HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA DENGAN STRES KERJA PADA PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM YARSIS SURAKARTA

(1)

HUBUNGAN ANTARA KELELAHAN KERJA

DENGAN STRES KERJA PADA PERAWAT

DI RUMAH SAKIT ISLAM YARSIS

SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh:

JHOHANA KURNIA WIDYASARI

R0206036

PROGRAM DIPLOMA IV KESEHATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul : Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja pada Perawat Rumah Sakit Islam Yarsis Surakarta

Jhohana Kurnia Widyasari, R0206036, Tahun 2010

Telah diuji dan sudah di sahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pada Hari:...Tanggal:... Tahun: 2010

Pembimbing Utama

Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd

NIP.19750311 200212 2 002 ...

Pembimbing Pendamping

Sumardiyono, SKM, M.Kes.

NIP.19650706 1988303 1 002 ...

Penguji

Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok

NIP. 19481105 198111 1 001 ...

Surakarta, Juli 2010

Tim Skripsi Ketua Program

D.IV Kesehatan Kerja FK UNS

Lusi Ismayenti, S.T, M.Kes Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok NIP. 19720322 200812 2 001 NIP. 19481105 198111 1 001


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.

Surakarta, 7 Juli 2010

Nama: Jhohana Kurnia Widyasari NIM. R0206036


(4)

ABSTRAK

Jhohana Kurnia Widyasari. 2010. “Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan

Stres Kerja Perawat Rumah Sakit Islam Surakarta”. Skripsi Jurusan Diploma 4 Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

Kelelahan menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun. Adanya keseimbangan antar kerja fisik dapat membuat pekerja nyaman, aman, dan tidak mengalami stress kerja yang berlebihan. Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Apabila tidak ada keseimbangan antara kerja fisik akan menyebabkan konsentrasi, kemampuan, dan efektivitas menurun. Hal tersebut merupakan sebagian dari tanda-tanda kelelahan, kelelahan yang berlanjut akan mengakibatkan stress kerja. Penelitiaan ini bertujuan ingin mengetahui hubungan antara Kelelahan Kerja dengan Stres kerja perawat bagian shift pagi Rumah Sakit Islam Surakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel diambil secara purposive sampling. Pengambilan data dengan pengukuran kelelahan kerja dan stress kerja pada perawat rawat inap. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan teknik analisis kendall’s tau-b.

Dari uji kendall’s tau-b diperoleh koefisiien korelasi 0,742 dengan nilai asymp sig 0,00 lebih kecil dari 0,01 yang berarti ada hubungan antara kelelahan dengan stres kerja.


(5)

Abstract

Kurnia Jhohana Widyasari. 2010. "The Relationship Between Fatigue Working with Work Stress Surakarta Islamic Hospital Nurses." Diploma Thesis Department of Occupational Health 4 Faculty of Medicine,Sebelas Maret Surakarta State University.

Fatigue reduce work capacity and endurance work is marked by the sensation of fatigue, decreased motivation, decreased activity. A balance between physical labor can make the workers comfortable, safe, and not experiencing excessive job stress. Stress is highly individual and essentially destructive when there is no balance between the mental endurance of individuals with the burden he felt. If there is unbalance between physical work will lead to concentration, ability, and effectiveness decreases. It is part of the signs of fatigue, fatigue continues will cause job stress. This study aims to find out the relationship between work fatigue with Stress working in the Surakarta Islamic Hospital morning shift.

This study uses cross sectional approach. Samples taken by purposive sampling. Collecting data with the measurement of fatigue and stress of work nurse patient. The data obtained were processed using analysis techniques kendall's tau-b.

From the test kendall's tau-b correlation was obtained koefisiien .742 with asymp sig value of 0.00 is smaller than 0.01 which means there is a relationship between fatigue with work stress.

Key Words: Work fatique, Work stress


(6)

Dengan memanjatkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, atas segala karunia dan kemurahan-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja Pada Perawat di Rumah Sakit Islam Surakarta” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat tugas akhir untuk mencapi gelar Sarjana Sains Terapan.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini juga atas bimbingan, bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. M. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ (K), selaku Rektor Universitas

Negeri Sebelas Maret, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Arman Subiyanto, dr., M.S, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok, selaku Ketua Program Diploma 4 Kesehatan Kerja FK UNS, yang telah mengarahkan dan memberikan motivasi dalam penelitian ini.

4. Ibu Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd selaku dosen Pembimbing Utama dan Bapak Sumardiyono, S.KM, M.Kes selaku Pembimbing pendamping, yang telah memberi motivasi, petunjuk, saran dan bimbingan, sehingga dapat terwujud skripsi ini.


(7)

5. Ketua Bagian Bidang Keperawatan Rumah Sakit Islam Surakarta Bapak Budi Santoso, A.MK, yang telah memberikan bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini.

6. Direksi Rumah Islam YARSIS Surakarta yang telah member izin, bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Diploma 4 Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ilmu dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Staf dan karyawan Jurusan Diploma 4 Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis selama melakukan kuliah dan penyusunan skripsi.

9. Bapak, Ibu dan saudaraku tercinta yang memberikan bantuan material dan spiritual selama penulis menempuh kuliah dan menyelesaikan skripsi ini. 10.Teman-temanku sealmamater Diploma Empat Kesehatan Kerja Fakultas

Kedokteran UNS yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak, mendapatkan imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.

Surakarta, 7 Juli 2010


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN ABSTRAK ... iv

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN DAFTAR ISI ... viii

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 3

D. Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kelelahan Kerja ... 5

1. Kelelahan Kerja ... 5

2. Pengertian Kelelahan Kerja ... 5

3. Jenis Kelelahan Kerja ... 7

4. Faktor Penyebab Kelelahan Kerja ... 9


(9)

6. Mekanisme Kelelahan Kerja ... 10

B. Stres Kerja ... 12

1. Definisi Stres ... 12

2. Jenis-jenis Stres ... 13

3. Definisi Stres Kerja ... 13

4. Sumber Stres Kerja ... 14

5. Dampak Stres Kerja ... 16

C. Hubungan Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja ... 18

D. Kerangka Teori ... 21

E. Hipotesis ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 23

B. Lokasi dan waktu penelitian ... 23

C. Subyek Penelitian... 23

1. Populasi Penelitian ... 23

2. Sampel Penelitian... 23

D. Identifikasi Variabel Penelitian... 24

E. Definisi Operasional ... 25

F. Desain Penelitian ... 26

G. Instrumen Penelitian ... 26

H. Teknik Pengumpulan Data ... 29

I. Prosedur Penelitian ... 29


(10)

BAB IV. HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 33

B. Hasil Penelitian ... 37

1. Karateristik Responden ... 37

2. Deskripsi Data ... 38

a. Kelelahan Kerja dan Stres Kerja ... 38

b. Kecepatan Waktu Reaksi Cahaya ... 39

c. Stres Kerja ... 41

3. Hasil Uji kendall’s Tau-b ... 41

BAB V. PEMBAHASAN A. Analisis Univariat ... 42

1. Usia ... 42

2. Masa Kerja... 42

3. Jenis Kelamin ... 43

4. Gambaran Kelelahan Kerja ... 43

5. Gambaran Stres Kerja... 46

B. Analisis Bivariat ... 47

1. Hasil Uji Bivariat ... 47

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 49

B. Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51


(11)

DAFTAR TABEL

2. Distribusi Frekuensi Umur Responden ... 37

3. Distribusi Frekuensi Mas Kerja Responden ... 38

4. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden ... 38

5. Deskripsi Statistik Mean, median, modus, standar deviasi ... 39

6. Deskriptif kecepatan waktu reaksi rangsang cahaya ... 39

7. Daftar Distribusi Frekuensi Kategori kecepatan waktu reaksi rangsang cahaya Sebelum Bekerja ... 40

8. Daftar Distribusi Frekuensi Kategori kecepatan waktu reaksi rangsang cahaya Setelah Bekerja ... 40

9. Daftar Distribusi frekuensi Kategori Stres Kerja ... 41


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Sampel Pengukuran Kelelahan dan Stres Kerja 2. Kisi-kisi Kuesioner Stres Kerja

3. Contoh Kuesioner H-RSA

4. Surat Pengajuan Kuesioner untuk Pengukuran Stres Kerja 5. Hasil uji Kendall’s Tau-b

6. Foto Pengukuran Kelelahan Kerja 7. Hasil Pengukuran Stres Kerja

8. Hasil Pengukuran Kelelahan Setelah Bekerja 9. Hasil Pengukuran Kelelahan Sebelum Bekerja


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai undang-undang No.23 tahun 1992, pasal 23 tentang Kesehatan Kerja, bahwa upaya kesehatan kerja harus diselenggarakan disemua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.

Penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan perawat sebagai profesi yang berisiko sangat tinggi terhadap stress (Schultz dan Schultz, 1994) hasil penelitian selye (1996) menunjukkan alasan mengapa profesi perawat mempunyai resiko yang sangat tinggi terpapar oleh stres adalah karena perawat memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia. Selain itu ia juga mengungkapkan pekerjaan perawat mempunyai beberapa karakteristik yang dapat menciptakan tuntutan kerja yang tinggi dan menekan. Karakteristik tersebut adalah otoritas bertingkat ganda, heterogenitas personalia, ketergantungan dalam pekerjaan dan spesialisasi, budaya kompetitif di rumah sakit, jadwal kerja yang ketat dan harus siap kerja setiap saat, serta tekanan–tekanan dari teman sejawat.

Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja (Suma’mur, 2009). Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja (Eko Nurmianto,


(14)

2003). Dalam menjalankan tugasnya seorang perawat tidak dapat terlepas dari stres, karena masalah stres tidak dapat dilepaskan dari dunia kerja. Dengan semakin bertambahnya tuntutan dalam pekerjaan maka semakin besar kemungkinan seorang perawat mengalami stres kerja, setiap jenis pekerjaan tidak terlepas dari tekanan-tekanan baik dari dalam maupun dari luar yang dapat menimbulkan stres bagi para pekerjanya. Dalam proses bekerja hasil atau akibatnya perawat dapat mengalami stres, yang dapat berkembang menjadikan perawat sakit fisik dan mental, sehingga tidak dapat bekerja secara optimal. Menurut hasil survei dari PPNI ( Persatuan Perawat Nasional Indonesia) tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita waktu.

Stres kerja pada perawat merupakan salah satu permasalahan dalam manajemen sumber daya manusia di Rumah Sakit. Stress kerja adalah suatu tekanan yang tidak dapat ditoleransi oleh individu baik yang bersumber dari dirinya sendiri mapun dari luar dirinya. Penyebab stres bersumber dari biologis, psikologik, sosial, dan spritual. Stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor lingkungan, organisasi dan individu. Tinggi rendahnya tingkat stres kerja tergantung dari manajemen stres yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi stresor pekerjaan tersebut.

Oleh karena itu kelelahan kerja dalam penelitian ini dihubungkan dengan stres tenaga kerja tenaga perawat .


(15)

B. Perumusan Masalah

Adakah hubungan kelelahan kerja dengan stres kerja terhadap tenaga perawat di Rumah Sakit Islam Surakarta?”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Islam Surakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat kelelahan kerja tenaga perawat Rumah Sakit Islam Surakarta.

b. Mengetahui tingkat stres kerja perawat Rumah Sakit Islam Surakarta. c. Menganalisa adanya hubungan kelelahan kerja dengan stres kerja perawat

Rumah Sakit Islam Surakarta.

D. MANFAAT

1. Manfaat teoritik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan kesehatan kerja terutama tentang hubungan antara kelelahan kerja dengan stres kerja .

2. Manfaat Praktis

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai peneliti, manfaat penelitian yang diharapkan :


(16)

a. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan yang telah diterima selama kuliah.

b. Bagi Rumah Sakit Islam Surakarta

Diharapkan sumber informasi dan bahan pertimbangan di dalam mengatasi permasalahan yang timbul terutama dalam hal mengatasi kelelahan kerja dan stres kerja yang timbul pada tenaga perawat.

c. Bagi Perguruan Tinggi

Menambah referensi pengetahuan tentang hubungan kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kelelahan Kerja 1. Kelelahan Kerja

Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Lelah bagi setiap orang akan mempunyai arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah merupakan suatu perasaan.

2. Pengertian Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja, yang dapat disebabkan oleh :

a. Kelelahan yang sumber utamanya adalah mata (kelelahan visual) b. Kelelahan fisik umum

c. Kelelahan syaraf

d. Kelelahan oleh lingkungan yang monoton

e. Kelelahan oleh lingkungan kronis terus-menerus sebagai faktor secara menetap (Suma’mur PK, 2009)

Kelelahan bagi setiap orang memiliki arti tersendiri dan bersifat subyektif. Lelah adalah aneka keadaan yang disertai penurunan efisiensi dan ketahanan dalam bekerja. Kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh menghindari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan (Suma’mur, 1996).


(18)

Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun. Keadaan yang ditandai oleh adanya perasaan kelelahan kerja dan penurunan kesiagaan keadaan pada saraf sentral sistimik akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol oleh sistim aktivasi dan sistim ihibisi batang otak. Merupakan fenomena kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Menurut Eko Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

Pembebanan otot secara statis pun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup.

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur PK, 1999). Menurut Tarwaka, dkk (2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari


(19)

kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (AM.Sugeng Budiono, 2003: 82). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja.

3. Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan proses, waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.

b. Berdasarkan proses, meliputi:

1) Kelelahan otot (muscular fatigue)

Kelelahan otot menurut Suma’mur PK (1999: 190) adalah tremor pada otot atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Hasil percobaan yang dilakukan para peneliti pada otot mamalia, menunjukkan kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan respon tertentu. Manusiapun menunjukkan respon yang sama dengan proses yang terjadi pada percobaan diatas. Irama kontraksi otot akan terjadi setelah melalui suatu periode aktivitas secara terus menerus.

Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga pada makin rendahnya gerakan (AM.Sugeng Budiono, 2003).


(20)

2) Kelelahan Umum

Pendapat Grandjean (1993) yang dikutip oleh Tarwaka, dkk (2004), biasanya kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja, yang sebabnya adalah pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, Sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.

Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subyektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruh-pengaruh ini seperti berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma’mur PK, 2009).

Menurut AM. Sugeng Budiono (2003: 83), gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa mengantuk.

c. Berdasar waktu terjadi kelelahan, meliputi:

1) Kelelahan akut, yaitu disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh secara berlebihan dan datangnya secara tiba-tiba.

2) Kelelahan kronis merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan, seperti perasaan “kebencian” yang bersumber dari terganggunya emosi. Selain itu timbulnya keluhan psikosomatis seperti meningkatnya


(21)

ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum, meningkatnya sejumlah penyakit fisik seperti sakit kepala, perasaan pusing, sulit tidur, masalah pencernaan, detak jantung yang tidak normal, dan lain-lain (AM.Sugeng Budiono, 2003).

4. Faktor yang Menyebabkan Kelelahan Kerja

Menurut (Siswanto:1991) faktor penyebab kelelahan kerja berkaitan dengan:

a. Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan. b. Faktor psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang berlebihan, serta konflik yang kronis/menahun.

c. Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.

d. Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.

e. Monotoni (pekerjaan/lingkungan kerja yang membosankan)

Menurut Suma’mur (2009) terdapat lima kelompok sebab kelelahan yaitu: a. Keadaan monoton

b. Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental

c. Keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan. d. Keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik. e. Penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi.

Waters dan Bhattacharya (1996), yang dikutip oleh Tarwaka (2004) berpendapat agak lain, bahwa kontraksi otot baik statis maupun dinamis dapat meyebabkan kelelahan otot setempat. Kelelahan tersebut terjadi pada waktu


(22)

ketahanan (Endurance time) otot terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga yang dikembangkan oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum yang dapat dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi.

5. Gejala Kelelahan Kerja

Menurut Gilmer (1966) dan Cameron (1973), ada beberapa gejala akibat kelelahan kerja antara lain:

a. Menurun kesiagaan dan perhatian. b. Penurunan dan hambatan persepsi. c. Cara berpikir atau perbuatan anti sosial. d. Tidak cocok dengan lingkungan.

e. Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif.

f. Gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencemaan, kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur.

6. Mekanisme Kelelahan

Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem


(23)

penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh ke arah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat seseorang dalam keadaan lelah. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat seseorang dalam keadaaan segar untuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai menjelaskan peristiwa-peristiwa sebelumnya yang tidak jelas. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi sistem penghambat. Demikian pula peristiwa dalam monotoni, kelelahan terjadi oleh karena hambatan dari sistem penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu berat.

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Suma’mur, 2009).


(24)

B. Pengertian Stres Kerja 1. Definisi Stres

Stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial. Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek (Cooper,1994).

Menurut Hager (1999), stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi (Diana, 1991). Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.

Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful. Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu.


(25)

2. Jenis-jenis Stres

Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, sebagai berikut:

a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

b. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

3. Definisi Stres Kerja

Menurut Ubaidilah (2007) stres kerja dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya.

Menurut Newman (Diahsari, 2001) stres kerja diartikan sebagai suatu interaksi antara kondisi kerja dengan sifat-sifat pekerja yang mengubah fungsi fisik maupun fungsi psikis yang normal. Definisi tersebut menunjukkan bahwa stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang tidak dapat diimbangi oleh kemampuan karyawan.

Schult dan Schult (Bachroni & Asnawi, 1999) mengatakan bahwa stress kerja merupakan gejala psikologis yang dirasakan mengganggu dalam pelaksanaan tugas sehingga dapat mengancam eksistensi diri dan kesejahteraan.


(26)

Stres kerja pada intinya merujuk pada kondisi dari pekerjaan yang mengancam individu. Stres kerja timbul sebagai bentuk ketidakharmonisan individu dengan lingkungan kerja.

Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan bentuk respon psikologis dari tubuh terhadap tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan yang dimiliki, baik berupa tuntutaan fisik atau lingkungan dan situasi sosial yang mengganggu pelaksanaan tugas, yang muncul dari interaksi antara individu dengan pekerjaanya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang normal, sehingga dinilai membahayakan, dan tidak menyenangkan.

