PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI PADA PEGAWAI WANITA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)

(1)

THE INFLUENCE OF WORK FAMILY CONFLICT AND JOB SATISFACTION ON TOWARDS THE EMPLOYEE PERFORMANCE (Study on Women Employees at Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

RURIN RIKANTIKA 20120410178

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

(3)

“Sesungguhnya sesudah ada kesulitan itu akan datang kemudahan, maka apabila kamu telah selesai urusanmu kerjakanlah dengan sungguh-sungguh yang lainnya dan kepada

Tuhanmu hendaknya kamu limpahkan segala harapan. (Al-Insyirah : 6-8)

“Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya jika engkau memiliki harta maka ilmu akan menjadi kecantikanmu, dan jika engkau

tak punya harta maka ilmu akan menjadi hartamu” (Al Hadist)

“Perilakumu yang menjelaskan pribadimu, bukan rupa atau penampilanmu”

(A.Mustofa Bisri)

“Kebahagiaan bukanlah apa yang anda miliki, siapa diri anda, dimana anda berada atau apa yang anda lakukan, tetapi ditentukan oleh apa yang anda pikirkan”

(Dale Carnegir)

“Hidup kita adalah milik kita sendiri. Yang menjalaninya adalah diri kita sendiri bukan orang lain. Jangan mengikuti kemauan orang lain. Kita hanya perlu memiliki kepercayaan

pada diri sendiri dan yakin bahwa kita bisa” (Penulis)


(4)

tahu dan merasa seberapa banyak kita gagalnya. Percayalah bahwa suatu saat nanti kegagalan yang dialami tersebut akan

menjadikan sebuah kesukseksan besar pada diri kita” (Penulis)

“Jangan masukan kedalam hati dan membalas jika seseorang mencela kita semaunya. Diamkanlah.

Suatu hari nanti, balaslah perkataan/celaan tersebut dengan menunjukkan keberhasilan yang kita peroleh”

(Penulis)

-- And the last –

“BELIEVE…… THE DREAM COME TRUE

DON’T BE AFRAID,,, THE FUTURE IN YOUR HANDS BUT

DON’T FORGET PRAYER AND EFFORT”


(5)

Kedua orang tuaku tersayang, My Hero and My Angel for me Ayah dan Ibu (Tujianto & Sri Wahyusti) terimakasih untuk cinta dan kasih sayangnya serta pengorbanannya yang tak bisa diukur selama hidupku ini, terima kasih atas semuanya semoga kelak bisa kubayar dengan yang

lebih baik. Amin. Tengkyu so much my parents, Luv U,

Untuk Adikku Herinda Hernawan yang selalu pakai leptop tak kenal waktu dan akhirnya mesti menunggu untuk melanjutkan revisi skripsi,

tapi terimakasih untuk semangat dan motivasinya.

Untuk Kakek & Nenek (Kedua Orang Tua Ayah), Nenek (Orang Tua Ibu) yang telah dipanggil sama yang diatas, semoga selalu ditempatkan disisi

yang paling baik dan indah. Amin,

Untuk kakek ku (Orang Tua Ibu), kakek satu-satunya paling aku sayang dan peduliin yang selalu mendoakan ku.

Trimakasih untuk keluarga besar Kakek & Nenek (Orang Tua Ayah dan Ibu) yang banyak menanyakan sudah lulus atau belum kuliahnya.

Terimakasih juga doanya.

Untuk dosen pembimbingku (Rr. Sri Handari Wahyuningsih.S.E.,M.Si) terimakasih Bunda atas bantuan, kesabaran, masukan-masukannya dan

motivasinya selama menyelesaikan skripsi yang penuh perjuangan ini. Special thanks to my lovely friends “Arista Dewi & Dewi Winahyu Ningsih” terimakasih atas semuanya (kecrewetannya, nasihat, saling mendukung, hebohnya, ribetnya, dll ), semangattt. Semoga kita bisa ditemukan lagi dihari mana menjadi orang yang sukses dan cita-cita yang diinginkan tercapai. Terimakasih selama ini mau menjadi teman


(6)

Dewi Winahyu Ningsih) selalu langgeng yess, kalo marahan jangan lama-lama marahannya. Hhha. Satu lagi, jangan tanyakan dimana jodoh ku.?

Jodoh ku belum sampe-sampe. Masih stuck disana.

Untuk sahabat SMA ku, yang dulu SMP nya satu sekolah tapi beda kelas dan tidak terlalu akrab. Akhirnya waktu SMA ditemuin lagi “Elling

Ismawati” semoga langgeng terus sama si doi. Impian yang dulu hubungannya mau sampai ke jenjang pernikahan semoga tercapai dan

dipermudah. Satu lagi, semoga cepat dapat kerja. Amin.. Untuk sahabatku yang tinggalnya satu daerah dan kuliah di UST (Sarjana Wiyata) “Nur Islamiyah” dan Sanata Dharma “Susinta” yang sekarang juga mengejar gelar S1 nya semoga selalu diberi kemudahan

dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi. Amin Untuk Ibu Bidan (Atiek Prastiwi) kuliah di Stikes Aisyah yang wisudaannya duluan, terimakasih doanya. Akhirnya aku menyusul juga

untuk mencapai ke titik ini (wisuda).

Untuk seseorang yang ditakdirkan menjadi bagian dari hidupku nanti, seseorang yang sangat mencintaiku, menyayangiku, dan membimbingku,

sesseorang yang akan mengukir hatiku di hatinya. Untuk semua sahabat-sahabatku di Umy.

Teman seperjuanganku The Big Family Manajemen E dan semua teman-teman angkatan 2012, tetap semangat untuk mengejar kesuksesan

dimana saja berada. Amin

Untuk teman-teman KKN tahun 2014/2015 kelompok 100, selalu berjuang untuk meraih kesuksesan yang kita inginkan. Amin

Untuk semua pejuang skripsi terutama Dosen Pembimbingnya Bunda (Bu Ndari), semangat untuk mendapatkan ACC dari Bunda. Semangat terus


(7)

Terimakasih untuk Bapak & Ibu Suyatman yang telah memperbolehkan saya kost disitu. Maaf sering buat Bapak & Ibu Suyatman kerepotan

dan sering minta tolong jika kostnya mengalami masalah.

Kepada seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ku ini. Untuk kucing kesayanganku si Juminten yang selalu ku panggil Jummy,

yang warna bulunya mirip macan, terimakasih atas kekacauan dan gangguan dari Jummy selama menyelesaikan skripsi..hhaha. Yang awalnya mau ngerjain skripsi akhirnya tidak jadi gara-gara si Jummy

ngajakin main.

Dan semua yang tidak dapat dicantumkan. Semoga kita mendapati kesuksesan yang akan senantiasa hadir ditengah-tengah kita… Amin…


(8)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Work Family Conflict dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah pegawai wanita yang sudah bekerja minimal 2 tahun dan sudah berkeluarga. Sampel yang bisa digunakan dalam penelitian ini yaitu 38 karyawan wanita pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Metode analisis dalam penelitian ini adalah Statistical Product and Service Solution (SPSS) for windows versi 16.0.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan, konflik pekerjaan-keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Kata kunci : Work Family Conflict (WFC), Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan.


(9)

satisfaction on towards the employee performance. This research subject is women employee that had been worked minimal 2 years and got married. The sampling involved can used is 38 women employees on Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Analysis method in this research is Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for windows.

Based the analysis that have been made the result are the influence of work family conflict is positive and significantly on employee performance, influence of work family conflict is no significantly on job satisfaction, and influence of job satisfaction is positive and significantly on employee performance.

Keywords : Work Family Conflict (WFC), Job Satisfaction, and Employee Performance.


