gadai tersebut dan berhak untuk menguasai barang jaminan selama berlangsungnya perjanjian gadai.

3. Apabila terjadi wanprestasi dari para pihak, yaitu pihak nasabah dan pihak Perum Pegadaian, maka akan menimbulkan akibat hukum sebagai berikut : a. Jika pihak Perum Pegadaian yang melakukan wanprestasi, misalnya

barang gadai hilang atau rusak berat, maka Perum Pegadaian wajib mengganti rugi kepada nasabah sebesar 125% dari harga taksiran.

b. Sedangkan apabila pihak nasabah yang melakukan wanprestasi, maka barang gadai tersebut akan dilelang untuk pelunasan uang pinjaman nasabah, dan kelebihan harga barang gadai wajib dikembalikan kepada nasabah setelah dipotong sejumlah pinjaman bunga dan biaya lelang.

B. Saran

Adapun saran yang penulis kemukakan adalah sebagai berikut :

1. Mengingat bahwa Perum Pegadaian masih satu-satunya Badan Usaha Milik Negara yang diberi wewenang untuk menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai, sekarang ini boleh dikatakan masih terbatas di daerah perkotaan, maka dalam rangka pemerataan pembangunan di bidang ekonomi, sudah seharusnya Perum Pegadaian mendirikan cabangnya sampai ke desa-desa. Oleh karena kebanyakan masyarakat Indonesia yang tergolong ekonomi lemah masih banyak tinggal di daerah pedesaan.

2. Salah satu hambatan Perum Pegadaian dalam melaksanakan pemberian kredit adalah kurang pemahaman pihak nasabah tentang hak dan kewajiban. Hal ini


(4)

salah satu penyebabnya adalah isi dari Surat Bukti Kredit (SBK), masih sebatas hal yang bersifat umum. Untuk itu perlu isi SBK dilengkapi terutama menyangkut tentang hak dan kewajiban para pihak (antara Perum Pegadaian dengan nasabah). Hal ini bertujuan untuk menjaga kepastian hukum.

3. Barang-barang gadai yang diterima oleh Perum Pegadaian sebagai jaminan, di dalam praktek masih terbatas pada benda-benda bergerak tertentu, maka dalam rangka memperbesar minat masyarakat untuk menggunakan jasa pegadaian, sudah seharusnya pihak Perum Pegadaian, memperbanyak ragam jenis barang gadai yang diterima sebagai jaminan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Algra, N.E., cs., 1983, Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Bina Cipta, Jakarta.

Asser, C., Handleiding Tot de Beoefening Van Het Nederlands Burgerlijk Recht, Tweede Deel Zakenrecht, Uitgevers Maatschappij, W.E.J. Tjeenk Willink, Netherland, 1967.

Badrulzaman, Mariam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung.

Dahlan, M., Sutalaksana, 1994, Peranan Pegadaian Dalam Pembinaan Pengusaha Kecil dan Potensi Ekonomi Rakyat di Perkotaan, Makalah Seminar MRI Contultant, Jakarta.

Djumhana, Muhammad, 2000, Hukum Perbankan di Indonesia, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Hasyani, A., Ali, 1991, Dasar-dasar Operasi Bank, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Kartono, 1998, Hak-hak Jaminan Kredit, Cetakan Kedua, Pradnya Paramita, Jakarta.

Luckett, Doedley G., 1983, Uang dan Perbankan, Erlangga, Jakarta.

Moeliono, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cetakan II, Balai Pustaka, Jakarta.

Pangestu, J.E., Panglaykim., 1984, Perkembangan Industri Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank di Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta. Pardede, Marulak, 1998, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta.

Prodjodikoro, Wirjono, 1995, Hukum Perdata Tentang Hak-Hak Atas Benda, Bangkit, Jakarta.

---, 1978, Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung.


(6)

Simorangkir, O.P., 2000, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Nonbank, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Soenarsono, R., 1973, Sejarah Pegadaian. Tanpa Penerbit. Subekti, R., 1987, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

---, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Cetakan XIX, Jakarta.

Suyatno, Thomas, 1990, Kelembagaan Perbankan, Gramedia, Jakarta.

Tri, Ruddy Santoso, 1998, Mengenal Dunia Perbankan, Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.

Ter Haar Bzn, B., Terjemahan K.Ng. Soebakti Poesponoto, 1980, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.

Winarno, Ateng, 1991, Kamus Singkatan dan Akronim Baru dan Lama, Cetakan I, Kanasius, Jakarta.

Lain-lain :

Anggaran Dasar Pegadaian (ADP), S 1928 No. 81. Buiten zorg, 10 Maret 1928. Brosur, Perum Pegadaian, Humas Kantor Pusat Perum Pegadaian, Jakarta, 1998. Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI (Engelbrecht), PT. Intermasa,

Jakarta.

Majalah Bulanan, Warta Pegadaian, Rapat Kerja Perum Pegadaian, 21-24 November 1990, Jakarta.