4. Sumber-sumber Stres Kerja

Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri. Soewondo (1992) mengadakan penelitian dengan sampel 300 karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:

a. Kondisi dan situasi pekerjaan b. Pekerjaannya

c. Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas d. Hubungan interpersonal

Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas empat hal utama, yakni:


(27)

a. Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.

b. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.

c. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.

d. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis.

Sedangkan Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:

a. Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam perusahaan.

b. Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.


(28)

5. Dampak Stres Kerja

Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan keputusan. Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu:

a. Gejala psikologis

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :

1) Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung 2) Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian) 3) Sensitif dan hyperreactivity

4) Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi 5) Komunikasi yang tidak efektif

6) Perasaan terkucil dan terasing 7) Kebosanan dan ketidakpuasan kerja

8) Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi 9) Kehilangan spontanitas dan kreativitas

10) Menurunnya rasa percaya diri b. Gejala fisiologis


(29)

1) Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular.

2) Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin). 3) Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung).

4) Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan.

5) Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome).

6) Gangguan pernapasan. 7) Gangguan pada kulit.

8) Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot. 9) Gangguan tidur.

10) Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker.

c. Gejala perilaku

Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:

1) Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan. 2) Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas. 3) Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan. 4) Perilaku sabotase dalam pekerjaan.

5) Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan mengarah ke obesitas.


(30)

6) Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi.

7) Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi.

8) Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas.

9) Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman. 10) Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.

C. Hubungan Kelelahan Kerja dengan Stres Kerja

Faktor penyebab kelelahan kerja menurut Suma’mur (2009) terdapat lima kelompok yaitu: keadaan monoton, beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental, keadaan lingkungan seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan, keadaan kejiwaan seperti tanggungjawab, kekhawatiran atau konflik, penyakit, perasaan sakit dan keadaan gizi. Selain itu kelelahan juga dipengaruhi oleh kapasitas kerja yang meliputi: jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, keterampilan, dan masa/lama kerja.

Keadaan dan perasaan kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu korteks serebri, yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat merangsang peralatan dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan sebagainya.


(31)

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat, seseorang dalam keadaan lelah. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat seseorang dalam keadaaan segar untuk bekerja. Misalnya peristiwa seseorang dalam keadaan lelah, tiba-tiba kelelahan hilang oleh karena terjadi peristiwa yang tidak diduga sebelumnya atau terjadi tegangan emosi. Dalam keadaan ini, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat mengatasi system penghambat. Demikian pula peristiwa dalam monotoni, kelelahan terjadi oleh karena hambatan dari sistem penghambat, walaupun beban kerja tidak begitu berat.

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan saraf pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu dari padanya lebih dominan sesuai dengan keperluan. Sistem aktivasi bersifat simpatis, sedangkan inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut harus berada pada kondisi yang memberikan stabilitasi kepada tubuh (Suma’mur, 2009).

Kelelahan kronis demikian disebut kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalami konflik mental atau kesulitan-kesulitan psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab


(32)

ataupun akibat (Suma’mur, 2009). Jadi ada saling keterkaitan antara kelelahan kerja dengan munculnya stres akibat kerja.

Dimana Stres kerja sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab yaitu faktor fisik meliputi: jumlah pasien, jenis penyakit, dan juga faktor mental meliputi: tanggung jawab terhadap pimpinan, keluarga pasien, masalah pribadi.


(33)

Faktor Penyebab Kelelahan Kerja: 1. Monotoni

pekerjaan

2. lamanya kerja fisik dan mental 3. Rasa khawatir,

Konflik dan Tanggungjawab 4. Lingkungan

kerja 5. Status gizi

D. Kerangka Teori

Ket : - - - = tidak diteliti : = diteliti

Penyebab stress kerja adalah beban kerja:

a. Fisik : jumlah pasien, jenis penyakit b. Mental: tanggung jawab terhadap pimpinan, keluarga pasien, masalah pribadi. Penurunan konsentrasi dan perhatian

Pusat Kesadaran (corteks cerebri)

Inhibisi aktivasi

Kecenderungan tidur

merangsang tubuh bekerja, berkelahi, melarikan diri dsb

Stres kerja

Tidak mengalami penurunan konsentrasi

dan perhatian

Tidak mengalami stres kerja Kapasitas kerja:

a. Jenis kelamin b. Usia c. Pendidikan d. Keterampilan e. Masa/Lama Kerja Kelelahan kerja


(34)

E. Hipotesis

Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis yaitu:

Ada hubungan antara kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat di Rumah Sakit Islam Surakarta.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis peneltian yang digunakan adalah metode observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.

B.Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian adalah Rumah Sakit Islam Surakarta, dimulai dari bulan Februari sampai Juni tahun 2010.

C. Subyek Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga perawat rawat inap Rumah Sakit Islam Surakarta berjumlah 132 orang.

2. Sampel Penelitian

Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Purposive sampling berarti pemilihan sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat


(36)

populasi. Besarnya sampel dalam penelitian ini adalah perawat rawat inap Rumah Sakit Islam Surakarta, dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Usia : 20-40 tahun

Hal ini dimaksud karena pada umur tersebut tenaga kerja memiliki kekuatan otot yang optimal dan tenaga kerja berada dalam usia produktif.

b. Merupakan perawat pelaksana rawat inap bukan perawat VVIP, Super VIP, President Suite, rawat jalan, IRD, ICU dan IBS juga bukan kepala perawat atau supervisor perawat.

c. Tingkat pendidikan minimal D3.

d. Masa kerja lebih dari 1 tahun maksimal 10 tahun dan lama kerja 7 jam sehari. Maka ditentukan jumlah sampel berdasar rumus rule of thumb (Bhisma Murti: 2006) adalah 30 perawat, yaitu dari bangsal kelas 2 (Al-Kautsar, Al- Fajr), Al-Maun, Al-Insyiroh.

D. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas atau variabel independen dalam penelitian ini adalah kelelahan kerja.

2. Variabel terikat atau variabel dependen dalam penelitian ini adalah stres kerja. 3. Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua yaitu:

a. Variabel pengganggu terkendali : kapasitas kerja (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, keterampilan, masa/lama kerja).


(37)

lamanya kerja fisik dan mental, lingkungan kerja (kebisingan, iklim kerja, penerangan), jumlah pasien, jenis penyakit, faktor mental meliputi tanggung jawab terhadap pimpinan, keluarga pasien, masalah pribadi.

E. Definisi Operasional

1. Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja adalah waktu reaksi/respon melihat rangsangan cahaya selama bekerja.

a. Alat ukur: Reaction Timer dengan merek Lakassidaya tipe L- 77. b. Satuan: milidetik

Dalam penelitian ini, hasil pengukuran dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu:

1) Kategori kelelahan ringan : >240- 410 milidetik 2) Kategori kelelahan sedang : 410 – 580 milidetik 3) Kategori kelelahan berat : >580 milidetik

c. Skala pengukuran : ordinal (Lelah tingkat berat, sedang, ringan). 2. Stres Kerja

Stres kerja adalah jumlah skor kuesioner HRSA (terjemahan dari kuesioner Hamilton Rating Scale Anxiety).

a. Alat ukur: kuesioner HRSA (terjemahan dari kuesioner Hamilton Rating Scale Anxiety).


(38)

Dalam penelitian ini, hasil pengukuran dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu:

1) Kategori gejala stress tingkat ringan : <17 2) Kategori gejala stress tingkat sedang : 18 – 24 3) Kategori gejala stress tingkat berat : 25-30

F. Desain Penelitian

a

Keterangan: untuk kelelahan kerja hanya hasil pengukuran setelah bekerja yang dibandingkan dengan kriteria dari Litnje dalam (Tarwaka, 2004).

Populasi

Subjek

Purposive sampling

Stres kerja (+)

Sebelum Kerja Kelelahan kerja

Kendall’s Tau

Setelah Kerja Kelelahan kerja


(39)

G. Instrumen Penelitian

1. Alat yang digunakan, antara lain : a. Identitas responden (perawat).

b. Reaction Timer merek Lakasidaya type L-77 (alat ukur kelelahan kerja, satuan milli detik)

c. Lembar pencatatan hasil pengukuran stres kerja dan kelelahan kerja. d. Kuesioner HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety) untuk pengukuran stres

kerja.

2. Cara Pengukuran

a. Pengukuran Kecepatan Waktu Reaksi (Reaction Timer) dengan Rangsang Cahaya

Pengukuran kelelahan kerja menggunakan metode uji psikomotor (psikomotor test) dengan menggunakan reaction timer tipe L-77 merek Lakassidaya. Pengukuran yang dilakukan terhadap waktu reaksi tenaga kerja pemberian rangsangan cahaya sampai kepada suatu kesadaran atau sampai tenaga kerja menekan tombol subjek. Adapun langkah-langkah pengukuran adalah:

1) Alat dihubungkan dengan sumber tenaga (listrik/baterai).

2) Alat dihidupkan dengan menekan tombol on atau off pada on (hidup). 3) Reset angka penampilan sehingga menunjukkan angka “000,0” dengan menekan tombol “nol”.


(40)

5) Subjek yang akan diperiksa diminta menekan tombol subjek dan diminta secepatnya menekan tombol setelah melihat cahaya dari sumber rangsang (lampu).