(10)

(11)

(12)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

INTISARI ... x

ABSTRAK ... xi

KATA PENGANTAR ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Konflik Pekerjaan-Keluarga... 10

a. Pengertian Konflik Pekerjaan-Keluarga ... 10

b. Tipe-tipe Konflik Pekerjaan-Keluarga ... 18

2. Kepuasan Kerja ... 19

a. Pengertian Kepuasan Kerja ... 19


(13)

d. Metode Penilaian Kinerja ... 33

e. Jenis-jenis Kinerja ... 34

B. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 35

C. Model Penelitian ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

A. Subyek Penelitian ... 40

B. Jenis Data ... 40

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 41

D. Teknik Pengumpulan Data ... 41

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 42

F. Uji Kualitas Instrumen ... 49

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 55

B. Uji Kualitas Instrumen ... 73

C. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 81

D. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 84

E. Pembahasan (Interpretasi) ... 89

BAB V SIMPULAN, KETERBATASANDAN SARAN PENELITIAN ... 92

A. Simpulan ... 92

B. Keterbatasan Penelitian ... 93

C. Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

Gambar 2.1. Model Penelitian ... 39

Gambar 4.1. Pengelompokan Usia Responden ... 70

Gambar 4.2. Pengelompokan Pendidikan Responden ... 72


(15)

Tabel 4.1. Struktur Organisasi Badan Pusat Statistik (BPS) ... 60

Tabel 4.2. Hasil Penyebaran Kuesioner ... 68

Tabel 4.3. Hasi Uji Validitas Work Family Conflict ... 74

Tabel 4.4. Hasil Uji Validitas Kepuasan Kerja ... 75

Tabel 4.5. Hasil Uji Validitas Kinerja Karyawan ... 76

Tabel 4.6. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 77

Tabel 4.7. Hasil output statiskik deskriptif variabel Work Family Conflict... 78

Tabel 4.8. Hasil output statiskik deskriptif variabel Kepuasan Kerja ... 79

Tabel 4.9. Hasil output statiskik deskriptif variabel Kinerja Karyawan ... 80

Tabel 4.10. Hasil Uji Normalitas ... 82

Tabel 4.11. Hasil Uji Multikolinearitas ... 83

Tabel 4.12. Hasil Uji Heterokedasitas ... 83

Tabel 4.13. Hasil Uji Regresi Berganda ... 84

Tabel 4.14. Hasil Uji Parsial 1 ... 85

Tabel 4.15. Hasil Uji Regresi Berganda ... 85


(16)

Tabel 4.18. Hasil Uji Parsial 3 ... 87 Tabel 4.19. Hasil Uji T ... 88 Tabel 4.20. Hasil Uji Koefesien Determinasi (R2) ... 89


(17)

A. Latar Belakang Penelitian

Perkembangan ekonomi di Indonesia yang semakin pesat membuat kebutuhan rumah tangga semakin meningkat. Suami istri yang bersama-sama mencari nafkah (bekerja) untuk masa depan keluarga mereka sudah lazim terjadi pada era globalisasi seperti saat ini. Fenomena yang ditandai dengan adanya perubahan kecenderungan demografi yang melanda seluruh dunia yaitu terdapat peningkatan jumlah wanita yang bekerja. Seiring dengan perkembangan jaman, dimana ilmu dan teknologi berkembang dengan pesat, menyebabkan kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak menjadi kendala bagi wanita untuk melakukan pekerjaan. Maka tidak mengherankan bila saat ini kita sering menjumpai wanita yang bekerja.

Bagi seorang wanita, peran dalam keluarga berhubungan dengan tekanan yang timbul dalam menangani urusan rumah tangga dan menjaga anak. Peran dalam pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang timbul dari beban kerja yang berlebihan dan waktu yang dibutuhkan, misalnya pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Berdasarkan penjelasan di atas, pekerjaan dan keluarga merupakan hal yang sangat penting dan saling terkait. Akan tetapi, menjalankan kedua peran tersebut sangat sulit sehingga dapat menimbulkan


(18)

suatu konflik yang disebut dengan work family conflict. Greenhaus & Beutell, (1985), dalam Anisah Amelia, (2010) work family conflict merupakan suatu bentuk konflik yang timbul karena seseorang mengalami kesulitan menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga. Menurut Herman dan Gyllstrom, (1977) seperti yang dikutip dalam Greenhaus dan Beutell, (1985) dalam Anisah Amelia, (2010), menyatakan bahwa seseorang yang sudah menikah lebih sering mengalami work family conflict dibandingkan yang belum menikah. Ini terjadi karena seseorang yang telah menikah memiliki tanggungjawab yang lebih besar dibandingkan yang belum menikah saat menyeimbangkan peran-perannya demi menjaga keutuhan rumah tangganya.

Work family conflict timbul saat seseorang yang melakukan perannya dalam suatu pekerjaan mengalami kesulitan melakukan perannya dalam keluarga, maupun sebaliknya. Tinggi atau rendahnya tekanan work family conflict ini, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah kepuasan kerja.

Ada beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan pernyataan diatas yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Anisah Amelia (2010) dengan hasil mendukung adanya hubungan negatif antara work-to-family conflict dan kinerja. Artinya, semakin tinggi family-to-work conflict maka semakin rendah kinerja seseorang. Hasil serupa juga ditemukan oleh Indriyani, (2009); Lee and Hui, (1999); Karatepe and Sokmen, (2006); Nugroho, (2006) dalam Bernhard Tewal dan Florensia B. Tewal (2014) bahwa konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap kinerja karyawan.


(19)

Kepuasan dalam bekerja adalah hasil emosional yang menyenangkan dari seseorang atas pencapaiannya dalam pekerjaannya atau mendapatkan sesuatu yang bernilai dari pekerjaannya. Kepuasan dalam bekerja dapat juga diartikan sebagai pertimbangan karyawan tentang bagaimana pekerjaannya secara keseluruhan memberikan kepuasan terhadap kebutuhannya yang bermacammacam. Menurut Spector, (1997) seperti yang dikutip dalam Kinnoin, (2005), dalam Anisah Amelia (2010), mengartikan kepuasan dalam bekerja sebagai suatu tingkatan dimana seseorang menyukai pekerjaannya. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut, maka dapat diperoleh simpulan bahwa kepuasan dalam bekerja adalah rasa puas/senang yang dirasakan oleh seseorang atas hasil kerja yang dicapainya. Akan tetapi, seseorang dapat merasakan ketidakpuasan dalam dirinya karena timbulnya work family conflict. Seseorang yang tidak dapat menyeimbangkan perannya dalam keluarga dan pekerjaan akan menimbulkan konflik dalam dirinya yang akan berdampak pada kepuasannya dalam bekerja. Hasil penelitian yang mendukung pernyataan diatas adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Anderson et al. dalam Panggabean, (2006); Bacharach dalam Agustina, (2006); Boles dalam Agustina, (2006); Kossek & Ozeki dalam Agustina, (2006); Thomas & Ganster dalam Agustina, (2006) dalam Giovanny Anggasta Buhali & Meily Margaretha (2013) dengan hasil work family conflict memiliki hubungan negatif dengan kepuasan kerja. Dan Kahn et al., (1964) dalam Gonul dan Gokçe, (2013) juga mengungkapkan bahwa hubungan antara work


(20)

family conflict dan kepuasan kerja menyimpulkan bahwa work family conflict

meningkat maka kepuasan kerja berkurang.

Selain work family conflict, kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh Kinerja. Mahsun (2006) dalam Zaldi Akmal, A.Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) mengatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam

strategic planning suatu organisasi. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan merupakan cara kerja karyawan dalam suatu perusahaan selama periode tertentu. Suatu perusahaan yang memiliki karyawan yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja perusahaan tersebut akan baik, sehingga terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja individu (karyawan) dengan kinerja perusahaan. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniawan, (2011) dan Abdulloh, (2006) dalam Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) mengunggapkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Selain itu, Devi, (2009) dalam Ayu Desi Indrawati, (2013) bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan.

Meskipun sudah banyak penelitian tentang pengaruh work family conflict dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan, namun ada beberapa penelitian yang memperoleh hasil berbeda yaitu ada yang menemukan pengaruh positif dan negatif dari hubungan variabel-variabel tersebut. Sehingga, ini menjadi salah satu daya tarik yang membuat peneliti ingin


(21)

mengkaji ulang mengenai topik tersebut. Selain alasan tersebut, fenomena yang terjadi yaitu adanya keterlibatan karyawan wanita yang bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS). Seorang wanita selain berperan sebagai ibu rumah tangga, juga melakukan perannya dalam suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Apabila tidak bisa menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan dan keluarga maka akan menimbulkan konflik dalam dirinya yang akan berdampak pada kepuasaan dan kinerja dalam bekerja.

Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang memiliki peran untuk menyediakan kebutuhan data bagi pemerintah dan masyarakat. Data dan informasi statistik yang dihasilkan BPS digunakan sebagai bahan rujukan untuk menyusun perencanaan, melakukan evaluasi membuat keputusan, dan memformulasikan kebijakan.

BPS juga terdapat di setiap provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Dinamakan perwakilan BPS di daerah, karena BPS merupakan instansi vertikal, yakni instansi pemerintah pusat yang berada di daerah, sehingga bukan merupakan bagian dari instansi milik daerah. Tugas lain BPS di daerah adalah melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan statistik regional. Di samping memiliki kantor pewakilan hingga daerah tingkat II (Kabupaten/Kota), aparat BPS ada di setiap kecamatan, yaitu Penanggungjawab Kegiatan BPS Tingkat Kecamatan atau saat ini disebut sebagai KSK (Koordinator Statistik Kecamatan).