6) Untuk memberikan rangsang, pemeriksa menekan tombol pemeriksa. 7) Setelah diberi rangsang subjek menekan tombol maka pada layar kecil akan menunjukkan angka waktu reaksi dengan satuan “mili detik”.

8) Pemeriksaan diulangi 20 kali.

9) Data yang dianalisa (diambil rata-rata) yaitu skor hasil 10 kali pengukuran ditengah (5 pengukuran awal dan akhir dibuang).

10) Catat keseluruhan hasil pada formulir. Setelah selesai pemeriksaan alat dimatikan dengan menekan tombol “on atau off” pada off dan lepaskan alat dari sumber tenaga.

b. Pengukuran stress kerja menggunakan HRSA (Hamilton Rating Scale Anxiety), yang berisi 14 kelompok gejala yang masing-masing gejala di beri penilaian antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut :

1) Nilai 0: tidak ada gejala atau keluhan. 2) Nilai 1: gejala ringan

3) Nilai 2: gejala sedang. 4) Nilai 3: gejala berat. 5) Nilai 4: gejala berat sekali.

Gejala-gejala yang tertuang dalam kuesioner ini ada 14 antara lain: gejala perasaan cemas, gejala ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik, gejala somatik fisik/somatik,


(41)

gejala kardiovaskuler dan pembuluh darah, gejala respiratori, gejala gastrointestinal, gejala urogenital, gejala autonom, sikap dan tingkah laku.

Dan diketegorikan menjadi 3 kriteria sesuai dengan jumlah total skor yaitu; ringan (<17), sedang (18-24), berat (25-30).

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dan pengolahan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematik tentang fenomena sosial dan gejala–gejala fisik dengan jalan mengamati dan mencatat (Soekidjo Notoatmojo, 2002: 93). Pada penelitian ini peneliti melihat dan mengamati sikap dan tingkah laku yang digunkan sebagai data stress kerja pada item nomer 14. 2. Pengukuran

Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar tingkat kelelahan dan stres sehingga dapat diketahui seberapa besar hubungan antara tingkat kelelahan dengan stres kerja.

3. Dokumentasi

Dalam penelitian ini menggunakan data-data dari Rumah Sakit seperti jumlah tenaga kerja dan nama perawat seRumah Sakit.


(42)

I. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menemukan dan memilih masalah.

2. Identifikasi, merumuskan masalah, kemudian berdasarkan masalah tersebut diadakan studi pendahuluan untuk menghimpun informasi dan teori sebagai dasar penyusun kerangka konsep penelitian.

3. Merumuskan hipotesis penelitian

4. Menentukan populasi dan sampel. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perawat rawat inap, sedangkan sampel yang diambil adalah perawat rawat inap al-kautsar, al-fajr, al-insyiroh dan al-maun yang telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan.

5. Menentukan teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi dan pengukuran stres kerja dan kelelahan.

6. Menentukan alat pengumpulan data yang akan digunakan. Dalam penelitian digunakan alat pengukur kelelahan (reaction timer), pengumpul data stres kerja dengan menggunakan alat ukur kuesioner HRS-A untuk mengukur tingkat stres kerja.

7. Melakukan uji coba kuesioner dengan tujuan untuk menghindari pertanyaan yang sulit dimengerti atau kekurangan dari materi kuesioner itu sendiri.

8. Melaksanakan penelitian dengan melakukan pengukuran kelelahan serta kuesioner alat ukur stres kerja.


(43)

J. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka analisis merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Data yang sudah terkumpul tidak berarti apa-apa bila tidak diolah, oleh karena itu perlu analisis data. Yang dimaksud metode analisis data adalah cara mengolah data yang telah terkumpul untuk dapat disimpulkan. Setelah semua data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data.

Pengolahan data dapat dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: 1. Editing

Dilakukan setelah mendapatkan data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk mengoreksi data bila terjadi kesalahan atau kekurangan data dapat diteliti. 2. Koding

Pemberian kode pada data sehingga memudahkan pengelompokan 3. Entry

Memasukkan data yang telah dilakukan koding kedalam program SPSS versi 12.0.

4. Tabulasi

Mengelompokkan data sesuai dengan variabel. Data diolah dan dianalisis dengan teknik analisis kuantitatif. Untuk pengolahan data kuantitatif dapat dilakukan dengan manual atau melalui proses komputerisasi.

Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tenik sebagai berikut:


(44)

a. Uji Univariat

Dilakukan pada masing-masing variabel yaitu mendiskripsikan tentang pengukuran kelelahan kerja, juga hasil angket/kuesioner stres kerja yang disajikan dalam bentuk data. Analisis yang digunakan meliputi analisis persentase.

b. Uji Bivariat

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat dilakukan dengan uji kendall’s tau-b, karena merupakan uji untuk data ordinal. Taraf signifikan yang digunakan adalah 95% dengan nilai kemaknaan 5%. Kriteria hubungan berdasarkan nilai p-value (probabilitas) yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai kemaknaan yang dipilih, dengan kriteria sebagai berikut:

1) Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2) Jika p value > 0,01 tetapi < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.

3) Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Hastono, 2001).

Untuk mengukur keeratan hubungan dapat dilihat berdasarkan besaran angka, yaitu:

1) 0,00 - 0,199 : Tingkat hubungan sangat rendah 2) 0,20 - 0,399 : Tingkat hubungan rendah

3) 0,40 - 0,599 : Tingkat hubungan sedang 4) 0,60 - 0,799 : Tingkat hubungan kuat


(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sebelum RSIS didirikan, diawali berdirinya Yayasan Rumah Sakit Islam

Surakarta, yang diketuai oleh Dr. H.M.Djufrie As., SKM. Akta notaris R. Sugondo Notodisurjo, SH No.35 tanggal 27 November tahun 1970. Ini

merupakan perwujudan awal dari kebulatan tekad sekelompok umat islam di Surakarta yang ingin beribadah dan beramal nyata melalui pendirian Rumah sakit yang bernafaskan islam.

Rencana pendirian sebuah rumah sakit diawali dengan membeli sebidang tanah seluas 11.267 m² yang terletak di kelurahan Pabelan, kecamatan Kartasura, kabupaten Sukoharjo, atas nama Yayasan pada tanggal 21 februari 1972 dan mulai mempersiapkan Master plan rumah sakit yang berhasil disusun pada tahun 1976, kemudian pada tanggal 23 Juni 1976, disepakati naskah kerjasama antara Yarsis dengan sejumlah jamaah haji Surakarta yang dipimpin oleh (almarhum) H.M.Anwari dalam upaya pembangunan sebuah rumah sakit islam. Setelah itu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim dana yang diketahui oleh Ny. Hj. Jatimah Ma’ali dan Ny. Hj. Saminah Anwari.

Berkat kegigihan dan keihklasan para pengurus berhasil mengumpulkan dana untuk membuat jembatan, menggurug tanga dan pembangunan awal gedung RSIS. Peletakan batu pertama dilakukan oleh HM.Natsir (mantan PM RIS).


(46)

Pada tanggal 30 Juli 1983, RSIS diresmikan oleh gubernur Jawa tengah, H.M Ismail, selanjutnya Rumah Sakit Islam Surakarta dibuka untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Atas dasar perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat, serta hasil penilaian DEPKES terhadap kualitas pelayanan untuk tingkat rumah sakit swasta, maka pada tahun 1993 Rumah Sakit Surakarta mendapat penghargaan sebagai Juara I penampilan kerja Rumah Sakit Swasta. Disamping itu juga sukses melakukan operasi cangkok kornea mata sampai dua kali dengan biaya gratis bekerja sama dengan Bank Mata Cabang Sukoharjo.

Pengembangan fisik RS Islam Surakarta, antara lain ditandai pada tangggal 21 Maret 1997 diresmikan Graha rawat Jalan Rumah Sakit Islam Surakarta berlantai dua. Kemudian Rumah Sakit Islam Surakarta yang berdiri di atas lahan seluas 2.2 Ha ini, dilengkapi sebuah bangunan masjid yang megah, yaitu Masjid Baiturahman yang di bangun dengan dana sebesar 1.3 milyar dan diresmikan pada tanggal 25 maret 2000. Masjid ini merupakan masjid termegah sepanjang jalan menuju kota Surakarta dari arah barat serta menjadi ciri tersendiri bagi rumah sakit yang membawa bendera islam ini. Pada bulan September tahun 2000 dimulai pembangunan gedung sayap barat dua lantai dan diresmikan pada bulan Agustus 2001. Lantai II (dua) gedung sayap barat digunakan untuk instalasi bedah sentral dan ruang ICU. Sedang lantai I digunakan untuk IRD, laboratorium dan Ruang perawatan Utama.

Selanjutnya pada akhir tahun 2003, gedung sayap barat tersebut disambung dengan gedung kebidanan seluas 1.900 m² (2 lantai), sedang lantai atas untuk ruang perawatan kelas tiga. Setelah gedung kebidanan berfungsi, kemudian


(47)

selama tahun 2005 dialakukan renovasi 6 (enam) gedung-gedung lama yang dibangun pada tahap-tahap beroperasinya RS Islam Surakarta.

Rumah Sakit Islam Surakarta ini telah melakukan perencanaan program secara terpadu, terarah dan dapat dipertangggungjawabkan secara kuaitas, dengan manajemen yang handal dan islami yang dikelola secara profesional. Penyelenggara Rumah Sakit Islam Surakarta memperoleh ijin dari DEPKES RI sesuai SK Menkes No.YM.02.04.3.5.671, berlaku 5 tahun. Berlaku mulai tanggal 19 September 2004s/d 19 September 2009.

Rumah Sakit Islam Surakara di dukung oleh 67 dokter spesialis, 14 dokter umum, 4 dokter gigi, 334 karyawan medis dan nonmedis. Dengan dukungan itu diharapkan, terpenuhi pelayanan yang terbaik bagi Rumah Sakit Islam Surakarta dan mendapat kepercayaan masyarakat Surakarta dan sekitarnya. Di samping itu operasional Rumah Sakit di tunjang oleh peralatan-peralatan medis canggih dan mutakhir, sperti CT-Scan, Lab.PA, Central Oxigen, Haemodialisa dsb. Dalam memenuhi profesionalisme dalam pelayanan, RSIS telah di nyatakan lulus Akreditasi 5 Pelayanan pada tahun 1997 dan 12 Pelayanan tahun 2002.

Rumah Sakit Islam Surakarta yang beralamat di jalan A Yani Pabelan Kartasura, Surakarta ini adalah rumah sakit non profit yang didirikan tahun 1983 oleh Yayasan Rumah Sakit Islam Surakarta (YARSIS) yang beranggotakan tokoh-tokoh masyarakat yang ingin beribadah dan berdakwah melalui pendirian rumah sakit yang bernafaskan Islam. Rumah sakit yang diharapkan memenuhi kebutuhan umat akan layanan kesehatan yang profesional, paripurna dan Islami


(48)

dimana dalam perkembangannya rumah sakit ini tetap mengedepankan misi sosialnya tanpa meninggalkan prinsip-prinsip manajemen modern. Ide pembentukan yayasan tersebut berasal dari anggota jamaah haji Surakarta angkatan tahun 1970 yang diketuai oleh dr. H. Djufrie, AS. SKM dengan akta No. 35 tanggal 27 November 1970.

Penyelengaraan Rumah Sakit Islam Surakarta memperoleh ijin dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sesua SK. Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: YM.02.OM.3.5.4510 / YANMED / RSKS / PA / SK / III / 1994, dan saat ini Rumah Sakit Islam Surakarta telah terakreditasi “ Penuh Tingkat Lanjut.”

a. Falsafah

“ Rumah Sakit Islam Surakarta adalah perwujudan dari iman dan amal saleh dalam meraih ridho Allah Subhaanahuwata’ala”.

b. Visi”

Mewujudkan Rumah Sakit Islam Surakarta sebagai pusat pelayanan kesehatan unggulan bertaraf nasional tahun 2010”.

c. Misi”

Pelayanan kesehatan yang pari purna, professional, dan islami” d. Motto Rumah Sakit Islam Surakarta“

Bekerja sebagai ibadah, ihsan dalam pelayanan, berlomba dalam kebaikan serta mengembirakan pasien dan keluarganya”.


(49)

e. Tujuan”

Terwujudnya Rumah Sakit Islam Surakarta yang dikelola secara professional, untuk menyelengarakan pelayanan kesehatan yang paripurna dan islami”.

Di bulan Maret 2008, RSIS berhasil mendapatkan sertifikat pengakuan kualitas layanan berstandar international dari The International TEMOS (Telemedicine for the Mobile Society) network. Dari sekitar 40 rumah sakit besar di Indonesia yang telah dilakukan uji penilaian oleh TEMOS, hanya RSI Yarsis yang langsung dinyatakan lulus dan diterima menjadi a member of The International TEMOS Network. Pengakuan dari The International TEMOS Network ini menempatkan RSIS sebagai anggota dalam jaringan TEMOS pada standar kualitas pelayanan global yang melayani komunitas internasional.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik responden penelitian a. Umur Responden

Dari hasil pengambilan data dengan 30 responden diketahui distribusi umur responden yang dapat dilihat pada tabel, sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Responden

Umur Frekuensi Prosentase

20-25 22 73,33%

26-30 5 16,67%

31-35 3 10%


(50)

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Masa Kerja Responden

Masa Kerja Frekuensi Prosentase

1 tahun 14 46,67%

2-5 tahun 12 43,33%

6-10 tahun 4 10%

Sumber : Data Primer

Tabel 3. Distribusi Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Frekuensi Prosentase

Wanita 25 83,33%

Pria 5 16,67%

Sumber : Data Primer 2. Deskripsi Data

a. Kelelahan Kerja dan Stres Kerja

Penelitian ini dilakukan pada tenaga kerja perawat rawat inap pada ruang Al-maun, kelas 2 (al-fajr dan al-kautsar), dan al-insyiroh dengan subjek penelitian sebesar 30 responden. Variabel yang diteliti dalam penelitian adalah kelelahan kerja sebagai variabel bebas dan stres kerja sebagai variabel terikat. Data diperoleh dengan menggunakan kuesioner untuk pengukuran stres kerja, pengukuran kelelahan kerja dengan menggunakan “Reaction Timer”. Deskripsi data dalam penelitian ini akan memberikan gambaran tentang kelelahan kerja dan stres kerja yang dialami oleh tenaga kerja perawat rawat inap pada ruang Al-maun, kelas 2 (fajr dan kautsar), dan al-insyiroh Rumah Sakit Islam Surakarata. Pendeskripsian data dilakukan dengan menggunakan perhitungan mean (rata-rata), median,modus, serta standar deviasi.


(51)

Tabel 4. Deskripsi stastistik mean, median, modus, standar deviasi Kriteria Jumlah

Responden

Kriteria

Mean Std. Deviasi Median Modus

Kelelahan Kerja 30 1,27 0,450 1 1

Stres Kerja 30 1,17 0,379 1 1

Sumber : uji statistik dengan spss.

Tabel diatas menggunakan label/permisalan, angka 1 menunjukkan tingkat ringan baik untuk kriteria kelelahan kerja dan stres kerja.

b. Kecepatan Waktu Reaksi Rangsang Cahaya

Pengukuran tingkat kelelahan kerja pada tenaga kerja dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan reaction timer untuk mengukur kecepatan waktu reaksi rangsang cahaya. Setelah dilakukan pengumpulan data diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5. Statistik Deskriptif Kecepatan Waktu Reaksi Rangsang Cahaya Jumlah Nilai Tertinggi Nilai terendah Mean Std.Deviasi

30 417,36 240,04 302,04 0,45

Sumber : uji statistik dengan spss

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa dari sampel penelitian sejumlah 30 responden, rata–rata nilai yang diperoleh seluruh responden 302,04 dengan standar deviasi sebesar 0,45, nilai kelelahan tertinggi yang diperoleh responden adalah sebasar 417,36 dan nilai kelelahan terendah yang dicapai responden sebesar 240,04.

Jika dilakukan kategori, menurut Lientje Setyawati (Tarwaka, 2004) maka kecepatan waktu reaksi rangsang cahaya dapat dikelompokkan sebagai berikut:


(52)

Tabel 6. Daftar Distribusi Frekuensi Kategori Kecepatan Waktu Reaksi Rangsang Cahaya Sebelum Bekerja

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari sampel penelitian yang berjumlah 30 responden, yang mengalami kelelahan dalam keadaan normal, sebanyak 13 orang (43,33%). Dan 17 orang (56,67%) berada dalam kategori kelelahan ringan, dan tidak ada responden (0%) berada dalam kategori kelelahan sedang dan berat.

Tabel 7. Daftar Distribusi Frekuensi Kategori Kecepatan Waktu Reaksi Rangsang Cahaya Setelah Bekerja

Sumber : data primer

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari sampel penelitian yang berjumlah 30 responden, tidak ada responden yang mengalami kelelahan dalam keadaan normal (0%), sebanyak 22 orang (73,33%) berada dalam kategori kelelahan ringan, 8 orang (26,67%) berada dalam

Interval waktu reaksi (ml/dtk) Kategori

kelelahan Frekuensi Prosentase

150 – 240 Normal 13 43,33%

>240 – 410 Ringan 17 56,67%

410 – 580 Sedang 0 0%

> 580 Berat 0 0%

Jumlah 30 100%

Interval waktu reaksi (milidetik)

Kategori

kelelahan Frekuensi Prosentase

150 – 240 Normal 0 0%

>240 - 410 Ringan 22 73,33%

410 – 580 Sedang 8 26,67%

> 580 Berat 0 0%


(53)

kategori kelelahan sedang, dan tidak ada responden (0%) berada dalam kategori kelelahan berat.

c. Stres Kerja

Tabel 8. Daftar Distribusi Frekuensi Kategori Stres Kerja dengan kuesioner HRS-A

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari sampel penelitian yang berjumlah 30 responden, sebanyak 25 orang (83,33%) berada dalam kategori gejala stres kerja tingkat ringan, 5 orang (16,67%) berada dalam kategori gejala stres kerja tingkat sedang, dan tidak ada responden (0%) berada dalam kategori gejala stres kerja tingkat berat.