Penelitian ini merupakan hasil gabungan dari beberapa penelitian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Giovanny dan Meily, (2013); Lidya Agustina,


(22)

(2008); Sry Rosita, (2012); Anisah Amelia, (2010) dan Nyoman Triaryati, (2003). Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Anisah Amelia, (2010) yang meneliti dengan judul “Pengaruh Work-To-Family Conflict dan

Family-To-Work Conflict terhadap Kepuasan dalam Bekerja, Keinginan Pindah Tempat Kerja, dan Kinerja Karyawan pada dua Bank yaitu Bank BCA dan Bank BRI” yang menemukan bahwa Work-to-family conflict berpengaruh negatif terhadap kepuasan dalam bekerja seseorang, Family-to-work conflict

berpengaruh negatif terhadap kepuasan dalam bekerja seseorang, Work-to-family conflict berpengaruh positif terhadap keinginan pindah tempat kerja seseorang, Family-to-work conflict berpengaruh positif terhadap keinginan pindah tempat kerja seseorang, Work-to-family conflict berpengaruh negatif terhadap kinerja seseorang dan Family-to-work conflict berpengaruh negatif terhadap kinerja seseorang.

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang judul “PENGARUH WORK FAMILY CONFLICT DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN PADA BADAN PUSAT STATISTIK (BPS) PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Studi pada Pegawai Wanita pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)”.


(23)

B. Rumusan Masalah Penelitian

Karyawan merupakan sumber daya paling penting bagi perusahaan yang akan menentukan kelangsungan perusahaan itu sendiri dalam jangka panjang. Apabila seorang karyawan tidak dapat menyeimbangkan waktu baik pekerjaan dan keluarga, maka karyawan tersebut akan mengalami konflik pekerjaan keluarga. Selain itu, ketika keryawan tidak merasakan kepuasan dalam kerja, hal tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja yang dikontribusikan bagi perusahaan.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dirumuskan suatu pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah Konflik Pekerjaan-Keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ? 2. Apakah Konflik Pekerjaan-Keluarga berpengaruh negatif terhadap

kepuasan kerja pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ? 3. Apakah Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan

pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini, yaitu untuk :

1. Menguji pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap kinerja karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.


(24)

2. Menguji pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap kepuasan kerja pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.

3. Menguji pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat dibidang Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna terutama pada ilmu manajemen sumber daya manusia dalam dalam kaitannya dengan konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.

2. Manfaat dibidang Praktek

Bagi perusahaan diharapkan agar dari hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat dan informasi tambahan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya karyawan wanita di Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta tentang konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja, serta dampaknya terhadap kinerja karyawan. 3. Manfaat bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan sebagai tolak ukur dalam penerapan teori yang di dapat dalam perkuliahan dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan serta dapat memperluas wawasan dan menambah pengetahuan dalam


(25)

bidang sumber daya manusia khususnya tentang pengaruh konflik pekerjaan-keluarga dan kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta.


(26)

TINJAUAN PUSTAKA

A. La ndasan Teori

1. Konfik Pekerjaan–Keluarga

a. Pengertian Konflik Pekerjaan–Keluarga

Pada hakekatnya konflik merupakan suatu pertentangan kepentingan atau perbedaan pandangan mengenai sesuatu hal antara kelompok dan antar perorangan dalam suatu organisasi. Atau dengan perkataan lain merupakan suatu pertentangan menang-balik antar kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi. Sedangkan berkaitan dengan perubahan, konflik merupakan rentetan atau dampaknya, namun terkadang konflik juga yang menyebabkan perubahan.

Penyebab konflik bisa terjadi dari dalam perusahaan atau juga dari luar perusahaan. Dari luar organisasi seringnya terjadi karena terjadi maslah dalam keluarga, misalnya bagi pekerja wanita yang mempunyai peran ganda dimana peran dalam keluarga dan peran di pekerjaan. Sebab dari luar organisasi lain adalah karena adanya perubahan masyarakat atau lingkungan. Penyebab dari dalam organisasi karena sistem komunikasi yang tidak menemui sasaran (miscommunication), yang menimbulkan salah paham atau saling tidak memahami satu sama lain. Pertentangan


(27)

kepentingan dalam organisasiorganisasi saling berbeda jenis dan intensitasnya, hal ini antara lain tergantung pada sarana yang dipakai. Masing-masing pihak cenderung ingin membela sistem nilai dan pandangan yang sama-sama saling dianggap benar serta dengan memaksa pihak lain untuk mengakui sistem nilai dan pandangannya itu baik secara halus maupun secara keras.

Kemungkinan timbulnya konflik dalam banyak hal memang bisa dilihat dari kemampuan membela dan memonitor sikap dan perilaku personil organisasi didalam menjalankan tugas. Hal ini antara lain bisa dilihat apabila personil memperlambat proses kerjanya, bekerja dengan melakukan banyak kesalahan, berkembang isu-isu tertentu tidak baik dalam aspek-aspek tertentu dari oganisasi, aksi pemogokan maupun pertentangan terbuka antar personil dalam semua tingkatan organisasi. Timbulnya konflik dalam organisasi memang lebih banyak merupakan suatu gangguan terhadap keseimbangan situasi dalam organisasi yang akan mengganggu proses pelaksanaan aktivitas organisasi ke arah tujuan akhir, meskipun dalam batas-batas tertentu timbulnya konflik, dimungkinkan diperolehnya dampak-dampak positif tertentu (Lukman Hakim, Eko Sugiyanto, dan Zulfa Irawati, (2015). Konflik sebenarnya menjadi fungsional dan dapat pula menjadi disfungsional. Konflik semata-mata bisa memperbaiki dan memperburuk prestasi individu maupun organisasi tergantung dari pengelolaan konflik tersebut.


(28)

Menurut Antonius, dkk (2002) dalam Jane Y.Roboth, (2015) konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar pribadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Morton Deutsch, seorang pionir pendidikan resolusi konflik (Bunyamin Maftuh, (2005) dalam Jane Y.Roboth, (2015) yang menyatakan bahwa dalam konflik, interaksi sosial antar individu atau kelompok lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada oleh persamaan. Konflik semata-mata bisa memperbaiki dan memperburuk prestasi individu maupun organisasi tergantung dari pengelolaan konflik tersebut. Istilah konflik ini secara etimologis berasal dari bahasa Latin “con” yang berarti bersama, dan “fligere” yang berarti benturan atau tabrakan.

Work family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya oleh Frone, (2000) dalam Nyoman Triaryati, (2003).


(29)

Yang, Chen, Choi & Zou, (2000) dalam Nyoman Triaryati, (2003) mengungkapkan bahwa tuntutan pekerjaan berhubungan dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti; pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga dan menjaga anak. Tuntutan keluarga ini ditentukan oleh besarnya keluarga, komposisi keluarga dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketergantungan terhadap anggota yang lain

Pekerjaan dan keluarga merupakan dua hal yang saling terkait dan sangat penting bagi setiap orang. Akan tetapi, menjalankan kedua peran tersebut sangat sulit sehingga dapat menimbulkan suatu konflik yang disebut dengan work family conflict. Greenhaus & Beutell, (1985), dalam Anisah Amelia, (2010) work family conflict merupakan suatu bentuk konflik yang timbul karena seseorang mengalami kesulitan menyeimbangkan peran dalam pekerjaan dan keluarga. Menurut Herman dan Gyllstrom, (1977) seperti yang dikutip dalam Greenhaus dan Beutell, (1985) dalam Anisah Amelia, (2010) menyatakan bahwa seseorang yang sudah menikah lebih sering mengalami work familyconflict dibandingkan yang belum menikah. Ini terjadi karena seseorang yang telah menikah memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan yang belum menikah saat menyeimbangkan peran-perannya demi menjaga keutuhan rumah tangganya. Ketika hasil yang dicapai seseorang tidak sesuai dengan


(30)

harapannya maka sebagai akibatnya peran dalam pekerjaan akan mengganggu peran dalam keluarga dan sebaliknya.

Frone, Rusell & Cooper, (1992) dalam Giovanny dan Meily, (2013) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan.

Frone, Rusell & Cooper, (2000) dalam Nyoman Triaryati, (2003) dikembangkan lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan Konflik Peran Ganda (Work Family Conflict) sebagai bentukkonflik peran dimana tuntutan peran dari keluarga dan pekerjaan secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalammemenuhi tuntutan pekerjaannya.