3. Hasil Uji kendall’s Tau-b

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kelelahan kerja dengan stres kerja, dilakukan dengan uji statistik dengan kendall’s tau_b, sebagai berikut: Tabel 9. Hasil Uji Kendall’s Tau-b

Kelelahan Kerja

Stres Kerja

Kendall’s tau_b Kelelahan Kerja Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N 1.000 . 30 .742** .000 30 Stres Kerja Correlation Coefficient

Sig. (2-tailed) N .742** .000 30 1.000 . 30 Interval skor Kategori kelelahan Frekuensi Prosentase

<17 Ringan 25 83,337%

18-24 Sedang 5 16,67%

25-30 Berat 0 0%


(54)

BAB V PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk menggambarkan sebaran dan hasil penelitian yang diperoleh secara kuantitatif dengan menggunakan daftar distribusi.

1. Usia

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata umur responden berada pada usia produktif dengan umur termuda 22 tahun dan umur tertua adalah 38 tahun. Secara fisiologis umur sangat mempengaruhi kerja otot fisik, semakin tua usia seseorang lebih cepat mengalami kelelahan atau gangguan kesehatan (Suma’mur, 2009:331).

2. Masa Kerja

Dari hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata perawat yang masa kerja lebih dari 1 tahun, mengalami kelelahan kerja tingkat sedang. Masa kerja mempunyai kaitan dengan kepuasan kerja. Tenaga kerja mempunyai kepuasan kerja yang terus meningkat sampai lama kerja 5 tahun dan kemudian mulai terjadi penurunan sampai lama kerja 8 tahun, tetapi kemudian setelah tahun kedelapan maka kepuasan kerja secara perlahan- lahan akan meningkat lagi (Suma’mur P.K.,2009).


(55)

3. Jenis Kelamin

Dari penelitian ini setelah dilakukan purposive sampling didapatkan 5 perawat sedangkan untuk wanita terdapat 25 perawat.Ukuran dan daya tahan tubuh wanita berbeda dengan pria. Pria lebih sanggup menyelesaikan pekerjaan berat yang biasanya tidak sedikitpun dapat dikerjakan wanita, kegiatan wanita pada umumnya lebih banyak membutuhkan ketrampilan tangan dan kurang memerlukan tenaga.

4.Gambaran Kelelahan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian pada perawat diketahui bahwa pengukuran kelelahan setelah kerja memiliki nilai rata–rata lebih besar dari pada rata–rata kelelahan sebelum kerja. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja harus menyelesaikan beban tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Berdasarkan analisis univariat pada variabel kelelahan kerja dapat diketahui bahwa untuk pengukuran sebelum kerja dari 30 responden yang mengalami kelehan dalam keadaan normal, sebanyak 13 orang (43,33%). Dan 17 orang (56,67%) berada dalam kategori kelelahan ringan, dan tidak ada responden (0%) berada dalam kategori kelelahan sedang dan berat. Sedangkan untuk pengukuran setelah bekerja dapat diketahui bahwa dari 30 responden tidak ada yang mengalami kelehan dalam keadaan normal (0%), sebanyak 22 orang (73,33%) berada dalam kategori kelelahan ringan, 8 orang (26,67%) berada dalam kategori kelelahan sedang, dan tidak ada responden (0%) berada dalam kategori kelelahan berat.


(56)

Kelelahan menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004). Kelelahan menurunkan kapasitas kerja dan ketahanan kerja yang ditandai oleh sensasi lelah, motivasi menurun, aktivitas menurun. Keadaan yang ditandai oleh adanya perasaan kelelahan kerja dan penurunan kesiagaan keadaan pada saraf sentral sistimik akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol oleh sistim aktivasi dan sistim ihibisi batang otak. Merupakan fenomena kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.

Menurut Eko Nurmianto (2003), kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

Pembebanan otot secara statis pun (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup.

Secara fisiologis istirahat sangat perlu untuk mempertahankan kapasitas kerja. Terdapat empat jenis istirahat, yaitu istirahat secara spontan, istirahat curian, istirahat oleh karena adanya pertalian dengan proses kerja,


(57)

dan istirahat yang ditetapkan. Istirahat secara spontan adalah istirahat pendek segera setelah pembebanan. Istirahat curian terjadi jika beban kerja tak dapat diimbangi oleh kemampan kerja. Istirahat oleh karena proses kerja tergantung dari prosedur-prosedur kerja. Istirahat yang ditetapkan adalah istirahat atas dasar ketantuan perundang-undangan seperti istirahat paling sedikit setengah jam sesudah 4 jam bekerja secara berturut-turut (Suma’mur, 1989). Bila pemenuhan waktu istirahat kurang terpenuhi maka semakin menyebabkan timbulknya kelelahan kerja.

Kelelahan berbeda dengan kejemuan, sekalipun kejemuan adalah suatu faktor dari kelelahan (Suma’mur PK, 1989). Menurut Tarwaka, dkk (2004) kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut, sehingga dengan demikian terjadilah pemulihan setelah istirahat. Kelelahan (fatigue) merupakan suatu perasan yang subyektif. Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (AM.Sugeng Budiono, 2003). Jadi dapat disimpulkan bahwa kelelahan kerja bisa menyebabkan penurunan kinerja yang dapat berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan kecelakaan kerja.

Jadi perawat khususnya rawat inap di Rumah Sakit Islam sebagian besar mengalami kelelahan tingkat ringan, dan sebagian mengalami kelelahan tingkat sedang , hal ini disebabkan oleh beban kerja yang cukup berat, yaitu mengahdapi berbagai macam keluhan pasien, jenis penyakit yang beraneka ragam, serta tanggung jawab pekerjaan yang berat.


(58)

Terutama tanggung jawab terhadap pihak keluarag pasien, sekaligus dengan pihak atasan.

5. Gambaran Stres Kerja

Dari hasil diketahui bahwa perawat Rumah Sakit Islam Surakarta yang mengalami stres kerja tingkat ringan sejumlah 25 orang dengan prosentase 83,33%, sedangkan yang mengalami stres kerja tingkat sedang sejumlah 5 orang dengan prosentase 16,67%, dan untuk stres kerja tingkat berat tidak ada (0%).

Menurut (Diahsari, 2001) stres kerja diartikan sebagai suatu interaksi antara kondisi kerja dengan sifat-sifat pekerja yang mengubah fungsi fisik maupun fungsi psikis yang normal. Definisi tersebut menunjukkan bahwa stres kerja merupakan tuntutan pekerjaan yang tidak dapat diimbangi oleh kemampuan karyawan.

Stres kerja pada intinya merujuk pada kondisi dari pekerjaan yang mengancam individu. Stres kerja timbul sebagai bentuk ketidakharmonisan individu dengan lingkungan kerja.

Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan bentuk respon psikologis dari tubuh terhadap tekanan-tekanan, tuntutan-tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan yang dimiliki, baik berupa tuntutaan fisik atau lingkungan dan situasi sosial yang mengganggu pelaksanaan tugas, yang muncul dari interaksi antara individu dengan pekerjaanya, dan dapat merubah fungsi fisik serta psikis yang normal, sehingga dinilai membahayakan, dan tidak menyenangkan.


(59)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Iswanto (2006) di Rumah Sakit Islam Surakarta, menunjukan bahwa ada beberapa fenomena yang terjadi berkaitan dengan stress kerja diantaranya adalah tingginya jumlah pasien mondok di Rumah Sakit Islam Surakarta, banyaknya pasien yang memerlukan tindakan perawatan medis, usia, tingkat pendidikan dan lama masa kerja yang berbeda.

Berdasarkan fenomena yang terjadi, beban kerja (fisik dan mental) merupakan stresor yang cukup tinggi, karena perawat setiap hari akan berhadapan dengan aspek lingkungan fisik dan lingkungan psikososial yang tinggi dari pekerjaan. Sehingga kemungkinan besar akan terjadi stres kerja pada perawat yang mengalami kelelahan kerja.

B. Analisis Bivariat

1. Hasil Uji Bivariat

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelelahan kerja dengan stress kerja kerja pada perawat bagian rawat inap Rumah Sakit Islam Surakarta. Harga koefisien korelasi antara kelelahan kerja dengan stres kerja adalah 0,742. Harga koefisien korelasi yang diperoleh tersebut berada pada indek korelasi antara 0,60 - 0,799 dan termasuk kategori hubungan kuat.

Hasil uji Kendall’s Tau-b data kelelahan kerja dengan stress kerja diperoleh koefisien korelasi (τ) sebesar 0,742 dengan p-value 0,000<0,01, berarti ada hubungan antara kelelahan kerja dengan stres kerja pada perawat khususnya bagian rawat inap Rumah Sakit Islam


(60)

Surakarta. Harga koefisien korelasi (τ) yang bertanda positif tersebut menunjukkan bahwa arah hubungan kelelahan kerja dengan stres kerja merupakan hubungan yang positif, semakin berat perawat yang mengalami kelelahan kerja semakin berat pula tingkat stres kerja yang dialami perawat.

Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri (Eko Nurmianto,2003). Terutama bila beban kerja perawat Rumah Sakit semakin berat, maka dapat mengakibatkan pembebanan otot secara statis (static muscular loading) jika dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive). Selain itu karakteristik kelelahan akan meningkat dengan semakin lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup.