(31)

Yavas et al., (2008) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015) menggungkapkan bahwa work family conflict memiliki dua bentuk, yaitu konflik pekerjaan-keluarga serta konflik keluarga-pekerjaan. Konflik yang terjadi pada peran di keluarga dan peran di pekerjaan menimbulkan efek-efek negatif. Konflik keluarga pekerjaan (work family conflict) oleh para ahli selalu dikaitkan dengan sumber stress yang mempengaruhi segi fisik dan psikologis (Adams dkk.,(1996) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015). Frone, Russel, & Barnes (Major dkk, (2002) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015) menyatakan bahwa konflik antara pekerjaan ke keluarga (work to family conflict) mempunyai hubungan dengan depresi dan keluhan somatic. Greenhaus dan Beutell dalam Anafarta, (2011) dikembangkan lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan konflik pekerjaan-keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

Sementara Natemeyer et al, (dalam Yavas et al., (2008) dikembangkan lagi oleh Jane Yolanda Roboth, (2015) mendefinisikan konflik pekerjaan-keluarga sebagai bentuk konflik dimana tuntutan umum, waktu serta ketegangan yang berasal dari pekerjaan mengganggu tanggung jawab karyawan terhadap keluarga. Menurut Boles, James S., W. Gary Howard & Heather H. Donofrio, (2001) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015) indikator-indikator konflik pekerjaan-keluarga adalah:

1) Tekanan kerja


(32)

3) Kurangnya kebersamaan keluarga 4) Sibuk dengan pekerjaan

5) Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga.

Menurut Frone, Russell dan Cooper, (1992) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015) indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan adalah: 1) Tekanan sebagai orang tua. Tekanan sebagai orang tua merupakan

beban kerja sebagai orang tua didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.

2) Tekanan perkawinan. Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga karena suami tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil keputusan tidak secara bersama-sama.

3) Kurangnya keterlibatan sebagai istri. Kurangnya keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.

4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua. Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.


(33)

5) Campur tangan pekerjaan. Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.

Dapat disimpulkan work family conflict merupakan konflik yang terjadi karena usaha untuk menyeimbangkan antara tuntutan yang timbul dari keluarga maupun dari pekerjaannya. Konflik yang terjadi pada karyawan yang harusnya melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan keluarganya, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga atau keluarga yang mengganggu pekerjaan. Work family conflict adalah suatu bentuk konflik peran dimana menghabiskan waktu untuk tuntutan pekerjaan dan pekerjaan tersebut menimbulkan tekanan yang mengganggu tanggung jawab dalam keluarga.

b. Tipe-tipe Konflik Pekerjaan–Keluarga

Menurut Greenhaus dan Beutall, (1985) dalam Nyoman Triaryati, (2003) ada tiga tipe jenis work familyconflict, yaitu:

1) Time-based conflict (konflik berdasar waktu)

Yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi suatu tuntutan mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan lainnya (keluarga atau pekerjaan). Menurut Greenhaus dan Beutall, (1985) dalam Nyoman Triaryati, (2003) berbagai macam peran yang dimiliki seseorang kemungkinan akan


(34)

menghabiskan waktu seseorang, dalam hal ini waktu yang dicurahkan pada kinerja salah satu domain seringkali mengurangi waktu dalam domain lainnya. Konflik berdasar waktu ini sangat menghabiskan energi dan membangkitkan ketegangan, akibatnya tenaga kerja yang mempunyai peran pekerjaan yang mengganggu peran keluarga tidak mendapatkan kepuasan.

2) Strain-based conflict (konflik berdasar tekanan)

Terjadi pada saat tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lain. Seseorang yang sangat menekankan pada pekerjaan dapat menyebabkan ketegangan-ketegangan seperti tensi menjadi tinggi, cepat marah, keletihan, depresi dan apatis. Keadaan seperti ini akan menimbulkan kesulitan bagi seseorang untuk bersikap penuh perhatian. Atau orang yang penyayang, pada saat orang tersebut sedang muram atau ingin marah, sangatlah sulit diharapkan untuk bisa bekerja sepenuh hati, jika orang tersebut masih dilingkupi oleh situasi keluarga yang menekan.

3) Behavior-based conflict (konflik berdasar perilaku)

Konflik ini berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola perilaku seseorang dengan yang diinginkan oleh kedua bagian (pekerjaan atau keluarga). Misalnya seseorang yang berprofesi sebagai polisi diharuskan untuk bersikap tegas, keras dan disiplin. Tapi para anggota keluarga mengharapkan ia untuk bersifat lembut, hangat, tidak emosional dan manusiawi dalam berhubungan dengan mereka. Jika


(35)

seseorang tidak bisa mengubah sikap saat memasuki peran yang berbeda, maka kemungkinan mereka akan mengalami konflik berdasarkan perilaku.

2. Kepuasan Kerja

a. Pengertian Kepuasan Kerja

Dole dan Schroeder, (2001) dalam Koesmono, (2005) dikembangkan lagi oleh Nana Suryana, Siti Haerani dan Muhammad Idrus Taba, mengemukakan bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya. Lebih lanjut Koesmono, (2005) dalam Nana Suryana, Siti Haerani dan Muhammad Idrus Taba, mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya.

Menurut Dole and Schroeder, (2001) dalam Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) kepuasan kerja didefinisikan sebagai reaksi dan perasaan seseorang terhadap tempat ia bekerja. Tingkat kepuasan yang berbeda-beda pasti dimiliki oleh setiap individu. Kreitner dan Kinicki, (2005) dalam Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan respons emosional dan efektivitas yang berdampak pada aspek pekerjaan.


(36)

Sedangkan As’ad, (2000) dalam Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah suatu sikap umum yang berupa hasil dari beberapa sikap khusus terhadap karakteristik individual, hubungan kelompok di luar pekerjaannya serta faktor-faktor pekerjaan.

Dalam Sopiah, (2008) dalam Agus Dwi Nugroho dan Kunartinah, (2012) disebutkan beberapa definisi kepuasan kerja sebagai berikut : 1) Lock dalam Luthans, (1995) mengemukakan :

Job satisfaction is a pleasurable or positive amotional state resulting

from the appaisal of one’s job or job experience.” (Kepuasan kerja

merupakan suatu ungkapan emosional yang bersifat positif atau menyenangkan sebagai hasil dari penilaian terhadap suatu pekerjaan atau pengalaman kerja).

2) Robbins, (1996) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan sikap umum seorang karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja menunjukkan adanya kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dengan imbalan yang disediakan oleh pekerjaan.

3) Porter dalam Luthans, (1995) menambahkan,”Job satisfaction is

difference between how much of something there should be and how

much there is now.” (Kepuasan kerja adalah perbedaan seberapa

banyak sesuatu yang seharusnya diterima dengan seberapa banyak sesuatu yang sebenarnya ia terima).


(37)

4) Mathis and Jackson, (2000) mengemukakan, “Job satisfaction is a

positive emotional state resulting one’s job experience.’ (Kepuasan kerja merupakan merupakan pernyataan emosional yang positif yang merupakan hasil evaluasi dari pengalaman kerja).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, Sopiah menyimpulkan bahwa :

a) Kepuasan kerja merupakan suatu tanggapan emosional seseorang terhadap situasi dan kondisi kerja.

b) Tanggapan emosional bisa berupa perasaan puas (positif) dan tidak puas (negatif). Bila secara emosional puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka berarti karyawan tidak puas.

c) Kepuasan kerja dirasakan oleh karyawan setelah karyawan tersebut membandingkan antara apa yang dia harapkan akan dia peroleh dari hasil kerjanya dengan pa yang sebenarnya dia peroleh dari hasil kerjanya.

d) Kepuasan kerja mencerminkan beberapa sikap yang berhubungan (Luthans, (1995).

Dari beberapa definisi yang dikemukakan dimuka, secara umum dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja merupakan tingkat perasaan seseorang terhadap perasaannya dengan mempertimbangkan dan menilai segala aspek yang ada didalam pekerjaannya, sehingga timbul dalam


(38)

dirinya perasaaan senang terhadap situasi kerja dan rekan sekerjannya. Apa yang dirasakan oleh individu tersebut bisa positif atau negatif, tergantung dari persepsi terhadap pekerjaan yang digelutinya tersebut.

Kreitner dan Kinicki, (2007) dalam Desta Miftachul Amin dan Dewi Syarifah, (2015) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu efek (respon emosional) dari berbagai aspek yang dimiliki oleh suatu pekerjaan. Menurut Robbins dan Judge, (2011) dalam Desta Miftachul Amin dan Dewi Syarifah, (2015) kepuasan kerja merupakan perasaan positif yang ditunjukkan oleh karyawan terhadap pekerjaan yang dimilikinya, dimana perasaan positif tersebut merupakan hasil evaluasi karyawan dari berbagai aspek yang dimiliki oleh pekerjaan itu sendiri. Weiss dkk. (1967) dalam Desta Miftachul Amin dan Dewi Syarifah, (2015) mengemukakan bahwa terdapat tiga dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan kerja yang terdiri dari kepuasan kerja general, kepuasan kerja intrinsik, dan kepuasan kerja ekstrinsik.

Berdasarkan teori-teori diatas maka Weiss et al., (1967) mengembangkan sebuah alat ukur untuk mengukur tingkat kepuasan kerja karyawan, yaitu Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ). MSQ

mengukur kepuasan kerja dengan melihat dari indikator penyesuaian seseorang terhadap lingkungan kerjanya.

Ketiga dimensi tersebut diukur melalui 20 indikator atau kebutuhan elemen atau kondisi penguat spesifik yang penting dalam menciptakan


(39)

kepuasan kerja. Indikator-indikator tersebut dijelaskan sebagai berikut dalam Weiss et al., (1967) :

(1) Ability Utilization, adalah kesempatan menggunakan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.

(2) Achievement, adalah prestasi yang dicapai selama bekerja. (3) Activity, adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan

dalam bekerja.

(4) Advancement, adalah kemajuan atau perkembangan yamg dicapai selama bekerja.

(5) Authority, adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.

(6) Company policies and practices, adalah kebijakanyang dilakukan secara adil bagi karyawan.

(7) Compensation, adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.

(8) Co-workers, adalah hubungan antara rekan kerja.

(9) Creativity, adalah kesempatan untuk mencoba metode sendiri dalam melakukan pekerjaan.

(10) Independence, adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.

(11) Moral values, adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.


(40)

(12) Recognition, adalah pengakuan yang diterima atas pekerjaan yang dilakukan.

(13) Responsibility, adalah tanggung jawab yang dimiliki.

(14) Security, adalah rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

(15) Social service, adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

(16) Social status, adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.

(17) Supervision-human relations, adalah dukungan yangdiberikan oleh badan usaha terhadap karyawannya. (18) Supervision-technical, adalah bimbingan dan bantuan teknis

yang diberikan atasan kepada karyawan.

(19) Variety, adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari waktu ke waktu.

(20) Working conditions, adalah keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.

Banyaknya pendapat para ahli mengenai kepuasan kerja menunjukkan bahwa job satisfaction bukan merupakan konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Artinya, kepuasan kerja seorang karyawan tidak dapat dilihat secara keseluruhannya, harus dilihat


(41)

lebih detail mengenai hal-hal yang lebih spesifik atau poin per poin dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya.

Seseorang yang mengalami ketidakpuasan kerja tidak mempunyai semangat dalam menjalankan pekerjaannya, lebih sering melamun, tidak dapat mengendalikan emosi, cepat lelah dan absensi kehadiranya rendah. Sedangkan individu yang memiliki kepuasan kerja akan memberikan kontribusi terbaik bagi perusahaan dan memiliki absensi kehadiran yang tinggi karena selalu bersemangat.

b. Aspek–aspek Kepuasan Kerja

Kendall dan Hullins, (1969) dalam Agus Dwi Nugroho dan Kunartinah, (2012) mengemukakan pendapatnya sebagaimana dikutip oleh Gibson, Ivanchevich dan Donelly, (1996) dalam Agus Dwi Nugroho dan Kunartinah, (2012) bahwa faktor-faktor yang memiliki karakteristik penting yang akan mempengaruhi kepuasan kerja antara lain :

1) Pembayaran (gaji/upah).

Gaji merupakan alat ukur kuantitatif terhadap usaha atau prestasi yang telah diberikan karyawan terhadap perusahaannya. Hal ini lebih dipersepsikan terhadap nilai keadilan berdasarkan permintaan kerja, tingkat ketrampilan individu, standar pembayaran gaji dan prestasi kerja.


(42)

2) Pekerjaan.

Karyawan memiliki kecenderungan mengerjakan pekerjaan yang dapat memberikan peluang jenjang karier yang lebih tinggi.

3) Kesempatan Promosi.

Promosi diberikan sebagai penghargaan perusahaan/ institusi kepada pegawainya dengan kriteria kinerja dan senioritas berdasarkan lama waktu bekerja. Pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja adalah apabila kinerja yang telah dihasilkan tidak mendapat tanggapan serta tindak lanjut dari manajemen untuk diadakannya promosi.

4) Penyelia.

Penyelia adalah salah satu pimpinan dalam perusahaan yang menangani karyawan secara langsung. Menurut teori jalur tujuan, atasan harus dapat meningkatkan jumlah dan jenis penghargaan yang ada terhadap perusahaan. (Gibson, Ivancevich dan Donelly, 1996). 5) Rekan sekerja.

Pegawai sebagai manusia merupakan makhluk sosial dan makhluk individu, sehingga pegawai/karyawan akan berkembang dalam bekerja sama dengan orang lain.


(43)

3. Kinerja

a. Pengertian Kinerja Karyawan

Pada dasarnya kinerja karyawan merupakan cara kerja karyawan dalam suatu perusahaan selama periode tertentu. Suatu perusahaan yang memiliki karyawan yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja perusahaan tersebut akan baik, sehingga terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja individu (karyawan) dengan kinerja perusahaan. Ukuran kesuksesan yang dicapai oleh karyawan tidak bisa di generalisasikan dengan karyawan yang lain karena harus disesuaikan dengan ukuran yang berlaku dan jenis pekerjaan yang dilakukannya (Steel Johnson, et al , (2000) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015).

Menurut Bernadin dan Rusell, (1998) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015) kinerja kerja adalah catatan mengenai akibat-akibat yang dihasilkan pada sebuah fungsi kerja atau kegiatan tertentu dalam suatu jangka waktu tetentu. Kinerja kerja seorang individu merupakan gabungan dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat diukur dari akibat yang di hasilkan oleh karena itu kinerja kerja bukan menyangkut karakteristik pribadi yang ditujukan oleh seseorang melainkan hasil kerja yang telah dan akan dilakukan oleh seseorang.

Selanjutnya menurut Simanjuntak, (2005) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu dalam hal ini mencakup


(44)

kinerja individu, kinerja kelompok, kinerja perusahaan yang dipengaruhi faktor intern dan ekstern. Menurut Furtwengler, (2002) dalam dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) kinerja dilihat dari hal kecepatan, kualitas, layanan dan nilai maksudnya kecepatan dalam proses kerja yang memiliki kualitas yang terandalkan dan layanan yang baik dan memiliki nilai merupakan hal yang dilihat dari tercapainya kinerja atau tidak.

Mahsun, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) mengatakan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

Sedarmayanti, (2007) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) menyatakan bahwa kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya secara keseluruhan.

Berdasarkan Babin dan Boles, (1998) seperti yang dikutip dalam Elerina Maria D. T. (2008) dalam Anisah Amelia, (2010), mengartikan kinerja sebagai suatu tingkatan produktivitas karyawan secara individu yang dibandingkan dengan sesame karyawan atas beberapa pekerjaan yang berhubungan dengan perilaku (cara bekerja) dan hasil yang diterima. Kinerja dapat dikatakan sebagai tingkat prestasi seseorang atau karyawan


(45)

dalam suatu perusahaan yang dapat meningkatkan produktifitas karyawan tersebut. Tingkat prestasi seseorang tersebut dapat dilihat dari tingkat kesuksesan yang dapat dicapai dalam melakukan pekerjaannya, dimana ukuran kesuksesan yang dicapai oleh seseorang tidak dapat disamakan dengan orang lain. Kesuksesan yang dicapai seseorang adalah berdasarkan ukuran yang berlaku dan disesuaikan dengan jenis pekerjaannya. Kinerja berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai oleh seseorang atau sebagai suatu hasil dari perilaku kerja seseorang. Semakin tinggi tingkatan tujuan (hasil yang diharapkan) yang akan dicapai maka semakin giat kinerja karyawan tersebut. Kinerja yang tinggi dapat dilihat dari adanya peningkatan efisiensi, efektivitas, atau kualitas yang lebih tinggi dari hasil penyelesaian tugas yang telah dilakukan individu dalam organisasi. Hal ini akan terjadi apabila individu tidak merasa terbebani oleh berbagai macam faktor salah satunya work family conflict yang dapat menurunkan semangat kerjanya. Seseorang yang melakukan perannya dalam keluarga dan pekerjaan secara bersamaan, maka akan memiliki kinerja yang terbatas dalam melakukan perannya di dalam keluarga apabila seseorang tersebut harus memenuhi perannya dalam pekerjaan, maupun sebaliknya. Williams dan Anderson, (1991) Anisah Amelia, (2010) menyatakan kinerja adalah in-role performance. In-role performance adalah ukuran kinerja yang terkait langsung dengan pekerjaan seseorang. Salah satu contoh Inrole performance yaitu seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan sesuai deskripsi kerja dan hasil yang dicapai.


(46)

Bernadin, (1993) dalam Sry Rosita, (2012), menjelaskan bahwa kinerja sesorang dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yang dihasilkan dari pekerjaan yang bersangkutan. Keenam kriteria tersebut, antara lain :

1) Kualitas, yaitu tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.

2) Kuantitas, yaitu jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

3) Ketepatan waktu, yaitu tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.

4) Efektifitas, yaitu tingkat penggunaan sumber daya manusia, organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.