(61)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara kelelahan kerja dengan stres kerja yaitu dengan nilai p value < 0,01.

2. Jumlah perawat rawat inap yang mengalami kelelahan kerja setelah bekerja, dengan kategori sebagai berikut:

a. Kelelahan tingkat ringan ( >240-410 milidetik) adalah 22 orang. b. Kelelahan tingkat sedang (>410 milidetik) adalah 8 orang. c. Kelelahan tingkat berat (>580 milidetik) adalah 0 orang.

3. Jumlah Perawat rawat inap yang mengalami stres kerja, dengan jumlah skor dan kategori sebagai berikut:

a. Gejala stres kerja tingkat ringan (<17) : 25 orang. b. Gejala stres kerja tingkat sedang (18-24) : 5 orang. c. Gejala stress kerja tingkat berat (25-30) : 0 orang.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Pengadaan musik atau televisi sebagai alternatif untuk meminimal timbulnya kelelahan akibat kerja.


(62)

2. Pemanfaatan waktu istirahat semaksimal mungkin untuk latihan fisik yang sesuai bagi perawat, terutama bila melakukan pekerjaan dalam keadaan duduk dalam jangka waktu yang cukup lama.

3. Agar rumah sakit hendaknya mempertahankan dan meningkatkan manajemen administrasi keperawatan yang telah baik, dengan memberi kesempatan pada tenaga keperawatan untuk mengatur dirinya sebanyak mungkin, dan mendukung pelatihan-pelatihan manajemen kepemimpinan bagi perawat.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Adisamito W. 2007. Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, p : 1.

AM Sugeng Budiono. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan penerbit UNDIP

Arief , Suwadi, Sumarni. 2003. Hubungan Kecemasan Menghadapi Skills Lab Modul Shock dengan Prestasi Yang Dicapai Pada M ahasiswa FK UGM. Jurnal Penelitian.

Arthur Gyton dan John E. Hall. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (alih Bahasa: Irawati Setiawan. Jakarta: ECG.

Atik Muftia. 2005. Hubungan antara Faktor Fisik dengan Kelelahan KerjadiPT. Sinar Sosro Ungaran Semarang, Skripsi. Semarang: UNDIP.

Basmala D, Gatot, Adisasmito W. 2005. Hubungan karakteristik perawat, isi pekerjaan/job content dan lingkungan pekerjaan/job context terhadap kepuasan kerja perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Umum Daerah Gunung Jati: Makara Kesehatan. Vol. 9. No.1: 1-8.

Eko Nurmianto. 2003. Ergonomi Konsep Dasar Dan Aplikasinya. Surabaya: Guna Widya

Hastono, 2001. Analisis Data, Jakarta : FKM Universitas Indonesia.

Harrington J.M dan Gill F.S. 2003. Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, hal: 8-9.

Lipsig D, M.D, Norman M, M.D,.1959. Hamilton Rating Scale for Anxiety. http://www.antlantapsychiatry.com/Hamilton/Rating/Scale/for/Anxiety/pdf. (23 Maret 2010).

Luknis S dan Hastono P. 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Murti B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Notoadmojo S. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : CV Rineka


(1)

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Stres Kerja

No

Ruang

Kriteria Stres Kerja

1

A

Ringan

2

A

Sedang

3

A

Ringan

4

A

Ringan

5

A

Ringan

6

A

Ringan

7

A

Sedang

8

A

Ringan

9

A

Ringan

10

B

Ringan

11

B

Ringan

12

B

Ringan

13

B

Ringan

14

B

Ringan

15

B

Ringan

16

C

Sedang

17

C

Ringan

18

C

Ringan

19

C

Ringan

20

C

Ringan

21

C

Ringan

22

D

Ringan

23

D

Ringan

24

D

Ringan

25

D

Ringan

26

D

Ringan

27

D

Ringan

28

D

Ringan

29

D

Ringan


(2)

No Wkt (sbl krj) Ruang (kls) pa/ pi

Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja dengan LAKASIDAYYA type L-77 (milidetik)

ket

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 07.15 Al-fajr Pi 220,5 222,5 178,5 185,6 199,9 200,2 200,5 198,7 212,5 320,0 312,2 225,0 224,3 299,9 237,2 230,4 179,8 199,8 200,4 210,2 2 07.15 Al-fajr Pi 212,5 187,8 198,8 200,6 221,2 200,5 225,3 325,3 430,0 250,2 426,0 287,4 237,4 287,4 225,2 237,2 222,5 210,0 200,5 187,9 3 07.15 Al-fajr Pi 200,5 225,2 200,5 300,5 250,8 237,3 200,4 212,5 262,8 220,2 280,8 218,5 275,2 365,8 257,5 167,8 288,1 150,4 157,3 150,8 4 07.15 Al-fajr Pi 550,4 750,8 387,4 249,9 212,3 200,2 262,4 237,7 400,1 299,9 250,2 324,8 287,9 287,5 262,8 212,8 225,2 199,9 250,2 237,4 5 07.15 Al-fajr Pa 138,0 138,0 125,3 175,8 175,8 250,5 288,3 263,2 250,5 250,5 275,8 250,5 350,5 160,8 225,3 158,7 138,2 138,0 150,5 138,0 6 07.15 Al-fajr Pi 300,4 312,2 175,8 175,2 180,6 212,5 365,8 225,3 250,5 256,5 250,5 255,6 252,8 255,7 200,4 178,5 178,6 212,2 200,1 200,3 7 07.15 Al-fajr Pi 200,5 212,5 225,2 200,0 178,5 179,8 438,8 160,5 175,3 250,3 278,5 380,5 199,9 187,8 175,8 162,8 180,5 178,5 162,5 170,5 8 07.15 Al-fajr Pi 225,3 350,4 362,9 187,5 167,4 563,0 438,0 325,3 250,0 349,9 250,2 426,0 312,4 225,2 249,8 212,7 225,0 199,9 175,0 212,7 9 07.15 Al-fajr Pi 200,5 187,5 430,2 360,2 167,4 325,3 314,6 290,2 212,5 325,2 249,8 352,7 225,0 299,9 226,2 175,0 270,5 215,2 150,0 150,3 10 07.15 Al-kaut Pi 175,6 178,5 200,5 162,4 175,5 224,6 500,2 177,4 387,4 158,7 200,5 212,3 200,1 288,5 218,7 225,8 189,8 199,7 196,5 170,5 11 07.15 Al-kaut pi 425,0 412,8 563,0 462,4 362,5 380,0 00,2 437,5 337,4 324,9 337,8 300,3 324,9 188,5 436,0 550,0 312,5 350,4 349,9 425,5 12 07.15 Al-kaut Pi 175,4 175,6 167,4 320,5 250,2 345,5 250,5 180,6 225,1 250,2 300,2 190,6 225,9 288,0 232,5 220,5 199,9 187,5 190,7 200,5 13 07.15 Al-kaut Pi 212,5 200,4 17,4 163,5 175,3 180,2 250,3 200,4 212,2 287,4 275,1 299,9 287,6 212,2 300,5 200,2 186,5 175,0 175,5 200,7 14 07.15 Al-kaut Pi 175,9 512,4 172,4 223,0 235,0 135,7 262,8 213,2 277,6 278,5 215,4 325,2 200,4 287,9 188,1 175,3 165,3 220,1 451,2 185,8 15 07.15 Al-kaut Pi 199,9 312,4 175,2 200,0 175,3 212,5 362,8 287,8 237,4 387,4 287,4 425,5 287,4 199,9 299,9 237,4 212,3 212,7 187,8 225,0 16 07.15 Al-kaut Pi 213,2 213,2 237,8 187,9 250,8 213,0 187,8 237,3 200,4 250,4 187,8 187,9 238,2 225,2 275,4 213,0 200,4 163,0 212,8 238,0 17 07.15 Al-mau Pa 187,5 235,4 512,4 332,3 213,0 156,8 185,6 172,3 248,5 188,2 200,3 200,1 197,1 188,1 176,4 215,2 225,2 205,4 158,3 171,4 18 07.15 Al-mau Pi 203,2 187,6 181,5 200,3 213,4 225,1 185,6 213,5 212,8 212,5 275,3 263,2 262,7 312,5 175,3 300,3 225,3 178,5 188,2 167,2 19 07.15 Al-mau Pi 174,9 187,5 526,4 237,8 163,0 156,7 200,4 152,4 200,0 250,0 250,3 200,4 225,2 262,7 175,5 188,1 375,8 175,4 162,8 162,8 20 07.15 Al-mau pi 170,5 187,5 175,6 188,5 187,6 198,7 290,9 287,4 225,3 288,4 300,4 250,4 200,9 198,7 188,6 199,9 175,9 189,9 212,0 200,0 21 07.15 Al-mau Pi 186,5 186,7 189,9 200,4 212,5 225,6 290,9 212,5 225,4 188,7 200,4 250,4 225,2 278,7 187,6 195,7 196,8 200,4 212,0 210,0 22 07.15 Al-mau Pi 187,5 163,2 225,3 388,5 200,4 187,4 375,3 262,8 188,3 225,3 188,4 287,9 188,3 188,1 188,3 150,4 150,3 137,8 162,9 175,9 23 07.15 utama pi 237,8 275,3 462,8 350,4 375,5 588,1 400,4 212,8 450,4 250,3 287,9 375,3 237,4 287,9 212,3 262,7 224,9 262,4 274,8 187,4 24 07.15 utama Pa 212,5 300,3 237,4 187,8 177,4 199,9 175,8 175,1 258,7 274,9 200,5 413,5 162,5 212,8 212,8 187,8 162,8 199,9 212,8 187,4 25 07.15 Utama Pi 225,6 178,9 213,0 160,4 300,4 200,5 187,8 225,3 260,3 187,9 262,5 212,8 175,3 187,8 175,8 167,4 162,4 175,8 187,8 176,4 26 07.15 Utama Pi 225,3 175,7 175,4 213,0 213,2 312,9 187,8 175,4 275,3 237,4 275,5 199,9 262,8 363,8 225,3 337,9 188,4 187,5 199,9 200,5 27 07.15 Utama Pa 175,5 213,0 210,2 200,4 198,9 212,4 212,2 187,5 275,2 288,4 187,9 190,5 165,5 167,8 200,4 205,4 199,9 190,5 196,8 175,5 28 07.15 Utama Pi 225,8 262,8 275,3 250,2 312,8 213,8 200,4 187,8 287,9 200,0 237,7 212,8 200,8 200,4 200,9 188,3 200,4 200,4 238,0 213,5 29 07.15 Utama Pi 217,5 200,5 200,0 212,8 200,8 205,5 213,5 188,3 238,0 289,9 210,5 287,8 215,5 213,8 198,9 187,8 188,5 190,5 252,1 212,5 30 07.15 utama pa 313,8 380,5 217,5 350,5 250,3 225,4 275,5 175,8 213,3 225,3 175,5 262,8 213,8 175,1 275,4 187,4 175,4 200,3 275,2 213,0