5) Kemandirian: yaitu tingkat di mana seseorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan.


(47)

6) Komitmen: yaitu tingkat dimana pegawai mempunyai komitmen kerja dengan organisasi dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasi.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Karyawan

Kinerja karyawan dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain: menurut Sutermeister, (1999) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) terdiri dari motivasi, kemampuan, pengetahuan, keahlian, pendidikan, pengalaman, pelatihan, minat, sikap kepribadian kondisi-kondisi fisik dan kebutuhan fisiologis, kebutuhan sosial dan kebutuhan egoistik. Sedangkan menurut Mahsun, (2006) ada beberapa elemen pokok yang mempengaruhi kinerja, yaitu :

1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. 2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.

3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.

4) Evaluasi kinerja/feed back, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

Menurut Mangkunegara, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) terdapat aspek-aspek standar pekerjaan yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif meliputi :


(48)

a) Aspek kuantitatif yaitu:

(1) Proses kerja dan kondisi pekerjaan

(2) Waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan

(3) Jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan (4) Jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja b) Aspek kualitatif yaitu :

(1) Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan (2) Tingkat kemampuan dalam bekerja

(3) Kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/ kegagalan menggunakan mesin/peralatan.

(4) Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen/masyarakat).

c. Tujuan Penilaian Kinerja

Adapun sejumlah tujuan penilaian kinerja menurut Sulistiyani dan Rosidah, (2003) dalam Evawati, antara lain :

1) Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai. 2) Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya.

3) Mendistribusikan reward dari organisasi atau instansi yang dapat berupa kenaikan pangkat dan promosi yang adil.


(49)

4) Mengadakan penelitian manajemen personalia.

d. Metode Penilaian Kinerja

Menurut Muljadi, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) bahwa seluruh aktivitas organisasi harus diukur agar dapat diketahui tingkat keberhasilan pelaksanaan tugas organisasi, pengukuran dapat dilakukan terhadap masukan (input) dari program organisasi yang lebih ditekankan pada keluaran (output), proses, hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact) dari program organisasi tersebut bagi kesejahteraan masyarakat. Pengukuran kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan yang meliputi:

1) Penetapan indikator kinerja

2) Penentuan hasil capaian indikator kinerja

Menurut Mahsun, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) bahwa indikator kinerja terdiri dari:

a) Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas

b) Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja

c) Kehadiran/keterlambatan

Cara pengukuran kinerja menurut Muljadi, (2006) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012) terdiri dari :


(50)

1) Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.

2) Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan. 3) Membandingkan kinerja nyata dan standar kinerja.

e. Jenis-jenis Kinerja

Menurut Prawirosentono, (2008) dalam Zaldi Aknmal, A. Rahman Lubis dan Mukhlis Yunus, (2012), jenis kinerja terdiri atas tiga bagian, antara lain:

1) Kinerja Strategik

Kinerja suatu perusahaan dievaluasi atas ketepatan organisasi dalam memilih lingkungannya dan kemampuan adaptasi organisasi bersangkutan atas lingkungan hidupnya dimana dia beroperasi.

2) Kinerja Administratif

Kinerja administratif berkaitan dengan kinerja administratif organisasi, termasuk di dalamnya tentang struktur administrasi yang mengatur hubungan otoritas dan tanggung jawab dari orang-orang yang menduduki jabatan atau bekerja pada unit-unit kerja yang terdapat dalam organisasi.

3) Kinerja Operasional

Kinerja ini berkaitan dengan efektivitas penggunaan setiap sumber daya yang digunakan organisasi, kemampuan mencapai efektivitas penggunaan sumber daya manusia yang mengerjakannya.


(51)

B. Kerangka Konseptual dan Penurunan Hipotesis

1. Pengaruh antara Konflik Pekerjaan-Keluarga terhadap Kinerja Karyawan

Konflik Pekerjaan-Keluarga merupakan hal yang sulit dihindari, terutama bagi karyawan yang sudah berkeluarga dan bekerja di luar rumah. Terjadinya konflik ini ketika adanya 2 pemenuhan tuntutan yaitu tuntutan keluarga dan tuntutan pekerjaan yang sama-sama harus diselesaikan namun karyawan dihadapkan dengan kemampuannya. Dengan masalah ini karyawan tidak dapat berkonsentrasi pada tugas pekerjaannya dan memutuskan untuk meninggalkan perusahaan. Indriyani, (2009) dalam Nurul Priyatnasari, Indar, Balqis mengungkapkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja perawat wanita rumah sakit.

Endang Ruswanti dan Ostevi Adolfin Jacobus, (2013) yang mengkaji tentang Konflik antara Pekerjaan dan Keluarga, Stress Kerja terhadap Kinerja Perawat Wanita pada Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa konflik antara pekerjaan dan keluarga mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja perawat perempuan di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Penelitian lain juga memperoleh hasil serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Aminah Ahmad, (2008) dalam Anisah Amelia, (2010) hasil penelitiannya ditemukan adanya hubungan negatif, baik work-to-family conflict dan family-to-work


(52)

conflict dengan kinerja. Work-to-family conflict dan family-to-work conflict dapat menimbulkan rendahnya kinerja seseorang. Berdasarkan uraian tersebut, maka maka hipotesis pertama pada penelitian ini adalah :

H1 : Konflik Pekerjaan-Keluaragaberpengaruh negatif terhadap Kinerja karyawan.

2. Pengaruh antara Konflik Pekerjaan-Keluaraga terhadap Kepuasan kerja

Keinginan pindah tempat kerja yaitu keinginan seseorang untuk meninggalkan pekerjaannya. Karyawan yang mengalami konflik pekerjaan-keluarga akan menyebabkan rendahnya kepuasan kerja karyawan sehingga dapat mengambil keputusan untuk berhenti bekerja. Sebagai contoh yaitu karyawan yang mengalami tekanan, depresi, mudah marah atau lelah (strain-based conflict) dalam menyeimbangkan kedua peran tersebut sehingga secara tidak langsung tidak puas dengan pekerjaannya dan dapat menimbulkan keinginan untuk berhenti bekerja. Jadi, semakin tinggi work-family conflict maka semakin semakin tinggi keinginan seseorang untuk berhenti dari pekerjaannya.

Giovanny Anggasta Buhali & Meily Margaretha, (2013) dengan penelitiannya yang berjudul pengaruh work-family conclict


(53)

mediasi. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa tidak terdapat pengaruh antara work-family conflict terhadap kepuasan kerja. Menurut Soeharto, (2010) dalam Evy Siska Yuliana dan Reny Yuniasanti, (2013) mengenai konflik pekerjaan keluarga dengan kepuasan kerja: metaanalisis, didapati bahwa ada hubungan negatif konflik pekerjaan keluarga dan konflik keluarga pekerjaan/WFC

dengan kepuasan kerja. Penelitian lain juga memperoleh hasil serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Kossek dan Ozeki, (1998) dalam Lidya Agustina, (2008) bahwa semua dimensi work family conflict mengurangi beberapa bentuk kepuasan hidup termasuk kepuasan kerja. Berdasarkan uraian tersebut, maka maka hipotesis kedua pada penelitian ini adalah :

H2 : Konflik Pekerjaan-Keluaragaberpengaruh negatif terhadap Kepuasan kerja.

3. Pengaruh antara Kepuasan kerja terhadap Kinerja Karyawan Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Untuk memperoleh kepuasan kerja yang optimal pada seorang individu maka perlu


(54)

dibutuhkan suatu bentuk dukungan sosial baik itu berasal dari keluarga (pasangan hidup), rekan kerja dan atasan.

Putu Yudha Asteria Putri dan Made Yenni Latrini, (2013) yang mengkaji tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan sektor publik, dengan in-role performance dan innovative performance sebagai variabel mediasi. Penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa Kepuasan Kerja (X1) berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan (Y3). Devi, (2009) dalam Ayu Desi Indrawati, (2013) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain juga memperoleh hasil serupa dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Abdel-Halim, (1980) dan Al-Ahmad, (2009) dalam Dian Kristanto, Suharmono, dan Intan Ratnawati bahwa kinerja ditemukan berhubungan positif dengan kepuasan kerja. Berdasarkan uraian tersebut, maka maka hipotesis ketiga pada penelitian ini adalah :

H3 : Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja karyawan.


(55)

C. Model Penelitian

Penelitian ini digambarkan dengan model sebagai berikut:

H1 (-)

H2 (-) H3 (+)

GAMBAR 2.1 Model Penelitian

Kinerja Karyawan (X2) Work Family

Conflict (X1)

Kepuasan Kerja (Y)


(56)

METODE PENELITIAN

a. Obyek/Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini, obyek penelitian adalah Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta yang beralamatkan di Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Sedangkan subyek penelitiannya adalah semua karyawan wanita pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. b. Jenis Data

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah ditetapkan yaitu untuk mengetahui sejauh mana pengaruh work family conflict terhadap kinerja karyawan, work family conflict terhadap kepuasan kerja dan juga untuk mengkaji pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan pada Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta, maka jenis penelitian yang sesuai adalah menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini banyak menggunakan angka, dimulai dari pengumpulan data, menafsirkan data serta menampilkan hasilnya. Selain itu, penelitian ini termasuk dalam studi deskriptif (descriptive study) yaitu untuk memberikan gambaran dan penjelasan secara akurat mengenai pengaruh work family conflict dan


(57)

kepuasan kerja terhadap kinerja karyawan dan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.

c. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Metode pegambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah non probability sampling dengan menggunakan

purposive sampling. Purposive sampling yaitu teknik menentukan sampel dengan didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Kriteria sampel yang disyaratkan oleh peneliti adalah karyawan wanita dengan status kerja tetap yang sudah bekerja di Badan Pusat Statistik (BPS) Prov. D. I. Yogyakarta dengan masa kerja minimal 2 tahun. Dasar pertimbangannya adalah diperkirakan dalam jangka waktu kerja minimal 2 tahun karyawan sudah memiliki pengalaman dan memahami sistem kerja diperusahaan tempatnya bekerja, sehingga mampu mengidentifikasi dan menentukan jawaban yang sesuai pada pertanyaan dalam kuesioner yang terkait dengan variabel penelitian.

d. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mekanisme pengumpulan informasi penelitian yang dilakukan secara langsung dengan cara melalui teknik survei yang dilakukan dilokasi penelitian. Metode survei yaitu pengumpulan data yang dilakukan terhadap suatu unit analisis untuk mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas


(58)

terhadap suatu masalah. Penelitian survei ini, data di lapangan di kumpulkan dengan cara mengajukan pertanyaan yang disusun dalam kuesioner. Tipe pertanyaan dalam kuesioner adalah pertanyaan tertutup dimana responden diminta untuk membuat pilihan diantara serangkaian alternatif yang diberikan oleh peneliti.

Skala yang akan digunakan dalam insrtumen penelitian adalah skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, atau persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Cara penilaiannya adalah dengan mengajukan sejumlah pertanyaan kepada sejumlah responden dan responden diminta untuk memilih jawaban dari beberapa pilihan jawaban yang disediakan.

e. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. WFC (Work Family Conflict) (X1)

Dalam penelitian ini, variabel independen adalah work family conflict (WFC) dengan simbol (X1). Frone, (2000) dalam Nyoman Triaryati, (2003) work family conflict dapat didefinisikan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau sebaliknya,


(59)

dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya.

Work family conflict memiliki dua bentuk, yaitu konflik pekerjaan-keluarga serta konflik pekerjaan-keluarga-pekerjaan (Yavas, U & Babakus, E. (2008) dalam Jane Y. Roboth, (2015). Dalam penelitian ini menggunakan ukuran dua dimensi yaitu konflik pekerjaan-keluarga (work family conflict) serta konflik keluarga-pekerjaan (Family work conflict). Indikator kedua bentuk tersebut adalah :

a. Indikator konflik pekerjaan-keluarga 1) Tekanan kerja

2) Banyaknya tuntutan tugas

3) Kurangnya kebersamaan keluarga 4) Sibuk dengan pekerjaan

5) Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga. b. Indikator konflik keluarga-pekerjaan

1) Tekanan sebagai orang tua.

Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang tua didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.

2) Tekanan perkawinan.

Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah


(60)

tangga karena suami tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil keputusan tidak secara bersama-sama.

3) Kurangnya keterlibatan sebagai istri.

Kurangnya keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.

4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua.

Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan sebagai orang tua untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.

5) Campur tangan pekerjaan.

Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.

Instrumen kedua dimensi diatas diadopsi dari dua peneliti. Konflik pekerjaan-keluarga diadopsi dari Boles, James S., W. Gary Howard & Heather H. Donofrio, (2001) dalam Jane Y. Roboth, (2015) dan konflik keluarga-pekerjaan diadopsi dari Frone, Russell dan Cooper, (1992) dalam Jane Y. Roboth, (2015). Instrumen ini terdiri dari 10 item pertanyaan,


(61)

masing-masing berjumlah 5 item pertanyaan untuk work family conflict

dan family work conflict dengan 5 poin skala likert. Responden diminta memilih alternatif jawaban dari skala 1(sangat tidak setuju) sampai skala 5 (sangat setuju).

2. Kepuasan Kerja (X2)

Rivai, (2004) dalam Giovanny Anggasta Buhali dan Meily Margaretha, (2013) menjelaskan kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan yang dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, maka kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.

Adapun indikator-indikatornya:

a. Ability Utilization, adalah kesempatan menggunakan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan.

b. Achievement, adalah prestasi yang dicapai selama bekerja.

c. Activity, adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan dalam bekerja.

d. Advancement, adalah kemajuan atau perkembangan yamg dicapai selama bekerja.


(62)

e. Authority, adalah wewenang yang dimiliki dalam melakukan pekerjaan.

f. Company policies and practices, adalah kebijakanyang dilakukan secara adil bagi karyawan.

g. Compensation, adalah segala macam bentuk kompensasi yang diberikan kepada para karyawan.

h. Co-workers, adalah hubungan antara rekan kerja.

i. Creativity, adalah kesempatan untuk mencoba metode sendiri dalam melakukan pekerjaan.

j. Independence, adalah kemandirian yang dimiliki karyawan dalam bekerja.

k. Moral values, adalah nilai-nilai moral yang dimiliki karyawan dalam melakukan pekerjaannya seperti rasa bersalah atau terpaksa.

l. Recognition, adalah pengakuan yang diterima atas pekerjaan yang dilakukan.

m. Responsibility, adalah tanggung jawab yang dimiliki.

n. Security, adalah rasa aman yang dirasakan karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

o. Social service, adalah perasaan sosial karyawan terhadap lingkungan kerjanya.

p. Social status, adalah derajat sosial dan harga diri yang dirasakan akibat dari pekerjaan.


(63)

q. Supervision-human relations, adalah dukungan yangdiberikan oleh badan usaha terhadap karyawannya.

r. Supervision-technical, adalah bimbingan dan bantuan teknis yang diberikan atasan kepada karyawan.

s. Variety, adalah kesempatan untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari waktu ke waktu.

t. Working conditions, adalah keadaan tempat kerja dimana karyawan melakukan pekerjaannya.

Instrumen kepuasan kerja diadopsi dari Weiss et.al., 1967 dalam Desta Miftachul Amin dan Dewi Syarifah, (2015) yang terdiri dari 20 item pertanyaan dengan 5 poin skala likert. Responden diminta memilih alternative jawaban dari skala 1 (sangat tidak setuju) sampai skala 5 (sangat setuju).

3. Kinerja Karyawan

Menurut Steel Johnson, et al., (2000) dalam Jane Yolanda Roboth, (2015) menyatakan bahwa pada dasarnya kinerja karyawan merupakan cara kerja karyawan dalam suatu perusahaan selama periode tertentu. Suatu perusahaan yang memiliki karyawan yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja perusahaan tersebut akan baik, sehingga terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja individu (karyawan) dengan kinerja perusahaan.


(64)

Adapun indikator-indikatornya:

a. Kualitas, yaitu tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna, dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.

b. Kuantitas, yaitu jumlah yang dihasilkan dalam istilah jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

c. Ketepatan waktu, yaitu tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.

d. Efektifitas, yaitu tingkat penggunaan sumber daya manusia, organisasi dimaksimalkan dengan maksud menaikkan keuntungan atau mengurangi kerugian dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.

e. Kemandirian: yaitu tingkat di mana seseorang pegawai dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan bimbingan dari pengawas atau meminta turut campurnya pengawas untuk menghindari hasil yang merugikan.

f. Komitmen: yaitu tingkat dimana pegawai mempunyai komitmen kerja dengan organisasi dan tanggung jawab pegawai terhadap organisasi.


(65)

Instrumen kinerja karyawan diadopsi dari Bernadin, (1993) dalam Sry Rosita (2012) yang terdiri dari 12 item pertanyaan dengan 5 poin skala likert. Responden diminta memilih alternative jawaban dari skala 1 (sangat tidak setuju) sampai skala 5 (sangat setuju).

f. Uji Kualitas Instrumen dan Data

Untuk menguji kualitas instrumen adalah menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.

1. Uji validitas

Uji validitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur betul-betul mengukur apa yang perlu diukur (Ancok, (1995) dalam Survival dan Indah Dewi N, (2013). Untuk mengetahui validitas instrumen penelitian digunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Menurut Singarimbun, (1995) dalam Survival dan Indah Dewi N, (2013) menyatakan bahwa item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasinya ini, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi. Apabila probabilitas (tingkat signifikansi) hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%), maka dinyatakan valid dan jika sebaliknya maka dikatakan tidak valid. Uji validitas diukur dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson.