(3)

(4)

No Wkt (stl krj) Ruang (kls) pa/ pi

Hasil Pengukuran Kelelahan Kerja dengan LAKASIDAYYA type L-77 (milidetik)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

1 14.15 Al-fajr Pi 226,1 288,3 187,9 263,9 200,8 288,4 275,4 299,1 275,8 300,5 275,8 300,2 288,7 312,5 288,9 200,9 200,8 188,4 188,4 200,9 2 14.15 Al-fajr Pi 188,4 639,9 263,2 175,7 226,1 367,5 379,4 363,8 485,8 490,5 366,9 393,8 468,9 420,9 363,8 288,4 362,9 275,7 150,7 288,5 3 14.15 Al-fajr Pi 238,0 238,0 225,3 275,8 275,8 250,5 288,3 263,2 250,6 250,6 275,8 250,6 250,5 350,5 250,3 238,7 258,0 238,2 150,5 138,0 4 14.15 Al-fajr Pi 250,4 200,4 187,9 187,9 200,4 387,9 390,7 375,9 483,4 389,4 395,8 488,4 387,4 487,9 360,9 212,4 200,3 249,9 200,2 174,9 5 14.15 Al-fajr Pa 315,8 225,2 168,7 178,8 274,9 335,8 251,3 375,7 217,5 325,2 275,5 305,8 299,9 275,8 275,7 250,7 150,3 175,3 217,5 200,9 6 14.15 Al-fajr Pi 315,8 212,8 175,2 167,8 174,9 375,8 368,9 389,4 475,8 475,9 385,9 450,8 386,9 467,8 375,9 263,4 275,5 200,5 200,4 199,9 7 14.15 Al-fajr Pi 200,5 178,9 163,2 121,8 175,8 289,8 380,8 467,8 496,7 375,8 380,9 472,8 372,9 499,9 386,9 213,2 262,8 275,4 213,3 225,7 8 14.15 Al-fajr Pi 237,7 388,1 225,0 187,4 199,9 287,5 300,8 289,4 237,4 287,4 374,9 312,4 312,4 237,4 374,8 212,3 274,8 225,0 425,1 200,3 9 14.15 Al-fajr Pi 188,9 212,8 199,9 137,4 264,7 275,4 212,8 375,4 312,9 300,9 262,4 250,3 250,5 313,8 275,8 212,8 213,2 225,7 184,9 213,3 10 14.15 Al-kaut Pi 388,5 213,7 215,4 198,7 199,9 200,0 187,5 275,3 263,8 178,5 168,3 350,3 430,5 254,7 275,8 165,3 143,7 154,8 171,2 162,4 11 14.15 Al-kaut pi 300,8 300,4 262,8 237,8 287,9 475,9 480,5 442,8 378,6 367,7 489,8 334,8 349,8 425,3 428,4 262,8 325,3 312,8 237,8 488,0 12 14.15 Al-kaut Pi 315,8 213,4 187,6 167,8 150,3 315,8 262,3 331,8 400, 450,5 375,9 312,5 467,8 499,9 312,5 150,8 250,5 213,8 187,8 200,5 13 14.15 Al-kaut Pi 133,8 154,6 168,7 178,9 173,8 369,8 385,8 390,8 475,9 467,6 385,8 450,8 487,9 348,9 345,7 163,2 175,8 199,9 199,9 185,0 14 14.15 Al-kaut Pi 200,4 349,9 162,6 175,4 150,4 162,9 175,3 375,7 163,0 363,2 250,5 263,2 263,2 376,2 200,5 200,9 175,5 337,9 188,3 163,2 15 14.15 Al-kaut Pi 212,8 237,8 162,4 174,9 325,1 287,4 199,9 275,0 262,4 362,4 262,4 325,4 249,9 249,9 274,9 300,0 162,4 248,8 175,1 225,0 16 14.15 Al-kaut Pi 200,4 488,1 225,2 262,9 263,8 663,7 368,4 362,9 380,4 390,9 375,7 398,6 473,3 375,8 425,7 312,8 213,8 262,8 275,4 263,2 17 14.15 Al-mau Pa 222,5 212,5 200,3 189,7 251,3 225,3 205,4 279,8 212,5 325,3 300,8 225,8 278,6 200,0 215,7 212,8 200,3 211,3 198,5 168,5 18 14.15 Al-mau Pi 212,5 330,2 197,3 188,5 200,5 214,5 215,6 275,6 200,6 215,2 197,8 290,5 200,0 275,2 275,6 176,1 175,1 225,0 174,6 190,8 19 14.15 Al-mau Pi 225,2 274,9 225,3 250,7 375,5 250,5 225,3 250,7 212,8 200,4 362,4 363,4 300,4 250,4 312,8 250,3 187,5 237,4 240,3 237,7 20 14.15 Al-mau pi 187,4 150,3 213,5 188,7 199,9 150,5 263,2 215,8 200,9 200,8 287,6 213,4 375,8 37,8 262,4 175,1 215,8 199,9 200,4 163,2 21 14.15 Al-mau Pi 170,2 168,8 177,6 235,6 125,5 270,5 200,4 212,3 200,7 190,5 363,4 362,4 312,8 312,8 350,3 250,4 224,3 237,4 225,3 200,3 22 14.15 Al-mau Pi 300,8 150,4 388,0 237,7 124,8 252,6 204,4 337,4 225,3 287,9 250,2 262,9 438,0 275,0 200,4 175,4 163,0 175,3 200,5 175,1


(5)

23 14.15 utama pi 438,0 249,9 187,5 150,2 262,4 3123,4 462,4 387,4 499,9 487,4 312,4 387,4 462,4 462,4 375,2 124,9 888,5 217,2 287,8 237,7 24 14.15 utama Pa 200,8 162,9 187,5 244,9 180,3 350,4 187,8 287,4 299,9 225,4 200,2 162,6 267,4 487,8 287,4 287,5 275,1 150,2 137,4 150,2 25 14.15 Utama Pi 163,2 188,5 167,5 165,0 200,2 212,4 236,4 237,4 255,4 225,2 200,5 154,9 287,9 460,2 350,2 200,2 175,1 163,0 156,6 173,0 26 14.15 Utama Pi 170,5 187,4 200,5 177,4 152,6 312,2 300,8 205,4 338,0 275,8 225,2 262,9 300,4 212,8 262,8 225,7 280,5 225,5 271,5 220,5 27 14.15 Utama Pa 188,3 187,4 212,4 262,4 212,5 375,2 275,4 237,8 213,2 213,3 225,8 312,7 300,4 325,4 213,2 225,8 188,1 275,4 212,4 225,7 28 14.15 Utama Pi 238,2 187,7 212,8 225,2 200,5 200,5 224,9 337,3 487,8 312,8 227,8 225,2 300,2 250,0 212,7 225,3 212,8 250,0 212,8 238,0 29 14.15 Utama Pi 241,3 175,8 225,1 214,6 245,3 278,6 305,2 288,3 275,3 289,2 215,5 300,1 200,5 197,9 225,3 198,7 185,8 200,5 196,4 250,2 30 14.15 utama pa 225,3 156,4 211,4 200,5 275,3 275,1 287,4 178,9 322,1 198,7 200,4 215,2 312,2 198,9 211,5 125,6 157,6 198,5 212,4 248,6


(6)