(1)

K9 Pearson Correlation .463** .521** .428** .274 .468** .445** .345* .224 1 .302 .354* .292 .619**

Sig. (2-tailed) .003 .001 .007 .096 .003 .005 .034 .177 .065 .029 .075 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

K10 Pearson Correlation .270 .440** .597** .281 .436** .537** .333* .412* .302 1 .154 .381* .663**

Sig. (2-tailed) .102 .006 .000 .088 .006 .001 .041 .010 .065 .355 .018 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

K11 Pearson Correlation .353* .138 .320* .330* .554** .307 .474** .163 .354* .154 1 .702** .614**

Sig. (2-tailed) .030 .409 .050 .043 .000 .061 .003 .328 .029 .355 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

K12 Pearson Correlation .348* .093 .443** .335* .546** .546** .611** .314 .292 .381* .702** 1 .722**

Sig. (2-tailed) .033 .577 .005 .040 .000 .000 .000 .055 .075 .018 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

TOT.K Pearson Correlation .647** .534** .725** .599** .780** .762** .717** .557** .619** .663** .614** .722** 1

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(2)

Correlations

KK1 KK2 KK3 KK4 KK5 KK6 KK7 KK8 KK9 KK10 KK11 KK12 KK13 KK14 KK15 KK16 KK17 KK18 KK19 KK20 TOT.KK KK1 Pearson

Correlation 1 .524

**

.339* .221 .310 .283 .401* .337* .322* .442** .418** .241 .299 .542** .050 .244 .303 .432** .534** .533** .555**

Sig. (2-tailed) .001 .037 .183 .058 .085 .013 .039 .048 .005 .009 .144 .069 .000 .767 .140 .065 .007 .001 .001 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK2 Pearson

Correlation .524

**

1 .204 .364* .358* .211 .349* .538** .250 .238 .332* .421** .249 .527** -.012 .227 .529** .319 .375* .365* .529**

Sig. (2-tailed) .001 .219 .025 .027 .204 .032 .000 .131 .150 .042 .009 .131 .001 .941 .171 .001 .051 .020 .024 .001

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK3 Pearson

Correlation .339

*

.204 1 .407* .414** .357* .503** .354* .469** .491** .452** .473** .476** .473** .438** .498** .287 .380* .604** .614** .683**

Sig. (2-tailed) .037 .219 .011 .010 .028 .001 .029 .003 .002 .004 .003 .003 .003 .006 .001 .080 .018 .000 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK4 Pearson

Correlation .221 .364

* .407* 1 .334* .514** .407* .457** .186 .249 .254 .632** .351* .225 .235 .509** .485** .255 .419** .339* .588**

Sig. (2-tailed) .183 .025 .011 .040 .001 .011 .004 .264 .131 .124 .000 .031 .174 .156 .001 .002 .122 .009 .038 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK5 Pearson

Correlation .310 .358

*

.414** .334* 1 .556** .583** .302 .343* .420** .525** .436** .392* .492** .347* .465** .429** .271 .537** .542** .670**


(3)

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 KK6 Pearson

Correlation .283 .211 .357

* .514** .556** 1 .458** .388* .282 .333* .405* .501** .498** .362* .329* .721** .299 .357* .356* .355* .641**

Sig. (2-tailed) .085 .204 .028 .001 .000 .004 .016 .086 .041 .012 .001 .001 .026 .044 .000 .068 .028 .028 .029 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK7 Pearson

Correlation .401

* .349* .503** .407* .583** .458** 1 .355* .572** .714** .622** .464** .637** .651** .451** .637** .589** .633** .760** .778** .858**

Sig. (2-tailed) .013 .032 .001 .011 .000 .004 .029 .000 .000 .000 .003 .000 .000 .005 .000 .000 .000 .000 .000 .000 N

38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK8 Pearson

Correlation .337

* .538** .354* .457** .302 .388* .355* 1 .099 .148 .340* .536** .459** .381* .204 .508** .491** .194 .517** .460** .588**

Sig. (2-tailed) .039 .000 .029 .004 .065 .016 .029 .553 .376 .037 .001 .004 .018 .218 .001 .002 .244 .001 .004 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK9 Pearson

Correlation .322

* .250 .469** .186 .343* .282 .572** .099 1 .401* .377* .346* .489** .417** .200 .306 .440** .600** .438** .549** .587**

Sig. (2-tailed) .048 .131 .003 .264 .035 .086 .000 .553 .013 .020 .033 .002 .009 .229 .062 .006 .000 .006 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK10 Pearson

Correlation .442


(4)

Sig. (2-tailed) .005 .150 .002 .131 .009 .041 .000 .376 .013 .000 .094 .007 .000 .222 .000 .050 .004 .000 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK11 Pearson

Correlation .418

**

.332* .452** .254 .525** .405* .622** .340* .377* .600** 1 .405* .405* .581** .486** .502** .469** .539** .583** .652** .743**

Sig. (2-tailed) .009 .042 .004 .124 .001 .012 .000 .037 .020 .000 .012 .012 .000 .002 .001 .003 .000 .000 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK12 Pearson

Correlation .241 .421

** .473** .632** .436** .501** .464** .536** .346* .276 .405* 1 .459** .433** .207 .465** .419** .336* .441** .353* .656**

Sig. (2-tailed) .144 .009 .003 .000 .006 .001 .003 .001 .033 .094 .012 .004 .007 .213 .003 .009 .039 .006 .030 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK13 Pearson

Correlation .299 .249 .476

** .351* .392* .498** .637** .459** .489** .430** .405* .459** 1 .392* .256 .667** .458** .510** .574** .616** .711**

Sig. (2-tailed) .069 .131 .003 .031 .015 .001 .000 .004 .002 .007 .012 .004 .015 .121 .000 .004 .001 .000 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK14 Pearson

Correlation .542

**

.527** .473** .225 .492** .362* .651** .381* .417** .574** .581** .433** .392* 1 .240 .469** .490** .655** .740** .718** .758**

Sig. (2-tailed) .000 .001 .003 .174 .002 .026 .000 .018 .009 .000 .000 .007 .015 .147 .003 .002 .000 .000 .000 .000


(5)

KK15 Pearson

Correlation .050 -.012 .438**

.235 .347* .329* .451** .204 .200 .203 .486** .207 .256 .240 1 .458** .454** .244 .321* .289 .487**

Sig. (2-tailed) .767 .941 .006 .156 .033 .044 .005 .218 .229 .222 .002 .213 .121 .147 .004 .004 .140 .049 .078 .002 N

38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK16 Pearson

Correlation .244 .227 .498** .509** .465** .721** .637** .508** .306 .546** .502** .465** .667** .469** .458** 1 .484** .562** .514** .484** .772**

Sig. (2-tailed) .140 .171 .001 .001 .003 .000 .000 .001 .062 .000 .001 .003 .000 .003 .004 .002 .000 .001 .002 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK17 Pearson

Correlation .303 .529** .287 .485** .429** .299 .589** .491** .440** .321* .469** .419** .458** .490** .454** .484** 1 .573** .464** .429** .695**

Sig. (2-tailed) .065 .001 .080 .002 .007 .068 .000 .002 .006 .050 .003 .009 .004 .002 .004 .002 .000 .003 .007 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK18 Pearson

Correlation .432** .319 .380* .255 .271 .357* .633** .194 .600** .460** .539** .336* .510** .655** .244 .562** .573** 1 .487** .534** .689**

Sig. (2-tailed) .007 .051 .018 .122 .099 .028 .000 .244 .000 .004 .000 .039 .001 .000 .140 .000 .000 .002 .001 .000


(6)

KK19 Pearson

Correlation .534**

.375* .604** .419** .537** .356* .760** .517** .438** .618** .583** .441** .574** .740** .321* .514** .464** .487** 1 .933** .821**

Sig. (2-tailed) .001 .020 .000 .009 .001 .028 .000 .001 .006 .000 .000 .006 .000 .000 .049 .001 .003 .002 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

KK20 Pearson

Correlation .533** .365* .614** .339* .542** .355* .778** .460** .549** .625** .652** .353* .616** .718** .289 .484** .429** .534** .933** 1 .817**

Sig. (2-tailed) .001 .024 .000 .038 .000 .029 .000 .004 .000 .000 .000 .030 .000 .000 .078 .002 .007 .001 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

TOT.KK Pearson

Correlation .555** .529** .683** .588** .670** .641** .858** .588** .587** .679** .743** .656** .711** .758** .487** .772** .695** .689** .821** .817** 1

Sig. (2-tailed) .000 .001 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .002 .000 .000 .000 .000 .000

N 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38 38

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).